Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Manifestasi Klinis
Nyeri yang menetap atau setempat.
Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan
4.
5.
6.
7.
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
D. Patofisiologi Cedera Kepala
Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan
struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan
permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu
proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada
masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat
( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan
difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya
bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum
tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya
darah didalam jaringan cerebral.
E. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI,
2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan
benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan
otak bergerak didalam
tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
(IKABI, 2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
a.
meliputi
Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp
terdiri dari lima
perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi
robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan
ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup
banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang
tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika
gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan
tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga
intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang
mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada
bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada
usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya
hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu
fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung
mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala
dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur
impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk
dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat
pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan
fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada
perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani
lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada
tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan
cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur
basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa
media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi
adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan
saraf
bloody/
otorrhea/otoliquorrhea.
Pada
penderita
dengan
tanda-tanda
hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara
lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut
(6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks
cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan
otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada
perdarahan epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3
minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah
darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga
akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan
terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam
(korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti
dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi
atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi
membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar
membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala
klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan
berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat
terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat
didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak,
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih
dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri
maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan
disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya
kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas
dengan manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera,
a.
1)
2)
3)
4)
5)
b.
menurut
(Mansjoer, 2000)
dapat
3)
4)
c.
1)
2)
3)
Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea
atau rinorea cairan serebro spinal)
Kejang
Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
Penurunan kesadaran sacara progresif
Tanda neorologis fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000)
1.
.Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2
melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh
O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau
muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mulamula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera kepala
dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan
odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn
larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume
intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebriLakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan
CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma
epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan
jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg
koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasilakukan : Elevasi kepala 30,
Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan
dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semulasetiap 6 jam sampai
maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi
(hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1
diplo).
H. Nursing Care Plaing
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cederadan mungkin di
persulit oleh cedera tambahan pada organ vitala.
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda :
a. Perubahan kesadaran, letargi
b. Hemiparese
c. ataksia cara berjalan tidak tegap
d. masalah dlm keseimbangan
e. cedera/trauma ortopedi
f. kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac.
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguanfungsie.
5. Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelanf.
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil,
Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman lemah tidak seimbang,
Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat, merintihh.
8. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengii.
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
10. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna, tanda batledi sekitar telinga, adanya aliran cairan
dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam
I.
DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder
dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma,
subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri
Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan mengkaji
individu/penyebab koma/penurunan perfusi kegagalan
jaringan
dan
kemungkinan
status
untuk
neurologis/tanda-tanda
menentukan
perawatan
peningkatan TIK.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
darah
peningkatan
intrakrinial.
tekanan
darah,
Adanya
bradikardi,
mata
merupakan
tanda
dari
gangguan
diatur
oleh
(okulomotorik)
keseimbangan
saraf
yang
antara
III
cranial
menunjukkan
parasimpatis
dan
menunjang
peningkatan
(Intracranial Pressure).
TIK/ICP
kepala
pada
satu
sisi
dapat
netral, usahakan dengan sedikit bantal. menimbulkan penekanan pada vena jugularis
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada dan
kepala.
menghambat
aliran
darah
otak
itu
dapat
meningkatkan
intracranial.
Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan
yang
perawatan dan batasi lamanya prosedur.
tekanan
terus-menerus
dapat
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman
seperti
masase
memberikan
istirahat
untuk
terjadinya
valsava Mengurangi
tekanan
maneuver.
intraabdominal
peningkatan TIK.
Aktivitas
ini
intratorakal
sehingga
dapat
intrathorakal/tekanan
dalam
dan
menghindari
meningkatkan
thoraks
dan
kerja
perawatan
meningkat.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.
mengurangi kecemasan.
Perubahan
kesadaran
sama
klien
dalam
dan
menunjukkan
Mengurangi
hipoksemia,
dimana
dapat
peningkatan ntrakranial.
Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk
mengurangi
edema
serebral,
peningkatan
antipiretik
contohnya
asetaminofen.
metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED.
maksimal,
dengan peninggian kepala tempat tidur. meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
Balik kesisi yang sakit. Dorong klien untuk sisi yang tidak sakit.
duduk sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital.
rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
pencetus adanya sesak atau kolaps paru- mengurangi ansietas dan mengembangkan
paru.
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien Membantu klien mengalami efek fisiologi
untuk control diri dengan menggunakan hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
pernapasan lebih lambat dan dalam.
ketakutan/ansietas.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bias
difungsikan. Jangan mematikan alarm.
Tarulah
kantung
resusitasi
klien
untuk
untuk
mempertahankan
fungsi
pernapasan jika ventilator tiba-tiba berhenti. napas dalam, napas pelan, napas perut,
pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi dan system
pernapasan.
Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara Memerhatikan letak dan fungsi ventilator
rutin.
Pengecekan
memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, hasil diagnostik dan menyediakan sebagai
monitor manometer untuk menganalisis cadangan.
batas/kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
Pemberian antibiotik.
pengembangan parunya.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas
buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi
Kaji keadaan jalan napas
Rasionalisasi
Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi
sekret,
sisa
cairan
mucus,
endotracheal/tracheostomy
tube
yang
berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simetris dengan suara
suara napas pada kedua paru (bilateral).
akan
menimbulkan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan
memakai perekat khusus.
Mohon
bantuan
perawat
ketika
otot-otot
pernapasan
Lakukan
penghisapan
lender
dan
durasinya
pun
dapat
15 detik atau lebih. Gunakan kateter dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
pengisap yang sesuai, cairan fisiologis Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih
steril.
dengan
ambu
bag Dengan
(hiperventilasi).
membuat
hiperventilasi
melalui
atelektasis
dan
mengurangi
terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik batuk Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret
selama pengisapan seperti waktu bernapas dari saluran napas.
panjang, batuk kuat, bersin jika ada
indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
2jam).
Berikan
segmen
minum
hangat
jika
paru-paru,
mengurangi
risiko
atelektasis.
keadaan Membantu pengenceran sekret, mempermudah
memungkinkan.
pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
batuk
efektif
dan
mengapa
perlahan-lahan,
ini
membantu
mengevaluasi
sekresi.
yang
adekuat;
mengeluarkan
lendir
dan
mengevaluasi
Pemberian ekspektoran.
Pemberian antibiotic.
parunya.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
seperti
postural
perkusi/penepukan.
Berikan obat-obat bronchodilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
indikasi
seperti
aminophilin,
hydrochloride (bronkosol).
DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pereda nyeri nonfarmakologi dan non- dan
invasif.
nonfarmakologi
lainnya
telah
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik
ketegangan
untuk
otot
rangka,
komplikasi
dan
melakukan
motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda
peningktan TIK,
Intervensi
Kaji ulang tanda-tanda vital
Rasional
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
yang
multiple.
lainya.
encerminkan
adanya depresi / trauma pada batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung
sebelumnya.
Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
gangguan
hiperventilasi
menyempit
handuk kecil /
meningkat TIK.
45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi. sehingga mengurangi kongesti dan edema
/ resiko terjadinya peningkatan TIK.
Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai Menurunkan hipoksemia yang mana dapat
indikasi
- Steroid
TIK.
- Analgetik sedang
- Sedatif
memungkinkan.
pemasangan ventilator.
Catat pemasukan peroral jika diindikasikan. Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi
anjurkan klien untuk makan
Kolaborasi
Aturlah diet yang diberikan sesuaii keadaan diperlukan selama pemasangan ventilator
klien
DAFTAR PUSTAKA