Você está na página 1de 2

A.

Miopia
Miopia merupakan suatu kelainan refraksi pada mata dimana bayangan
difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga
dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek
yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal
dari bahasa Yunani muopia yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan
manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah nearsightedness
(Sidarta, 2003).
Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di
retina diperlukan kaca mata minus. Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh
merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang
terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. Miopia mempunyai
kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang
dibiaskan di depan retina (bintik kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media
penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik
(pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang (Sidarta,
2003).
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun
3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun)
Pasien dengan miopia akan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh
kabur, sehingga miopia disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien dengan miopia akan
memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak
yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk
mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek lubang kecil. Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.
Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran
bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada

daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid. Pada mata dengan
miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula
dan degenerasi retina bagian perifer ( Sidarta, 2007).
Test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum atau standar
pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :
1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger).
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca
mata.
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau
tidaknya kebutaan.
4. Uji gerakan otot-otot mata.
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina. 6. Mengukur tekanan cairan di dalam
mata.
7. Pemeriksaan retina.
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi
dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi
sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi. Komplikasi yang bisa
terjadi pada miopia diantaranya yaitu ablasio retina, glaukoma, katarak, miopik
makulopati, dan Vitreal Liquefaction dan Detachment (Sidarta, 2007).
Ilyas, Sidarta ., 2007. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
-------------------2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

Você também pode gostar