Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKIZOPHRENIA
DISUSUN OLEH
AMITA SHINDU KUSUMA
INTAN CANTIKA
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat allahSWT yang telah memberikan
petunjukNya, akhirnya dengan ini kami menyelesaikan proposal penyuluhan tentang
skizophrenia sesuai pada waktu yang telah ditentukan. Proposal penyuluhan yang telah kita
susun ini dikerjakan penulis, serta tambahan masukan dan bantuan dari rekan rekan dan dosen
pembimbing sehingga kami mendapat banyak inspirasi dan tambahan wawasan.
Tujuan disusunnya proposal penyuluhan ini adalah sebagai dasar kewajiban dari suatu
proses kegiatan yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktiknya
sebagai proses pembelajaran secara kolaboratif dalam diskusi pleno, sehingga kami dapat
melihat, mengetahui, menerima dan menyerap materi dalam diskusi kelompok secara baik dan
sistematis.
Penyusunan proposal penyuluhan ini dimasukan sebagai syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik stase Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
Melalui laporan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Direktur Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, yang sudah memberi kesempatan kepada
2.
3.
II.
IDENTITAS
Topik
Sub Topik
Hari/Tanggal
Waktu
Sasaran
Tempat
: SKIZOPHRENIA
: Mengenali apa itu SKIZOPHRENIA
: Februari 2015
: Jam 09.00 10.00
: Pasien dan keluarga pasien yang berkunjung ke poliklinik
: Ruang tunggu poliklinik
III.
IV.
MATERI (terlampir)
V.
MEDIA
1.
2.
3.
4.
VI.
Laptop
LCD
Microphone
Leaflet
METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
KEGIATAN PENYULUHAN
No.
Kegiatan
Penyuluhan
Audience
Waktu
1.
Pembukaan
2.
Isi
- Mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri
- Pengertian NAPZA
Menjawab salam
Memperhatikan
Menyampaikan
pengetahuan
Mendengarkan dan
3.
Penutup
yang mempengaruhi
Klasifikasi
SKIZOPHRENIA
Penyebab
SKIZOPHRENIA
Penatalaksanaan
SKIZOPHRENIA
Menyimpulkan materi
Memberikan kesempatan
Mendengarkan dan
memperhatikan
Aktif mengajukan
pertanyaan
Menjawab salam
bertanya
Menutup dan
5 menit
45 menit
memperhatikan
penyampaian materi.
10 menit
mengucapkan salam
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ., ( )
DAFTAR ISI
.. ( )
()
... ( )
( )
II.3. PENATALAKSANAAN ( )
BAB III. PENUTUP
.. ( )
DAFTAR PUSTAKA
. ( )
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia secara harfiah bukan berarti jiwa yang terpisah (schizein = terpisah;
phrenia = jiwa), tetapi orang dengan skizofrenia dapat melihat dunia dengan cara yang
berbeda dari orang di sekitar mereka. Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai
gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil
Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu
istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah
skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk
menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien
yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia
yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk
dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering
terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok
sosial ekonomi rendah.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk
merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan
diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg
menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun
orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran.
Mereka bisa mendengar/melihat/menghidu (mencium bau)/merasakan hal yang
tidak dialami oleh orang lain (halusinasi), misalnya mendengar suara (yang cenderung
menjadi halusinasi yang paling umum). Mereka mungkin memiliki keyakinan yang tak
tergoyahkan dalam hal yang tidak benar (delusi), misalnya bahwa orang membaca pikiran
mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana menyakiti mereka. Ketika dunia
mereka kadang-kadang tampak menyimpang akibat halusinasi dan delusi, orang dengan
skizofrenia dapat merasa takut, cemas dan bingung. Mereka bisa menjadi begitu kacau
sehingga mereka dapat merasa takut sendiri dan juga dapat membuat orang di sekitar
mereka takut.
Di masa lalu, ada pandangan yang diperdebatkan tentang skizofrenia, dimana
orang dipandang sebagai si 'sakit' atau si 'sehat'. Namun, baru-baru ini pandangan telah
bergeser ke konsep spektrum 'kesehatan' dari sakit akut, melalui berbagai tingkat dalam
fungsi sampai 'sehat'. Ini berarti bahwa pasien dengan skizofrenia dapat mengalami
perbaikan, dalam hal belajar untuk mengatasi gangguan, dan mencapai atau mendapatkan
kembali tingkat fungsi sehari-hari yang sesuai untuk mereka sebagai individu. Ada
berbagai hal yang dapat membantu proses ini, dan pemulihan mereka akan bervariasi dari
individu ke individu.
Terapi memainkan peranan penting pada sebagian besar orang dengan skizofrenia.
Selain terapi dengan obat, pembelajaran mengenai bagaimana menghadapi skizofrenia
melalui terapi wicara juga dapat membantu dan kelompok pendukung merupakan sumber
informasi berharga yang berguna.
Bagi sebagian orang, lukisan, puisi atau seni kreatif lainnya adalah alat
fundamental untuk membantu mereka mendapatkan kembali keseimbangan dalam hidup
mereka. Beberapa orang lain menganggap bahwa olahraga dan tetap bugar sangat penting
untuk menjaga perasaan sejahtera mereka. Bagi banyak orang, kombinasi obat dengan
pendekatan lain memungkinkan mereka untuk memulai proses perbaikan dan supaya
tetap sehat.
Orang dengan skizofrenia dapat mengalami gangguan yang cukup besar dalam
kehidupan mereka. Keluarga dan teman juga bisa sangat terpengaruh akibat penderitaan
melihat efek dari kondisi dan permasalahan dalam mendukung pasien. Hal ini bisa jadi
masalah yang pelik bagi anggota keluarga, khususnya ketika mereka mengingat
bagaimana seseorang itu sebelum mereka menjadi sakit.
Meskipun skizofrenia dapat menyusahkan dan menakutkan, itu tidak berarti
bahwa orang dengan penyakit ini tidak dapat memiliki kualitas hidup yang baik dan
mungkin untuk dipekerjakan. Sama seperti orang lain yang memiliki penyakit jangka
panjang atau berulang, orang dengan skizofrenia dapat belajar untuk mengelola kondisi
mereka dan melanjutkan kehidupan mereka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia
dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan
gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu
dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar
dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari
sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu
hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan
Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16
sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap
pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara
anggota keluarga sedarah.
III. ETIOLOGI
1. Model Diatesis-stres
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis
(missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis
selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat,
stress psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan
mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan
1%
8%
12%
12%
40%
47 %
4. Faktor Psikososial
4.1 Teori Tentang Individu Pasien
a. Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika
neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan
konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect)
memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi
ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego
belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang burukturut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang
skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap
frustasi dan konflik dengan orang lain.
pasien
skizofrenia-sebagaimana
orang
yang
mengalami
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler,
yaitu primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai
diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya
maksudnya tani tetapi dikatakan sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila
dimaksudkan berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran
sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu
waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan
pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini
dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah
inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan halhal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau
tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau
mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulanbulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok
gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder
sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes
atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan
sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadangkadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita
mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara.
Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita
dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa
lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadangkadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi;
umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok
piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa
yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan
lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana
ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata
yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau
pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre.
Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan
tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermainmain dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa
dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia
melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan
cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham
dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik,
waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada
keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara
manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan
(taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada
orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering
pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat
maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang
berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi
tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a)
Thought echo
Thought insertion or withdrawal
Thought broadcasting
(b)
Delusion of control
Delusion of influence
Delusion of passivity
Delusional perception
(c)
Halusinasi auditorik
(d)
(e)
Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d)
(e)
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f)
(g)
(h)
prodromal).
- Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
VI.
KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
- Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia : halusinasi dan atau waham harus
menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lainlain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien
skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama
penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya.
Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
- Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
- Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
-
6.
Skizofrenia Residual
- Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative
tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus
menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala
aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan
emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan
pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika
waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
- Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari :
- gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,
tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
-
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat
terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien
harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi
pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang
sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan
diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal.
Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau
gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk
secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan
pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia,
panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang
menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas
(free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien,
mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan.
Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap
pengobatan.
VII.
DIAGNOSIS BANDING
diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan
skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk
mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama
(durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan.
Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala
berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang
tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama
skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia
lainnya atau suatu gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala
primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus
menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya
membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian
dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia,
mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup
pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.
VIII.
PERJALANAN PENYAKIT
PROGNOSIS
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10
tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya
kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50%
pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit
yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri.
Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu
memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan
dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60%
dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia
mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien
terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara
bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.
Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:
1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.
2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.
Prognosis Baik
- Onset lambat
-
Prognosis Buruk
- Onset muda
jelas
Onset akut
Riwayat
pekerjaan
pekerjaan
depresif)
Gejala negative
Menikah
Riwayat
gangguan mood
Sistem
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
gangguan
dan
social
keluarga
pendukung
yang baik
-
Gejala positif
II.10
PENATALAKSANAAN
pada reseptor serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada reseptor dopamine tipe 2 ( d2 ).
Risperidone menjadi obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena
kemungkinan obat ini adalah lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor
dopaminergik yang tipikal.
3. Clozapine
Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum
diketahui secara pasti. Clozapine adalah suatu antagonis lemah terhadap reseptor D 2
tetapi merupakan antagonis yang kuat terhadap reseptor D 4 dan mempunyai aktivitas
antagonistic pada reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek
samping yang mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks darah.
Obat ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada pasien dengan tardive dyskinesia
karena data yang tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak disertai dengan
perkembangan atau eksaserbasi gangguan tersebut.
Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus
digunakan lagi.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis
yang adekuat.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang
diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan
untuk mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.
Pemeriksaan Awal
Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup
singkat. Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali clozapine, tanpa melakukan
pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan biasa harus
didapatkan hitung darah lengkap dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG
khususnya pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih
dari 30 tahun.
Kontraindikasi Utama Antipsikotik:
BAB III
KESIMPULAN
1. Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui)
dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
1. Psikopatologi skizofrenia:
- Faktor Ditesis-stress
- Neurobiologi
- Genetika
- Faktor Psikososial
1. Klasifikasi skizofrenia:
- Skizofrenia paranoid
- Skizofrenia hebefrenik
- Skizofrenia katatonik
- Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
- Depresi pasca skizofrenia
- Skizofrenia residual
- Skizofrenia simpleks
- Skizofrenia lainnya
- Skizofrenia YTT
1. Diagnosis Skizofrenia:
- Gejala karakteristik : dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan
berhasil) waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau
katatonik yang jelas, gejala negative
- Sosial / Pekerjaan : untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan , satu atau
lebih fungsi utama seperti pekerjaan, disfungsi hubungan interpersonal, atau perawatan
diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset.
- Durasi :tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan, termaksud
sekurangnya satu bulan gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan & Sadock: Skizofrenia dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit Bina
Rupa Aksara, Jakarta, 1997, halaman 685-729.
2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi
3,Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002, hal 46-51.
3. W.F. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Airlangga,1980, hal:215-35
4. Maslim. R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3, Penerbit
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001, hal 14-23.
5. Hawari, Dadang:Skizofrenia dalam Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa, Penerbit
FKUI, Jakarta, 2003.
6. http://www.schizophrenia.com
7. http://www.e-psikologi.com
8. http://www.savalintar.com
9. http://www.idionline.org/infoidi10. http://www.medicastore.com/cybermed