Você está na página 1de 7

Apa Itu Elimination Disorder?

Oleh cahyu03 | Mommies Daily Kam, 14 Agu 2014 09:32 WIB

Bagi135

Cetak

potty_training_secrets
Mungkin banyak dari Mommies di sini yang punya anak yang masih suka mengompol atau BAB
di celana padahal anaknya sudah cukup besar, misalnya sudah duduk di bangku SD. Wah pasti
risih dong kalo punya anak yang sudah besar tapi masih suka ngompol dan BAB di celana?
Jangankan ibunya, anaknya sendiri juga pasti malu dan risih karena akan diketawain dan diejek,
bahkan dijauhi sama temen-temennya. Sebenernya apa sih yang menyebabkan anak-anak itu
masih suka ngompol dan BAB di celana padahal sudah diajarin toilet training? Apa akibatnya
untuk anak tersebut dan gimana ya cara mengatasinya?

Masalah buang air yang bukan pada tempatnya ini dalam istilah Psikologi disebut dengan
Elimination Disorder yang artinya gangguan yang berpusat pada eliminasi feses atau urin
dari tubuh yang pada umumnya tidak disadari. Penyebabnya dapat berasal dari fisik maupun
psikologis. Elimination disorder ini terbagi menjadi 2, yaitu enuresis (mengompol) dan
encopresis (BAB di celana). Yuk mari kita bahas satu per satu!
Enuresis
Pada umumnya, anak masih sering mengompol hingga usia 5 tahun, oleh karena itu hingga usia
5 tahun anak belum didiagnosis memiliki gangguan enuresis. Menurut DSM-IV-TR (kriteria
untuk klasifikasi gangguan mental), anak didiagnosis memiliki gangguan eliminasi enuresis
apabila masalah tersebut muncul secara berulang (paling tidak 2 kali dalam seminggu selama 3
bulan berturut-turut), disertai dengan stress atau gangguan dalam bidang sosial, akademik, atau
bidan-bidang penting lainnya, dialami saat anak sudah berusia lebih dari 5 tahun, dan
mengompol tersebut bukan disebabkan karena kondisi medis. Enuresis ini dibagi menjadi 3,
yaitu:

Nocturnal, mengompol terjadi saat anak tidur pada malam hari

Diurnal, mengompol terjadi pada saat anak sedang bangun dan paling sering terjadi saat
siang hari pada waktu sekolah.

Kombinasi dari nocturnal dan diurnal

Ada 3 penyebab dari enuresis. Apa saja?

bed-wetting
*Gambar dari sini
Pertama, kurangnya antidiuretic hormone (ADH) selama tidur. ADH ini membantu
mengkonsentrat urin selama waktu tidur sehingga urin lebih sedikit mengandung air yang
mengakibatkan volume pipis juga semakin berkurang. Menurut Norgaard, Pederson, &
Djurhuus, pengarang artikel diurnal antidiuretic hormone levels in enuretics, anak yang
mengalami enuresis tidak mengalami peningkatan ADH seperti anak normal lainnya, melainkan
volume urin mereka yang meningkat hingga melebihi kapasitas kandung kemih mereka selama
tidur, dan apabila mereka tidak terbangun maka mereka akan mengompol. Kedua, pada
umumnya anak yang sudah lebih besar atau remaja dapat merasakan apabila kandung

kemih mereka sudah penuh pada malam hari yang kemudian mengaktifkan impuls saraf
yang menghubungkan kandung kemih dan otak. Impuls saraf ini dapat memberikan sinyal
berupa mimpi tentang air atau pergi ke toilet yang biasanya dapat membangunkan mereka.
Namun, menurut Ornitz, pengarang artikel prepulse inhibition of startle and the neurobiology of
primary nocturnal enuresis, anak yang mengalami enuresis kurang memiliki sinyal yang
terproses di otak tersebut. Ketiga, enuresis ini juga bisa diturunkan dari orang tuanya.
Apabila kedua orang tua mengalami enuresis maka 77% besar kemungkinan anaknya juga
mengalami, apabila hanya salah satu dari orang tuanya yang mengalami maka 44% besar
kemungkinan anaknya juga mengalami.
Sebenarnya apa saja sih akibat psikologis yang bisa ditimbulkan dari enuresis?

Aktivitas sosial yang terbatas, mereka tidak bisa tidur di tempat lain selain rumah karena
akan merepotkan.

Kepercayaan diri yang menurun, mereka akan sering dicemooh dan dijauhi oleh temanteman sebayanya.

Reaksi orangtua yang tidak menyenangkan, orangtua biasanya sering memarahi dan
menghukum anaknya apabila mereka mengompol.

Apa ya yang bisa dilakukan untuk mengatasi enuresis ini?


Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memasangkan alarm di piyama atau seprai yang
terkena pipis anak. Apabila anak pipis maka alarm tersebut akan berbunyi. Walaupun anak belum
tentu terbangun oleh alarm tersebut, biasanya secara refleks mereka akan menghentikan pipisnya
selanjutnya orangtua akan membangunkan dan mengarahkan anak ke toilet untuk melanjutkan
pipisnya. Ketika anak sudah selesai membersihkan diri, mereka kembali ditidurkan dan alarm
disetel ulang. Cara lain adalah orangtua memberikan hadiah apabila anak berhasil bangun
dengan keadaan kering, dengan begitu anak akan termotivasi untuk pipis dulu sebelum tidur dan
terbangun saat ingin pipis.
Bagaimana dengan Encopresis?

bedwetting
*Gambar dari sini
Sama seperti enuresis, encopresis juga ada kriteria tersendiri untuk mendiagnosis apakah anak
menderita encopresis atau tidak. Kriterianya adalah:

Terjadi paling tidak sebulan sekali dalam kurun waktu 3 bulan.

Anak sudah berusia lebih dari 4 tahun.

Tidak disebabkan oleh kondisi medis.

Faktor apa saja ya yang dapat menyebabkan enuresis?


1. Toilet training yang terlalu agresif atau terlalu cepat dimulai
2. Tekanan yang berasal dari keluarga
3. Anak yang mengalami gangguan psikologis
Encopresis ini dapat memberikan dampak fisik maupun psikologis pada anak. Dampak fisiknya
adalah apabila anak secara sengaja menahan fesesnya untuk keluar, feses akan menumpuk di
usus besar dan membentuk megacolon. Apabila tidak terselesaikan, feses yang berada di usus
akan menjadi besar, keras, dan kering yang menyebabkan BAB anak menjadi menyakitkan.
Seiring waktu, otot dan urat yang biasa berkontraksi akan semakin jarang mengirimkan sinyal
kepada anak untuk menandakann bahwa mereka harus BAB.
Sedangkan dampak psikologis yang dialami sama seperti yang dialami oleh anak yang
mengalami enuresis.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi encopresis. Pertama, memberikan serat
atau obat-obatan seperti enemas, laxatives, dan lubricants agar BAB anak menjadi lancar. Kedua
mengajarkan toilet training dengan tepat, seperti membimbing anak untuk mendeteksi dan
merespon tanda-tanda ingin BAB, menghargai anak ketika mereka tidak BAB di celana dan
menggunakan toilet dengan benar, dan secara rutin menjadwalkan waktu ke toilet setelah makan.
Yuk Mommies, coba kenali tanda-tanda apakah anaknya mengalami enuresis atau encopresis apa
tidak biar bisa cepat-cepat diatasi :)

Artikel terkait di Mommies Daily:


1. Berani Lepas Diaper di Malam Hari?
2. Tekanan Toilet Training
3. Toilet Training for Boys: Kapan dan Bagaimana?
4. Memilih Training Pants untuk Potty Training
5. Kesabaran, Sahabat Para Orangtua

Você também pode gostar