Você está na página 1de 78

ASKEP FRAKTUR

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan
mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak
nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh
emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan
pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan
kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika
Serikat sekitar 25 juta orang pertahun.
Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang bedah RSUP. H. Adam Malik Medan
diperoleh data bahwa, pada bulan Maret 2010 terdapat 8 kasus yang mengalami fraktur. Fraktur
femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah pasien dengan
keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur. Informasi yang didapat peneliti
dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien diberikan
obat analgetik saja dan tidak pernah diberi kompres dingin oleh perawat untuk mengatasi nyeri
yang dirasakan pasien tersebut. Kompres dingin merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri
perawat yang perlu dipertimbangkan terutama pada pasien yang mengalami nyeri fraktur
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering
terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset
dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.Selain macet, juga terasa nyeri.Sebuah sendi
yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
B. Tujuan Penelitian
a) Tujuan Umum
sebagai pemenuhan tugas Sistemmuskuloskeletal fraktur dan dislokasidan untuk
mengidentifikasi efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur
dan dislokasi.

b) Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah
intervensi kompres dingin pada kelompok intervensi
b. Mengidentifikasi perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur dan dislokasi antara sebelum dan
sesudah intervensi
C. Manfaat
a.

Dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam memberi praktek pelayanan
keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami nyeri fraktur dan dislokasi,

b. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan
keperawatan berupa intervensi keperawatan di Rumah Sakit dalam perawatan nyeri pasien
fraktur dan dislokasi.
c.

Dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan berharga bagi peneliti, sehingga dapat
menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu
juga menyediakan informasi awal untuk penelitian keperawatan sejenis, khususnya untuk pasien
yang mengalami nyeri fraktur dan dislokasi.
BAB ii
pembahasan

A. KONSEP DASAR TEORI FRAKTUR


1. Definisi
a. Fraktur
Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. (Mansjoer, Arif, 2000).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan
dalam buku Luckman and Sorensens Medical Surgical Nursing.
Anatomi Dan Fisiologi
a.
Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih
punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang
kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks
sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat
yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian.

b.

1)
2)
3)
4)
5)
a.

b.

c.

d.

I.
II.
III.

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast
yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap
kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra
seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat,
mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen,
dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.
(Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis,
tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat
menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Diafisis adalah bagian utama dari
tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar
dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan
tulang selama masa pertumbuhan. (Black, J.M, et al, 1993)
Fungsi Tulang
Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
Tempat mlekatnya otot.
Melindungi organ penting.
Tempat pembuatan sel darah.
Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
Jenis Fraktur:
Menurut jumlah garis fraktur :
Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
Menurut luas garis fraktur :
Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
Menurut bentuk fragmen :
Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
Luka besar sampai 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

2. Etiologi

a.
b.

c.

Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Oswari E,
1993)

3. Patofisiologi

a.
1)
2)

b.

1)

2)

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. (Carpnito, Lynda Juall, 2000).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 2000 )
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel

3)

4)

5)

c.
1)

yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam
setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi
sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang
imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin
perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang
yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
Komplikasi fraktur
Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar
seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus

fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke
tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan
yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993)

4. Gambaran Klinis:
Tanda-tanda klasik fraktur:
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.

5. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada
tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D,
1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo,
Soelarto, 1995)

6. Dampak Masalah

a
1)

2)

3)

4)

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi
merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur
hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.
Terhadap Klien
Bio
Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma,
peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan
asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi
Psiko
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan
gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari
hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya
terjadi kecacatan pada dirinya.
Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus
menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan
ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik
dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan
ketidakmampuannya.
Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena
fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan
atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran
perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga
harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah
beban bagi keluarga.
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa
timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien.
Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan

a.
1)
a)

b)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
c)

d)

e)

f)

g)
(1)

arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
Pengumpulan Data
Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala
nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D,
1995).
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)
(7)

(8)

(9)

(10)

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna
D,1995).
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 2000).
Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan
pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
(Ignatavicius, Donna D, 2000).
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan
total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1)Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya
akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2)Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j) Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
(k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral
(posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua
arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar
dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus
dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan
masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data
sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial.
Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan

menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah


kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)

3. Perencanaan
No
1.

Dx.Keperawatan &
Rencana Tindakan
Kriteria Hasil
Nyeri akut
1. Tinggikan posisi
ekstremitas yang
mengalami fraktur

Rasional

1. Meningkatkan aliran
balik vena,
mengurangi edema/
nyeri.
2. Lakukan dan awasi latihan 2. Mempertahankan
gerak pasif/aktif sesuai
kekuat-an otot dan
keadaan klien
meningkatkan
sirkulasi vaskuler.
3. Lakukan tindakan untuk 3. Meningkatkan
meningkatkan kenyamanan sirkulasi umum,
(masase, perubahan posisi)
menurunkan area
tekanan lokal dan
kelelahan otot.
4. Ajarkan penggunaan teknik 4. Mengalihkan
manajemen nyeri (latihan
perhatian terhadap
napas dalam, imajinasi
nyeri, meningkatkan
visual, aktivitas dipersional) kontrol terhadap nyeri
yang mungkin
berlangsung lama.
5. Lakukan kompres dingin

5. Menurunkan edema

selama fase akut (24-48 jam


pertama) sesuai keperluan.

dan mengurangi rasa


nyeri.

6. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi.

6. Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri baik
secara sentral maupun
perifer.
7. Evaluasi keluhan nyeri
7. Menilai
(skala, petunjuk verbal dan
perkembangan
non verval, perubahan
masalah klien.
tanda-tanda vital)

1. Pertahankan tirah baring


dan imobilisasi sesuai
indikasi.
Risiko cedera
2.

1. Meminimalkan
rangsang nyeri akibat
gesekan antara
fragmen tulang dengan
2. Rawat luka setiap hari atau jaringan lunak di
setiap kali bila pembalut
sekitarnya.
basah atau kotor.
2. Mempercepat
penyembuh-an luka
dan mencegah infeksi
3. Bila terpasang bebat,
lokal/sistemik.
sokong fraktur dengan
3. Mencegah perubahan
bantal atau gulungan
posisi dengan tetap
selimut untuk
mempertahankan
mempertahankan posisi
kenyamanan dan
yang netral.
keamanan.
4. Evaluasi pembebat terhadap4. Bila fase edema telah
resolusi edema.
lewat, kemungkinan
bebat menjadi longgar
dapat terjadi.
5. Skeletal traksi
menghasil-kan efek
5. Kolaborasi pemasangan
fiksasi yang lebih
skeletal traksi.
stabil sehingga dapat
meminimalkan resiko
perluasan cedera.

6. Antibiotik bersifat
bakteriosida/baktiostatika
untuk membunuh /
6. Kolaborasi pemberian obat menghambat
antibiotika.
perkembangan kuman.
7. Menilai
perkembangan
masalah klien.

3.

Gangguan mobilitas
fisik

7. Evaluasi tanda/gejala
perluasan cedera jaringan 1. Memfokuskan
(peradangan lokal/sistemik, perhatian,
seperti peningkatan nyeri,
meningkatkan rasa
edema, demam)
kontrol diri/harga diri,
membantu
menurunkan isolasi
1. Pertahankan pelaksanaan
sosial.
akti-vitas rekreasi terapeutik 2. Meningkatkan
(radio, koran, kunjungan
sirkulasi darah
teman/ keluarga) sesuai
muskuloskeletal,
keadaan klien.
mempertahankan
tonus otot,
mempertahakan ge-rak
sendi, mencegah kon2. Bantu latihan rentang gerak traktur/atrofi dan
pasif aktif pada ekstremitas mence-gah reabsorbsi
yang sakit maupun yang
kalsium karena
sehat sesuai keadaan klien.
imobilisasi.
3. Meningkatkan
kemandiri-an klien
dalam perawatan diri
sesuai kondisi
keterbatasan klien.
4. Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan (dekubitus,
atelektasis,
3. Bantu dan dorong
penumonia)
perawatan diri
5. Mempertahankan
(kebersihan/makan/eliminas hidrasi adekuat, meni) se- suai keadaan klien.
cegah komplikasi
urinarius dan
konstipasi.

6. Kalori dan protein


4. Ubah posisi secara periodik yang cukup diperlukan
sesuai keadaan klien.
untuk proses
penyembuhan dan
mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.
7. Kerjasama dengan
fisio-terapis perlu
5. Dorong/pertahankan asupan untuk me-nyusun
ca-iran 2000-3000 ml/hari.
program aktivitas fisik
secara individual.
8. Menilai
perkembangan
masalah klien.
6. Berikan diet TKTP.

7. Kolaborasi pelaksanaan
fisio-terapi sesuai indikasi.
8. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition,
W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.
Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder
Company, 1995.
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.
Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.

I. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2002).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka
adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi
(Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan
langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi
tersebut (FKUI, 1995:553).
II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium
atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
luka kurang dari 1 cm
kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
Laserasi lebih dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta
kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari
posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah

1) Garis patah melintang


2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen
(Smeltzer, 2001:2357).
IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 5 hari setelah injury
Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan
osteoblast.
3. Fase formasi callus
Terjadi 6 10 harisetelah injuri
Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang
menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas
osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsungMengetahui tempat dan type frakturBiasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera
hati (Doenges, 1999 : 76 ).
VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual
dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang- terusan penjajaran insisi pembedahan,
seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates
batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)Eksternal FiksasiInternal FiksasiPemilihan Fraksi3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasiImunisasi tetanusTerapi antibiotic prophylacticImmobilisasi (Smeltzer, 2001).MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh

(Boedihartono, 1994 : 10).


Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis
vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial,
hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa
pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol
(risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga
potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006)
meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan
oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture
Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat
adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ;
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat
di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang
Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas seharihari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.


R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara
tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang
tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar
tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : penampilan yang seimbang..
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.


R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi,
kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil : melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa
tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.
IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth,
Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar
jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ
tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh
dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh
trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :


a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan
: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis
: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Gambar 1. Tipe Fraktur

C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya
benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
D. ANATOMI FISIOLOGI FRAKTUR
1. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan
dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara
epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di
lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas,
dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang
pertumbuhan
tulang
panjang. Estrogen, bersama
dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki
rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu
lapisan luar dari tulang yang padat.

c.

Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar
adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella.
Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang
terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan
garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang
dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan
fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam
menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan
organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan
dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan
tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan
pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian
osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring
dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran
mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium

yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan
enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada
hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah
selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi
daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah
melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas
melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas
osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada
orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang
yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas
osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas
dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara
drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen,
testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar
hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang
panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan
tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang.
Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi
tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan
meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa
diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol


oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak
tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons
terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas
dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon
paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek
lain
Hormon
paratiroid adalah meningkatkan kalsium
serum
dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion
fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal
bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum.
Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek
ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
2. Fisiologi Tulang

a.
b.
c.
d.
e.

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :


Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru
tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak
satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada
masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang
sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah
yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang
berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan
paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika
gelembung gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang
rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom
emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah,
bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. Nekrosis
avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai

f.

g.

2.
a.

b.

c.

I.

fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari
sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting.
Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri
yang menetap pada saat menahan beban
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa
exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam
tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
Komplikasi Dalam Waktu Lama
Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor yang dapat menyebabkan
non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.
STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam
setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel
tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa
bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.

Gambar 9.Fase Penyembuhan Tulang


J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan
disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat
penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

Pemasangan gips

o
o
o
o
o

Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah
yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips
adalah :
Immobilisasi dan penyangga fraktur
Istirahatkan dan stabilisasi
Koreksi deformitas
Mengurangi aktifitas
Membuat cetakan tubuh orthotik

o
o
o
o
o
o

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :


Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
Gips patah tidak bisa digunakan
Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
Jangan merusak / menekan gips
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.


Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan
lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi
internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
o Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu
4 minggu dan beban < 5 kg.
o Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki & mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik

Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan
tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang
telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan
posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan
1) FIKSASI INTERNA
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang
cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi
mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan

radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang
karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal
serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi,
trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal,
tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling
baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

2) FIKSASI EKSTERNA
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur
dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali


Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan
tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu
diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.
K. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan
arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau
kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala
nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

c)

d)

e)

f)

g)

h)

i)

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu
juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola
ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan
pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j)

Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan
total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya
akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6)Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral
(posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua
arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal
(2)
(3)

c)

2.
a.

> 3 detik
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar
dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari

1)
2)
3)
4)
1)

2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)

karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus
dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.

2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada

RENCANA KEPERAWATAN
NO
DX
1

DIANGOSA
KEPERAWATAN DAN
TUJUAN (NOC)
IN
KOLABORASI
Nyeri akut b/d spasme otot,NOC
NIC
gerakan fragmen tulang,
Pain Level,
edema, cedera jaringan lunak,
Pain control,
Pain Management
pemasangan
traksi,
Comfort level
Lakukan pengkajian nyeri seca
stress/ansietas, luka operasi. Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebabdurasi, frekuensi, kualitas dan
Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
Gunakan teknik komunikasi te
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
pasien
mencari bantuan)
Evaluasi pengalaman nyeri mas
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
Evaluasi bersama pasien dan
menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untu
frekuensi dan tanda nyeri)
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
Ajarkan tentang teknik non farm
berkurang
Evaluasi keefektifan kontrol ny
Tanda vital dalam rentang normal
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter ji
Monitor penerimaan pasien tent

Gangguan pertukaran gas b/dNOC :


NIC :
perubahan
aliran
darah,
Respiratory Status : Gas exchange
Airway Management
emboli, perubahan membran
Respiratory Status : ventilation
Buka jalan nafas, guanakan tekn
alveolar/kapiler (interstisial,
Vital Sign Status
edema paru, kongesti)
Posisikan pasien untuk memaks
Kriteria Hasil :
Identifikasi pasien perlunya pem
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
Pasang mayo bila perlu
oksigenasi yang adekuat
Lakukan fisioterapi dada jika pe
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas
Keluarkan sekret dengan batuk
dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
Auskultasi suara nafas, catat ad
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
Lakukan suction pada mayo
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
Berika bronkodilator bial perlu
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada

pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal

Barikan pelembab udara


Atur intake untuk cairan mengo
Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
Monitor rata rata, kedalaman,
Catat pergerakan dada,amati ke
otot supraclavicular dan interc
Monitor suara nafas, seperti den
Monitor pola nafas : bradipen
stokes, biot
Monitor kelelahan otot diagfrag
Auskultasi suara nafas, catat ar
tambahan
Tentukan kebutuhan suction d
jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah tin
Gangguan mobilitas fisik b/dNOC :
Latihan Kekuatan
kerusakan
rangka
Joint Movement : Active
Ajarkan dan berikan dorongan
neuromuskuler, nyeri, terapi
Mobility Level
secara rutin
restriktif (imobilisasi).
Latihan untuk ambulasi
Self care : ADLs
Ajarkan teknik Ambulasi &
Transfer performance
keluarga.
Kriteria Hasil :
Sediakan alat bantu untuk klien
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Beri penguatan positif untuk be
Memverbalisasikan
perasaan
dalamLatihan mobilisasi dengan k
meningkatkan kekuatan dan kemampuanAjarkan pada klien & keluarg
berpindah dari kursi roda ke te
berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untukDorong klien melakukan latiha
Ajarkan pada klien/ keluarga te
mobilisasi (walker)
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga
menjaga keseimbangan selama
Perbaikan Posisi Tubuh yan
Ajarkan pada klien/ keluarga
untuk menghindari kelelahan,
Kolaborasi ke ahli terapi fisik u

Gangguan integritas kulit b/dNOC :


NIC : Pressure Management
fraktur terbuka, pemasangan
Tissue Integrity : Skin and MucousAnjurkan pasien untuk menggu
traksi (pen, kawat, sekrup)
Membranes
Hindari kerutan padaa tempat ti
Kriteria Hasil :
Jaga kebersihan kulit agar tetap
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Mobilisasi pasien (ubah posisi p
Melaporkan adanya gangguan sensasi atauMonitor kulit akan adanya kem

nyeri pada daerah kulit yang mengalamiOleskan lotion atau minyak/bab


gangguan
Monitor aktivitas dan mobilisas
Menunjukkan pemahaman dalam prosesMonitor status nutrisi pasien
perbaikan kulit dan mencegah terjadinyaMemandikan pasien dengan sab
sedera berulang
Mampumelindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami
5

Risiko
infeksi
b/dNOC :
NIC :
ketidakadekuatan pertahanan
Immune Status
Infection Control (Kontrol in
primer
(kerusakan
kulit,
Bersihkan lingkungan setelah d
Risk control
taruma
jaringan
lunak,
Pertahankan teknik isolasi
prosedur invasif/traksi tulang) Kriteria Hasil :
Batasi pengunjung bila perlu
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Instruksikan pada pengunjung
Menunjukkan kemampuan untuk mencegahsetelah berkunjung meninggal
timbulnya infeksi
Gunakan sabun antimikrobia un
Jumlah leukosit dalam batas normal
Cuci tangan setiap sebelum dan
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Gunakan baju, sarung tangan se
Pertahankan lingkungan aseptik
Ganti letak IV perifer dan lin
umum
Gunakan kateter intermiten unt
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila pe
Infection Protection (proteks
Monitor tanda dan gejala infeks
Monitor hitung granulosit, WB
Monitor kerentanan terhadap in
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap pe
Partahankan teknik aspesis pad
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada
Inspeksi kulit dan membran mu
Ispeksi kondisi luka / insisi bed
Dorong masukkan nutrisi yang
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minu
Ajarkan pasien dan keluarga tan
Ajarkan cara menghindari infek
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

Kurang pengetahuan tentangNOC :


NIC :
kondisi,
prognosis
dan
Kowlwdge : disease process
Teaching : disease Process
kebutuhan pengobatan b/d
Berikan
penilaian tentang tingk
Kowledge : health Behavior
kurang terpajan atau salahKriteria Hasil :
yang spesifik
interpretasi
terhadap
Jelaskan patofisiologi dari peny
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
informasi,
keterbatasantentang penyakit, kondisi, prognosis dananatomi dan fisiologi, dengan
kognitif,
kurangprogram pengobatan
Gambarkan tanda dan gejala y
akurat/lengkapnya informasi
Pasien dan keluarga mampu melaksanakanyang tepat
yang ada
Gambarkan proses penyakit, de
prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
Identifikasi kemungkinan penye
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
Sediakan informasi pada pasien
kesehatan lainnya
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau S
cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hid
komplikasi di masa yang akan
Diskusikan pilihan terapi atau p
Dukung pasien untuk menge
dengan cara yang tepat atau di
Eksplorasi kemungkinan sumbe
Rujuk pasien pada grup atau ag
Instruksikan pasien mengenai ta
perawatan kesehatan, dengan c

1.
NIC
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri


Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3
Latihan Kekuatan
Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
Latihan untuk ambulasi
Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau sebaliknya.

Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh


Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

NIC : Pressure Management


Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan padaa tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC

Monitor kerentanan terhadap infeksi


Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
NIC :
Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham

Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama


Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

di

Rumah,

di

Tempat

Kerja,

atau

di

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Asuhan
A.

Keperawatan Fraktur

Pengertian
Beberapa pengertian fraktur menurut beberapa ahli :

Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare,
2002).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa
fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis (Barret dan Bryant, 1990).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,

deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000).


Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda

paksa.
B.
o

Jenis Fraktur
Berdasarkan sifat fraktur

Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar

Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar

Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur


Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi
normal)

Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal :

Hair line fraktur

Green stick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok

Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma


Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung

Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
langsung

Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi

Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
Istilah lain

Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan
tulang wajah).

Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).

Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
(Smelter & Bare, 2002).

C.
o

Etiologi
Menurut Oswari E (1993)

Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma

Kekerasan tidak langsung


Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma

Kekerasan akibat tarikan otot


Menurut Barbara C Long (1996)

Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)

Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)

Patah karena letih

D.

Manifestasi Klinik

Nyeri

Deformitas (kelainan bentuk)

Krepitasi (suara berderik)

Bengkak

Peningkatan temperatur local

Pergerakan abnormal

Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)

Kehilangan fungsi
(Smelter & Bare, 2002).

E.

Prinsip Penatalaksanaan Dengan Konservatif & Operatif

Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan
tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi
infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.

Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah :

Immobilisasi dan penyangga fraktur

Istirahatkan dan stabilisasi

Koreksi deformitas

Mengurangi aktifitas

Membuat cetakan tubuh orthotik


Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan

Gips patah tidak bisa digunakan

Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien

Jangan merusak / menekan gips

Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk

Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

Traksi (mengangkat / menarik)


Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :

Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency

Traksi mekanik, ada 2 macam :

Traksi kulit (skin traction)


Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu
4 minggu dan beban < 5 kg.

Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :

Mengurangi nyeri akibat spasme otot

Memperbaiki & mencegah deformitas

Immobilisasi

Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)

Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik

Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan

Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus

Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol

Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman

Cara operatif / pembedahan


Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang
telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan
posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :

Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah

Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya

Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai

Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain

o Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur


o Pengkajian
Biodata Pasien

Nama

Jenis Kelamin: Laki-laki

Umur

: 40 Th

Agama

: Islam

Alamat

: Simpang Tinju

Tanggal masuk

: 28 Oktober 2010

Tanggal di data

: 29 Oktober 2010

: Tn. B

Pengkajian Data Dasar


1) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan saat ini bagian kaki yang patah mengalami nyeri dan pasien mengatakan tidak
nyaman dengan kondisinya.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami fraktur sebelumnya dan juga tidak pernah di rawat di
rumah sakit, dan tidak memiliki penyakit keturunan.
3. Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita fraktur atau penyakit keturunan.

2) Pengkajian Dasar
1. Data Subjektif
a.

Pasien mengatakan nyeri pada bagian yang patah

b. Pasien mengatakan sulit beraktivitas


c.

Pasien mengatakan tidak dapat bergerak bebas

d. Pasien mengatakan jika menggerakkan bagian kakinya yang patah mengalami nyeri.
e.

Pasien mengatakan tidak nyaman

2. Data Objektif
a.

Bagian yang fraktur mengalami pembengkakan

b. Pasien kelihatan meringis


c.

Pasien selalu memegang kakinya yang mengalami fraktur

d. TD

: 140/70 mmHg, S

: 37,

: 120X/i,

e.

Skala Nyeri 7

f.

Pasien selalu dibantu keluarganya dalam memenuhi kebutuhannya.

: 26X/i

o Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
c.

Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)

d.

Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma


jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
(Doengoes, 2000)

o Intervensi Keperawatan
a.

Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan
keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang Mengurangi nyeri dan mencegah


sakit dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,
terkena.

mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif.

meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan Meningkatkan sirkulasi umum,


kenyamanan (masase, perubahan posisi)

menurunakan area tekanan lokal


dan kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen


nyeri (latihan napas dalam, imajinasi Mengalihkan perhatian terhadap
visual, aktivitas dipersional)

nyeri, meningkatkan kontrol


terhadap nyeri yang mungkin

6. Lakukan kompres dingin selama fase berlangsung lama.


akut

(24-48

keperluan.

jam

pertama)

sesuai
Menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai


indikasi.
Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk

perifer.

verbal dan non verval, perubahan tandatanda vital)

Menilai perkembangan masalah


klien.

b.

Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)

Tujuan

Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling

tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi


yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan
melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian,


rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu
keadaan klien.

menurunkan isolasi sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif Meningkatkan sirkulasi darah


aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal, mempertahankan
maupun yang sehat sesuai keadaan tonus otot, mempertahakan gerak
klien.

sendi, mencegah kontraktur/atrofi


dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.

3.

Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posis fungsional


gulungan

trokanter/tangan

sesuai ekstremitas.

indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi)
keadaan klien.

sesuai dalam perawatan diri sesuai


kondisi keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi


keadaan klien.

kulit dan pernapasan (dekubitus,


atelektasis, penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan cairan Mempertahankan hidrasi adekuat,


2000-3000 ml/hari.

men-cegah komplikasi urinarius


dan konstipasi.

7. Berikan diet TKTP.

Kalori dan protein yang cukup


diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis
tubuh.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis


sesuai indikasi.

perlu untuk menyusun program


aktivitas fisik secara individual.

9.

Evaluasi kemampuan mobilisasi Menilai perkembangan masalah


klien dan program imobilisasi.

c.

klien.

Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)
Tujuan

Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik

untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai


penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN
1.

RASIONAL

Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko


nyaman dan aman (kering, bersih, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
alat tenun kencang, bantalan bawah luas.
siku, tumit).

2.

Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan


penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan
bebat/gips.

otot terhadap tekanan yang relatif


konstan pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit
perianal

dan jaringan akibat kontaminasi


fekal.

4. Observasi keadaan kulit, penekanan Menilai perkembangan masalah


gips/bebat terhadap kulit, insersi klien.
pen/traksi.

d.

Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma


jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan

Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau

eritema dan demam


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol
2.

Ajarkan

klien

mempercepat penyembuhan luka.


untuk Meminimalkan kontaminasi.

mempertahankan sterilitas insersi


pen.
3.

Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau


dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

spesifik dapat digunakan secara


profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
untuk mencegah infeksi tetanus.

4.

Analisa

hasil

pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah lengkap, Leukositosis biasanya terjadi pada


LED,

Kultur

dan

sensitivitas proses infeksi, anemia dan

luka/serum/tulang)

peningkatan LED dapat terjadi


pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.

5.

Observasi tanda-tanda vital dan


tanda-tanda peradangan lokal pada Mengevaluasi perkembangan
luka.

masalah klien.

o Implementasi
1.

Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan
bawah siku, tumit).

Mempertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi

Meninggikan posisi ekstremitas yang terkena.

Mengubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

Meakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

Melakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

Berkolaborasi tentang pemberian analgetik & fisioterapi sesuai indikasi.

E. Evaluasi
S

: Pasien mengatakan masih sulit untuk bergerak, dan masih nyeri.

: Pasien masih kelihatan meringis.

: Masalah belum sepenuhnya teratasi

: Intervensi dilanjutkan

Você também pode gostar