Você está na página 1de 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh
pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak
jarang di antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya
yang berkebutuhan khusus.
Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena
anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak pada
umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Tetapi karena pemahaman sebagian
masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah yang memberi label cacat itu.
Untuk itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka
yang

mempunyai

keterbatasan

ada

dalam

lingkungan

mereka,

sama-sama

mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal pada umumnya.
Jika kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita
beranggapan bahwa mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama. Namun
kita harus mengetahui kecacatan mental yang dialami anak-anak tersebut berbeda
penyebabnya yang dalam hal ini adalah cerebral palsy.
Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi
akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak
dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi
berhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan
gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat
segera ataupun di kemudian hari.

Cerebral Palsy adalah salah satu gejala sisa yang cukup banyak dijumpai. Istilah
Cerebral Palsy (CP) pertama kali dikemukakan oleh Phelps. Cerebral : yang
berhubungan

dengan

otak;

Palsy

ketidaksempurnaan

fungsi

otot.

Dalam

kepustakaan, CP sering juga disebut diplegia spastik, tetapi nama ini kurang tepat,
sebab CP tidak hanya bermanifestasi spastik dan mengenai 2 anggota gerak saja,
tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk lain dan dapat mengenai ke 4 anggota
gerak. Nama lain ialah : Littles disease, oleh karena dokter John Little adalah orang
yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP.
Makalah

ini

menguraikan

secara

singkat

definisi,

insidensi,

etiologik,

neurofisiologik dan patologik, gambaran klinik dan klasifikasi, diagnosis, diagnosis


banding, pemeriksaan khusus, penanganan, pencegahan dan prognosis CP.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang makalah diatas, kami ingin menguraikan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Cerebral Palsy ?
2. Bagaimana insidensi dari kasus Cerebral Palsy ?
3. Apa etiologi dari Cerebral Palsy ?
4. Apa saja gejala klinis pada klien yang mengalami Cerebral Palsy ?
5. Bagaimana Penatalaksanaannya ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan Cerebral Palsy ?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah dengan studi kepustakaan ini adalah :
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang permasalahan
yang timbul pada kasus Cerebral Palsy.
2. Memperoleh pemahaman konsep yang benar tentang Cerebral Palsy sehingga
nantinya dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien.

3. Asuhan keperawatan yang kita berikan akan lebih bermutu bila ada
keseimbangan antara pengetaahuan teori dan kecakapan praktice.
4. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Pediatrik.
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Berbagai

definisi

telah

dikemukakan

oleh

para

sarjana.

Clark

(1964)

mengemukakan, yang dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan


otak pada pusat
motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi
pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi
cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau
kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral
Palsy mengemukakan definisi CP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari
fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk
(1975), mendefinisikan CP sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control
terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau
kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat.
Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik yang dapat berubah selama
hidup, dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan
neurologik berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan serebelum.
B. INSIDENSI
Para peneliti dari berbagai negara melaporkan insidensi yang berbeda-beda yaitu:
1,3 per 1000 kelahiran di Denmark (Erik Hansen); 5 per 1.000 anak di Amerika

Serikat (Gilroy), dan 7 per 100.000 kelahiran di Amerika (Phelps); 6 per 1.000
kelahiran hidup di Amerika (Ingram, 1955 dan Kurland,1957). Di Indonesia, belum
ada data mengenai insidensi CP. Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi
Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar
cacat, dan di antaranya 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak
yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219
CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari 42 anak umur
kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10
tahun.
Angka kejadiannya sekitar 1 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari pada
wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering
mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada
bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada
multipara.
Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa
58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak pertama,
umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan spontan letak
kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.
C. ETIOLOGI
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan group
penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab
yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk
CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit.
Di USA, sekitar 10 20 % disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase
tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP dapat
juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahuntahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya
meningitis bakteri atau enchepalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala
yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.

Sebab-sebab yang dapat menimbulkan CP pada umulnnya secara kronologis dapat


dikelompokkan sebagai berikut :
Prenatal :
gangguan pertumbuhan otak
penyakit metabolisme
penyakit plasenta
penyakit ibu : toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan radiasi
Natal :
partus lama
trauma kelahiran dengan perdarahan subdural
prematuritas
penumbungan atau lilitan talipusat
atelektasis yang menetap
aspirasi isi lambung dan usus
sedasi berat pada ibu
Post natal :
penyakit infeksi : ensefalitis
lesi oleh trauma, seperti fraktur tengkorak
hiperbilirubinemia/kernikterus

gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosis otak


FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar
antara lain adalah :
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda
awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang

secara

normal.

Komplikasi

tersebut

dapat

menyebabkan

kerusakan otak permaanen.


3. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <>
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi
SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP
sejak dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan


jumlah

protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan

resiko

terjadinya CP pada bayi.


8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir.
D. NEUROFISIOLOGIK DAN PATOLOGIK
Perubahan neuropatologik pada CP bergantung pada patogenesis, derajat dan
lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP peka
terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron,
kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan paling
minimal pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acute
neuronal necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan
fagositosis bagian yang nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan
parut yang diikuti dengan retraksi sekunder. Pada hipoksia yang lebih berat, terjadi
kerusakan baik pada neuron maupun neuroglia, mengakibatkan terjadinya daerah
dengan perlunakan, penyembuhan yang lambat, atrofi dan pembentukan jaringan
parut yang luas. Kerusakan-kerusakan yang paling berat terjadi pada bagian SSP
yang sangat peka terhadap hipoksia yaitu korteks serebri, agak kurang pada ganglia
basalis dan serebelum, sedangkan batang otak dan medula spinalis mengalami
kerusakan yang lebih ringan. Perdarahan ringan oleh trauma persalinan biasanya
diabsorpsi tanpa kerusakan yang menetap. Hematoma subdural yang biasanya
unilateral tersering ditemukan pada bagian verteksi dekat sinus longitudinalis,
menyebabkan kerusakan jaringan otak yang berada di bawahnya oleh karena
nekrosis tekanan, menghasilkan ensefalo malaria yang akhirnya terjadi atrofi dan
pembentukan

jaringan

parut.

Perdarahan

intraserebral

jarang

menghasilkan

porencephalic cavity.
.
Menurut Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan intrakranial
pada umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia terutama

mengenai sistem ekstrapiramidal. Manifestasi klinik kelainan ini bergantung pada


hebatnya dan
lokalisasi lesi yang terjadi, apakah ia di korteks serebri, ganglia basalis ataukah di
serebelum. Kernikterus menyebabkan kerusakan pada masa nukleus yang dalam,
ditandai dengan warna kuning, kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron yang
diikuti dengan proliferasi neuroglia dan pengerutan yang hebat. Pada kelainan
bawaan otak, misalnya agenesis/hipogenesis bagian-bagian otak dan hidrosefalus,
akan terjadi gangguan perkembangan.
E. GAMBARAN KLINIS DAN KLASIFIKASI
Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang
mengalami

kerusakan,

apakah

pada

korteks

serebri,

ganglia

basalis

atau

serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar


gangguan motorik pada CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia.
a) Spastisitas.
Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan,
meliputi 50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi,
klonus, refleks patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi,
diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai
lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala.
b) Atetosis.
Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul
spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar
mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi.
Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau
jaundice.
c) Ataksia.

Bayi/anak

dengan

ataksia

menunjukkan

gangguan

koordinasi,

gangguan

keseimbangan dan adanya nistagmus. Anak berjalan dengan langkah lebar,


terdapat
intention tremor meliputi 5%. Lokalisasi lesi yakni di serebelum.
d) Rigiditas.
Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejalagejala motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan
perkembangan

mental,

retardasi

pertumbuhan,

kejang-kejang,

gangguan

sensibilitas, pendengaran, bicara dan gangguan mata.


Gangguan Pendengaran
Terdapat pda 5 10 % anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Gangguan Bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang
terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otototot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak
berliur.
Gangguan Mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita Cerebral
Palsy menderita kelainan mata.

Berdasarkan

manifestasi

klinik

CP,

American

Acedemy

for

Cerebral

Palsy

mengemukakan klasifikasi sebagai berikut.


Klasifikasi neuromotorik
1. Spastik, ialah adanya penambahan pada stretch reflex dan deep tendon reflex
meninggi pada bagian-bagian yang terkena.
2. Atetosis, karakteristik ialah gerakan-gerakan lembut menyerupai cacing,
involunter, tidak terkontrol dan tidak bertujuan.
3. Rigiditas. Jika bagian yang terkena digerakkan akan ada tahanan kontinu,
baik dalam otot agonis maupun antagonis. Menggambarkan adanya sensasi
membongkokkan "pipa timah" (lead pipe rigidity).
4. Ataksia. Menunjukkan adanya gangguan keseimbangan dalam ambulasi.
5. Tremor. Gerakan-gerakan involunter, tidak terkendali, reciprocal dengan
irama yang teratur.
6. Mixed.
Distribusi topografik dari keterlibatan neuromotorik

1. Paraplegi. Yang terkena ialah ekstremitas inferior, selalu tipe spastik.


2. Hemiplegi. Terkena hanya 1 ekstremitas inferior dan 1 superior pada pihak
yang sama. Hampir selalu spastik, kadang-kadang ada yang atetosis.
3. Triplegi. Terkena 3 ekstremitas, biasanya spastik.
4. Quadriplegi atau tetraplegi. Terkena semua ekstremitas.
Klasifikasi

berdasarkan

beratnya.

lalah

berdasarkan

beratnya

keterlibatan

neuromotorik yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas


untuk keperluan hidup (activities of daily living).
1. Ringan. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak
mempunyai problema bicara dan sanggup mengerjakan keperluan sehari-hari
dan dapat bergerak tanpa memakai alat-alat penolong.
2. Sedang. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk
memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat
penolong diri.
3. Berat. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat,
sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam
seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil.
Pada anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post
natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan
fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala,
membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan.
Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan
involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan

tonic neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula
gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok
otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting.
DIAGNOSIS BANDING
CP perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati, neuropati, tumor
medula spinalis, tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy, trauma otak
atau saraf perifer, korea sydenham s, subdural higroma dan tumor intrakranial.
G. PEMERIKSAAN KHUSUS
Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk keperluan penanganan
penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang sering
dilakukan, ialah :
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP
ditegakkan.
2. Pungsi

lumbal

harus

dilakukan

untuk

menyingkirkan

suatu

proses

degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis normal.


3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada
golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.
4. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
5. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan
yang diperlukan.
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.
Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan
pneumoensefalografi individu.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu

Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli
fisioterapi, occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila
perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.
H. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :
1) Reedukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan
perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga
disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat
merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan
perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk
mengembangkan

berbagai

gerakan

yang

diperlukan

untuk

memperoleh

keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus
segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk
sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup
penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat
inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersamasama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech
therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita.
Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan
kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana
normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu
pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
2) Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.
Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka
psiko

terapi

keluarganya.

perlu

diberikan,

baik

terhadap

penderita

maupun

terhadap

3) Koreksi operasi.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang
antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi
lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering
dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas.
Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah
operasi itu dilakukan pada
saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
4) Obat-obatan.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah
laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang
baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini
kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan
tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang
diberikan

maintenance

anti

kejang

yang

disesuaikan

dengan

karakteristik

kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot
yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau
mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil
(imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat
diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu
tengah hari.
I. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan
menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal
dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih
banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik
dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of

the

new

born"

incompatibility"

dapat

dicegah

dengan

dapat

dicegah

dengan

transfusi

tukar

pemberian

yang

dini,

"hyperimmun

"rhesus
anti

immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain


yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia,
meningitis, status epilepsi dan lain-lain.
J. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP,
cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama
penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya
sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun
Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP
yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di
antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP
yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak
mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan
anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diInggris
dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja sebagai buruh harian
penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy". Makin banyak gejala
penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya
inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis.
Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang
mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan,
perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya
anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan
penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin
intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktorfaktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut
menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin
baik prognosis.
BAB III
PATHOFISIOLOGI NURSING PATHWAY

Rendahnya suplai oksigen pada otak pada periode lama


Hipoksik iskemik encephalopathi
Bertahan hidup
Asfiksia berat
Otot Bulber
Gangguan pendengaran
Kelumpuhan
Disuse Atrophy ektremitas
Strabismus konvergen
Kelainan refraksi
Meninggal
Spastisitas
Tidak dapat bertahan hidup
CP
Peningkatan tonus otot dan reflek
Atropi pada substansia grisea kortek serebri
Disartria
Imobilitas
Resiko cedera
Gangguan bicara
Gangguan mata
Gangguan motorik mulut
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit

ETIOLOGI
Kerusakan komunikasi
Resiko terhadap perubahan nutrisi
Disfagia

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata

Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.

Sering terjadi pada anak pertama kesulitan pada waktu melahirkan.

Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.

Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

2. Riwayat kesehatan.
Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post
natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
3. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan
dengan pencapaian perkembangan :

Perlambatan perkembangan motorik kasar


Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat
sejalan dengan pertumbuhan.

Tampilan motorik abnormal


Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkaak asimetris
abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi,
menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah menetap.

Perubahan tonus otot


Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik
(lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau
berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk
pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).

Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup,
menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi
pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan
abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.

Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa
pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan
menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan
kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan
pasif cepat.

Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).


Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua
pertiga individu).
Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal

Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:


- Kecerdasan di bawah normal
- Keterbelakangan mental
- Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)
- Gangguan menghisap atau makan
- Pernafasan yang tidak teratur
- Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu,

duduk, berguling, merangkak, berjalan)


- Gangguan berbicara (disartria)
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Kontraktur persendian
- Gerakan menjadi terbatas.
4. Pemeriksaan penunjang
(Bisa dilihat pada konsep dasar).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko

terhadap

perubahan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.


2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol
gerakan sekunder terhadap spastisitas.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan
untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot
fasial sekunder adanya rigiditas.
C. INTERVENSI, RASIONAL DAN EVALUASI
1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik
mulut.
Tujuan :
Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya
Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup
Intervensi :

Berikan nutrisi dengan cara yang sesuai dengan kondisi anak


Catat masukan dan haluaran
Pantau pemberian makan intravena (bila diinstruksikan)
Berikan formula makanan yang ditentukan dengan selang nasogastrik (sesuai
indikasi)
Berika anak beberapa otonomi dalam cara makan pasif
Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan
menegakkan leher
R/ posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak
Libatkan dalam pemilihan makanan dan urutan makan yang dihidangkan (dalam
batasan diet dan nutrisi)
Berikan makanan semipadat dan cairan melalui sedotan untuk anak yang
berbaring pada posisi telungkup
R/ mencegah aspirasi dan membuat makan/minum menjadi lebih mudah
Berikan makanan daan kudapaan tinggi kalori dan tinggi protein
R/ memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
Beri makanan yang disukai anak
R/ mendorong anak agar mau makan
Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang
lain
R/ memaksimalkan kualitas asupan makanan
Pantau berat badan dan pertumbuhan

R/

intervensi

pemberian

nutrisi

tambahan

dapat

diimpementasikan

bila

pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun


Lakukan higiene oral setiap 4 jam dan setelah makan
Evaluasi :
Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolismenya.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
Tujuan :
Klien mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.
R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik
pada masalah yang terjadi pada klien
Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekanan
R/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan
Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikan
R/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi
Lindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu
dan oksiput)
Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan kering
Berikan cairan yang adekuat untuk hidrasi

Berikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang


adekuat.
Evaluasi :
Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering
3. Resiko

terhadap

cedera

berhubungan

dengan

ketidak

mampuan

mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.


Tujuan :
Klien tidak mengalami cedera fisik
Intervensi :
Berikan lingkungan fisik yang aman :
Beri bantalan pada perabot. R/ untuk perlindungan.
Pasang pagar tempat tidur. R/ untuk mencegah jatuh.
Kuatkan perabot yang tidak licin. R/ untuk mencegah jatuh.
Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan. R/ untuk mencegah
jatuh.
Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik. R/ untuk mencegah
cedera.
Dorong istirahat yang cukup. R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko
cedera.
Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.
Lakukan

teknik

yang

benar

untuk

menggerakkan,

memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.

memindahkan

daan

Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera


termal. R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.
Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk
menggunakannya. R/ mencegah cedera kepala.
Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan. R/ mencegah kejang.
Evaluasi :
Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.
Anak bebas dari cedera.
4. Kerusakan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengaan

kerusakaan

kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan


keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.
Tujuan :
Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan.
Intervensi :
Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih dini
R/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.
Bicara pada anak dengan perlahan
R/ memberikan waktu padaa anak untuk memahami pembicaraan
Gunakan artikel dan gambar
R/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman
Gunakan teknik makan

R/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan berbagai


gerakan lidah.
Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.,bahasa isyarat) untuk
anak dengan disartria berat.
Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi
non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara).
Evaluasi :
Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cerebral Palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang bersifat permanen dan
tidak progresif. Walaupun demikian, gambaran kliniknya masih dapat berubah
dalam perjalanan hidup penderita. Insidensi penyakit ini di luar negeri bervariasi
antara 0,07 -- 6per 1.000 kelahiran hidup. Di Indonesia masih belum diketahui.
Faktor penyebab mungkin terletak pada masa prenatal, natal dan post natal.
Perubahan neuropatologik pada CP berlokasi pada korteks motorik, ganglia basalis
dan serebelum. Manifestasi klinik bergantung pada lokalisasi dan luasnya kerusakan
jaringan otak. Dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu
spastisitas, atetosis dan ataksia. Diagnosis ditegakkan atas adanya riwayat yang
berkaitan dengan kemungkinan adanya kerusakan jaringan otak dan kelainan
fisik/neurologik yang sesuai. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang.
Penanganan meliputi : reedukasi/rehabilitasi, psiko terapi, tindakan operasi dan
pemberian obat-obatan, yang melibatkan suatu team yang terdiri dari berbagi
disiplin keahlian. Prognosis bergantung pada : berat ringannya CP, gejala-gejala
penyerta, cepatnya dimulai dan intensipnya penanganan, sikap dan kerjasama
penderita/keluarga serta masyarakat.

B. SARAN
Perawatan dari anak-anak ini memerlukan ketrampilan dan, jika mereka dirawat
dirumah, maka harus ada pelayanan pendukung yang efektif. Tindakan perawatan
spesifik bertujuan :
Pencegahan dekubitus
Memperthankan saluran pernafasan yang bersih
Menemukan cara terbaik untuk memberikan makanan pada anak dan
menjamin asupan makanan yang adekuat
Menentukan suatu sistem komunikasi sehingga anak dapat mengutarakan,
kebutuhan, keinginan dan kerinduannya, dan
Mendorong agar anak menggunakan kemampuannya dan membantu anak
mengembangkan kemampuannya secara penuh.
CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan untuk memperbaiki kapabilitas
anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah
mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan
mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi
standar yang berlaku untuk semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja
sama dalam tim, untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus masing-masing anak
dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian menentukan terapi individual yang
cocok untuk setiap penderita.

CP tak selalu menganggu intelegensia penderita. Ada pasien justru yang bisa sekolah dan
berprestasi. Contohnya saja, ada pasien yang sekarang sudah kelas 6, bahkan kuliah di UI. Pasien
dari Bandung misalkan, kelas 5 juara kelas. Sebenarnya, soal intelegensia pada CP, ada yang
memang kena, ada yang tidak, tergantung tingkat keparahan CP-nya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Darto saharso. (2006). Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok
Studi Neuro-developmental Bagian Ilmu Kesehtan Anak FK Unair RSU Dr.
Soetomo. Surabaya.
L.Wong, Donna. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
M.Sacharin, Rosa. (1986). Prionsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2, Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Martin T, Susan. (1998). Standar Perawatan Pasien. Volume 4. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soetjiningsih,dr. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(1997). Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/12784-cerebral-palsy/
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_CerebralPalsy.pdf/13_CerebralPalsy.html
www.medicastore.com
http://heri-rahmat.blogspot.com/2005/06/case-study-cerebral-palsy.html
Diposkan oleh NADHIEF'S BLOG di 4:30:00 PM
Label: askep, cebral palsy, pediatrik

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DENGAN
CEREBRAL PALSY
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak

KELOMPOK :
1.ADIRA ILMA (7305002)
2.LUTFIYAH NINGSIH (7305017)

PRODI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak.
Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-1991,sekitar 16,8%
adalah dengan cerebral palsy. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini
pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari
prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit
dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah Infantil Cerebral Paralysis.
Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral
palsy. Nama lainnya adalah Static encephalopathies of childhood.
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami
kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anakanak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur
58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu semua

dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari
kehamilan cukup bulan.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas akhir
2. Tujuan khusus
Mengetahui cerebral palsy
Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita cerebral palsy
Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy
C. PERMASALAN
Apa definisi dari cerebral palsy dan bagaimana cara penerapan asuhan keperawatan pada
pasien cerebral palsy ?
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai kelainan
postur dan gerakan non-progresif,sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan
bicara,penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang.
(Behrman:1999,hal 67-70)
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh abnormalitas
system motor piramida (motor kortek,basal ganglia dan otak kecil)yang ditandai dengan
kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal.
(Suriadi Skep : 2006,hal 23-27)
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif,terjadi
pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal denga
gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan
pergerakan,disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis ,gangguan ganglia basal
dan sebelum juga kelainan mental.

(Ngastiyah : 2000,hal 54-56)


Cerebral palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu
dalam perkembangan anak,mengenai sel-sel motorik didalam susunan saraf pusat,bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai
pertumbuhannya.
(Yulianto : 2000,http:// www.medicastore .com)
Cerebral palsy adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian
otot,kekakuan,kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
(Santi wijaya :1999,http:// www.pediatrik .com)
B. ETIOLOGI
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1. Pranatal
1. Infeksi intrauterin : TORCH,sifilis,rubella,toksoplasmosis,sitomegalovirus
2. Radiasi
3. Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta previa,anoksia maternal,kelainan
umbilicus,perdarahan plasenta,ibu hipertensi,dan lain-lain)
4. Toksemia grafidarum
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
b. Perdarahan otak
c. Prematuritas
d. Ikterus
e. Meningitis purulenta
3. Postnatal
a. Trauma kepala
b. Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

c. Racun : logam berat


d. Luka Parut pada otak pasca bedah
Beberapa penelitian menyebutkan factor pranatal dan perinatal lebih berperan dari pada
factor pascanatal.Studi oleh nelson dkk(1986) menyebutkan bayi dengan berat lahir
rendah,asfiksia saat lahir,iskemia pranatal,faktor penyebab Cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir,sedangkan factor perinatal
yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan
kehidupan.Sedangkan faktor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun.
(Hagbreg dkk,1975),atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley,1982),atau sampai 16
tahun (Perlstein,Hod,1964)
C. GEJALA
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat,bisa
muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi,mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan
yang berat,yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi
roda.
Cerebral palsy Dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Tipe spastic atau pyramidal (50% dari semua kasus CP,otot-otot menjadi kaku dan lemah
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a) HIpertoni (fenomena pisau lipat)
b) Hiperrefleksi yag disertai klonus
c) Kecenderungan timbul kontraktur
d) Reflex patologis
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :
a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama
b) Spastik diplegia,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih
berat.
c) Kuadriplegi,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat.

d) Monopologi,bila hanya satu anggota gerak.


e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak
bawah,biasanya merupakn varian dan kuadriplegi.
2. Tipe disginetik (koreatetoid,20% dari semua kassus CP),otot lengan,tungkai dan badan secara
spontan bergerak perlahan,menggeliat dan tak terkendali;tetapi bisa juga timbul gerakan yang
kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk,gerakan akan
menghilang jika anak tidur.
3. Tipe ataksik, (10% dari demua kasus CP)terdiri dari tremor,langkah yang goyah dengan kedua
tungkai terpisah jauh, gangguan kooordinasi dan gerakan abnormal.
4. Tipe Campuran (20% dari semua kasus CP),merupakan gabungan dari 2 jenis diatas ,yang sering
ditemukan adalah gabungan dari tipe spastik dan koreoatetoid.
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
1) Ringan :
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan/aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau
hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2) Sedang
Aktifitas sangat terbatas.penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau
pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri,dapat bergerak dan berbicara. Dengan
pertolongan secara khusus,diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri,berjalan atau
berbicara sehingga dapat bergerak,bergaul ,hidup di tengah masyarsakat dengan baik.
3) Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa
pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit
hasilnya.sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat,atau yang akan
menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
Gejala lain yang juga bisa dimukan pada CP :
Kecerdasan dibawah normal
Keterbelakangan mental
Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)
Gangguan menghisap atau makan

Pernafasan yang tidak teratur


Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk ,
berguling ,merangkak , berjalan)
Gangguan berbicara (disatria)
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Kontraktur persendian
Gerakan menjadi terbatas
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak yang
mengalami kerusakan :
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski kerusakan yaitu :
a. Monoplegia / monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak,tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari
yang lainnya.
b. Hemiplegia / hemiparisis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c. Diplegia / diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak,tapi tungkai lebih hebat dari pada lengan.
d. Tetraplegia / tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak,tapi lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai yang lain.
2. Tonus otot yang berubah

Bayi pada usia bulan pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok terlentang,
sehingga tampakseperti keainan pada lower motor neuron menjelang umur 1 tahun
berubah menjadi tonus otot dari rendah hingga tinngi. Golongan ini meliputi 10-20% dari
kasus cerebral palsy
3. Ataksia
Ialah gangguan koordinasi kerusakan terletak di serebulum, terdapat kira-kira 5%
dari kasus cerebral palsy
4. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy.gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nada tinggi,sehingga sulit menangkap kata-kata.
5. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan dilidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot sehingga
sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
6. Gangguan mata
Biasanya berupa strabismus convergen dan kelainan refraksi, asfiksia berat, dapat
terjadi katarak, hampir 25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata.
E. PATOFISIOLOGI
o
o

Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry, saluran sulci dan berat otak rendah.
Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau sekunder dari
penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan dengan premature
yaitu spastic displegia yang disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemorrhage dalam
ventrikel.

Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan beberapa saraf nuclei
cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia mengalami injury yang ditandai
dengan idak terkontrol; pergerakan yang tidak dosadari dan lambat.

Type CP himepharetic, karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri cerebral tengah.
Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal dihubungkan dengan ataxia CP.

Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks yang paling
ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon yang dalam akan
meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan pergerakan sentakan yang
tiba-tiba pada sedikit atau semua ektermitas.

Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi, keseimbangan
dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi pada ekstremitas aras bila
anak memegang / menggapai benda. Ada pergerakan berulang dan cepat namun minimal.

Rigid / tremor / atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan
ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple
yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif.

Secara umum cortical dan antropy cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan
retardasi mental dan microcephaly.

Prenatal
Infeksi intra uterin
Radiasi
Asfiksia intrauterin
Toksemia gravidarum
Perinatal
Anoksia/hipoksia
Perdarahan
Prematuritas
Ikterus
Meningitis purulenta
Post natal
Trauma kepala
meningitis
otak
Bilirubin masuk ke ganglion basal

Kernicterus & peny.hemolitik


Pigmen berdeposit dalam ganglia basal
Injury basal ganglia
Kerusakan jaringan otak tetap
Penyumbatan CSS
Penekanan kortek serebri
Perdarahan diruang subdural
hidrosefalus
Kelumpuhan spastik
Perdarahan diruang subarakhnoid

F. KOMPLIKASI
Kelainan
1. Retardasi mental
2. Epilepsi

Frekuensi

Tipe Cerebral Palsy

75%

Atonik, rigid, spastik kuadriparesis

25-50%

Hemiplegra, spastik kuadriparesis

75%

Spastik diplegra dan kuadriparesis

3. Kelainan Virus
Strabismus
Spastes atheroid
Kelalinan refraksi
Hemianopsia

25-50%
Hemiplegra
25%

Post kern ikterus

4. Kelainan pendengaran
5. Disartria

25%

6. Kelainan kortikal sensori


7. Pertumbuhan ekstremitas

Hemiplegra
25%

tidak simetris
8. Skoliosis
9. Dismofogenesis

Athetoid, spastik kuadriparesis

Hemiplegra
25-50%
Spastik yang berat, spastik athetoid

10. Kontraktur sendi


11. Defisit persepsi

25-50%

Spastik

25%

Spastik

25%

Spastik

7%
25-50%
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Mental subnormal
2. Retardasi motorik terbatas
3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
4. Kelainan persendian
5. Cara berjalan yang belum stabil
6. Gerakan normal
7. Berjalan berjinjit
8. Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, sastrak nemius atau hamstring
9. Kelemahan otot-otot pada miopati, hipotoni atau palsy erb
10. Lain penyebab dari gerakan involunter
11. Penyakit-penyakit degeneratif pada susunan saraf
12. Kelainan pada medala spinalis
13. Sindrom lain
H. PENGOBATAN / TERAPI
Tapi tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung seumur
hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup semandiri mungkin.
Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa :

Terapi fisik

Loraces (penyangga)

Kaca mata

Alat bantu dengar

Pendidikan dan sekolah khusus

Obat anti kejang

Obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam

Terapi okupasional

Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi

Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah
makan

Perawatan (untuk kasus yang berat)


Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak dengan

cp yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak lainnya memerlukan terapi
fisik yang luas.pendidikan khusus dan selalu memerlukan bantuan dalam menjalani
aktivitasnya sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang semakin
memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan juga
perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan untuk mengendalikan pefluks
gastroesofageal.
Prognosis
Dinegara yang telah maju misalnya Inggris dan Skandinavia, terdapat 20-25%
pasien palsi serebral sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di institusi palsi serebral.
Prognosis pasien dengan manifestasi motor yang ringan baik, makin banyak manifestasi
penyertanya dan makin baik berat manifestasi motornya, makin buruk prognosisnya.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
Angka kejadian sekitar 1-5 per 1000 anak
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak daripada wanita
3. Kap iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan
pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic,
kurangnya tonus otot.
4. Monitor respon untuk bermain
5. Kap fungsi intelektual anak
Pemeriksaan Fisik
Muskuluskeletal : - spastisitas
- ataksia
Neurosensory : - gangguan menangkap suara tinggi
- gangguan bicara
- anak berliur
- bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
- strabismus konvergen dan kelainan refraksi
Eliminasi : - konstipasi
Nutrisi : - intake yang kurang
Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)
Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes

MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan


bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel.
EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins) /
volsetasenya meningkat (abses)
Analisa kromosom
Biopsi otot
Penilaian psikologik
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesukaran menelan dan
meningkatnya aktivitas
3. Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif
4. Resiko tinggi terhadap trauma b/d ataksia dan kelemahan umum
5. Perubahan perfusi jaringan b/d edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran
darah arteri / vena
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d penekanan respon inflamasi (akibat obat)
7. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
III. INTERVENSI
1. Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik
Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan berkurangnya resiko cidera.
Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera
- menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
untuk melindungi diri dari cidera.
INTERVENSI
Ajarkan pola makan yang teratur

RASIONAL
Memberikan intake yang adekuat dan
menghindari terjadinya komplikasi /

Anjurkan untuk berpartisipasi dalam

memperberat penyakit lebih lanjut

program latihan / kegiatan,


pertahankan kebersihan mulut anak

Meningkat kerja sistem endorphin

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam


pemberian nutrisi

sehingga meningkatkan kemauan


untuk makan

Meningkatkan gizi anak


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebuthan tubuh b/d kesukaran menelan dan meningkatnya
aktivitas
Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, klien diharapkan nutrisi menjadi adekuat.
Kriteria hasil : - adanya kemajuan peningkatan berat badan
- tidak mengalami tanda-tanda malnitrisi
INTERVENSI
Ajarkan gerakan Px dalam

RASIONAL
Mengurangi terjadinya cidera yang

melaksanakan ADL

dapat memperparah kondisi Px

Bantu Px untuk memenuhi

Anak mempunyai banyak kebutuhan

kebutuhannya

yang tidak dapat dilakukan sendiri


karena keterbatasan

Perhatikan posisi penderita pada


waktu istirahat / tidur
Untuk mencegah kontraktor
3. Gangguan aktifitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif
Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, tidak terjadi gangguan aktivitas lagi.
Kriteria hasil : - aktivitas berjalan normal
- tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan
INTERVENSI
Berikan aktifitas ringan yang dapat

RASIONAL
Anak dapat meningkatkan kemampuan

dikerjakan anak

yang dimiliki anaknya walaupun


terbatas

Libatkan anak dalam mengatur jadwal

Membantu pemenuhan kebutuhan


harian dan memilih aktifitas yang
diinginkan
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
Anjurkan keluarga turut membantu
program latihan di rumah
4. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan pengetahuan akan perawatan dan
terapi meningkat.
Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman terhadap perawatan dirumah dan kebutuhan
terapi
- melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk memperbaiki status kesehatan
- kebutuhan terapi dapat dipenuhi
INTERVENSI
Berikan informasi dalam bentuk-

RASIONAL
Menurunnya rentang perhatian pasien

bentuk dan segmen yang singkat dan

dapat menurunkan kemampuan untuk

sederhana

menerima / memproses dan


mengingat / menyimpan informasi

Diskusikan mengenai kemungkinan

yang diberikan

proses penyembuhan yang lama


Proses pemulihan dapat berlangsung
Berikan informasi tentang kebutuhan
untuk diet tinggi protein / karbohidrat
yang dapat diberikan / dimakan dalam
jumlah kecil tetapi sering

dalam beberapa minggu / bulan dan


informasi yang tepat mengenai harapan
dapat menolong pasien untuk
mengatasi ketidakmampuannya dan
juga menerima perasaa tidak nyaman
yang lama

Meningkatkan proses penyembuhan,


makan-makanan jumlah kecil tetapi
sering akan memerlukan kalori yang
sedikit pada proses metabolisme,
menurunkan iritasi lambung dan
mungkin juga meningkatkan
pemasukan secara total
IV. IMPLEMENTASI
1. Resiko cidera b/d gangguan pada fungsi motorik
Mengajarkan pola makan yang teratur
Menganjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan / kegiatan
Mempertahankan kebersihan mulut anak
Mengkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesukaran menelan dan
meningkatnya aktifitas
Mengajarkan gerakan Px dalam melaksanakan ADL
Membantu Px untuk memenuhi kebutuhannya
Memperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat / tidur
3. Gangguan aktifitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif
Memberikan aktivitas ringan yang dapat dikerjakan anak
Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktifitas yang diinginkan
Mengkolaborasi dengan ahli fisioterapi
Menganjurkan keluarga turut membantu program latihan dirumah
4. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
Memberikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhan
Mendiskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama
Memberikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein / karbohidrat yang
dapat diberikan / dimakan dalam jumlah kecil tetapi sering.
V. EVALUASI
Menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera

Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi


Aktifitas berjalan dengan normal
Adanya kemajuan peningkatan berat badan

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cerebral palsy merupakan suatu gangguan non spesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas sistem motor piramida yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur
pada serangan awal.
Cerebral palsy bisa disebabkan oleh 3 bagian :
Pranatal
Perinatal
Postnatal
Berdasarkan tanda dan gejala, Cerebral palsy diklasifikasikan dalam dua
kelompok : berdasarkan tipe dan berdasarkan derajat kemampuan fungsional.
Untuk pengobatan pada anak dengan Cerebral palsy dapat dilakukan melalui
banyak terapi, tergantung gejalanya.
B. SARAN
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami pengertian
dan etiologi dari Cerebral palsy. Dengan demikian, diharapkan nantinya dapat melakukan
pencegahan dan pengobatan terhadap Cerebral palsy.

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15 Nelson, Jakarta :
EGC
2. Dr. Soetjiningsih, SpAK, 1995. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC
3. Santi Wijaya, Skep. Ns, 1999. Lumpuh Otak, Bandung : http//:id.wikipedia.org
4. Soetomenggolo, Taslim S, 1999. Buku Ajar Neurologi Anak, Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia
5. Supriadi Skp dkk, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta : Sagung Seto
6. Yulianto, 2000. Cerebral Palsy Pada Anak, Jakarta : http://www.pediatrik.com. 20 april 2008
7. Wong Donna L, 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakarta : EGC

Você também pode gostar