Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. Anatomi Hidung
Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian
lebih dari biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting
terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung mempunyai beberapa
fungsi sebagai indera penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan
paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru dan memodifikasi
bicara.
1.1 Hidung Luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat
digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ;
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan.
Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak
hidung (hip),4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung
(os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ;
konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media
disebut meatus superior.
Vena-vena
hidung
mempunyai
nama
yang
sama
dan
berjalan
sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus
9
10
bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa.
Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan
ektodermal yang terletak di bawah penonjolan konka inferior, yang terlihat berupa
celah kecil di sebelah medial orbita. Celah ini kemudian akan berkembang
menjadi tempat ostium sinus maksila yaitu di meatus media. Dalam
perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga terbentuk rongga
yang berukuran 7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga sinus maksila. Perluasan
rongga tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan berkembang sebesar 2 mm
vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun. Mula-mula dasarnya lebih tinggi
dari pada dasar rongga hidung dan pada usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini
akan turun, dan akan setinggi dasar hidung dan kemudian berlanjut meluas ke
bawah bersamaan dengan perluasan rongga. Perkembangan sinus ini akan
berhenti saat erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia
15 dan 18 tahun.
Sinus maksila berbentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke
fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina,dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding medial atau dasar antrum
dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus os etmoid,
prosesus maksilaris konka inferior, dan sebagaian kecil os lakrimalis. Dinding
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Menurut
Morris, pada buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata sinus maksila pada
bayi baru lahir 7-8 x 4-6 mm dan untuk usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm.
Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui
lubang kecil, yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding
medial sinus. Ostium ini biasanya terbentuk dari membran. Jadi ostium tulangnya
11
berukuran lebih besar daripada lubang yang sebenarnya. Hal ini mempermudah
untuk keperluan tindakan irigasi sinus.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila
adalah : 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas ,
yaitu premolar (P1 dan P2) , molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
(C) dan gigi molar (M3) , bahkan akar-akar gigi tersebut tumbuh ke dalam rongga
sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Gigi premolar kedua dan gigi molar
kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus. Bahkan kadang-kadang
tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Proses supuratif
yang terjadi di sekitar gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui
pembuluh darah atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan
hubungan dengan rongga sinus yang akan mengakibatkan sinusitis. 2) sinusitis
maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3) Ostim sinus maksila lebih
tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak
silia, dan drainase harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah
bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.
2.2 Sinus frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke
emapat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga
sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-kadang
juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak
simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak
di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus
frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran rata-rata
sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-rata 6-7
ml. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada
12
foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh
tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari
sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui
ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid.
2.3 Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhirakhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus-sinus lainnya.
Sel-sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal
dari meatus superior dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid
anterior dan posterior. Sinus etmoid sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian
berkembang sesuai dengan bertambahnya usia sampai mencapai masa pubertas.
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus
kira-kira 14 ml.
Sinus etmoid berongga rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang
terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya,
sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus
medius, dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian
terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di
resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
13
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sphenoid.
2.4 Sinus sfenoid
Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan
evaginasi mukosa di bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya
berjalan lambat, sampai pada waktu lahir evaginasi mukosa ini belum tampak
berhubungan dengan kartilago nasalis posterior maupun os sfenoid. Sebelum anak
berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun telah berkembang sempurna
pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran
serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh
septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu
sinus akan lebih besar daripada sisi lainnya.
Letak os sfenoid adalah di dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Ukurannya adalah tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm.
Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh
darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan
rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batasbatasnya adalah : sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah
pons.
2.5 Fisiologi sinus paranasal
Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-macam.
Bartholini adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa ronga-rongga ini
adalah organ yang penting sebagai resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku
Maori dari Selandia Baru memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka
tidak memiliki rongga sinus paranasal yang luas dan lebar. Teori ini dpatahkan
14
oleh Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara yang kuat, contohnya singa,
tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan teori dari Proetz, bahwa
kerja dari sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan
bunyi yang masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai
fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak
mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain adalah :
(1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak
didapati pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume
sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
(2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi orbita
dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan
organ-organ yang dilindungi.
(3) Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori
ini dianggap tidak bermakna.
(4) Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus
dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang
15
efektif. Tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada
hewan-hewan tingkat rendah.
(5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
(6) Membantu produksi mukus.
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus
ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
III. Endoskopi
3.1 Definisi
Endoskop adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan endoskopi.
Endoskopi adalah pemeriksaan secara visual dan langsung pada lubang atau
rongga pada tubuh tertentu untuk melihat kelainan pada tubuh. Pemeriksaan ini
langsung di kontrol dari monitor. Endoskopi hidung adalah instrumen seperti
tabung khusus, dilengkapi dengan lampu kecil dan kamera yang digunakan untuk
memeriksa bagian dalam hidung dan daerah drainase sinus. Endoskopi hidung
memungkinkan dokter untuk melihat tempat yang dapat diakses jalur drainase
sinus. Endoskopi merupakan alat diagnosis yang tepat untuk mengevaluasi
mukosa hidung, anatomi sinonasal, dan kelainan pada sinus paranasal.
17
yang bisa digunakan sebagai saluran untuk pemberian obat dan untuk
memasukkan atau mengisap cairan. Selain itu, bagian tersebut juga dapat
dipasangi alat-alat medis seperti gunting kecil.
18
Berikut hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat tersebut
yaitu :
1. Setelah di gunakan segera rendam alat dengan cairan desinfektan kira kira 30
menit untuk mencegah cairan darah mengering pada alat.
2. Kemudian bersihkan secara mekanis dengan air mengalir sambil di sikat halus
dan perlahan.
3. Keringkan dengan udara dengan tekanan rendah atau lap yang cepat menyerap air
Kepala
pasien
dapat
dimanupulasi
seperlunya
untuk
Boeis Lowrence R. JR. M.D. et al, Buku Ajar Penykit THT edisi 6, Alih Bahasa :
Caroline Wijaya, Editor : Hrjanto Effendi, dkk. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta 1997 : 175 188
Efity Asyd Soepardi, dr Sp THT. dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Fakultas
Kedokteran UI, edisi VII, Jakarta 2012 : 96 100
Lawrason
Amy.
MD.
et
al,
Nasal
Endoscopy,
Medscape,
22