Você está na página 1de 12

01 s/d 05

01. Sukadewa Goswami bersabda kepada Raja Parikesit :

"Putra Nabhaga yang bernama Naabhaaga hidup selama bertahun-tahun berguru di


kediaman seorang guru spritualnya, sehingga para saudara-saudaranya berpikir ia tidak
akan kembali menjalani masa grhastanya. Tanpa banyak berpikir mereka membagi-bagi
harta kerajaan diantara mereka sendiri tanpa meninggalkan sisa apapun untuknya.
Sewaktu Naabhaaga kembali dari perguruannya, mereka memberikan ayah mereka
sebagai pembagiannya."

02. Naabhaga memohon, "Wahai para saudara-saudaraku, di manakah hak-hakku akan


kekayaan ayahku ?" Dan para kakak-kakaknya menjawab, "Kami telah menyisahkan
ayah kami sebagai bagianmu." Tetapi sewaktu mengunjungi ayahnya dan menceritakan
hal tersebut, sang ayah menjawab : "Jangan dikau mendengarkan kata-kata mereka yang
penuh dengan berbagai tipu-daya, aku bukan milikmu."

03. Ayah Naabhaga berkata : "Keturunan Angira seluruhnya akan segera melakukan
sebuah upacara pengorbanan, dan walaupun mereka ini sangat cerdas, tetapi pada setiap
hari keenam upacara mereka akan kacau-balau jalan pikirannya dan tidak akan mampu
melanjutkan upacara pengorbanan dengan baik dan mereka akan melakukan berbagai
kesalahan dalam menunaikan kewajiban mereka sehari-hari."

04/05.Ayah Naabhaaga melanjutkan : "Pergilah ke para resi yang agung ini dan jabarkan
dua mantra Veda yang kuberikan kepadamu ini kepada mereka. Sewaktu mereka selesai
dengan upacara pengorbanan mereka (dan tidak kacau lagi pada hari ke enam upacara),
maka mereka semua akan pergi ke swargaloka, mereka akan memberikan sisa harta-
benda yang mereka terima untuk upacara ini kepadamu. Jadi cepatlah pergi." Dan
Naabhaagapun melaksanakan perintah ayahnya dan berhasil mendapatkan kekayaan yang
luar biasa dari para resi-resi ini yang kesemuanya berhasil moksha ke loka-loka lainnya."

06 s/d 20
06. "Tak lama setelah Naabhaaga menerima kekayaan ini, dari utara datang seseorang
yang berkulit hitam-legam dan berkata,"Seluruh harta-benda pengorbanan ini adalah
milikku."

07. Naabhaaga kemudian berkata, "Semua kekayaan ini adalah milikku, para resi yang
agung telah menganugrahkannya kepadaku. Setelah ia selesai dengan ucapannya, pria
hitam ini kemudian berkata,"Kalau begitu kita harus pergi ke tempat ayahmu dan
memintanya untuk menuntaskan masalah ini," Dan Naabhaaga pun setuju dengan usul
ini."

08. Sabda ayah Naabhaga : "Apapun yang telah dipersembahkan oleh para resi agung di
arena pengorbanan Daksa-Yajna itu, sebenarnya diperuntukkan bagi Dewa Shiwa, jadi
semua persembahan tersebut adalah miliknya semata."
09. "Selanjutnya, dengan penuh rasa hormat dan sembah sujud ke Dewa Shiwa,
Naabhaaga berkata : "Wahai Tuhan yang kupuja (Isa), semua di arena itu adalah
milikMu. Aku tunduk pada sabda-sabda ayahku. Sekarang dengan penuh rasa hormat,
aku bersujud kepadaMu, sudilah mengampuniku."

10. Dewa Shiwa bersabda : "Apapun yang telah dikatakan oleh ayahmu adalah benar, dan
yang dikau katakan pun adalah kebenaran yang sama. Oleh karena itu, Aku yang
memahami mantra-mantra Veda-Veda, akan menjabarkan ilmu pengetahuan
transendental (mistik/spritual) kepadamu."

11. "Dewa Shiwa bersabda : "Sekarang dikau boleh mendapatkan semua sisa harta-benda
pengorbanan ini, karena kuanugrahkan kepadamu." Setelah berkata demikian, Dewa
Shiwa, yang teramat sakti dan sangat taat pada ajaran dharma (dharma-vatsalah) sirna
dari tempat tersebut."

12. "Seandainya seseorang mendengar dan mengulang atau mengingat sloka-sloka di atas
setiap pagi dan petang penuh dengan perhatian, maka orang tersebut pasti akan berubah
menjadi terpelajar, penuh dengan pengertian akan ajaran Veda, dan tangkas dalam
mendapatkan kesadaran tentang Sang Jati Diri."

13. "Dari Nabhaagaa lahirlah Maharaja Ambarisa. Maharaja Ambarisa dikenal sebagai
seorang pemuja yang dihormati sekali oleh para resi dan rakyatnya, beliau dipuja-puji
karena berbagai kebajikan dan bakti beliau baik kepada masyarakat maupun kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun ia dikutuk oleh seorang brahmana sakti, ternyata
kutukan tersebut tidak mampu menyentuhnya."

14. "Raja Parikesit bertanya : "Wahai resi yang mulia, Maharaja Ambarisa adalah
seorang yang terhormat dan penuh dengan kebajikan. Kami ingin tahu lebih banyak
tentang beliau. Sangat menakjubkan bahwa kutukan dari brahmana yang sedemikian
dashyat kesaktiannya tidak mampu menyentuhnya."

Keterangan : Seluruh kisah-kisah di Srimad Bhagavatam ini, sebenarnya adalah dialog


antara Resi Goswami dan Parikesit. Dan di dalam dialog ini termuat anak kisah dari
berbagai dialog yang saling berkesinambungan. Harap para pembaca tidak bingung
karenanya.

15/16.Resi Sukadewa Goswami berucap : "Maharaja Ambarisa adalah seorang yang amat
beruntung, beliau menguasai seluruh dunia yang terdiri dari 7 benua (sapta-dvipa-vatim)
dan sang maharaja ini telah mencapai status yang tak terkalahkan dan memiliki
kekuasaan yang tak terbatas dan kemakmuran yang amat sangat di atas muka bumi ini.
Walaupun status semacam ini sulit dicapai oleh seorang manusia, Maharaja Ambarisa
sebaliknya tidak pernah mengacuhkan semua itu, karena beliau sadar bahwa semua
kemegahan ini bersifat ilusi, duniawi, serba materi, dan suatu saat pasti akan musnah.
Sang maharaja sadar sekali bahwa semua itu merupakan godaan yang dapat menyeretnya
ke sidhi (dunia kegelapan yang penuh dengan kesaktian dan kemakmuran)."
17. "Maharaja Ambarisa adalah seorang pemuja Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Vasudewa,
dan berada dalam jajaran para kaum suci yang memuja Yang Maha Esa. Karena
bhaktinya yang sedemikian kuat, beliau beranggapan bahwa seisi alam semesta ini
ibaratnya hanya sebuah batu biasa."

18/19/20."Maharaja Ambarisa dalam samadhinya selalu berfokus ke telapak kaki padma


Sang Krishna, beliau selalu memuja-muji Keagungan Yang Maha Esa, tangan beliau
secara pribadi selalu membersihkan berbagai tempat pemujaan Yang Maha Esa.
Telinganya selalu mendengarkan sabda-sabda Sang Krishna atau hal-hal mengenai Sang
Krishna. Beliau sangat memperhatikan tempat-tempat ibadah Sang Krishna seperti
Mathura dan Vrandavana. Beliau juga selalu menyentuh dengan penuh hormat kaki
semua bakta Sang Krishna, dan penciuman hidungnya selalu diarahkan ke daun-daun
Tulasi yang dipersembahkan kepada Yang Maha Esa, dan lidahnya selalu menikmati
berbagai prashadam dari Yang Maha esa. Kedua kaki beliau selalu digerakkan dan
diarahkan ke tempat-tempat suci Yang Maha Esa, dan selama 24 jam setiap harinya
beliau bersujud dan memuja Tuhan Yang Maha Esa sambil memasrahkan secara total
seluruh hasrat-hasrat duniawinya kepada Sang Krishna Vasudewa. Sedikitpun beliau
tidak pernah menghasratkan sesuatu bagi kenikmatan indra-indranya secara pribadi.
Seluruh indra-indra di tubuhnya diarahkan demi pengabdiannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa melalui berbagai bakti beliau. Inilah cara (upaya) demi merapat lebih erat
dengan Tuhan Yang Maha Esa dan secara total menjauhi berbagai hasrat duniawi."

21 s/d 40
21. "Dalam melaksanakan tugas-tugas sehari-harinya sebagai raja, Maharaja Ambarisa
selalu mempasrahkan hasil dari berbagai pelaksanaannya kepada Yang Maha Esa, yang
adalah penikmat dan penentu semua tindakan-tindakannya dan begitu juga Yang Maha
Esa adalah juga penentu hasil dari semua tindakan yang jauh dari persepsi duniawi ini.
Beliau selalu meminta berbagai pendapat dan nasehat dari para brahmana yang berbakti
kepada Yang Maha Esa secara amat setia, dengan demikian beliau menguasai planet
bumi ini tanpa kesulitan."

22. "Di negara-negara yang bergurun pasir di mana sungai Sarasvati mengalir, Maharaja
Ambarisa telah melaksanakan berbagai upacara pengorbanan seperti Asvamedha-yagna
dan telah memuaskan Yang Maha Esa, Penguasa Utama seluruh yagna (Yajna). Berbagai
upacara ini dilaksanakan penuh dengan perhatian dan memenuhi semua syarat-syarat
yang diperlukan dan lengkap dengan berbagai daksina bagi para brahmana yang hadir
dan berpartisipasi, yang dipimpin oleh Resi Vasistha, Asita, dan Gautama, yang mewakili
Sang Raja, pelaksana berbagai upacara suci ini."

Keterangan : Negara-negara yang bergurun pasir bisa diartikan berbagai negara bagian di
India kini, tetapi juga bisa berarti jazirah Timur-Tengah di mana pada zaman tersebut
sungai Sarasvati pernah mengalir dan berujung di teluk Arabia. Konon orang-orang di
Timur-Tengah baik yang keturunan Yahudi dan Arab atau Palestina dipercayai oleh
masyarakat India sebagai keturunan mereka (keturunan wangsa Bharata pada zaman
dahulu kala). Yesus Kristus sangat dihormati di India karena dianggap sepertiga turunan
Arya-India, dan tiga orang Majus yang menghadapnya dengan ratna mutu manikam
sewaktu Beliau lahir adalah sebagian dari utusan para resi dari India; dari sekitar puluhan
utusan hanya tiga orang saja yang mampu menghadiri kelahiran sang Kristus.

Menurut versi India, Kristus pada usia 12 tahun diajak ke India dan kembali sebagai
seorang resi-yogi yang brahmacari pada usia sekitar 32 tahun, Beliau juga bersifat
vegetarian, ahimsa dan memuja Yang Maha Esa (Isa), dan mengajarkan kembali inti
Hindhu-Dharma kepada kaum Yahudi yang tidak mau menerima ajaran ini. Akhirnya
beliau disalib, dan diselamatkan oleh ketiga resi tersebut dan dibawa kembali ke India
dan meninggal dunia pada usia yang sangat tua di suatu tempat di Kashmir, konon
kuburan Beliau dan turunan Beliau masih eksis sampai saat ini di lokasi tersebut.
Demikian versi India ini. Konon itulah sebabnya Beliau bernama Isa, karena Beliau
adalah pemuja Isa.

23. "Pengorbanan (Yajna) yang diselenggarakan oleh Maharaja Ambarisa ini dihadiri
oleh para anggota dewan negara dan para pendeta yang terdiri dari berbagai golongan
yang kesemuanya mengenakan jubah-jubah kebesaran, mereka semua terkesan mirip para
dewa. Dengan mata yang bersinar-sinar mereka menyaksikan dengan penuh perhatian
penyelenggaraan yajna ini."

24. "Penduduk di kerajaan Maharaja Ambarisa sudah terbiasa dengan berbagai aktifitas
dan puja-puji spritual yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, para penduduk ini
ikut melakukan berbagai upacara ini tanpa mengharap sedikitpun agar dapat moksha atau
pergi ke berbagai swarga-loka, walaupun mereka juga sadar bahwa loka-loka ini menjadi
dambaan para dewa sekalipun."

25. "Mereka-mereka yang telah larut dalam kebahagian transendental dengan berbakti
kepada Yang Maha Esa, tidak tertarik akan kesaktian dan berbagai kedahsyatan para
kaum mistik, karena mereka sadar bahwa faktor tersebut adalah halangan bagi
pencapaian karunia sejati Yang Maha Esa yang dapat dirasakan di dalam hati sanubari
seorang pemuja yang senantiasa berpikir akan Yang Maha Esa dan memujaNya dari
bagian relung kalbunya yang paling dalam."

26. "Maharaja Ambarisa sebagai penguasa planet bumi ini, khusus demi upacara ini
melaksanakannya penuh bhakti dan berupawasa (tapa-brata dan berpuasa) yang sangat
berat dan penuh disiplin. Dengan senantiasa berpikir untuk memuaskan Yang Maha Esa
sewaktu melaksanakan bakti spritualnya, beliau mengesampingkan seluruh nafsu-nafsu
duniawinya secara bertahap."

27. "Maharaja Ambarisa menanggalkan semua ikatan-ikatan kekeluargaannya termasuk


dengan para istri, putra-putri, teman-teman dan handai-taulan, bahkan dengan hewan-
hewan peliharaan yang teramat prima seperti koleksi gajah dan kuda, kereta-kereta
perang dan emas permata, berbagai perhiasan, jubah-jubah yang mewah dan harta benda
yang serba gemerlapan ditinggalkan semua, karena beliau beranggapan semua ini sebagai
tidak abadi dan bersifat materi duniawi belaka."

28. "Tuhan Yang Maha Esa (Hari) yang teramat puas dan bahagia akan bakti yang
teramat tekun dan penuh dedikasi ini menganugerahkan cakraNya kepada sang maharaja,
agar beliau selalu terhindar dari segala mara-bahaya dan serangan-serangan para
musuhnya."

Keterangan : Umumnya para pemuja atau bakta Yang Maha Esa terkesan selalu lemah-
lembut, penakut, mengalah dan sebagainya, karena mereka-mereka ini selain bersikap
sangat pasrah juga bersifat ahimsa, apalagi yang sadar bahwa Sang Atman hadir di dalam
segala mahluk hidup, tidak akan menyakiti seseorang walaupun disakiti olehnya.

Para mahluk jahat, asura dan manusia-manusia yang penuh dengan kebatilan selalu ingin
mempersulit para pemuja yang lemah-lembut ini dengan berbagai cara dan alasan. Tetapi
tanpa disadari para pemujaNya, Yang Maha Kuasa (Hari) selalu menjaga para bakta-
baktaNya dengan cara-cara yang penuh dengan keajaiban, sering sekali di luar nalar
manusiawi kita. Sang Maharaja yang mendapatkan anugrah Cakra ini sebenarnya sama
sekali tidak menyadari akan fungsi dan keampuhan cakra ini karena beliau ini sudah jauh
dari sidhi dan pamrih.

29. "Maharaja Ambarisa yang berhasrat memuja Sri Krishna Vasudewa, beserta istri
(permasuri)nya yang tidak kalah imannya dari sang suami, beritikad untuk melakukan
tapa-brata Ekadasi dan Dvadasi dengan berpuasa selama setahun penuh."

Keterangan : Hanya pria yang beruntung saja yang bisa mendapatkan istri yang sama
imannya, begitupun hanya seorang istri yang beruntung mendapatkan pasangan suami
yang beriman sama karena hal ini amatlah langkah di dunia yang serba materi ini.
Masyarakat Hindhu India percaya bahwa dengan berpuasa setahun penuh, khusus untuk
hari-hari yang disebut di atas dapat membahagiakan dan memuaskan Sang Kresna
Vasudewa. Biasanya setelah selesai dengan upacara ini seseorang akan memasuki
kehidupan Vanaprastanya.

30. "Pada bulan Kartika, setelah menjalankan tapa-bratanya selama setahun, dan berpuasa
selama tiga hari selanjutnya, dan setelah bersiram diri di sungai Yamuna, Maharaja
Ambarisa memuja Sang Hari, Tuhan Yang Maha Penyayang, di suatu lokasi yang disebut
Madhuvana."

31/32."Maharaja Ambarisa melaksanakan upacara pemandian Arca Sang Krishna


Vasudewa (Maha-bisheka) sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dengan segala
ragam tata upacara yang seharusnya, kemudian beliau mengenakan kepada arca tersebut
berbagai pakaian kebesaran, perhiasan, kalungan-kalungan bunga yang serba bermutu
prima. Dengan seksama dan penuh bakti, beliau memuja Sri Krishna dan juga
menghaturkan puja bagi semua brahmana yang berbahagia yang lepas dari berbagai nafsu
duniawi."

33/34/35."Selanjutnya Maharaja Ambarisa memuaskan hati semua tamu yang hadir


dengan berbagai sesajian dan lain sebagainya, khususnya para brahmana yang hadir
mendapatkan perhatian yang penuh dan teramat khusus. Beliau menyumbangkan 60 kror
(600 juta) ekor sapi yang masing-masing tanduknya berlapiskan emas dan bagian
lehernya berkalungkan perhiasan yang berlapisan perak. Semua sapi-sapi ini berhiaskan
kain dan disertai kantung-kantung susu yang penuh. Semua sapi-sapi ini nampak sangat
jinak, berusia muda dan sangat menawan dan disertai oleh anak-anak sapi mereka.
Setelah mempersembahkan sapi-sapi ini, sang raja secara penuh perhatian
mempersembahkan santapan bagi semua brahmana yang hadir, dan setelah mereka semua
telah terpuaskan, maka dengan izin mereka Sang Raja lalu memutuskan untuk
mengakhiri puasa Ekadasinya. Dan tepat pada saat itu, hadir seorang resi agung dan
teramat sakti mandraguna, tanpa diundang."

Keterangan : Di dalam Hindu-dharma sebenarnya ada peraturan yang tidak


memperbolehkan seseorang untuk menghadiri upacara orang lain termasuk sanak-saudara
tanpa diundang, hanya upacara kematian saja yang merupakan kekecualian, karena pada
upacara kematian umat Hindhu Dharma di India tidak mengundang siapapun; adalah
kewajiban para handai-taulan untuk datang sendiri dan bergotong-royong membantu
keluarga yang meninggal dunia. Di Bali saat ini sering terlihat dan dibagi-bagikan kartu
undangan yang mewah untuk upacara ngaben padahal undangan tersebut sama sekali
tidak sesuai dengan ajaran Veda-Veda, juga tidak tertera di lontar, ataupun Shastra Vidhi
lainnya yang bernuansakan Hindhu Dharma.

36. "Setelah berdiri dari tempat duduknya dan menerima Durvasa Muni, Raja Ambarisa
mempersilakan sang resi untuk duduk bersama, kemudian sang resi dihormati seperti
layaknya menghormati seorang resi yang agung. Setelah menyentuh kedua telapak kaki
sang resi, Maharaja Ambarisa mempersilakan beliau untuk berbuka puasa secara
bersama-sama."

37. "Dengan senang hati Durwasa Muni menerima ajakan bersantap bersama ini, tetapi
beliau meminta waktu agar dapat melakukan ritual kebiasaannya dahulu. Di sungai
Yamuna yang airnya dianggap sangat suci dan ia bersemadi ke arah Sang Brahman
(brhad-dhyana)."

Keterangan : Sang resi bermeditasi untuk waktu yang agak lama dan mungkin lupa
bahwa sang raja sedang menunggunya dengan penuh kerisauan karena waktu berbuka
sudah hampir berlalu, dan kalau batal berbuka pada saat tersebut sang raja harus berpuasa
satu tahun lagi.

38. "Sementara itu hanya sedikit sesajen upacara hari Dvadasi yang tersisa untuk berbuka
puasa. Sehingga mau tidak mau sang raja harus cepat-cepat berbuka puasa. Dalam situasi
yang teramat kritis ini, sang raja memohon nasehat dari para brahmana yang hadir."

39/40.Sang raja berkata : "Adalah suatu pelanggaran yang berat seandainya kami tidak
menghormati para brahmana. Dan pada saat yang sama seandainya tidak segera berbuka
puasa berarti janji puasa kami selama kurun waktu setahun akan terlanggar. Oleh sebab
itu wahai brahmana seandainya anda semua beranggapan bahwa adalah suatu tindakan
yang suci dan tidak melanggar kaedah-kaedah agama, perkenankan kami berbuka puasa
dengan meneguk air. Dengan cara ini, setelah mendapatkan masukan dari para brahmana,
sang raja meneguk sedikit air, yang menurut para brahmana ini, tidak dianggap
menyantap sesuatu."

41 s/d 50
41. "Wahai yang terbaik, di antara jajaran dinasti Kuru, setelah meneguk sedikit air, Raja
Ambarisa bersemedi dengan menujukan pikirannya ke arah Tuhan Yang Maha Esa yang
bersemayam di dalam relung hatinya, sambil menunggu kembalinya resi Durvasa Muni."

42. "Setelah menyelesaikan berbagai upacara ritual siang hari, Resi Durvasa
meninggalkan tepian sungai Yamuna. Sang raja menyambutnya dengan baik, penuh
segala kehormatan, namun Durvasa Muni, melalui kesaktiannya memahami bahwa Raja
Ambarisa telah berbuka puasa dengan meneguk air tanpa seizin sang resi."

43. "Durvasa Muni yang masih dalam keadaan lapar, dan bergetar tubuhnya, dengan
kedua alisnya yang terangkat akibat geramnya, murka sekali kepada sang raja yang
berdiri di depannya dengan kedua tangan yang terkatub."

44. "Aduh, coba lihat kelakuan orang jahat ini ! Ia bukan pemuja dewa Vishnu. Karena
merasa sombong akan kekayaan dan kedudukannya, ia merasa dirinya seakan-akan telah
menjadi Tuhan itu sendiri. Coba perhatikan bagaimana ia telah melanggar peraturan-
peraturan agama."

45. "Maharaja Ambarisa, dikau telah mengundangku sebagai seorang tamu untuk
bersantap, tetapi dikau telah bersantap lebih dahulu. Oleh karena ulahmu ini, akan
kuperlihatkan sesuatu untuk menghukummu."

46. "Pada saat Durvasa Muni berkata demikian wajahnya memerah penuh rasa angkara-
murka. Ia mencabut sejumput rambut dari kepalanya, dan menciptakan seorang iblis yang
mirip api yang berkobar-kobar secara dashyat untuk menghukum Maharaja Ambarisa."

47. "Bersenjatakan sejenis trisula dan menggetarkan permukaan bumi ini dengan
langkah-langkah kakinya, mahluk api ini mendekati Maharaja Ambarisa. Namun sang
raja tidak merasa terganggu oleh kehadiran mahluk ini dan tidak beranjak sedikitpun dari
tempat ia berdiri."

48. "Ibarat api di hutan yang membakar habis ular yang marah menjadi abu, dengan
perintah Yang Maha Kuasa, maka Sudharsana Cakra milik Sang Hyang Vishnu pun tiba-
tiba muncul dan memusnahkan iblis tersebut menjadi abu dalam sekejab. Demikian ini
cara Beliau menjaga para pemuja-pemujaNya."

49. "Menyaksikan kegagalannya, dan nampak bahwa Cakra Sudharsana sedang menuju
ke arahnya, Durvasa Muni menjadi sangat ketakutan dan mencoba berlari ke segala arah
demi menyelamatkan hidupnya."

50. "Ibarat api di hutan yang mengejar seekor ular, cakra Yang Maha Esa ini pun
mengejar terus Durvasa Muni ke arah manapun ia berlari. Durvasa Muni melihat bahwa
cakra ini hampir-hampir saja membelah punggungnya, ia langsung saja lari dan masuk ke
sebuah gua yang terdapat di gunung Sumeru."

51 s/d 60
51. "Namun Sang Cakra mengejarnya ke manapun ia bergerak baik itu di langit, atau di
darat, baik itu di dalam berbagai gua atau di dalam samudera, bahkan resi ini dikejar terus
sewaktu ia terbang ke berbagai loka-loka dan planet-planet di alam semesta ini.
Kemanapun ia pergi (terbang) ia akan selalu tersusul oleh api Sudharsana Cakra yang tak
tertahankan baranya ini."

52. "Dengan penuh rasa ketakutan, Durvasa Muni pergi kesana kemari mencari
perlindungan, tetapi sia-sia saja, dan akhirnya ia terbang ke Brahma-Loka dan mengharap
ke dewa Brahma. "Wahai Dewataku, wahai dewa Brahma, mohon kami dilindungi dari
kobaran api Sudharsana Cakra yang dikirimkan oleh Yang Maha Esa ini."

53/54."Dewa Brahmapun bersabda : "Pada saat dwi-parardha, sewaktu seluruh ciptaan


masa lalu selesai siklusnya, maka Dewa Vishnu, dengan sebuah kerlingan bulu-bulu
matanya akan melenyapkan seisi alam semesta ini (kiamat,pralaya) termasuk di dalamnya
itu brahma-loka tempat kediaman kami ini. Dewa-dewa jajaran kami ini, seperti Dewa
Shiwa, juga para Daksa, Berghu dan berbagai orang-orang suci dan penguasa-penguasa
berbagai bentuk kehidupan, manusia-manusia, dan para dewa-dewi...... kami semua
tunduk menyerahkan diri kami semua ini kepada Dewa Vishnu yang adalah
pengejawantahan dari Yang Maha Esa itu sendiri. Sambil menundukkan kepala kami,
kami bersujud demi melaksanakan segala perintah-perintahNya demi kepentingan semua
bentuk kehidupan di alam semesta ini."

55. "Sewaktu Durwasa yang kepanasan oleh api Sudharsana Cakra ini ditolak oleh Dewa
Brahma, ia langsung terbang ke tempat bersemayamnya Dewa Shiwa di Kailasa untuk
memohon bantuan."

56. Namun Dewa Shiwa, "bersabda," "Wahai anakku, kami dan Dewa Brahma dan
jajaran dewa-dewi lainnya, bergerak melingkar di dalam alam semesta ini di bawah
kebesaran kami yang merupakan sebuah konsep (spritual) yang salah, karena kami semua
sebenarnya tidak memiliki kesaktian apapun juga untuk melawan Kekuasaan Yang Maha
Esa, karena tidak terhitung jumlahnya alam-alam semesta yang telah diciptakanNya dan
yang telah dimusnahkanNya dengan sedikit arahanNya saja."

Keterangan : Banyak pemuja beranggapan bahwa Tuhan itu adalah para dewa-dewi
seperti Brahma, Vishnu, Shiwa, Laxmi, Durga, Saraswati, Ganeshya dan lain sebagainya
tanpa mau menyadari bahwa jajaran para dewa-dewi ini adalah simbol dan medium dari
Yang Maha Kuasa. Di Bhagavad-Gita, Sri Krishna dengan jelas dan tegas menjabarkan
fenomena-fenomena ini. Sebenarnya hakikat dari Hindhu (Sanatana-dharma) adalah
pemujaan kepada Yang Maha Kuasa, pada saat yang sama bagi para pemuja yang masih
duniawi sifatnya tersedia medium-medium lain. Manusia cenderung melupakan hakikat
akan keberadaannya di bumi ini, dan lupa akan Sang Atman yang hadir di dalam tubuh
kita ini. Seharusnya kita sadar bahwa raga adalah sebuah kuil yang suci dan harus selalu
kita sucikan agar Sang Atman betah diam di astana ini, bukannya dikotori dengan
berbagai kekotoran duniawi termasuk makan-minum yang tidak satvik dan sebagainya.

57/58."Masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dapat kufahami (demikian sabda
dewa Shiwa), dan juga oleh para Sanatkumara, Narada, yang maha terhormat Dewa
Brahma, Kapila (putra Dewahuti), Apantaratama (Vyasadewa), Dewala, Yamaraja, Asuri,
Marici dan berbagai orang-orang suci yang dipimpinnya, juga oleh mereka-mereka yang
telah mendapatkan anugrah keabadian. Namun begitu, karena kami semua terbungkus
oleh kekuatan ilusi Yang Maha Kuasa, maka kami semua tidak bisa memahami akan
Kebesaran dan Keagungan dari Zat (energi) ini. Anda sebenarnya langsung saja ke Beliau
Yang Maha Kuasa agar mendapatkan pembebasan, karena Sudharsana Cakra ini tidak
tertahankan bahkan oleh kami. Pergilah langsung ke Dewa Vishnu, Beliau pasti akan
melindungi dan mengayomimu."

Keterangan : Sudharsana Cakra jangan diartikan secara harafiah sebagai suatu senjata
yang dashyat, tetapi kata cakra itu sendiri bisa berarti secara simbolis, yaitu hukum
karma, dan dalam skala besar bisa berarti juga hukum reinkarnasi. Kata Sudharsana
berasal dari kata akar Sudhar (sadar, kesadaran).

Hanya dengan menghayati kata-kata ini saja mungkin kita bisa lebih sadar lagi akan
hakikat Yang Maha Esa, demikian yang tersirat dari wejangan Dewa Shiwa bagi
Durwasa Muni dan bagi kita semua. Kalau saja para dewa-dewi yang teramat agung ini
saja masih diliputi oleh materi duniawi apalagi kita manusia yang bodoh ini ? Dewa
Vishnu yang dimaksudkan di atas adalah Maha Vishnu (Narayana) yang bersemayam di
Vaikuntha-loka.

60. "Selanjutnya kecewa karena ditolak oleh dewa Shiwa, terbanglah Durwasa Muni ke
Vaikuntha-loka (Vaikuntha-dharma) dimana bersemayam Yang Maha Esa dalam wujud
Maha Vishnu yaitu Narayana, didampingi oleh Laksmi (Laxmi), saktinya yang berwujud
Dewi Kemakmuran."

061 s/d selesai


61. "Durwasa Muni, resi yang sakti mandraguna ini, lemas karena terbakar oleh bara api
Sudharsana Cakra, jatuhlah ia di kedua telapak kaki Hyang Narayana. Seluruh tubuhnya
gemetar, ia mengatakan : "Wahai Dikau Yang Maha Kuasa, Yang Tak terbatas,
Pengayom seisi alam semesta ini, hanya Dikau semata yang menjadi tujuan semua
pemuja. Daku adalah penyandang dosa yang terbesar, Tuhanku, mohon kami dilindungi
olehMu."

Keterangan : Hyang Narayana adalah wujud Yang Maha Kuasa dalam bentuk Maha
Vishnu Yang Maha Pengayom dan Pengasih. Sarguna Brahman adalah wujud Tuhan
yang nampak dan bermanifestasi, sedangkan Nirguna Brahman adalah Tuhan yang tidak
terterangkan dan tidak berwujud. Hyang Narayana adalah bentuk Sarguna Brahman.

62. "Wahai Tuhanku, Yang Maha Pengendali, tanpa kusadari akan keagunganMu yang
tak terbatas, daku telah berbuat dosa terhadap pemujaMu yang teramat Dikau kasihi.
Dikau adalah Maha Pelaksana, walau seseorang harus masuk ke Neraka, dapat Dikau
selamatkan hanya karena orang tersebut mengingat namaMu di dalam hatinya."

Keterangan : Suatu waktu dikisahkan di Srimad Bhagavatham, hidup seorang turunan


brahmana yang bergelimangan dosa. Orang tersebut mempunyai seorang putra yang
diberi nama Narayana. Tepat pada saat sang brahmana ini meninggal dunia ia memanggil
sang putra, tetapi yang datang malahan para utusan Hyang Narayana dan mereka lalu
menyelamatkan sang brahmana ini dari tangan para malaikat maut utusan Dewa
Yamaraja. Episode yang memikat ini mengingatkan kepada kita semua bahwasanya
begitu agung dan sucinya Nama Yang Maha Esa sehingga hanya dengan menyebutNya
saja kita bisa diselamatkan dari mara- bahaya, apalagi kalau diresapi hakikatNya yang
agung.

63. Hyang Narayana, Yang Maha Esa bersabda kepada resi Durvasa uni : "Daku ini
secara keseluruhan berada di bawah kendali para pemuja-pemujaKu. Daku sebenarnya
tidak bisa bebas dari pemuja-pemujaKu. Karena semua pemuja-pemujaKu ini telah bebas
dari berbagai hasrat-hasrat duniawi mereka, Daku bersemayam di setiap hati para
pemuja-pemujaKu. Bagaimana daku harus menggambarkan kebesaran para pemuja-
pemujaKu ini, mereka-mereka yang bahkan adalah pemuja dari pemujaKu adalah
kesayanganKu juga."

Keterangan : Betapa tersentuhnya hati ini membaca sabda-sabda yang begitu rendah hati
yang keluar langsung dari bibir Hyang Narayana itu sendiri. Begitu besar dan agung
KasihNya kepada para pemuja-pemujaNya sehingga Beliau mengibaratkan para pemuja
sebagai tuan dan Beliau sendiri sebagai hamba dari para pemuja ini.

Dengan kata lain, tanpa para pemuja Tuhan itu tidak "eksis" di dunia ini dan tidak dipuja
maupun diajarkan KeberadaanNya kepada umat manusia, seakan-akan Hyang Narayana
ingin mengatakan betapa berutang budiNya Beliau kepada para resi, nabi, utusan Tuhan
dan para pemuja yang senantiasa memujaNya dan menyebarkan dharma kepada sesama
umat manusia. Kalau Hyang Narayana sebagai manifestasi tertinggi saja sudah merendah
sedemikian rupa maka seharusnya mereka-mereka yang mengaku brahmana atau utusan
Tuhan harus lebih rendah hati lagi dan tidak mempergunakan pengaruh dan status mereka
untuk membohongi para pemuja dharma.

64. "Wahai dikau yang terbaik diantara para brahmana, tanpa mereka-mereka yang suci
yang telah menjadikan Daku tujuan mereka satu-satunya. Daku tidak berminat untuk
menyandang dan menikmati KeEsaanKu dan KeagunganKu Yang Transendental ini."

65. "Karena para pemuja ini meninggalkan rumah-rumah, istri-istri, anak-anak, keluarga,
kekayaan dan bahkan kehidupan mereka demi pengabdian kepadaKu, dengan tanpa
pamrih dan hasrat-hasrat duniawi ini maupun demi kehidupan-kehidupan mendatang,
maka bagaimana mungkin Daku dapat meninggalkan (mengabaikan) para pemuja-
pemujaKu. (Setiap saat Daku menjaga dan memperhatikan para pemuja-pemujaKu)."

66. "Ibarat para istri yang setia yang mengendalikan suami mereka dengan bakti para istri
ini, demikian juga halnya dengan para pemujaKu yang tulus dan murni, yang berderajat
sama dengan semua insan yang secara total tertambat di dalam relung KalbuKu yang
terdalam, dan menjadikan Daku berada di bawah kendali mereka secara penuh."

67. "Para pemuja-pemujaKu, yang senantiasa puas dengan berbakti kepadaKu dengan
penuh rasa kasih-sayang, tidak akan tertarik akan empat prinsip kebebasan (yaitu :
salokya, sarupya, samipya dan sarsti), walaupun (sebenarnya) mereka secara langsung
mendapatkan status-status ini akibat dari pemujaan dan bakti mereka. Apalagi terhadap
hal-hal yang tidak bersifat abadi dan kebahagiaan semu yang terdapat di berbagai loka-
loka (sorga-sorga) tersebut."

Keterangan : Banyak sekali manusia yang memuja Yang Maha Esa dengan
mengharapkan mukti atau moksha atau penyatuan denganNya. Faktor ini menunjukkan
masih tersirat rasa pamrih di dalam pemujaan tersebut. Tetapi mereka-mereka yang tulus
dan murni memuja Yang Maha esa karena kewajiban yang dilandasi oleh kesadaran
semata, padahal mereka juga sadar bahwa sorga-sorga tersebut bisa mereka dapatkan
melalui pemujaan mereka itu, tetapi mereka tidak acuh sama sekali karena semua loka
atau sorga ini tidak abadi sifatnya, penjelmaan sebagai manusia adalah suatu anugrah
yang luar biasa yang seharusnya jangan disia-siakan, sorga-sorga dan moksha sebenarnya
tidak menjanjikan apapun juga; kecuali sebuah keterikatan baru.

68. "Para pemujaKu yang sejati selalu berada di dalam relung kalbuKu yang paling
dalam, dan Daku selalu berada di dalam hati mereka. Para pemuja-pemujaKu tidak
mengenal yang lain-lainnya kecuali Aku, dan Aku tidak mengenal yang lain-lainnya
selain mereka ini."

Keterangan : Alangkah berbahagianya secara spritual para pemuja yang sejati yang selalu
terhubungkan secara mistis dan gaib kepadaNya. Apalagi beliau ini hadir dan menuntun
secara langsung para pemuja-pemujaNya ini dari kedalaman hati mereka. Itulah sebabnya
para manusia awam tidak bisa memahami perilaku para nabi, utusan Tuhan, dan para
pemuja-pemuja sejati dari berbagai agama dan penghayatan, karena pola pemikiran
mereka di atas normal dan rasio atau logika duniawi yang serba materialistis ini. Mereka
sering dianggap kurang waras, kurang ajar ataupun gila bahkan ibarat fakir-miskin dan
sebagainya. Padahal seluruh sastra Smritis dan Srutis turun dari orang-orang atau insan-
insan agung semacam ini. Mereka baru diakui setelah mereka sudah tidak eksis di dunia
ini, mereka baru disanjung-sanjung dan disucikan setelah tiada.

69. "Wahai Brahmana, Kunasehatkan kepadamu demi kebaikanmu sendiri. Dengarkan


kata-kataku ini. Dengan melukai hati Maharaja Ambarisa, dikau telah bertindak secara
egois. Oleh sebab itu dikau harus segera menemuinya tanpa membuang-buang waktu
sedetikpun. Seseorang masuk ke dalam kawasan bencana begitu ia melawan (menghujat)
seorang pemuja (Ku). Demikianlah, subjek itu lalu terimbas oleh bencana bukan yang
dituju (objek).

70. "Bagi seorang Brahmana, kesucian berbakti, memuja dan mempelajari ilmu
pengetahuan adalah tindakan-tindakan yang menyucikan, tetapi seandainya semua ini
didapatkan oleh seseorang yang berperi-laku kasar, maka semua kesucian dan ilmu
pengetahuan ini lalu berubah menjadi sangat berbahaya."

Keterangan : Ingat dan perhatikan selalu, bahwa semua ilmu pengetahuan dan yoga,
berbagai pelaksanaan spritual dan tapa-brata bisa berubah menjadi kesaktian yang
menyesatkan (sidhi) kalau si pemuja tercemar oleh ego, ahankara (angkara), iri hati dan
sebagainya. Semua mantra di Veda-Veda dapat berubah menjadi jalan kegelapan (black-
magic) kalau disalah-gunakan. Satu contoh : lambang Swastika oleh Nazi dan Hitler
dibalik, diwarnai hitam dan dipuja, hasilnya Ganeshya dalam bentuk kebatilan yang
muncul (yaitu salah satu istrinya yang berupa wujud iblis, satu lagi istrinya adalah
lambang dharma, Swastikanya adalah merah dan mengarah ke arah kanan, Ganeshya
sendiri berlambang Swastika merah atau emas dengan dua garis tambahan di sisi kiri dan
dua garis tambahan di sisi kanan yang melambangkan bahwa ilmu-pengetahuan itu ada
dua jenis yang bersifat dharma dan adharma, Ganeshya memiliki kedua-duanya, anda
mau memilih dan memuja yang mana?)

71. "Wahai dikau yang terbaik diantara para Brahmana, dikau harus segera pergi ke Raja
Ambarisa, putra Maharaja Naabhaaga. Semoga dikau mendapatkan semua karunia.
Seandainya dikau dapat memuaskan hati Maharaja Ambarisa, maka pasti kedamaian akan
datang beserta kepadamu."

Dengan ini berakhirlah bab suci yang disebut : "Penghujatan kepada Maharaja Ambarisa
oleh Durvasa Muni."

Você também pode gostar