Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat
darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit
dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK
menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti
serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar
per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi
PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian
akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah
tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki
peringkat ke enam. Merokok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK
di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lainlainnya.
Insiden penyakit kebanyakan disebabkan oleh debu mineral, sehingga
menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik. Menurut International Labor
Organisation (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit yang akibat kerja. Sedangkan menurut survey NHANES yang
melibatkan 10.000 orang dewasa 30-75 tahun menunjukkan bahwa PPOK
disebabkan oleh kerja adalah 19,2% secara keseluruhan (Wiwin, 2007 ). Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK) tahun 1990 menempati urutan ke-6 di Indonesia
sebagai penyebab kematian, tahun 2002 sudah menempati urutan ke-3 (Juanita,
2004). Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa tahun 2020 angka kejadian
PPOK akan meningkat dari posisi 12 sebagai penyakit terbanyak didunia menjadi
peringkat 5 dan dari posisi 6 sebagai penyebab kematian terbanyak menjadi posisi
ke-3 (Wiwin, 2007).
Penyakit atau gangguan kesehatan pada orang lanjut usia umumnya berupa
penyakit-penyakit kronik-menahun dan generatif, seperti penyakit tekanan darah
tinggi

(hypertensi),

kencing

manis

(diabetes

melitus),

keropos

tulang

(osteroporosis), kepikunan (demensial), gangguan jantung, gangguan penglihatan,


gangguan pengunyahan dan sebagainya. Selain itu, pada lansia di Indonesia,
1

penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi, misalnya saluran napas
atas (radang tenggorok, influenza) atau infeksi saluran napas bawah (pneumonia,
tbc), infeksi saluran kencing, infeksi ulit (Rahardjo, et al., 2009). Studi Panggabean
(2010) di Kota Pontianak menemukan jenis penyakit yang sama dialami oleh para
lansia. Penyakit menahun yang pernah dialami oleh para lansia meliputi penyakit
asam urat, darah tinggi, darah rendah, asma, diabetes, jantung dan paru-paru.
B. Tujuan
Tujuan umum:
Setelah mempelajari tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
sistem respirasi kami sebagai perawat dapat memberikan asuhan keperawatan terbaik
untuk para lansia yang diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit atau
menurunkan tingkat keparahan penyakit sistem respirasi yang telah diderita oleh
lansia.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui dan memahami tentang konsep lansia
2. Mengetahui dan memahami tentang perubahan yang terjadi pada lansia dan
penyakit yang biasa terjadi pada lansia
3. Mengetahui dan memahami tentang gangguan respirasi yang paling sering
diderita oleh lansia yaitu PPOM/PPOK
4. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada lansia yang menderita
penyakit PPOM/ PPOK
5. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi lansia dengan gangguan
sistem respirasi
C. Rumusan masalah
1. Bagaiamana konsep lansia lansia?
2. Bagaimana perubahan-perubahan pada anatomi sistem pernapasan lansia?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya PPOM pada lansia?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah,
berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,
merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus
berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta
perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000).
2. Batasan Lansia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59
tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua
(Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu
usia diatas 90 tahun.
b. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia
sebagai berikut :
Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa
penuh (Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia
(Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun
(Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).

B. Perubahan-Perubahan Pada Anatomi Sistem Pernapasan Lansia


Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Proses penuaan menyebabkan
beberapa perubahan struktural dan fungsional pada toraks dan paru-paru.
Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta
berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun
karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan.
Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan toraks sedikit
pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks
dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah,
maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Deklasifikasi iga
dan peningkatan klasifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih
kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi
terhadap infeksi pernapasan.
Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap
perubahan fungsi pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia, dan menurunnya
refleks batuk dan muntah, mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan
perlindungan pada sistem pulmonal.
Perubahan anatomis seperti penurunan compliance paru dan dinding dada turut
berperan dalam peningkatan kerja pernafasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atropi
otot-otot pernafasan dan penurunan kekuatan oto-otot pernafasan dapat meningkatkan
resiko berkembangnya keletihan otot pernafasan pada lansia. Perubahan-perubahan
tersebut turut berperan dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum. Perubahanperubahan pada interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan alveolar
dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen. Perubahan-perubahan ini, bila
dikombinasikan dengan sekitar 50% pengurangan respon hipoksia dan hiperkapnea
pada usia 65 tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur dan penurunan
kapasitas aktivitasnya.
Implikasi klinis dari perubahan pada sistem respirasi dapat menyebabkan
perubahan struktural, perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan fungsi imun
mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi,
kanker paru, emboli pulmunal, dan penyakit kronis seperti asma, dan penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK), pneumonia, tuberculosis, dll.
C. Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)
1. Definisi PPOM

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan
saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu (Mansunegoro, 1992).
Dalam PPOM , aliran dara ekspirasi mengalami obstruksi yang kronis dan pasien
mengalami kesulitan dalam bernafas. PPOM sesungguhnya merupakan kategori
penyakit paru-paru yang utama dan penyakit ini terdiri dari beberapa penyakit
yang berbeda.Ada dua contoh penyakit PPOM yang biasa terjadi yaitu penyakit
Emfisema dan bronchitis kronis, dimana keduanya menyebabkan terjadinya
perubahan pola pernafasan.
a. Emfisema
Emfisema terjadi pembesaran ruang udara bronkhioli distal sampai
terminalis.Hal ini menyebabkan kerusakan pada dinding alveolar, ehingga
mengakibatkan timbulnya mal fungsi pada pertukaran gas. Pasien dengan
Emfisema harus bertahan hidup dengan keadaan penyakit yang irreversible dan
mereka akan mengalami perbaikan setelah mengikuti program rehabilitasi. Ciri
khas dari penyakit ini adalah pasien akan mengalami periode stabil dan
kemudian berangsur-angsur memburuk, yang seringkali terjadi sebagai akibat
dari infeksi pernafasan. Perlu mengawasi dan mengkaji tanda-tanda dan gejala
penurunan pada pesien, termasuk tanda-tanda meningkatnya produksi sputum,
kekentalan sputum dengan warna berubah kuning menjadi hijau, meningkatnya
kecemasan dan menurunnya toleransi daya kekuatan tubuh terhadap aktivitas
yang biasa dilakukan, serta meningkatnya ronchi dan suara bising pada
auskultasi paru-paru.
b. Bronchitis Kronis
Bronchitis kronis bisa dikenali dengan adanya pengeluaran secret yang
berlebihan dari trakeo-bronchial dan terakumulasi setiap hari selama paling
tidak 3 bulan pertahun selama dua tahun berturut-turut.Pasien memiliki keluhan
batuk kronis dengan produksi dahak yang makin meningkat.Penyebab batuk
lainnya seperti kanker paru-paru atau kanker laringeal sebaiknya disingkirkan
terlebih dahulu. Pada penyakit bronchitis kronis, sekresi yang berlebihan
terakumulasi dan jika diludahkan akan nampak seperti dahak yang kental dan
putih. Dalam jangka waktu yang lama akan terjadi pembesaran kelenjar mukosa
bronchial sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas.
2. Etiologi
5

Faktor risiko

PPOK

adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang

menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor


risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor
lingkungan, status sosial ekonomi, nutrisi, gender. Faktor pejamu meliputi
genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik berperan
dalam terjadinya PPOK karena penyakit ini melibatkan banyak gen (poligenik)
dan merupakan contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko genetik
yang telah diketahui adalah difisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu penghambat yang
bersirkulasi dari protase serine. Status ekonomi yang

rendah sering

mengakibatkan terjadinya PPOK. Hal ini diakibatkan karena individu yang


memiliki status ekonomi yang rendah lebih banyak terpapar polutan di dalam
rumah dan luar rumah, tinggal diperumahan yang padat, dengan status nutrisi
yang buruk. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap
rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir
dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan
pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK
(Helmersen, 2002). Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya
PPOK. Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru
adalah pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per

tahun dan

perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Debu dan bahan kimia
okupasi yang ada dalam tembakau pada fase partikulat atau bukan dari hasil
pembakaran, merupakan faktor resiko penyebab berkembangnya PPOK. Debu dan
bahan kimia okupasi jika terinhalasi (terhirup) akan mengakibatkan alveoli
meradang, peningkatan sel darah putih, dan akibatnya alveoli terisi cairan. Jika
pemaparan sering dan kadar debu tinggi, maka gejala akan timbul lebih besar, dan
jika tidak diobati akan berkembang menjadi kronis, sehingga dalam kurun waktu
20 -30 tahun dapat menimbulkan fibrosis dan berlanjut pada terjadinya PPOK
(Long, 1996).
Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan
juga

dengan faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga

merupakan faktor risiko PPOK. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1
tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok (Helmersen,
2002). Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose
response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih
6

lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan
lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman,
yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya
merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang
merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis kronik
minimal setelah 10 tahun merokok (Suradi, 2009). Polusi udara terdiri dari polusi
di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan
lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang
kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, sertapolusi di tempat kerja,
sepertibahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus
menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar
ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap
rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan bakar
biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko
lainnya. Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK,
kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat
tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi
(Helmersen, 2002).
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Pemajanan di tempat kerja (thd batu bara, kapas, padi padian )
d. Infeksi paru berulang
3. Tanda dan Gejala
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri-ciri dari PPOM adalah
malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat
pagi hari.Nafas pendek sedang yang berkembang mnejadi nafas pendek
akut.Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin
banyak. Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah
tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, pasien PPOM banyak yang mengalami
7

penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nfsu
makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan
tubuh, kehilangan selera makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder
karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM,
lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernafasan.
Manifestasi Klinik menurut
1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalan, udara dingin, atau infeksi.
2. Sesak nafas dan dispnea.
3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada
mengembang.
4. Hipoksia dan Hiperkapnea.
5. Takipnea.
6. Dispnea yang menetap( Corwin , 2000 : 437 )
4. Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi,
difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari
dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
8

dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema


jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).Komponen-komponen asap
rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediatormediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara
akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan

Neutrophil Chemotactic Factors

dan elastase, yang tidak

diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan

jaringan

(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas


dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi,
dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi
hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

5. Pathway
Asap tembakau / polusi udara
Gangguan kebersihan paru
Peradangan bronkus
Hipoventilasi alveolar
Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah

Bronkitiskronik

Saluran nafas kecil kolap saat ekspirasi

Emfisema

Penyempitan saluran nafas Berkurangnya elastis paru


Saluran nafas kecil

Saluran nafas besar

Saluran nafas menjadi kecil lebih kecil berkelok-kelok


dan beroblitrasi
Hipertrofi
dan hiperplasia kelenjar mukus

Metaplasia sel goblet

Obstruksi jalan nafas


PPOK

Sekresi mukus
meningkat

Kontraksi otot

10

PCO2 & PO2


Meningkat

Sekresi mukus
meningkat

Kontraksi otot

Resistensi
pernafasan

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

PCO2 & PO2


Meningkat
Gangguan
pertukaran
gas

Frekuensi nafas
meningkat
dyspneau

Ketidakefektifan jalan
nafas

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP


- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
-

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1atau APE, perubahan VEP1atau APE
< 20% nilai awal dan < 200 ml
11

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil


2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau
hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung
pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil
pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan
radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya
atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009).
4. Laboratorium darah rutin (Hb, Ht, Leukosit)
5. Analisa gas darah
6. Mikrobiologi sputum (PDPI, 2003)
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
-Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional(KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus,pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
4. Uji coba kortikosteroid
12

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison


atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
-Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan
klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu (GOLD,2009):
Klasifikasi Penyakit
PPOK Ringan

Gejala Klinis
Dengan atau tanpa batuk

Spirometri
VEP1 80% prediksi (nilai

Dengan atau tanpa produksi normal spirometri)


13

sputum

VEP1/KVP < 70%

Sesak nafas derajat sesak 1


PPOK Sedang

sampi derajat sesak 2


Dengan atau tanpa batuk

VEP1/KVP < 70%

Dengan atau tanpa produksi 50% VEP1 < 80%


sputum
PPOK Berat

prediksi

Sesak nafas derajat 3


Sesak nafas derajat sesak 4 VEP1/KVP < 70%
dan 5
Eksaserbasi

PPOK Sangat Berat

30% VEP1 < 50%


lebih

sering prediksi

terjadi
Sesak nafas derajat sesak 4 VEP1/KVP <70%
dan 5 dengan gagal nafas VEP1< 30% prediksi,
kronik
Eksaserbasi

atau
lebih

sering VEP1 < 50% dengan

terjadi
Disertai

gagal napas kronik


komplikasi

kor

pulmonale atau gagal jantung


7. Penatalaksanaan
Tujuan Penatalaksanaan pada PPOK adalah :

Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :


1.
2.
3.
4.
5.

Edukasi
Obat - obatan
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Nutrisi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga


penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi
14

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.
Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat
ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik
rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan
memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
15

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK


ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan

Macam obat dan jenisnya


Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )


Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan


Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen


5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah


Sputum bertambah
Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi


7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
kronik progresif yang ireversibel
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel


Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara

lain berhenti merokok


Segera berobat bila timbul gejala
16

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat


Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi


Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin

17

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka


panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan
VEP1pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,makrolid baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N- asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat oksigen :
18

Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualiti hidup

Macam terapi oksigen :

Pemberian oksigen jangka panjang


Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi


oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan
gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK
eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.Terapi oksigen
pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila
penderita tidur.Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak
napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan
analisis gas darah atau pulse oksimetri. pemberian oksigen harus mencapai
saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen

Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan dirumah sakit di
ruang ICU atau di rumah.
19

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :


ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Penurunan berat badan
Kadar albumin darah
Antropometri
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan
mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)dengan pipa
nasogaster.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas
akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas
kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan
PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas
kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum
bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK
produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini
memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas
tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %,
dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2003).
9. Pencegahan
20

1. Mencegah terjadinya PPOK


- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang

21

BABIII
ASUHAN KEPERAWATAN
1. KASUS
Tn.S 56 Th masuk 3 Maret 2015 Diagnosa PPOK, jenis kelamin Laki-laki
Agama Islam pekerjaan Tani, Pendidikan SD. Alamat Sendang Kulon. Alasan
di rawat Sesak napas Keluhan utama : Sesak dan batuk Riwayat keluhan
utama: riawayat penyakit dahulu: Sesak napas sejak 5tahun yang lalu. Riwayat
penyakit sekarang : Sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien sesak
terus-menerus akhirnya keluarga membawa ke Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo Surabaya. Riwayat kesehatan keluarga tidak ada keluarga yang
menderita penyakit seperti ini. Riwayat kesehatan lain : Pasien pernah
merokok, dan berhenti sejak sakit kurang lebih 5 tahun yang lalu. Observasi
dan Pemeriksaan Fisik CM, GCS : 456, Keadaan umum : lemah Tanda-tanda
vital : S= 37 oC, T= 130/80mmHg, Nadi= 104x/m, RR= 28x/m. Pernafasan
melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak ada
pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih, darah( )
Whezeeng (+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi

urin : 400-

500cc/hari, warna kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan kiri
terpasang infus RL 7 Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan
perawatan yang diberikan bisa sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan
bisa sembuh, persepsi penyakitnya sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien
tidak dapat melakukan sholat di RS. Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359
( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 ( 35-45 ), PO2

: 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25,

Sputum : BTA (-) Therapi. Infus RL : Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ),


Aminophylin 1 amp / 24 jam, - Tarbutalin 4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500
mg, Nebulezer 4x ( Atroven : Agua ) = 1:1, Oksigen
TKTP

22

2 liter / menit Diet

2. PENGKAJIAN
A. Identitas
Nama

: Tn. S

Umur

: 56 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Pendidikan

: SD

Alamat

: Sendang Kulon

Keluhan Utama

: sesak dan batuk

Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas , sejak 2 hari sebelum masuk RS
pasien sesak terus menerus, dan sering batuk. Keadaan umum Compos mentis, GCS
: E4,V5,M6, suhu : 37C, T : 130/80mmHg, N : 104 x/menit, RR: 28x/menit.
Pernafasan melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak
ada pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih, darah( )Whezeeng
(+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi

urin : 400-500cc/hari, warna

kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7
Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan perawatan yang diberikan bisa
sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan bisa sembuh, persepsi penyakitnya
sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien tidak dapat melakukan sholat di RS.
Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359
PO2

( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 ( 35-45 ),

: 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25, Sputum : BTA (-) Therapi. Infus RL :

Dex.5%

1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ), Aminophylin 1 amp / 24 jam, - Tarbutalin

4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500 mg, Nebulezer 4x ( Atroven : Agua ) = 1:1,


Oksigen 2 liter / menit Diet TKTP
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami sesak nafas sejak 5 tahun yang lalu
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti ini
B. Pengkajian Pola Virginia Handerson
1. Pola Pernafasan
23

Sebelum sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak menggunakan alat
bantu pernafasan .
Saat dikaji
: pasien mengeluh sesak nafas dan tampak terpasang O2 kanul (2
liter/ menit)
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk
Saat dikaji
: Saat dirawat di rumah sakit, makan porsi pada menu yang
disajikan di rumah sakit pada tiap kali jadwal makan
3. Kebutuhan Eliminasi
Sebelum sakit : BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK lancar ,
warna jernih kekuningan
Saat dikaji
:BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK lancar ,
warna jernih kekuningan
4. Gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan
Saat dikaji
: Pasien tampak keseimbangannya terganggu karena tidak bisa
bernafas
5. Kebutuhan Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Pasien biasa tidur 8 jam sehari dan bangun pada pukul 05.00
Saat dikaji
: Malam hari kadang terbangun karena sesak nafas dan batuk
6. Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Mandi 2x sehari dan gosok gigi mandiri.
Saat dikaji
: Pasien mandi dengan di seka oleh istrinya pagi dan sore, serta
gosok gigi.
7. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman jika bersama keluarga dan
istrinya
Saat dikaji
: Pasien mengeluh tidak nyaman karena sering sesak nafas dan batuk
8. Kebutuhan berpakaian
Sebelum sakit : Pasien ganti baju 2x sehari dan dapat berpakaian sendiri.
Saat dikaji
: Memakai pakaian dibantu oleh anaknya.
9. Kebutuhan Spiritual
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan ibadah solat 5 waktu
Saat dikaji
: Pasien tidak bisa sholat di RS dan berkeyakinan bahwa
penyakitnya dapat sembuh karena pertolongan Tuhan.
10. Kebutuhan berkomunikasi dan berhubungan
Sebelum sakit : Hubungan pasien dengan keluarga baik biasa berkomunikasi
dengan bahasa jawa.
Saat dikaji
:Pasien mau berkomunikasi dengan perawat dengan ditemani
anaknya
11. Temparatur tubuh
Sebelum sakit : Pasien biasa memakai pakaina tipis jika panas begitu juga
sebaliknya
24

Saat dikaji
: Pasien suhunya normal S : 37 C
12. Kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : Pasien adalah seorang petani
Saat dikaji
: Pasien hanya berbaring ditempat tidur.
13. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Sebelum sakit : Pasien tidak biasa bermaian ataupun rekreasi
Saat dikaji
: Pasien tidak bisa pergi kemana - mana, hanya tetangganya
sering menjenguk di RS untuk menghibur.
14. Kebutuhan Belajar
Sebelum Sakit : Pasien tidak tahu tentang penyakit PPOK yang dideritanya
Saat dikaji
: Pasien sudah tahu tentang penyakit yang dideritanya karena
penjelasan perawat.
C.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : compos mentis,TD 130/80mmHg, RR 28x/menit, suhu 37 C, N :
104x/menit
2. Kepala
a. Kepala
b. Rambut
c. Mata
d.
e.
f.
g.

: mesosephal
: hitam, tidak mudah dicabut,
: Bulu mata tidak mudah dicabut, sklera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis, palpebra dekstra udem dan spasme, oedem pada kornea dekstra.
Hidung
: tampak terpasang kanul O2 (2L/menit)
Telinga
: Besih, tidak ada serumen, reflek suara baik.
Mulut
: Gigi kekuningan, lengkap, tidak ada stomatitis.
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada pembengkakan

pada trakhea
h. Ektremitas : tidak ada oedem pada kedua ekstremitas atas dan bawah.
Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7 ttes/menit
3. Dada
a. Paru
1) Inspeksi
Bentuk dada simetris
Tampak RR 28x/menit
2) Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada paru
Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi
Hipersonor
4) Auskultasi
Suara nafas wheezing dan kadang terdengar ronchi
D.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
AGD
25

a)
b)
c)
d)

PH = 7,359 (7,35-7,45)
PCO2 = 46,0 (35-45)
PO2 = 115,0 (80-104)
HCO3 = 25
Sputum BTA ( - )

2. Terapi
a) Terapi infus : RL Dextro 5 % 1:1/24 jam (7 tetes/menit)
b) Terapi injeksi :
Aminiphylin 1 amp/24 jam
Tarbulatin 4x0,025mg
Ciproflaxosin 2x 500 mg
c) Terapi Oksigen
Nebulizer 4x (atroven : agua) = 1:1 ,O2 2L/menit
d) Diet TKTP
E.Analisa Data
NO
DATA FOKUS
1. DS : Pasien mengatakan sesak nafas

ETIOLOGI
Hiperventilasi

PROBLEM
Ketidak efektifan

sejak 5 tahun yang lalu.

pola nafas

DO: ps. Tampak sesak nafas/dispneu


,tampak menggunakan alat bantu
pernafasan kanul O2 , RR: 28 x/m,
2.

wheezing(+), Ronchi(+)
DS: ps. Mengatakan sering batuk

3.

DO: p stampak batuk , batuk tampak

Adanya mukus

Bersihan jalan

ada lendir putih

nafas tidak efektif

DS : pasien mengatakan kesulitan nafas


DO: PCO: 46 ,PO2 : 115

Gangguan
Ventilasi perfusi

pertukaran gas

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus
3) Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi

4. INTERVENSI
NO DX
1.

DIAGNOSA

NOC

NIC

Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Management


pola nafas bd keperawatan
hiperventilasi

masalah

2x24

jam

ketidakefektifan
26

1. Posisikan
untuk

pasien

(00032)

pola nafas teratasi

memaksimalkan

Kriteria :

ventilasi

1. RR normal 16-24

2. Lakukanfisioterapi

2. Adanya kesimetrisan

dada jikaperlu

ekspansi dada

3. Keluarkan

3. Tidak menggunakan otot

sekret

dengan batuk atau

nafas tambahan

suction

4. Tidak ada pernafasan

4. Auskultasi

suara

cuping hidung saat

nafas, catat adanya

beraktifitas

suara tambahan

5. Tidak ada nafas pendek

5. Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkankese
imbangan.
6. Monitor

respirasi

dan status O2
7. Berikanbronkodilato
r

bila

perlu

(amonophilin

amp/24 jam)
2

Bersihan

jalan Setelah dilakukan tindakan Airway Management

nafas

tidak keperawatan

efektif
adanya mukus

2x24

jam Intervensi :

bd masalah bersihan jalan nafas 1.

Posisikan pasien

tidak efektif dapat teratasi

untuk

Kriteria :

memaksimalkan

1. RR normal

ventilasi

2. Tidak ada kecemasan


3.Mampu

2.

membersihkan

Lakukan
fisioterapi dada jika

secret

perlu

4. Tidak ada hambatan dalam 3.


jalan nafas

Berikan minum
hangat kepada pasien

5. Tidak ada batuk

4.

Ajarkan batuk
efektif

27

5.

Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan

Gangguan
pertukaran
bd
perfusi

Setelah dilakukan tindakan Monitoring pernafasan :


gas keperawtan

2x24

ventilasi masalah

jam 1. Monitor

gangguan

pertukaran gas teratasi


Kriteria :
Status pernafasan: pertukaran
gas
1. Kemudahan bernafas

rata-rata,

ritme, kedalaman, dan


usaha pernafasan
2. Monitor pola nafas
:bradipnea, takipnea,
3. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
4. Perkusi

2. tidak ada sesak nafas

anteriordan

dalam istirahat

dari

3. tidak ada sesak nafas saat


beraktivitas
4.Tidak ada kelelahan
5.Tidak ada sianosis
6.PaCO2 DBN (35-45)
7.PaO2 DBN (80-104)

dada
posterior

apeks

sampai

bawah
5. Auskultasi

suara

pernafasan, catat area


yang

mengalami

penurunan
dan

ventilasi

adanya

tambahan
6. Monitor

suara
adanya

dispnea dan kejadian


yang

meningkatkan

dan

memperburuk

keadaan pasien
7. tidur
menyamping
untuk
aspirasi

28

mencegah

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Proses penuaan menyebabkan
beberapa perubahan struktural dan fungsional pada toraks dan paru-paru. Pada lansia
ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapilerkapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena
kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan. Perubahan
anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap perubahan fungsi
pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia, dan menurunnya refleks batuk dan
muntah, mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan pada sistem
pulmonal.
Implikasi klinis dari perubahan pada sistem respirasi dapat menyebabkan
perubahan struktural, perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan fungsi imun
mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi,
kanker paru, emboli pulmunal, dan penyakit kronis seperti asma, dan penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK), pneumonia, tuberculosis, dll.
B. Saran
Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan makalah
selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:
1) Mahasiswa
Mudah-mudahan makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang
gangguan sistem pernapasan apasaja yang bisa terjadi pada lansia dan
bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
sistem pernapasan.
2) Dosen pembimbing
Dan kepada bapak/ibu dosen pembimbing mata kuliah ini kiranya dapat
memberikan masukan, kritik dan saran guna melengkapi pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R, Siti. Dkk.2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
29

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.
Tamher, S dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Suyono, Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Dianec, Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Brown,Sandra Clark.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC).US : ELSEVIER
Tim PDPI.2003.PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.http// :jurnal
PPOK- Perhimpunan- Dokter -Paru Indonesia.com diakses pada hari
kamis,12/3/2015

30

Você também pode gostar