Você está na página 1de 10

PENANGGULANGAN KOLELITIASIS PADA ANAK-ANAK ITALIA: KAJIAN

ANTAR-PUSAT NASIONAL
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir setelah pemindaian ultra-bunyi digunakan secara luas, jumlah
anak dengan kolelitiasis semakin meningkat. Dalam studi berbasis populasi, prevalensi batu
empedu dan lumpur empedu pada anak masing-masing 1,9% dan 1,46%. Dalam studi analog,
yang dilakukan pada orang dewasa Italia, prevalensi keseluruhan penyakit batu empedu pada
pria mencapai 9,5% dan 18,9% pada wanita.
Penyakit batu empedu merupakan penyakit yang paling umum dan mahal dari semua
penyakit di Amerika Serikat, yang menyebabkan 700.000 kolesistektomi dan 1.000.000
hospitalisasi setiap tahun. Frekuensi penerimaan rumahsakit dan operasi batu empedu
meningkat di negara-negara barat sejak tahun 1950-an. Di Inggris, tingkat penerimaan
rumahsakit berstandar-usia untuk kolelitiasis meningkat dari 68,7 menjadi 104,9 per 100.000
populasi antara tahun 1989/1990 dan 1999/2000 dan terus meningkat dengan usia dari 1,1 per
100.000 dalam kelompok usia 0 14 tahun menjadi 277,1 per 100.000 dalam kelompok usia
85 tahun pada tahun 1999/2000.
Panduan penanggulangan kolelitiasis tersedia bagi orang dewasa.Kolesistektomi
dianjurkan bagi pasien simptomatik dan pasien asimptomatik dengan predisposisi malignansi
(dinding kandung empedu terkapur atau histori keluarga kanker kandung empedu).Untuk
pasien asimptomatik, penatalaksanaan ekspektasi dengan pengawasan klinis dan ekografi
periodik dianjurkan.Sebaliknya, hanya sedikit yang diketahui mengenai histori alami dan
penanggulangan kolelitiasis pada masa kanak-kanak.Sejauh ini, panduan penanggulangan
anak-anak dengan kolelitiasis kurang.Opsi bedah untuk kolelitiasis pediatrik meliputi
kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.Saat ini, teknik laparoskopik dianggap sebagai
standar emas untuk kolesistektomi pada anak untuk nyeri yang berkurang, tidak ada insisi
abdomen atas dan pembentukan bekas luka dan periode hospitalisasi yang lebih
singkat.Pendekatan non-bedah berdasarkan penggunaan asam ursodeoksikolat (UDCA);
UDCA dapat menurunkan penjenuhan kolesterol pada empedu dan secara terus-menerus
melarutkan batu empedu kolesterol. Pengobatan batu empedu radiolusen dengan UDCA telah
didokumentasikan dengan baik pada orang dewasa; akan tetapi, hanya sedikit informasi yang
tersedia untuk anak. Pendekatan lainuntuk kolelitiasis pediatrik diuraikan dalam

penatalaksanaan ekspektasi, di mana pasien tidak diobati dengan terapi medis maupun bedah,
namun ditindak-lanjuti dengan pengawasan klinis dan ultra-bunyi periodik.
Tujuan studi retrospektif multi-pusat adalah untuk mengevaluasi penanggulangan
anak-anak Italia dengan kolelitiasis yang diobservasi di Departemen Pediatrik dan Bedah
yang berhubungan dengan Masyarakat Gastroenterologi, Hepatologi dan Nutrisi Italia
(SIGENP).

BAHAN DAN METODE


Subjek
Studi retrospektif yang bertujuan untuk mengevaluasi penanggulangan anak-anak
Italia dengan kolelitiasis yang diobservasi di Departmen Pediatrik Kesehatan dan Bedah yang
dihubungkan dengan SIGENP selama periode 1995 2005 dilakukan. Kuesioner anonim
yang menginvestigasi usia, jenis kelamin, presentasi klinis kolelitiasis, faktor risiko
kolelitiasis, pengujian fungsi hati basal dan penemuan ultrasonografi diajukan kepada
anggota SIGENP. Tujuh departemen (tujuh bagian medis dan satu bagian bedah) sepakat
untuk ikut serta dalam studi; tiga departemen di Italia Utara, satu departemen di daerah pusat
dan tiga departemen di Italia selatan.Masing-masing departemen mengirimkan data kepada
Pusat Koordinasi di Napel guna analisis statistik.SIGENP menyetujui proyek. Semua pasien
dengan bukti ekografi kolelitiasis dengan usia dalam kisaran 0 18 tahun dilibatkan dalam
studi ini. Diagnosa kolelitiasis berdasarkan adanya foki ekogenik yang menghasilkan
pembayangan akustik pada kandung empedu atau di daerah fosa kandung empedu.Lumpur
ditetapkan sebagai endapan non-pembayangan, ekogenik, intraluminal.Ketika lumpur terlihat
bersamaan dengan batu empedu, anak dianggap memiliki kolelitiasis.Anak dengan diagnosa
lumpur empedu tidak disertakan dalam studi ini.Batu empedu dibedakan dalam radiolusen
dan radioopak berdasarkan aspek radiografi. Pada semua pasien, faktor risiko kolelitiasis
seperti penyakit hemolitik, familiaritas untuk betu empedu, obesitas, nutrisi parenteral total
(NPT), penyakit kronis hepatobilier, fibrosis sistik, terapi dengan seftriakson, bedah
abdomen, kekurangan IgA dan penyakit Gilbert diinvestigasi. Batu empedu pada pasien tanpa
faktor risiko kolelitiasis dianggap idiopatik. Untuk presentasi klinis, pasien dibedakan dalam
dua kelompok: asimptomatik dan simptomatik. Anak asimptomatik tidak memiliki gangguan
abdomen atau keluhan gastrointestin; batu empedunya didiagnosa secara insidental pada saat

pengujian ultra-bunyi untuk mengetahui penyebab yang tidak berhubungan dengan


kolelitiasis. Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya, anak simptomatik dibagi menjadi anak
dengan nyeri kolik, anak dengan gejala saluran empedu tipikal (kuadran atas kanan atau
nyeri epigastrik, mual, muntah dan intoleransi makanan) dan gejala atipikal.

Penanggulangan
Untuk masing-masing pasien, jenis pengobatan dan hasilnya dievaluasi.Untuk pasien
yang diobati dengan UDCA, terapi dianggap efektif untuk sepenuhnya melarutkan batu
empedu melalui pemindaian ultra-bunyi dan untuk menghilangkan gejala klinis.Untuk pasien
yang

diobati

ketidaktampakan

melalui
gejala

pembedahan,
klinis

tanpa

efisasi

pengobatan

adanya

dievaluasi

pertumbuhan

berdasarkan

sindrom

pasca-

koelsistektomi.Kekambuhan batu empedu ditetapkan sebagai deteksi foki ekogenik dalam


kandung empedu yang menghasilkan pembayangan akustik, setelah itu, setidaknya dalam
suatu kesempatan, ketidaktampakan batu empedu didokumentasikan dengan pemindaian
ultra-bunyi.Kami mencatat ciri-ciri klinis, laboratorium dan ekografi, jenis pengobatan dan
hasil dari semua pasien.
Analisis statistik
Data dianalisis dengan uji

dan dengan uji eksak Fisher dan uji-t Student yang

sesuai.P < 0,05 dianggap signifikan.

HASIL
Selama periode 1995 2005, 196 anak dengan batu empedu atau lumpur empedu (98
pria; usia rata-rata dengan diagnosa 7,3 tahun; kisaran 0 18 tahun) diobservasi di
Departmen Kesehatan Pediatrik Naples (56 kasus), Milan (22 kasus), Roma (19 kasus), Bari
(16 kasus), S. Giovanni Rotondo (7 kasus), Ferrara (6 kasus) dan di Departemen Kesehatan
Pediatrik Brescia (70 kasus). 181 pasien (92,3%) memiliki batu empedu dan 15 pasien (7,7%)
memiliki lumpur empedu dan tidak disertakan dalam studi. Pada pasien dengan batu empedu,
rasio jenis kelaminnya sama, namun pada kelompok remaja (12 18 tahun) terdapat
kecenderungan wanita akan batu empedu. 86 (47,5%) anak menunjukkan satu faktor risiko

batu empedu atau lebih pada pribadi dan anamnesis familial (Tabel 1). 95 (52,5%) pasien
tidak memiliki faktor risiko dan kolelitiasisnya ditetapkan sebagai idiopatik. Adanya satu
saudara atau lebih dengan kolelitiasis merupakan faktor risiko yang paling umum pada
sembarang usia, dengan peningkatan frekuensi pada usia (Gambar 1). Histori keluarga yang
positif dengan kolelitiasis diuraikan dalam cabang maternal pada 27 pasien (52,9%), pada
parental dalam 12 kasus (23,6%) dan dalam kedua cabang dalam pada 10 pasien (19,6%),
sedangkan pada 2 (3,9%) anak, kolelitiasis ditemukan masing-masing pada saudara laki-laki
dan perempuan. Adanya saudara dengan kolelitiasis, obesitas dan penyakit hemolitik
merupakan faktor risiko yang dominan pada anak dengan batu empedu. Menurut adanya
gejala pada diagnosa, pasien dibagi menjadi asimptomatik (64 pasien, 35,3%) dan
simptomatik (117 pasien, 64,7%).
Gambar 1 Faktor risiko untuk kolelitiasis dan usia pada diagnose
Tabel 1 Faktor risiko kolelitiasis pada 181 anak yang diobservasi di Departmen
Kesehatan dan Bedah Pediatrik
Departemen

Departemen

kesehatan pediatrik
9

bedah pediatrik
7

Familiaritas

46

51

Obesitas

14

14

NPT

Penyakit kronis hepatobilier

Fibrosis kistis

Terapi seftriakson

11

Bedah abdomen

Defisiensi IgA

Penyakit Gilbert

Tidak ada faktor risiko


NPT: Nutrisi parenteral total

55

40

95

Faktor risiko
Penyakit hemolitik

Total
16

Dalam konteks anak simptomatik untuk presentasi klinis, empat kelompok pasien
dapat dibedakan: 51 pasien (43,6%) (28 pria, usia rata-rata 10 tahun; kisaran 18 tahun 3
bulan) dengan nyeri kolik dengan atau tanpa sakit kuning; 50 pasien (42,7%) (25 pria, usia
rata-rata 7 tahun; kisaran, 16 tahun 2 bulan) dengan gejala saluran empedu kronis tipikal; 12

pasien (10,3%) (3 pria, usia rata-rata 6,5 tahun; kisaran 14 tahun 3 bulan) dengan gejala
atipikal; 4 anak (3,4%) (2 pria, usia rata-rata5,6 tahun; kisaran, 2-13 tahun) dengan
pankreatitis/kolesistitis.
Pendistribusian presentasi klinis pada kelompok usia yang berbeda menunjukkan
bahwa tingkat nyeri kolik lebih tinggi pada anak yang lebih dewasa; selain untuk presentasi
klinis lainnya, tidak ada korelasi dengan usia pada saat diagnosa. Menurut terapi, pasien
dapat dibagi menjadi 3 kelompok: 117 (64,6%) anak diobati dengan UDCA, 64 (35,5%) anak
dengan laparoskopik atau kolesistektomi laparotomik dan 34 anak (18,8%) diamati dengan
penatalaksanaan ekspektasi. Perhatikan bahwa 34 anak diberi pengobatan dengan UDCA
pada fase pertama dan setelahnya, untuk presistensi batu empedu, dengan kolesistektomi.
Karakteristik klinis, jenis terapi dan hasil pasien yang diteliti disajikan pada Tabel 2
dan 3.
Tabel 2 Karakteristik klinis, jenis pengobatan dan hasil pada 119 anak dengan
kolelitiasis yang diobservasi di Departemen Kesehatan Pediatrik
Tunggu dan

Terapi UDCA

Kolesistektomi

Asimptomatik

33

lihat
17

Nyeri kolik

18

Gejala saluran empedu tipikal

26

Gejala atipikal

Pankreatitis / kolesistitis

Resolusi litiasis

14

Kekambuhan litiasis

Resolusi gejala

40

14

Kekambuhan gejala

Total pasien

83

14

33

Tabel 3 Karakteristik klinis, jenis pengobatan dan hasil pada 62 anak dengan
kolelitiasis yang diobservasi di Departemen Bedah Pediatrik

Asimptomatik

Terapi UDCA

Kolesistektomi

Tunggu dan
lihat
1

Nyeri kolik

12

23

Gejala saluran empedu tipikal

14

Gejala atipikal

Pankreatitis / kolesistitis

Resolusi litiasis

50

Kekambuhan litiasis

Resolusi gejala

50

Kekambuhan gejala

Pasien yang diobservasi di departemen kesehatan


Pengobatan medis: 83 (69,7%) dari 119 pasien dengan batu empedu yang diobservasi di
Departemen Kesehatan dirawat dengan UDCA (25 mg/kg per hari; kisaran 18-30 mg/kg per
hari) untuk periode rata-rata 13 (kisaran, 3-96) mo. 33 (39,8%) pasien memiliki batu empedu
radiolusen, 17 pasien (20,4%) dengan batu empedu radioopak, sedangkan 33 pasien (39,8%)
tidak menjalani pemeriksaan radiografi. Rata-rata maksimum diameter batu empedu 8 mm
(kisaran, 2-45).Semua anak menjalani terapi tanpa mengalami efek yang buruk.Selama terapi
UDCA, mereka menjalani pemindaian ultra-bunyi setiap 3-6 bulan. Batu empedu tidak
kelihatan sama sekali hanya pada 6 anak (7,2%) (4 radiolusen dan 2 dengan aspek radiografi
yang tidak diketahui), namun kolelitiasis kambuh pada 3 anak (50%); pada satu anak, batu
empedu kelihatan lagi setelah 6 tahun dan pada dua anak lainnya, lumpur empedu masingmasing diobservasi setelah 6 dan 10 bulan. 4 dari 6 pasien dengan disolusi batu empedu
adalah simptomatik pada saat diagnosa; keempat anak terbebas dari gejalanya selama terapi
UDCA. 2 anak lainnya tetap asimptomatik selama periode observasi. Pada 4 pasien lainnya,
ketidaktampakan batu empedu diobservasi, namun tiga diantaranya mengalami pseudolitiasis
(setelah terapi antibiotik dengan seftriakson) dan satu pasien memiliki batu empedu
fetal.Karena kondisi tersebut diuraikan sebagai penyakit sembuh dengan sendirinya (autoresolving disease), ketidaktampakan tersebut tidak dianggap terinduksi oleh UDCA. Pada 73
pasien (87,9%) yang dirawat dengan UDCA, terdapat persistensi batu empedu. 43 pasien
simptomatik pada saat diagnosa. Pada 36 (83,7%) dari pasien tersebut, resolusi
ketidaknyamanan klinis diobservasi, sedangkan pada 7 (16,4%) dari pasien tersebut, gejala
tidak mengalami perubahan selama terapi. 30 anak lainnya (41,1%) tetap asimptomatik
selama perawatan. 11 pasien (13,2%) mengalami kolesistektomi pada saat penangguhan
terapi medis untuk gejala yang kambuh atau gejala yang bertahan. Perbedaan mencolok dari

segi jenis kelamin, usia, karakteristik batu empedu (diameter, aspek Rx) dan faktor risiko
untuk kolelitiasis tidak dijumpai di antara responden pasien dan non-responden terhadap
UDCA.
Pengobatan bedah: 14 pasien (11,8%) dengan batu empedu yang diobservasi di Departemen
Kesehatan Pediatrik diobati bedah. Pada waktu pemeriksaan sinar-X, 4 pasien di antaranya
(28,6%) memiliki batu empedu radiolusen, 6 pasien (42,8%) memiliki batu radioopak; dalam
4 kasus lainnya (28,6%), aspek radiografi batu empedu tidak diketahui. 11 pasien (78,6%)
simptomatik dan 3 pasien (21,4%) asimptomatik. Rata-rata maksimum diameter batu empedu
7 mm (kisaran, 3-33). Dalam 10 kasus (71,4%), kolesistektomi dilaksanakan dengan
menggunakan teknik laparoskopik dan 4 kasus (28,6%) dengan laparotomi. Tidak ada
komplikasi pasca-operasi dan tidak ada kasus kolelitiasis residu atau kekambuhan batu
empedu selama tindak-lanjut yang diobservasi.Pada tiga pasien, kekambuhan gejala klinis
setelah pengobatan (sindrom pasca-kolesistektomi) diuraikan.
Penatalaksanaan ekspektasi: 33 pasien (27,7%) tidak diobati, namun mereka
diobservasi dengan pengawasan klinis, laboratorium dan ultrasonografi setiap 3-6 bulan. Dua
pasien (6%) memiliki batu radiolusen, 16 pasien (48,5%) memiliki kolelitiasis radioopak dan
15 pasien lainnya (45,5%) tidak disertakan dalam pemeriksaan sinar-X. Rata-rata maksimum
diameter batu empedu 9 mm (kisaran, 2-23). Pengembangan komplikasi tidak diobservasi
dan tidak satupun pasien yang asimptomatik (51,5%) menjadi simptomatik selama tindaklanjut (durasi rata-rata tindak-lanjut, 9 bulan, kisaran 1-45).
Pasien yang diobservasi di bagian bedah
17 pasien yang dilibatkan dalam studi ini berasal dari Departemen Bedah Pediatrik
Brescia. Untuk menghindari bias pemilihan dalam evaluasi pengobatan dan hasil, kami
memutuskan untuk menganalisis anak secara terpisah di pusat tersebut.
62 pasien dengan batu empedu dan 8 pasien memiliki lumpur empedu, sehingga tidak
disertakan dalam studi (usia rata-rata 7; kisaran, 0-18 tahun). 48 (77,4%) pasien asimptomatik
pada waktu diagnosa, sedangkan 14 pasien (22,6%) asimptomatik. 34 anak (54,8%) dengan
batu empedu (21 radiolusen, 9 radioopak, dan 4 aspek radiografi yang tidak diketahui) diobati
dengan UDCA (dosis rata-rata 18 mg/kg per hari; kisaran, 5-30 mg/kg per hari; durasi ratarata 5 bulan; kisaran 2-36 bulan). 26 pasien simptomatik dan delapan pasien asimptomatik.
Setelah terapi UDCA, 9 dari 26 pasien simptomatik (34,6%) menjadi bebas dari gejala,

sedangkan dalam 17 kasus (65,4%), gejala tidak mengalami perubahan selama terapi. Batu
empedu hilang sama sekali dalam 2 kasus radiolusen (5,9%).Pada 2 pasien, resolusi spontan
litiasis diobservasi (pseudo-litiasis terinduksi seftrioksan). Pada 30 pasien lainnya (88,2%)
(17 batu empedu radiolusen, 9 radioopak dan 4 dengan aspek radiografi yang tidak
terindentifikasi), UDCA tidak memadai dengan persistensi batu empedu meskipun dilakukan
terapi.23 dari anak tersebut menjalani kolesistektomi, sedangkan 7 anak diikuti dengan
pengawasan periodik.27 pasien lainnya langsung dirawat dengan pendekatan bedah.Pada 40
pasien (80%), kolesistektomi dilakukan dengan teknik laparoskopik dan pada 10 kasus (20%)
dengan pendekatan laparotomik. Analisis histologi kandung empedu tersedia untuk 39 pasien:
33 pasien (84,6%) memiliki kolesistitis kronis, 2 pasien (5,1%) memiliki papilomatosis, 1
pasien (2,6%) memiliki adenoma kandung empedu dan hanya 3 pasien (7,7%) yang memiliki
dinding kandung empedu yang normal. Komplikasi pasca-operasi tidak dilaporkan kecuali
pada anak dengan pertumbuhan laparocele dan pada anak lainnya yang memiliki dilatasi
saluran koledokus.Tidak ada sindrom pasca-kolesistektomi yang diobservasi.
Hanya 1 pasien (1,6%) yang tidak diobati dan diikuti dengan pengawasan klinis dan
pengawasan ekografiperiodik.
PEMBAHASAN
Meskipun kolelitiasis dianggap sebagai kondisi yang tidak lazim pada anak-anak,
laporan baru-baru ini mendokumentasikan adanya peningkatan deteksi gangguan
tersebut.Peningkatan ini dapat dijelaskan oleh meningkatknya penggunaan pemindaian ultrabunyi abdomen pada masa kanak-kanak. Frekuensi batu empedu pediatrik, yang
didokumentasikan dalam studi di mana para pasien dipilih menurut gejala awal,
menghasilkan prevalensi antara 0,13% dan 0,22%. Dalam studi Wesdorp, di mana pasien
dengan kolelitiasis diperoleh dengan menyaring 4200 pemindai ultra-bunyi abdomen yang
dilakukan untuk tujuan lainnya seperti gejala empedu tipikal, gejala empedu umum atau
pemeriksaan rutin, prevalensi batu empedu dan lumpur empedu yang lebih tinggi (masingmasing 1,9% dan 1,46%) diobservasi. Untuk tipologinya, studi ini tidak memberikan
informasi mengenai epidemiologi kolelitiasis pediatrik, namun menegaskan beberapa aspek
yang dilaporkan sebelumnya, sebagai frekuensi utama pada wanita hanya setelah pubertas,
peningkatan kasus dengan usia, keterkaitan dengan beberapa faktor risiko seperti familiaritas
untuk kolelitiasis, obesitas dan penyakit hemolitik. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kirakira 80% orang dewasa dengan batu empedu asimptomatik.Akan tetapi, kami menemukan

hanya satu pertiga anak dengan kolelitiasis yang asimptomatik.Hal tersebut dapat dijelaskan
oleh sifat tersier pusat-pusat yang dilibatkan atau menunjukkan bahwa kolelitiasis
asimptomatik tidak begitu sering pada anak-anak, seperti yang diuraikan dalam studi lainnya.
Meskipun prevalensi kolelitiasis pada anak meningkat, tidak ada informasi mengenai
penanggulangan penyakit masa kanak-kanak tersebut.Hanya ada sedikit data mengenai
kolelitiasis pediatrik dan dalam kebanyakan kasus, studi dilakukan terhadap sedikit
pasien.Dalam studi kami, di mana penanggulangan kolelitiasis dievaluasi pada sejumlah
besar anak yang diobservasi di Departemen Kesehatan dan Bedah yang dikaitkan SIGENP,
baik pendekatan diagnostik maupun strategi terapis sangat heterogen.Untuk pendekatan
diagnostik, sinar-X abdomen tidak dilakukan dalam semua kasus; faktanya, aspek radiografi
batu empedu pada sepertiga pasien tidak dievaluasi.Untuk pengobatan, meskipun pada orang
dewasa terapi UDCA dianjurkan hanya untuk subset pasien tertentu, dalam studi ini, obat
tersebut digunakan kira-kira dalam dua pertiga kasus dan hanya dalam setengah kasus, batu
empedu berupa radiolusen.Studi kami menegaskan bahwa UDCA tidak efektif untuk
melarutkan batu empedu dalam banyak kasus.Selain itu, ada tingkat penting kekambuhan
kolelitiasis setelah pelarutan utama.Akan tetapi, UDCA memiliki efek positif terhadap gejalagejala yang menentukan hilangnya gangguan abdomen pada banyak pasien simptomatik yang
diobati.
Dalam studi kami, kelosistektomi laparoskopik dipastikan menjadi efisasi dan
prosedur yang aman dalam mengobati batu empedu pediatrik untuk tingkat komplikasi pascaoperasi yang rendah (3%) dan sindrom pasca-kolesistektomi (4,7%). Berbeda dengan studi
Wesdorp, di mana 45% anak dengan gejala empedu atau nyeri kolik gejalanya kambuh lagi
setelah diobati (Kolangio pankreatografi retrograde endoskopi (ERCP) atau kolesistektomi),
dalam studi kami, sindrom pasca-kolesistektomi diobservasi hanya dalam persentase kasus
yang sangat kecil. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan oleh kekambuhan gejala yang lebih
berat yang berhubungan dengan ERCP daripada dengan kolesistektomi.
Analisis histologi kandung empedu yang hilang menunjukkan perubahan struktur
seperti kolesistitis kronis, papilomatosis dan adenoma dalam kebanyakan kasus; kandung
empedu yang normal hanya terjadi dalam sejumlah kecil kasus.Oleh karena itu, untuk
harapan hidup anak yang panjang, penatalaksanaan ekspektasi kemungkinan tidak aman pada
pasien pediatrik.Faktanya, berbeda dengan orang dewasa di mana histori alami batu empedu
didokumentasikan dengan baik, pada anak, histori alami batu empedu tidak diketahui. Pada

orang dewasa, hanya 1 4% per tahun gejala atau komplikasi penyakit batu empedu akan
berkembang; hanya 10% gejala akan berkembang dalam lima tahun pertama setelah diagnosa
dan kira-kira 20% dalam 20 tahun.
Seperlima pasien dengan batu empedu yang dilibatkan dalam studi tidak diobati dan
diikuti dengan pengawasan klinis dan ekografi periodik; tidak satupun yang menunjukkan
adanya komplikasi yang terjadi selama tindak-lanjut (rata-rata 9 bulan; kirasan 345).Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam studi kami, periode observasi
pasien yang tidak diobati terlalu singkat untuk mengevaluasi tingkat komplikasi yang efektif.
Dengan mempertimbangkan tipologi studi ini dan penanggulangan heterogen yang
diobservasi pada pasien, kami tidak dapat memberikan indikasi yang jelas mengenai
penanggulangan kolelitiasis pada anak-anak.Namun, berdasarkan studi dan hasil yang ada,
pendekatan berikut dapat disebutkan. Pertama, anak dengan batu empedu harus dibagi
menjadi dua kelompok berdasarkan presentasi klinis: simptomatik dan asimptomatik. Untuk
batu empedu asimptomatik, dengan mempertimbangkan tingkat komplikasi yang rendah yang
diobservasi dan histori alami yang baik yang diuraikan pada orang dewasa, kami
menganjurkan penatalaksanaan ekspektasidengan pengawasan klinis dan ultrasonografi
periodik. Di sisi lain, untuk batu empedu simptomatik, dengan mempertimbangkan tingkat
komplikasi

pasca-operasi

dan

sindrom

pasca-kolesistektomi

yang

rendah,

kami

menganjurkan pendekatan bedah dengan kolesistektomi laparoskopik. Untuk ketidakefektifan


terhadap pelarutan batu empedu dan untuk tingkat kekambuhan batu empedu yang tinggi,
UDCA selayaknya tidak digunakan pada batu empedu pediatrik, kecuali pada anak
simptomatik dengan kotraindikasi pembedahan untuk menurunkan gejala klinis.
Pendekatan ini harus dibuktikan dalam studi lebih lanjut yang meliputi sejumlah besar
anak; lebih lanjut,histori alami kolelitiasis dalam masa kanak-kanak perlu diketahui.
KESIMPULAN
Strategi terapi sangat heterogen.Asam ursodeoksikolat tidak efektif dalam melarutkan batu
empedu, namun memiliki efek yang baik terhadap gejala.Kolesistektomi laparoskopik
menjadi pengobatan yang efektif dan aman untuk batu empedu pediatrik.

10

Você também pode gostar

  • Bells Palsy
    Bells Palsy
    Documento30 páginas
    Bells Palsy
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • TBCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCC
    TBCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCC
    Documento24 páginas
    TBCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCC
    Hifdzi Zikra Lubis
    Ainda não há avaliações
  • Hepatitis B
    Hepatitis B
    Documento23 páginas
    Hepatitis B
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Hepatitis B
    Hepatitis B
    Documento23 páginas
    Hepatitis B
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
    Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
    Documento23 páginas
    Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Kasus Igd 1 SNH
    Kasus Igd 1 SNH
    Documento29 páginas
    Kasus Igd 1 SNH
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Asma Bronkial
    Asma Bronkial
    Documento21 páginas
    Asma Bronkial
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Subarachnoidhemorage
    Subarachnoidhemorage
    Documento17 páginas
    Subarachnoidhemorage
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Kasus 1
    Kasus 1
    Documento30 páginas
    Kasus 1
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • FISH BONE CHART All
    FISH BONE CHART All
    Documento91 páginas
    FISH BONE CHART All
    Marsela Vineta Halim
    67% (6)
  • Hernia Inguinalis Sinistra
    Hernia Inguinalis Sinistra
    Documento28 páginas
    Hernia Inguinalis Sinistra
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Isi CMV
    Isi CMV
    Documento29 páginas
    Isi CMV
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Kasus 1
    Kasus 1
    Documento10 páginas
    Kasus 1
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Kasus 1 Gastroenteritis
    Kasus 1 Gastroenteritis
    Documento12 páginas
    Kasus 1 Gastroenteritis
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Dermatitis Atopi
    Dermatitis Atopi
    Documento9 páginas
    Dermatitis Atopi
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • ASI Eksklusif PKM Pekauman
    ASI Eksklusif PKM Pekauman
    Documento21 páginas
    ASI Eksklusif PKM Pekauman
    IKA
    Ainda não há avaliações
  • Kasus 1 Gastroenteritis
    Kasus 1 Gastroenteritis
    Documento12 páginas
    Kasus 1 Gastroenteritis
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Dermatitis Atopi
    Dermatitis Atopi
    Documento9 páginas
    Dermatitis Atopi
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Endokrin
    Endokrin
    Documento13 páginas
    Endokrin
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Analisis Program ASI Eksklusif
    Analisis Program ASI Eksklusif
    Documento22 páginas
    Analisis Program ASI Eksklusif
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Dermatitis Atopi
    Dermatitis Atopi
    Documento9 páginas
    Dermatitis Atopi
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Presentasi Jurnal
    Presentasi Jurnal
    Documento28 páginas
    Presentasi Jurnal
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Lapsus Morbili + KDS
    Lapsus Morbili + KDS
    Documento41 páginas
    Lapsus Morbili + KDS
    Marsela Vineta Halim
    100% (1)
  • Kasus Igd 1 SNH
    Kasus Igd 1 SNH
    Documento29 páginas
    Kasus Igd 1 SNH
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Lapsus Anak
    Lapsus Anak
    Documento44 páginas
    Lapsus Anak
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Referat Tinea Kapitis
    Referat Tinea Kapitis
    Documento20 páginas
    Referat Tinea Kapitis
    Marsela Vineta Halim
    100% (2)
  • Penanganan Nyeri
    Penanganan Nyeri
    Documento18 páginas
    Penanganan Nyeri
    Marsela Vineta Halim
    50% (2)
  • Calcaneus Spur
    Calcaneus Spur
    Documento13 páginas
    Calcaneus Spur
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações
  • Lanjutan Cover Jurnal Ilmu Bedah MVH
    Lanjutan Cover Jurnal Ilmu Bedah MVH
    Documento3 páginas
    Lanjutan Cover Jurnal Ilmu Bedah MVH
    Marsela Vineta Halim
    Ainda não há avaliações