Você está na página 1de 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang berasal
dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring.Hal ini sering ditemukan sehari-hari
dan merupakan masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat berhenti
sendiri.Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah anteroinferior
septum nasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari bagian posterior
rongga hidung dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu
kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan pemeriksaan fisik
bersamaan dengan persiapan untuk menanggulangi epistaksis.Setelah perdarahan
berhenti, lakukan evaluasi sistemik untuk menentukan penyebab.Pada tahap ini,
mungkin diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap, evaluasi
labortaorium, pemeriksaan sinar-X rutin dan bahkan angiografi.
Insiden atau Angka kejadian di US adalah 1 diantara 7 orang. Dalam kepustakaan
lain dituliskan bahwa 11% orang Amerika mengalami epistaksis dalam sepanjang
hidup mereka. Tidak ada predileksi yang tepat pada jenis kelamin.Kematian sering
disebabkan

oleh

komplikasi

akibat

hipovolemik

pada

epistaksis

yang

berat/profuse.Peningkatan morbiditas berhubungan dengan aplikasi nasal (nasal


packing). Tampon posterior dapat berpotensial menyebabkan kelainan pada jalan napas
dan memicu terjadinya serangan jantung pada orang tua. Pemasangan tampon ini juga
dapat menjadi sumber infeksi. Epistaksis lebih sering dijumpai pada umur 2-10 tahun
dan 50-80 tahun.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat merumuskan apa saja yang akan dibahas dalam
makalah ini, yaitu :
1. Apa itu epistaksis?
2. Apa dan Bagaimana etiologipada epistaksis?
3. Apa dan Bagaimana klasifikasi pada epistaksis?
4. Apa dan Bagaimana patofisiologi pada epistaksis?
5. Apa dan bagaimana manisfestasi klinis pada epistaksis?
6. Apa dan Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada epistaksis?
7. Apa dan bagaimana komplikasi pada epistaksis?
8. Apa dan Bagaimana penatalaksanaan pada epistaksis?
9. Apa dan Bagaimana asuhan keperawatan pada epistaksis?

C.

Tujuan
2

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, tujuan penulisan makalah


iniadalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami epistaksis.
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi pada epistaksis.
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi pada epistaksis.
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi pada epistaksis.
5. Untuk mengetahui dan memahami manisfestasi klinis pada epistaksis.
6. Untuk mengetahui dan memahamipemeriksaan diagnostik pada epistaksis.
7. Untuk mengetahui dan memahamikomplikasi pada epistaksis.
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada epistaksis.
9. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada epistaksis.

D. Manfaat
1. Bagi dosen :
3

Untuk bahan ajar kepada mahasiswa.


2. Bagi mahasiswa:
Mampu menjelaskan mengenai apa itu epistaksis. Dimulai dari etiologi, klasifikasi,
patofisiologi,

manifestasi

klinis,

jenis

pemeriksaan

diagnostik,

penatalaksanaan, dan juga hingga pada pemberian asuhan keperawatan.

komplikasi,

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui
lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena
kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena
hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya.
Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan
sampai yang berat.
Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis
dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai
dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di
hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. Epistaksis bukan suatu
penyakit melainkan gejala suatu kelainan.

B. Etiologi
Secara umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu lokal dan sistemik, adalah sebagai
berikut:
1. Lokal

Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga,
(seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada
gambar di halaman ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada
mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke
hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan
infeksi(rinitis dan sinusitis).

2. sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang
sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit
demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun
trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
a. Trauma
Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya mengeluarkan
ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang hebat seperti
terpukul, jatuh atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh iritasi gas
yang merangsang, benda asing di hidung dan trauma pada pembedahan.
b. Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga dapat
menyebabkan perdarahan hidung.
c. Neoplasma
Hemangioma dan karsinoma adalah yang paling sering menimbulkan gejala
epitaksis.
d. Kongenital
Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah telengiaktasis
hemoragik herediter.
e. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi dan kelainan pada pembuluh darah di hidung seperti arteriosklerosis,
sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan terjadinya epitaksis karena
pecahnya pembuluh darah.

C. Klasifikasi
Sumber perdarahan dapat berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
Adalah sebagai berikut:
7

1. Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)


Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka
disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan
merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak,
karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung,
baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar
lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang
atau tengadah.
a. Lokasi tempat perdarahan ( Epistaksis Anterior) :
1)

Mengorek-ngorek hidung

2)

Terlalu lama menghirup udara kering

3)

Ruangan berAC

4)

Terlalu lama terpapar sinar matahari

5)

Pilek atau sinusitis

6)

Membuang ingus terlalu kuat


7) Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat
berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu
tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.
b. Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi
8

darijantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan.


Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung,
tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan
mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal
napas dan kematian.
2) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah
tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan
jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita
diminta untuk bernapas lewat mulut.
3) Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin
membantumengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sedikitnya dalam 3 jam.
5) Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya
dibawake rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon
(kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi.
Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi
tunduk sedikit kedepan.
2. Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada
pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi,
tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang
dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang
mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.Karena terletak di
belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke
9

lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa
kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
a. Hipertensi
b. Demam berdarah
c. Tumor ganas hidung atau nasofaring
d. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
e. Kekurangan vitamin C dan K.
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu,
penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.Biasanya petugas medis
melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat
lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar
melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon.
Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut
tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian
diharapkan perdarahan berhenti.Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin
akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah
operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian
mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.

D. Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri
karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui
percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris.Arteri labialis superior merupakan
10

salah satu cabang terminal dari arteri fasialis.Arteri ini memberikan vaskularisasi ke
nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris
interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan :
a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina,
pterygoid canal dan a. pharyngeal.
Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai
dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di
foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.Arteri karotis interna
memberikan vaskularisasi ke hidung.Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita melalui
fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan.Arteri etmoidalis
anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior.Arteri etmoidalis
posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi
2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan
memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis,
masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan
septum.Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum
kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis
anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area.Bagian septum nasi
anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini
menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada
pembuluh darah tersebut.Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti
menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya
trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan.Hal ini
terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami
inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

E. Manisfestasi Klinis
11

Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang
bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang
dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak
cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang
hidung.
1. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior.
Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya
dapat sembuh sendiri.
2. Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan
adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.

F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang.Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk
memperkuat diagnosis epistaksis.
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
2. Fungsi hemostatis
3. EKG
4. Tes fungsi hati dan ginjal
5. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring
12

6. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita epistaksis adalah sebagai berikut:
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
Kerusakan jaringan hidung infeksi
Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumoni
Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum,

tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )


9. Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis,
infark miokard.
10. Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat
terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan
infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan
kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan
masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya
sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat
melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan,
vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris
(yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.

H. Penatalaksanaan

13

Prinsip dari penatalaksaan epistaksis yang pertama adalah menjaga prinsip ABC,
adalah sebagai berikut:
1. Prinsip A (Airway)
Pastikan jalan napas tidak tersumbat atau bebas, posisikan duduk menunduk.
2. Prinsip B (Breathing)
Pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang
mengalir ke belakang tenggorokan.
3. Prinsip C (Circulation)
Pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan
pasang jalur infuse intravena, apabila terdapat gangguan sirkulasi posisikan pasien
untuk duduk merunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring
posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki
dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu
sendiri.
Prinsip lainnya dalam penatalaksanaan epistaksis adalah sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon
jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu
darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka
pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien
dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari
bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi
dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung
untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 35 menit.
2. Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat
10% atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat

14

digunakan tampon anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin +


vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.
3. Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan
menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan
dapat digunakan tampon Beelloqk.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat Penyakit sekarang
c. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
2) Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
3) Pernah menedrita sakit gigi geraham
e. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
Riwayat spikososial
1) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
f.

memperhatikan efek samping


2) Pola nutrisi dan metabolism
biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
3) Pola istirahat dan tidur
selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
4) Pola Persepsi dan konsep diri
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
5) Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
h. Pemeriksaan fisik
15

1) status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran


2) Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
i. Data subyektif
Mengeluh badan lemah
j. Data Obyektif
1) Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
2) Gelisah
3) Penurunan tekanan darah
4) Peningkatan denyut nadi
5) Anemia

2.

Diagnosa Keperawatan
a. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa
hidung yang rapuh.
b. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
c. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
d. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun
pengeringan mukosa hidung.

16

3.

Perencanaan Keperawatan
DX : Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa
hidung yang rapuh.
a. Tujuan : meminimalkan perdarahan
b.

Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis

c. Intervensi
1) Monitor keadaan umum pasien
2) Monitor tanda vital
3) Monitor jumlah perdarahan psien
4) Awasi jika terjadi anemia
5) Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan
perdarahan: pemberian transfusi, medikasi.

DX :Bersihan Jalan Nafas tidak efektif


a. Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
b. Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak
menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
c. Intervensi

17

1) Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada


R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan
wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
2) Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif
R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial.
3) Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi
R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
R/ mencegah obstruksi/aspirasi.

5) Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali


kontraindikasi.
R/ Membantu pengenceran sekret.
6) Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator.
R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu
memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.

DX :Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.


18

a. Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang


b. Kriteria :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
c. Intervensi
1) Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ menentukan tindakan selanjutnya.
2) Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien.
R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
3) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya
perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah
dimengerti.
R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
4) Minimalisir stimulasi yang berlebihan
R/

dengan

menghilangkan

stimulus

yang

meningkatkan ketenangan klien.


5) Observasi tanda-tanda vital.
R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.

19

mencemaskan

akan

DX

: Nyeri

akut

berhubungan

dengan

infeksi

saluran

nafas

atas

maupunpengeringan mukosa hidung.


a.Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil :
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
Klien tidak menyeringai kesakitan.
c.

Intervensi
1.

Kaji tingkat nyeri klien.


R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan
selanjutnya.

2. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.


R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam
perawatan untuk mengurangi nyeri.
3. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
4. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien.
R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
5.

Kolaborasi dngan tim medis.


20

R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien.

BAB III
SIMPULAN
A. SIMPULAN
Epistaksis (perdarahan dari hidung) dapat berupa perdarahan anterior dan
perdarahan posterior yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan
sistemik).Bisa ringan sampai berat yang berakibat fatal.
Perdarahan bisa berhenti sendiri sampai harus segera ditolong. Pada epistaksis
berat harus ditolong di rumah sakit oleh dokter. Tindakan yang dilakukan pada
epistaksis adalah dengan:
a) Memencet hidung
b) Memasangan tampon anterior dan posterior
c) Kauterisasi
d) Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

21

Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi


umum.Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu
pada usia <10 >50 tahun.

22

Você também pode gostar