Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MANFAATNYA
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih Kesehatan
Anggota Kelompok
Fatikhatul Mabruroh 1113101000020
Riska Ayu Handayani 1113101000023
Chairunnisa Nurlaili 1113101000027
Pengajar
Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
1
1. Pendahuluan
ASI atau air susu ibu adalah kebutuhan yang pokok bagi bayi khususnya bayi
yang baru lahir. Karena fisiologi dan anatomi organ tubuh yang belum siap menghadapi
lingkungan luar sehingga diperlukan makanan khusus yang hampir hanya bisa didapat
dari payudara ibu. ASI yang diberikan oleh ibu kepada bayinya akan menjadi perisai
bagi mikroba patogen. Ketika dilahirkan bayi tidak cukup dibekali cadangan vitamin
ataupun mineral lain bahkan imunoglobulin. Organ neonatus masih steril dari flora
normal tubuh, ketika ASI sudah memasuki organ khususnya usus
neonatus akan
tumbuh flora normal yang mampu mensintesis berbagai macam vitamin seperti vitamin
B-kompleks dan vitamin K.1
Seiring berkembangnya teknologi, semakin maju suatu negara semakin menurun
penggunaan ASI. Seperti yang terjadi di Amerika, pada permulaan abad ke-20, kira-kira
71% bayi mendapat air susu ibu sampai usia kurang lebih 6 bulan, sedangkan tahun
1971 angka menurun menjadi 25 % pada ibu-ibu dengan sosio-ekonomi sedang dan 5 %
pada ibu-ibu sosio-ekonomi baik. Di Singapura pada tahun 1951 ibu-ibu dengan sosioekonomi sedang dan baik, 48 % bayi yang mendapat air susu ibu, sedangkan pada
golongan sosio-ekonomi rendah 71 % . Pada tahun 1961, angka tersebut merosot
menjadi masing-masing 8 % dan 42 %.2
Fakta tersebut menjadi faktor timbulnya bank ASI yang berakibat pada rancunya
nasab atau hubungan mahram antara satu manusia dengan yang lain. Karena adanya
ketidaktahuan antara mahram, sesama saudara sepersusuan menikah yang mana
pernikahan tersebut berhukum haram dan berdampak pada keturunannya.
Achmad Djaeni Sediaoetama, Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi, (Jakarta:
Dian Rakyat). h 236
2
Soetjiningsih, ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, (Jakarta: Buku Kedokteran
EGC), h 16
mendapatkan makanan selain ASI walaupun hanya sekedar air putih, sangat penting
bagi kesehatan terutama dalam hal nutisi dan imun tubuh. ASI adalah makanan utama
sekaligus makanan paling sempurna. Komposisi gizinya sangat pas untuk mendukung
proses tumbuh kembang bayi.3
Kebaikan air susu ibu dibandingkan dengan susu kaleng tidak perlu disangsikan
lagi, selain karena kehiegienisan, air susu ibu juga memiliki suhu yang tepat untuk si
bayi. Kebaikan yang lainnya antara lain:
1. steril, aman dari pencemaran kuman
2. produksi sesuai dengan kebutuhan bayi
3. mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroba dan virus
4. bahaya alergi tidak ada.4
Selain itu air susu ibu juga baik untuk anak maupun ibu yaitu untuk perkembangan
hubungan ibu dan bayi yaitu:
1. dengan menyusui terjalin hubungan yang lebih erat antara bayi dan ibunya
karena secara alami dengan adanya kontak kulit, bayi merasa aman. Hal ini
penting demi perkembangan psikis dan emosi bayi
2. dengan menyusui menyebabkan uterus berkontraksi sehingga pengembalian
uterus ke keadaan fidiologis semula lebih cepat
3. perdarahan setelah melahirkan tipe lambat berkurang
4. dengan menyusui akan mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara
pada masa mendatang
5. dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan sehingga
membantu keluarga berencana.5
mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI pada bayi. Bayi yang dilahirkan
dirumah sakit pun terkadang diberi susu formula pengganti ASI, 13 sehingga daerah
perkotaan menganggap susu formula tidak berbahaya untuk bayinya.
Faktanya di daerah pedesaan yang memiliki pengadaan air yang kurang steril
bahkan buruk, telah meningkatkan angka penyakit diare pada bayi. Tidak hanya itu,
pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat pedesaan yang mayoritasnya adalah kurang,
menyebabkan terjadinya banyak kesalahan dalam penakaran susu formula yang dapat
mengakibatkan bayi terkena penyakit marasmus.14 Selain itu, penggunaan botol susu
dapat menjadi sumber penyakit bagi bayi apabila kurang steril, dan apabila bayi sering
meminum susu botol maka akan mengakibatkan obesitas.15
bahwa menyusukan kepada wanita lain bukanlah hal yang dilarang. Jauh sebelum
Rasulullah SAW lahir pada masa Firaun memerintahkan untuk membunuh semua bayi
yang lahir khususnya bayi laki-laki, maka bunda Musa mengahanyutkan bayi
mungilnya ke sungai Nil dan atas izin Allah SWT istri Firaun menemukannya dan
mengambilnya. Maka sejak itulah bunda Musa berpisah dan tidak dapat mengasuh bayi
musa secara langsung. Dan bunda Musa memiliki ide atas izin Allah agar ikatan darah
tersebut tidak terlupakan begitu saja, maka bunda Musa mengajukan diri sebagai ibu
susuan bagi Musa.
Ulama fikih menetapkan rukun radhaah ada tiga, yaitu anak yang menyusu, ibu
yang menyusui dan kadar ASI.17
1. Anak yang berhak menyusu adalah usia maksimal dua tahun menurut
kesepakan ulama fikih. Karena pada usia ini ASI sangat berpengaruh dalam
membangun tumbuh kembang anak khususnya pembentukan tulang dan
jaringan. Alasannya adalah surat Al-Baqarah (2) ayat 233
Dawud).20
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470
19
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470
20
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia hukum islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h.
1471
17
18
Berbeda dengan pendapat jumhur ulama sebelumnya, mazhab azZahiri berpendapat bahwa anak yang sudah berusia di atas dua tahun,
apabila masih menyusu kepada seorang wanita, maka anak itu haram
menikah dengan wanita tersebut. Alasannya adalah surat an-Nisa (4) ayat
23,
mereka pula anak usia di bawah ataupun di atas dua tahun haram menikah
dengan wanita tempat menyusu.21
2. Wanita yang menyusui
Wanita yang menyusui ini adalah ibu kandung ataupun wanita lain
bukan ibu kandung. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di antara
para ulama. Mazhab Maliki berpendapat bahwa hakim berhak memaksa
seorang ibu untuk menyusui anaknya, apabila ibu tersebut masih memiliki
21
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471
suami atau dalam masa talak ar-raji22, apabila dalam kondisi tersebut maka
hakim berhak untuk memaksanya.
Berbeda dengan pendapat jumhur ulama bahwa ibu hanya dianjurkan
untuk menyusui anaknya, oleh karena itu dalam kasus yang sama hakim
tidak berhak untuk memaksanya.
Perbedaan bermula dalam memahami surat al-Baqarah ayat 233 yang
artinya Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain ,maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut Ulama
mazhab Maliki memahami ayat ini sebagai perintah bagi para ibu untuk
menyusui anaknya. Pendapat ini mereka dukung dengan potongan dari surat
al-Baqarah (2) ayat 233 yang menyatakan Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena
anaknya Ulama mazhab Maliki memahami ayat ini dengan ibu tidak
boleh enggan menyusui anaknya dan membuat ayah bekerja lebih keras
untuk menafkahi anaknya, membelikan susu formula yang rata-rata tidak
murah. Di samping itu menurut mereka ayah pun tidak boleh melarang
istrinya untuk menyusui anaknya. Nafkah yang telah diterima dari suami
baik pada ibu yang masih berstatus istri ataupun yang telah ditalak rajI
harus dikembalikan dengan cara menyusui anaknya.23
Sedangkan jumhur ulama memahami ayat tersebut merupakan
mandub (anjuran) bukan perkara yang wajib. Selain itu ayat ini merupakan
petunjuk bagi suami istri dalam masalah pemyusuhan anak. Pendapat ini
mereka dukung dengan firman Allah surat at-Talaq (65) ayat 6,
.
......
Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untukm24 Dianjurkan ibu untuk meyusui anaknya
Perceraian yang terjadi dan suami berhak untuk kembali kepada istrinya tanpa melalui akad yang
baru dalam masa iddah yang belum habis.
23
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471
24
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471
22
karena susu ibu lebih baik bagi anaknya dan kasih sayang ibu dalam
menyusukan anak lebih dalam. Di samping itu menyusukan anak itu
merupakan hak bagi ibu dan hak bagi anak pula. Tetapi jika ditinjau lebih
lanjut seorang anak mempunyai hak untuk mendapatkan susuan, akan tetapi
berbeda bagi ibu. Ibu menyusui anaknya merupakan hak atau bahkan
merupakan kewajiban. Untuk lebih lanjut pakar-pakar tafsir dan hukum
islam menyatakan sebagai berikut,
Pertama, bahwa ayat 233 surat al-Baqarah yang artinya, Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya meskipun menggunakan redaksi
kalimat berita, namun memiliki arti perintah. Ayat tersebut seakan-akan
berarti ibu hendaklah menyusui anaknya karena ketentuan Allah yang
mewajibkannya
((
Kedua, jika ayat tersebut bermakna perintah maka para pakar tafsir ini
berbeda pendapat dalam menentukan bentuk perintah ynag seperti apa.
Bentuk mengikat (wajib) atau anjuran yang tidak mengikat. Al-Zamakhsyari,
ar-Razi dan al-Alusi menilai bahwa perintah tersebut adalah anjuran (annadb). Ibnu al-Arabi dan al-Qurthubi mengatakan bahwa menyusui adalah
kewajiban bagi ibu yang masih berstatus istri dari ayah sang anak. Sementara
Rasyid Rida menyakan bahwa perintah menyusui dalam ayat tersebut
bersifat wajib bagi para ibu tanpa melihat status istri ataupun sudah bukan
istri.25
Terlepas dari itu semua mayoritas ulama sepakat bahwa para ibu
berkewajiban dan karenanya hakim diperbolehkan untuk memaksa ibu untuk
menyusui bayinya dalam tiga hal,
a. anak tersebut menolak ASI selain dari ibu
b. tidak ada wanita lain yang bisa menyusui
c. ayah dari anak tersebut tidak memilki biaya sebagai upah untuk wanita
lain yang menyusui anaknya.26
Khusus untuk mazhab Syafii selain dari ketiga hal di atas ada hal lain yang
memperbolehkan hakim untuk memaksa seorang ibu untuk menyusui
Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), h. 83
26
Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), h. 84
25
anaknya adalah betapa penting dan berharganya tetesan pertama ASI atau
kolostrum bagi bayi yang keluar beberapa hari pasca persalinan27.
Di samping itu menyusui adalah hak ibu sehingga para suami tidak berhak
untuk melarang istrinya menyusui anaknya. Perihal ini berdasarkan firman
Allah SWT dalam penggalan surat al-Baqarah 233,
Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang
ayah menderita karena anaknya (al-Baqarah 2:233)28
3. Kadar ASI
Menyusui yang menyebabkan haramnya pernikahan adalah ketika kadar ASI
yang diberikan kepada anak oleh ibu memiliki kadar sekian. Ulama banyak
berbeda pendapat mengenai banyaknya kadar ASI.
Menurut Daud az-Zahiri menyusui yang mengharamkan pernikahan adalah
minimal tiga isapan. Pendapat ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW
yang menyatakan bahwa: satu atau dua kali isap tidak mengharamkan
(pernikahan) (HR. Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasai, at-Tirmizi, dan
Ibnu Majah dari Aisyah binti Abu Bakar). Dan hadits lainnya melalui jalur
Abdullah bin Zubair, dari Ummu Fadl.29
Ulama mazhab Syafii dan Hanbali persusuan yang mengharamkan nikah
adalah paling sedikit lima kali isapan, dan dilakukan secara terpisah. Alasan
mereka adalah sebuah riwayat dari Aisyah binti Abu Bakar yang
menyatakan: Ayat al-Quran pernah turun dalam mengharamkan wanita
tempat menyusu itu jika susuan itu mencapai sepuluh kali susuan, kemudian
hukum itu dinasakhkan (dibatalkan) menjadi lima kali susuan. Lalu
Rasulullah SAW wafat dan hukum lima kali ini tetap berlaku (HR. Muslim,
Abu Dawud dan an-Nasai).30 Dalam haits lain dari Aisyah dikatakan:
Susuilah ia (anak kecil) sebanyak lima kali susuan, maka ia akan menjadi
anak karena susuan(HR. Malik dan Ahmad bin Hanbal).31
Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), h. 84
28
Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), h. 85
29
Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473
30
Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473
31
Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473
27
10
Sedangkan menurut ulama mazhab Hanafi dan Maliki, kadar susuan yang
menajdikan haram pernikahan seorang laki-laki dan perempuan tidak
memiliki batasan yang tegas. Alasannya adalah ayat 23 surat an-Nisa.
Menurut mereka yang terpenting adalah susu tersebut sampai pada ke
perut dan memberikan energi dan pertumbuhan anak.
Syarat-syarat susuan yang mengharamkan nikah:
a. Air susu itu berasal dari susu wanita tertentu, jelas identitasnya baik telah
atau sedang bersuami.
b. Air susu tersebut masuk ke dalam kerongkongan anak, baik secara
langsung melalui putting payudara maupun botol
c. Penyusuan tersebut melalui mulut atau hidung anak (infus). Mazhab
Hanbali mengatakan apabila susu dialirkan selain melalui mulut atau
hidung maka tidak menyebabkan haramnya nikah. Sedangkan mazhab
Maliki dengan cara apapun tetap hukumnya haram untuk menikah.
d. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki air susu harus murni dan tidak
bercampur dengan yang lain. Dan apabila bercampur dengan yang lain
harus diteliti terlebih dahulu mana yang lebih dominan, jika yang lebih
dominan adalah susu maka dapat mengharamkan pernikahan. Berbeda
dengan mazhab Syafii dan Hanbali yang menganggap susu yang
dicampur dengan cairan lainnya sama saja hukumnya dengan air susu
murni. Sedangkan dalam kasus pencampuran air susu dua orang wanita
atau lebih menurut Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf yang haram
dinikahi adalah air susu wanita yang mendominasi dalam cairan tersebut.
Akan tetapi jumhur ulama berpendapat seluruh pemilik susu yang
dicampur tersebut haram untuk dinikahi.32
e. Menurut mazhab fikih yang empat menyusu harus dalam usia dua tahun
ke bawah sedangkan Daud az-Zahiri mengatakan bahwa susuan anak
yang telah besarpun (di atas dua tahun) mengaharamkan pernikahan.33
5. Bank ASI
Bank ASI muncul kali pertama di Eropa dan Amerika Serikat akibat gerakan
emansipasi wanita yang menuntut kesamaan hak antara pria dan wanita. 34 Sehingga
banyak wanita yang berkarir dan banyak berada di luar rumah. Di sisi lain para ibu yang
32
33
34
Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473
Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473
Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1474
11
memiliki anak kecil khususnya menyadari bahwa ASI jauh lebih baik bila dibandingkan
dengan susu formula. Oleh karena itu muncullah inisiatif untuk menampung ASI
dengan suatu alat.
Dalam masalah ini ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, jumhur ulama
wanita boleh menampung dan menjualnya kepada ibu-ibu yang membutuhkan dengan
alasan dalil al-Quran surat al-Baqarah ayat 275,35
12
1475
1475
1475
1475
mudharat dari Bank ASI lebih banyak dari pada manfaatnya. Sesuai dengan kaidah fikih
bahwa menolak suatu kemudharatan lebih didahulukan dari mengambil suatu manfaat.
Selain itu jaminan bersihnya susu yang dikumpulkan dari berbagai macam wanita ini
tidak ada.
6. Kesimpulan
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan oleh ibu kepada anaknya yang baru lahir
selama 0-6 bulan tanpa ada selingan makanan lain walaupun hanya air putih. Menurut
jumhur ulama anak dihukumi sebagai saudara sepersusuan jika anak tersebut menyusu
kepada wanita lain bukan ibunya di bawah usia dua tahun atau maksimal dua tahun.
Manfaat ASI sangat banyak antara lain:
1. sesuai dengan kebutuhan anak serta dapat membangun sistem imun.
2. steril, aman dari pencemaran kuman
3. produksi sesuai dengan kebutuhan bayi
4. mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroba dan virus
5. bahaya alergi tidak ada.
Sedangkan Bank ASI yang ramai saat ini adalah makruh dan kemudharatannya
lebih banyak dari pada manfaatnya, sehingga jauh lebih baik untuk tidak memakainya.
Sesuai dengan kaidah fikih bahwa menolak suatu kemudharatan lebih didahulukan dari
mengambil suatu manfaat. Selain itu jaminan bersihnya susu yang dikumpulkan dari
berbagai macam wanita ini tidak ada.
6. Daftar Pustaka
Arisman. (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Azis, Dahlan Abdul. (2003). Ensiklopedia hukum islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve
Neilson, J. (1987). Perawatan Bayi Tahun Pertama. Jakarta: Arcan.
RI, Kementerian, Agama. (2012). Kesehatan dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: PT.
Sinergi Pustaka Indonesia.
13
Sardjana, & Nisa, H. (2007). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta
Press.
Soetjiningsih. (1997). ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Makalah Agama Tentang ASI, diakses tanggal 12 September 2014 dari
http://www.slideshare.net/mobile/setianraha/makalah-agama-tentangasi-2.
14