Você está na página 1de 1

Setahu saya, diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman sudah tidak dipakai lagi.

Apabila
nyeri langsung ditulis bersamaan lokasinya.. Contoh saja seperti pada klien IMA, ditulis nyeri
dada b/d defisit suplai darah koroner. "Adakalanya diagnosa keperawatan akan berubah
seiring dg berubahnya diagnosa medis, misalnya saja klien yg datang dg sesak nafas berat
dan berbagai manifestasi yg lain. Sehingga pada awal mulanya divonis oleh dokter umum
(UGD) menderita penyakit yg berkaitan dg respiratory system, ternyata setelah keluar hasil
pemeriksaan penunjang, klien menjurus ke arah gangguan keseimbangan asam basa. Asidosis
metabolik misalkan, hal ini tentu saja akan merubah "diagnosa keperawatan primer".
Diagnosa keperawatan itu dinamis, justru itu kita belajar konsep dasar penyakit. Sebenarnya
tiada yg superior antara kedua profesi (perawat dan dokter), malah sebaliknya kita akan dapat
berjalan bersama-sama sebagai mitra kerja. Dokter menentukan diagnosa penyakit dan kita
menentukan diagnosa keperawatan dari penyakit itu sendiri. Siapa yg duluan berhak
mendiagnosa?? Dokter mendiagnosa dg diagnosa medis, perawat mendiagnosa dg diagnosa
keperawatan. Tiada yg duluan dan yg terlambat dalam hal mendiagnosa. Pada
implementasinya, misalnya saja ketika di UGD dalam kondisi situasional. Pada klien dg
sesak nafas seorang dokter memberikan terapi bronchodilator dan perawat mengatur posisi
fowler. Hanya saja, apabila hasil anamnesis dan pemeriksaan sudah lengkap, perawat akan
mensejajarkan diri dg memberikan teknik perawatan klien yg lebih spesifik berdasarkan
diagnosis spesifik dari mitra kerja kita. Seperti Arsitek yg memberikan portfolio rancangan
sebuah gedung, maka sang teknik sipil akan merealisasikan rancangan itu. Sebuah
pertanyaan, sudah kah perawat Indonesia seperti itu?? Mohon maaf kalau banyak kekeliruan,
mohon dibetulkan karena saya juga masih harus banyak belajar.

Você também pode gostar