Você está na página 1de 16

Daftar Isi

I.

Pendahuluan

II.

Isi
1. Histologi Otot Rangka
a. Susunan Otot
b. Regenerasi Otot
2. Fisiologi Otot Rangka
a. Karakteristik Otot Rangka
b. Pengaturan untuk Kontraksi Otot
c. Karakteristik Kontraksi Otot Rangka
3. Biokimia Otot Rangka
a. Mekanisme Kontraksi
b. Sumber Energi untuk Kontraksi
4. Fisika Otot Rangka
5. Anatomi Otot Rangka (Lengan dan Abdomen)

III.

Kesimpulan

IV.

Daftar Pustaka

Pendahuluan
Semua makhluk hidup umumnya memiliki kemampuan untuk melakukan pergerakan.
Pergerakan terjadi dari hal yang kecil atau tak terlihat seperti transpor pada membran hingga
hal yang dapat terlihat seperti pergerakan otot. Berikut adalah penjelasan mengenai otot
rangka dan pergerakan atau mekanisme kontraksi, serta hal-hal yang mempengaruhi
hipertrofi otot rangka.

Isi
Otot rangka adalah otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka. Otot rangka
berkontraksi dengan cepat dan kuat, tetapi mudah lelah.1 Otot memiliki beberapa fungsi, yaitu
1. Pergerakan atau alat gerak aktif.
Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur.
Otot menopang rangka dan mempertahankan postur tubuh saat berdiri atau saat duduk
terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas.
Kontraksi otot secara metabolisme menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu
normal tubuh.1,2

I.

Histologi Otot Rangka


Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk, struktur dan fungsi yang sama.

Jaringan otot adalah sekumpulan sel-sel otot. Otot rangka terdiri atas serabut otot, berkasberkas sel silindris yang sangat panjang (sampai 30 cm) dan berinti banyak dengan diameter
10-100 m. Inti yang banyak ini terjadi akibat peleburan mioblas monokuler embrional
(prekursor sel otot). Inti berbentuk lonjong atau gepeng umumnya terdapat di tepian sel di
bawah membran sel.3

Otot rangka terdiri dari serabut-serabut yang tersusun dalam berkas yang disebut
fasikel. Semakin besar otot, semakin banyak jumlah serabutnya. Contoh, otot biceps lengan
atas adalah otot besar yang tersusun dari 260.000 serabut sedangkan otot kecil seperti
stapedius pada telinga tengah hanya memiliki 1.500 serabut.1
Lapisan jaringan ikat fibrosa membungkus setiap otot dan masuk ke bagian dalam
untuk melapisi fasikel dan serabut individual. Jaringan ini menyalurkan impuls saraf dan
pembuluh darah ke dalam otot dan secara mekanis mentransmisikan daya kontraksi dari satu
ujung otot ke ujung lainnya.1 Ada 3 lapisan :
1. Epimisium : suatu selubung luar jaringan ikat padat yang mengelilingi seluruh otot.
2. Perimisium : septa tipis jaringan ikat yang menyusup ke dalam dan mengelilingi
berkas serabut di dalam otot.
3. Endomisium : selapis halus jaringan ikat yang mengelilingi setiap serabut otot, yang
terutama terdiri atas sebuah lamina basal dan serat-serat retikulin.3

Susunan otot :
1.

Sarkolema adalah membran yang melapisi suatu sel otot yang fungsinya sebagai
pelindung otot.

2.

Sarkoplasma adalah cairan sel otot yang fungsinya untuk tempat dimana miofibril dan
miofilamen berada.

3.

Miofibril merupakan serat-serat pada otot.4

4.

Miofilamen adalah benang-benang/filamen halus yang berasal dari miofibril.


Miofibril terbagi atas 2 macam, yakni :
a. Miofilamen tebal terdiri dari protein miosin yang berbentuk ekor seperti cambuk
dengan dua kepala globular.1

b. Miofilamen tipis tersusun atas aktin dan dua protein tambahan yaitu tropomiosin
dan troponin yang melekat pada aktin.1 Troponin merupakan kompleks dari 3 subunit;
TnT yang melekat erat pada tropomiosin; TnC yang terikat pada Ca2+ atau ion
kalsium; TnI yang mengikat aktin dan menghambat interaksi aktin-miosin. Sebuah
kompleks troponin melekat pada tempat khusus di setiap molekul tropomiosin.3,5

5.

Pemitaan berdasarkan susunan miofilamen :


a.

Pita A, berwarna lebih gelap karena bersifat anisotropik atau dapat mempolarisasi
cahaya, terdiri dari susunan vertikal miofilamen tebal yang berselang-seling
dengan miofilamen tipis.

b.

Pita I, berwarna lebih terang karena bersifat isotropik atau nonpolarisasi, terbentuk
dari miofilamen aktin tipis yang memanjang ke dua arah dari garis Z ke dalam
susunan filamen tebal.

c.

Garis Z terbentuk dari protein penunjang yang menahan miofilamen tipis tetap
menyatu di sepanjang miofibril.

d.

Zona H adalah area yang lebih terang pada pita A miofilamen miosin yang tidak
tertembus filamen tipis.

e.

Garis M membagi dua pusat zona H. Pembagian ii merupakan kerja protein


penunjang lain yang menahan miofilamen tebal tetap bersatu dalam susunan.

f.

Sarkomer adalah jarak antara garis Z ke garis Z lainnya. 1

Regenerasi Otot Rangka


Pada otot rangka, walaupun intinya tidak dapat bermitosis, jaringan ini tetap dapat
mengalami regenerasi tetapi dalam batasan tertentu. Sumber sel yang beregenerasi diyakini
adalah sel satelit. Sel satelit adalah populasi kecil sel mononukleus berbentuk gelendong dan
berada dalam lamina basalis yang mengelilingi setiap serabut otot yang matang. Karena
hubungannya yang erat dengan permukaan serabut otot, sel satelit hanya dapat dikenali
dengan mikroskop elektron. Sel satelit dianggap sebagai mioblas inaktif yang menetap
setelah diferensiasi otot terjadi. Setelah cedera atau diberikan rangsangan tertentu, sel satelit
yang sebelumnya inaktif menjadi aktif, berproliferasi dan bergabung membentuk serabut otot
rangka baru. Aktivitas sel satelit yang sama berperan pada hipertrofi otot, sewaktu sel satelit
bersatu dengan serabut induknya, yang akan menambah massa otot setelah beraktivitas berat.
Akan tetapi, kemampuan regenerasi otot rangka sangat terbatas setelah mengalami trauma
otot atau degenerasi.3

II.

Fisiologi Otot Rangka

Jaringan otot memiliki beberapa karakteristik, yaitu


1.

Kontraktilitas : kemampuan berkontraksi dan menegang, dapat atau mungkin tidak


melibatkan pemendekan otot.

2.

Ekstensibilitas : kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks.

3.

Elastisitas : cenderung kembali ke ukuran semula setelah kontraksi atau ekstensi.

4.

Iritabilitas atau eksitabilitas : peka dan mampu berespon jika diberi stimulus oleh
impuls saraf.1,2

Pengaturan untuk Kontraksi Otot


Gerakan otot lurik tentu dibawah komando atau suatu kontrol yang disebut
impuls saraf motor.5
a. Ca2+ mengatur kontraksi otot dengan proses yang ditengahi oleh troponin dan
tropomiosin. Sejak tahun 1940, ion kalsium diyakini turut berperan serta dalam
pengaturan kontraksi otot. Kemudian, sebelum 1960, Setsuro Ebashi menunjukkan
bahwa pengaruh Ca2+ ditengahi oleh troponin dan tropomiosin. Ia menunjukkan
aktomiosin yang diekstrak langsung dari otot (sehingga mengandung ikatan dengan
troponin dan tropomiosin) berkontraksi karena ATP hanya jika Ca 2+ ada. Kehadiran
troponin dan tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut meningkatkan sensitivitas
sistem terhadap Ca2+. Di samping itu, subunit dari troponin, TnC, merupakan satusatunya komponen pengikat Ca2+.6
b. Impuls saraf melepaskan Ca2+ dari Retikulum Sarkoplasma. Sebuah impuls saraf
yang tiba pada sebuah persambungan neuromuskular (sambungan antara neuron dan
otot) akan dihantar langsung kepada tiap-tiap sarkomer oleh sebuah sistem tubula
transversal / T. Tubula tersebut merupakan pembungkus-pembungkus semacam saraf
pada membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi tiap miofibril pada disk Z
masing-masing. Semua sarkomer pada sebuah otot akan menerima sinyal untuk
berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi sebagai satu kesatuan utuh. Sinyal
elektrik itu dihantar

menuju retikulum sarkoplasmik (SR). SR merupakan suatu

sistem dari vesicles (saluran yang mengandung air di dalamnya) yang pipih, bersifat

membran, dan berasal dari retikulum endoplasma. Sistem tersebut membungkus tiaptiap miofibril hampir seperti rajutan kain. Membran SR yang secara normal nonpermeabel terhadap Ca2+ itu mengandung sebuah transmembran Ca2+-ATPase yang
memompa Ca2+ kedalam SR untuk mempertahankan konsentrasi [Ca2+] bagi otot
relaks. Kemampuan SR untuk dapat menyimpan Ca 2+ ditingkatkan lagi oleh adanya
protein yang bersifat amat asam yaitu kalsequestrin (memiliki situs lebih dari 40
untuk berikatan dengan Ca2+). Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi
permeabel terhadap Ca2+. Akibatnya, Ca2+ berdifusi melalui saluran-saluran Ca2+
khusus menuju interior miofibril, dan konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah.
Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu perubahan konformasional
dalam troponin dan tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot terjadi dengan mekanisme
perahu dayung tadi. Saat rangsangan saraf berakhir, membran SR kembali menjadi
impermeabel terhadap Ca2+ sehingga Ca2+ dalam miofibril akan terpompa keluar
menuju SR. Kemudian otot menjadi rileks seperti sediakala.6
Karakteristik Kontraksi Otot Rangka :
Stimulus ambang adalah voltase listrik minimum yang menyebabkan kontraksi
serabut otot tunggal. Prinsip stimulus ambang berdasarkan Respons all-or-none artinya
jika stimulus ambang telah tercapai, maka serabut otot akan merespon secara maksimal
atau tidak sama sekali selama kondisi lingkungan serabut tidak berubah. Dengan
meningkatkan intensitas stimulus melebihi ambang batasnya tidak akan memperbesar
respon serabut otot tunggal, tetapi serabut otot yang memiliki peka rangsang terhadap
derajat voltase yang lebih tinggi dari ambang batas akan berespon.1
Tonus otot adalah keadaan berkontraksi sebagian pada otot rangka. Impuls saraf dari
medula spinalis menjalar ke serabut otot untuk mempertahankan keadaan kontraksi
tetanik (jika frekuensi stimulus meningkat melebihi batas relaksasi otot, maka kontraksi

akan bergabung menjadi kontraksi yang panjang dan kuat) pada sekitar 10% serabut otot
dengan dasar yang tetap berotasi. Tonus otot sangat penting pada otot postural. Tonus
juga menghasilkan panas tubuh.1
Produksi panas oleh otot. Karena otot rangka mencapai setengah dari seluruh berat
tubuh, maka panas yang dihasilkan dari reaksi kimia pada kontraksi merupakan sumber
panas utama tubuh dan untuk mempertahankan suhu tubuh.1
Kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Kontraksi isometrik adalah kontraksi yang
terjadi saat otot membentuk daya atau tegangan

tanpa harus memendek untuk

memindahkan suatu beban. Aktivasi crossbridge berlangsung, tetapi miofilamen tidak


bergeser saat kontraksi isometrik berlangsung. Contoh kontraksi isometrik, kontraksi saat
mempertahankan kepala tetap tegak dan tubuh tetap berdiri. Sedangkan, kontraksi
isotonik adalah kontraksi yang terjadi saat otot memendek untuk mengangkat atau
memindahkan sesuatu beban. Otot-otot dalam tubuh dapat berkontraksi secara isometrik
atau isotonik. Sebagian besar kontraksi merupakan kombinasi kedua jenis kontraksi
tersebut. Misalnya, berjalan dan berlari.1
Hipertrofi dan Atrofi. Hipertrofi otot merupakan hasil aktivitas muskular yang kuat
dam berulang. Jumlah serabut tidak bertambah, tetapi ada peningkatan diameter dan
panjang serabut yang juga berkaitan dengan peningkatan unsur-unsur filamen. Atrofi otot
merupakan kebalikan dari hipertrofi. Jika suatu otot tidak dipakai, maka otot itu akan
mengecil. Pada akhirnya serabut otot akan diinfiltrasi dan digantikan dengan jaringan
fibrosa dan lemak.1
Kekuatan setiap gerakan atau kontraksi tergantung pada panjang asli dari serabutserabut, jumlah serabut yang diaktifkan oleh sistem syaraf dan keadaan metabolik otot.2

Kontraksi otot yang tidak normal dapat terjadi dalam bentuk :


1.

Spasmus, suatu kontraksi yang tidak sengaja, dalam waktu yang singkat dan tiba-tiba.

2.

Kejang/kram, spasme yang menimbulkan rasa nyeri kram, merupakan reaksi tetanus
yang sempurna.

3.

4.

Kontraksi tetanus,keseluruhan serabut berkontraksi.


Konktraktur, otot berkontraksi tetapi tidak bisa kembali ke bentuk semula.2

III.

Biokimia Otot Rangka

Mekanisme Kontraksi
1. Filamen-Filamen Tebal dan Tipis yang Saling Bergeser Saat Proses Kontraksi.
Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi
akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini
rata-rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini
dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat
pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah
(dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H
tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya.
Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley dan
R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen (filamentsliding). Model ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh suatu
proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar
sesamanya.5

2. Aktin Merangsang Aktivitas ATPase Miosin.


Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan
bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent-Gyorgi kembali
menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk
membentuk kompleks bernama aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan
kekentalan larutan yang cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan
menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya
tarik atau afinitas miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan
penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan
studi kinetika kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar 0.05 per
detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja ATPase
miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara
paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP miosin menjadi
sekitar 10 per detiknya. Selanjutnya, Edwin Taylor mengemukakan sebuah model
hidrolisis ATP yang dimediasi /ditengahi oleh aktomiosin. Pada tahap pertama, ATP
terikat pada bagian miosin dari aktomiosin dan menghasilkan disosiasi aktin dan
miosin. Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan ATP.
Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi terhidrolisis
dengan cepat membentuk kompleks miosin-ADP-Pi. Kompleks tersebut yang
kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang

merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi tadi


secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks
yang tersisa hanyalah kompleks Aktin-Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP
selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan terlepasnya aktin
yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot.5
3. Model untuk Interaksi Aktin dan Miosin berdasarkan Strukturnya.
Rayment, Holden, dan Ronald Milligan telah memformulasikan suatu model
yang dinamakan kompleks rigor terhadap kepala S1 miosin dan F-aktin. Mereka
mengamati kompleks tersebut melalui mikroskopi elektron. Daerah yang mirip bola
pada S1 itu berikatan secara tangensial pada filamen aktin pada sudut 45o terhadap
sumbu filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar sumbu filamen. Relasi
kepala S1 miosin itu nampaknya berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang
melibatkan beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa residu asam Aspartik dan
asam Glutamik dari aktin.5
4. Kepala-kepala Miosin Berjalan Sepanjang Filamen-filamen Aktin.
Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada
mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan
tanpa berpindah pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, crossbridges itu harus berulang kali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun
masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan
dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi,
Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin
akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan
konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi
otot. Postulat ini selanjutnya mengarah pada model perahu dayung untuk siklus

kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak. Pada mulanya, ATP muncul dan
mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai
akibatnya, kepala S1 melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin
akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan
tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi
tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga, kepala S1 mengikatkan diri
dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z
dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1
melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala
S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada
tahap kelima, hentakan-daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut
menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada
tahap akhir, ADP dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.5

Metabolisme Otot Rangka


Karena ATP yang tersimpan dalam otot biasanya akan habis setelah kontraksi, maka
ATP harus dibentuk kembali untuk kelangsungan aktivitas otot melalui sumber lain. Terdapat
empat jalur biokimia yang menyediakan ATP untuk kontraksi otot :
1. Pemindahan fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat simpanan ke ADP, yang
merupakan sumber pertama ATP pada permulaan olahraga.
2. Fosforilasi oksidatif, yang secara efisien mengekstraksi sejumlah besar ATP dari
molekul nutrien apabila tersedia cukup O2 untuk menunjang sistem ini. Fosforilasi
oksidatif merupakan reaksi aerob.
3. Glikolisis, yang dapat mensintesis ATP walaupun tidak tersedia O2 tetapi
menggunakan banyak glikogen dan dalam prosesnya menghasilkan asam laktat.

4. Oxygen debt yaitu oksigen ekstra yang harus dihirup setelah aktivitas berat.
Terdapat tiga jenis serat otot, diklasifikasikan berdasarkan jalur yang mereka gunakan
untuk membuat ATP (oksidatif atau glikolitik) dan kecepatan mereka menguraikan ATP dan
kemudian berkontraksi (kedutan lambat - kedutan cepat), yaitu serat oksidatif-lambat, serat
oksidatif-cepat, dan serat glikolitik-cepat.1,6

IV.

Fisika Otot Rangka


Otot memberikan kekuatan, tulang sebagai tuas atau pengungkit, dan sendi berfungsi

sebagai titik tumpu atau fulkrum. Ada tiga tipe pengungkit pada tubuh berdasarkan posisi dan
komponennya.1
1.

Pengungkit tipe I. Fulkrum terletak di antara kekuatan dan beban, seperti pada papan
jungkat-jungkit. Jenis pengungkit ini terdapat diantara tengkorak dan columna
vertebra. Saat kepala mulai menengadah, otot-otot leher memberikan kekuatan,
tulang-tulang wajah menjadi beban, dan persendian menjadi fulkrum di antara
tengkorak dan tulang belakang.1

2.

Pengungkit tipe II. Fulkrum berada di salah satu ujung, kekuatan di ujung berlawanan,
dan beban di antara keduanya. Jenis pengungkit ini terjadi saat kaki berjinjit. Otot
betis memberikan kekuatan, tulang tungkai menjadi beban, dan persendian pada
pergelangan kaki menjadi fulkrum.1

3.

Pengungkit tipe III. Fulkrum berada di salah satu ujung, beban di ujung berlawanan,
dan tenaga di antara keduanya. Jenis pengungkit ini merupakan jenis paling umum
dalam tubuh, Contohnya, pada fleksi lengan bawah. Otot lengan atas anterior
memberikan tenaga, tulang lengan bawah dan tangan menjadi bebannya, serta
persendian pada siku menjadi fulkrum.1

V.

Anatomi Otot Rangka

Perlekatan dan Penyusunan Otot Rangka :


1.

Origo otot adalah titik perlekatan yang lebih kuat pada tulang dan biasanya
merupakan ujung proksimal.

2.

Insersio adalah titik perlekatan yang lebih dapat bergerak dan biasanya
merupakan ujung distal.

3.

Badan otot (bagian kontraktil) adalah bagian otot antara origo dan insersio.1

Kerja Otot :
1.

Agonis atau penggerak utama : otot yang melakukan sebagian besat kerja
untuk menghasilkan gerakan.

2.

Sinergis atau fliksator : otot yang membantu penggerak utama dengan


berkontraksi pada waktu yang sama untuk membantu gerakan atau
menstabilkan suatu bagian sehingga gerakan lebih efektif.

3.

Antagonis : otot yang berelaksasi saat penggerak utama dan sinergis


berkontraksi. Otot antagonis bekerja berlawanan dan terletak di sisi yang
berlawanan pada tulang.1

Otot-otot yang bekerja saat lengan mengangkat beban.


Otot

Aksi
Fleksi lengan bawah pada persendian siku; supinasi lengan

Biceps lengan

bawah; fleksi lengan pada bahu dengan lemah


Fleksor yang kuat pada lengan bawah
Fleksor lengan bawah yang efektif jika lengan bawah berada

Brakialis
Brakioradialis

pada posisi sebagian terfleksi


Ekstensi lengan bawah
Ekstensi lengan bawah; abduksi lengan bawah yang

Triceps lengan atas


Ankoneus

terpronasi
Otot leher, dada, dan bahu yang menggerakan lengan.

Otot

Aksi

Pektoralis mayor
Latisimus dorsi

Deltoideus

Subskapularis
Supraspinatus
Infraspinosa
Teres minor
Teres mayor
Korakobrakialis

Fleksi, aduksi, dan rotasi lengan ke arah medial; mengangkat iga


untuk proses inspirasi
Ekstensi, aduksi, dan rotasi lengan ke arah medial; menarik bahu ke
arah bawah dan ke belakang
Abduksi lengan; fleksi bagian anterior lengan ke arah dan rotasi
lengan ke arah medial; ekstensi bagian posterior lengan dan rotasi ke
arah lengan
Rotator medial utama lengan membantu menahan kepala humerus
dalam rongga glenoid; menstabilkan persendian bahu
Abduksi lengan dan menstabilkan persendian bahu
Rotasi lengan ke arah lateral; menstabilkan persendian bahu
Rotasi lengan ke arah lateral; menstabilkan persendian bahu
Aduksi, ekstensi, dan rotasi lengan ke arah medial
Fleksi dan aduksi lengan

Kesimpulan
Variasi diameter serabut otot rangka bergantung pada faktor-faktor seperti otot yang
spesifik, umur dan kelamin, keadaan gizi, dan aktivitas jasmani orang yang bersangkutan.
Latihan fisik akan membesarkan otot dan mengurangi timbunan lemak. Pembesaran otot

demikian disebabkan pembentukan miofibril baru dan peningkatan diameter yang nyata di
setiap serabut otot. Proses ini ditandai dengan penambahan volume sel, disebut hipertrofi.
Pertumbuhan jaringan oleh penambahan jumlah sel disebut hiperplasia. Hiperplasia terjadi
hanya pada otot polos.

Daftar Pustaka
1. Sloane E. Sistem muskular. Dalam : Widyastuti P. Anatomi dan fisiologi untuk
pemula. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG; 2003.h.119-41.Histologi dasar
2. Puskesmas Oke. Fisiologi Tulang dan Otot. Edisi Desember 2008. Diunduh dari
www.puskesmas-oke.blogspot.com, 28 Maret 2009.
3. Junqueira LC, Ccarneiro J. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Edisi 10. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran ECG; 2006.h.181-94.
4. Organisasi.Org Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia. Definisi/pengertian
jaringan otot serta bagian otot dan jenis jaringan. Edisi November 2008. Diunduh dari
www.organisasi.org, 28 Maret 2009.
5. Gunawan A. Mekanisme dan mekanika pergerakan otot. Integral 2001 Okt;6(2):5871.
6. Panji Irawan. Fisiologi Otot. Edisi Maret 2008. Diunduh dari
www.panji1102.blogspot.com, 28 Maret 2009.

Você também pode gostar