Você está na página 1de 16

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI PESTISIDA
ACARA 2
FORMULASI PESTISIDA

Oleh
Nama

HENDRA PANGARIBUAN

NPM

E1J012075

Co-Ass

Goklasni Manullang

Shift

Jumat,10:00 Selesai

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Formulasi pestisida adalah campuran bahan aktif pestisida dengan bahan tambahan
tertentu yang menghasilkan bentuk pestisida yang dapat dipergunakan secara efektif, aman
dan ekonomis. Komponen pembentuk suatu jenis formulasi dapat berupa satu atau lebih jenis
bahan aktif (active ingredient) dan beberapa bahan tambahan (inert ingredient) seperti pelarut
(solvent), pengisi (diluent), pembasah (wetting agent), pengemulsi (emulsifler), penstabil
(stabilizer), anti-busa (anti foaming), minyak (oil), pewarna (colouring agent), dan perekat
(stiker).
Formulasi dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: formulasi cair, padat, dan
formulasi antara (pada dan cair). Pestisida yang termasuk formulasi cair adalah EC
(Emulsifiable Concentratate), S (Solution), AS (Aqueous Solution), AC (Aqueous
Concentrate), SC (Solube Concentrate), WSC (Water soluble Concentrate), OC (Oil
Concentrate), dan ULV (Ultra Low Volume). Sedangkan formulasi padat terdiri dapat berupa
D (Dust), WP (Wattable Powder), WDP (Water Dipersible Powder), SC (Suspension
Concentrate), SP (Soluble Powder), G (Granular). Formulasi antara dapat berupa A
(Aerosol), B (Bait;umpan beracun), SD (Seed-dressing) dan CRF (Controled release
formulation).

B.Tujuan
Untuk membedakan wujud fisik serta formulasi pestisida yang masih dalam kemasan dan
siap semprot /aplikasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat
luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan
ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Bagi
kehidupan rumah tangga, yang dimaksud hama adalah meliputi semua hewan yang
mengganggu kesejahteraan hidupnya, seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat, kumbang, siput,
kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu
kesejahteraannya. ( Munaf, Sjamsuir 1997)
Dari artinya, pestisida adalah semua bahan atau campurah bahan, baik kimia maupun
biologi yang digunakan untuk mengendalikan (sida=cide=membunuh) jasad pengganggu
(pest). Pada masa sebelum masehi, telah dikenal bongkah belerang sebagai fumigan dan
penggunaan batu empedu kadal untuk membunuh cacing. Menjelang abad X masehi, bangsa
cina telah menggunakan senyawa arsenik untuk membunuh serangga. Pada tahun 1700
1800, telah digunakan racun nikotin, piretrin dan rotenon. Pada era 1800 1900 telah
ditemukan produk-produk petroleum, pestisida anorganik (CS2, HCN dan senyawa tembaga),
serta penemuan senyawa organosintetik (2,4 dinitro-6-cresol). Pada tahun 1930 1950,
pestisida organik berkembang pesat (DDT dan derivatnya). Setelah tahun 1950, banyak
pengembangan pestisida baru (golongan karbamat, piretroid sintetik dan sejenis hormon
juvenil). Dewasa ini, pengembangan pestisida mengarah pada pengembangan bahan alam dan
sintesis terarah yang bersifat atraktan, repelen atau yang berupa Zat Pengatur Tubuh Serangga
(Insect Growth Regulator). ( Panut Djojosumarto 2006)
Perkembangan pestisida membawa kemajuan pesat dalam bidang pertanian, pada
awal perkembangannya para petani umumnya cenderung menggunakan pestisida, karena
dapat meningkatkan hasil pertanian dengan cepat, tetapi tanpa disadari bahwa penggunaan
pestisida yang terlalu lama dan berlebihan dapat membuat tanah akan menjadi rusak, bahan
organi nya hilang terlebih lagi dapat mengganggu kestabilitasan sistem rantai makanan. Hal
ini disebabkan karena pestisida yang digunakan mengandung racun atau bahan aktif yang
berbahaya yang dapat membunuh semua makhluk hidup yang ada di dalam tanah, maupun
diluar tanah. (Djojosumarto 2006)

Dalam penggunaan pestisida kita harus tahu susuan dari suatu formulasi pestisida tersebut,
hal ini bertujuan agar mudah diaplikasikan selain itu kita dapat mengetahui kandungan bahan
aktif yang terdapat pada pestisida tersebut dan apa-apa saja yang dugunakan dalam
membantu pstisida agar dapat berfungsi dengan baik.
a. Bahan Aktif
Bahan aktif merupakan senyawa kimia atau bahan-bahan lain yang memiliki efek
sebagai pestisida. Bahan aktif pestisida dapat berbentuk cairan, padat, dan gas. Bahan aktif
yang digunakan dalam formulasi biasa berasal dari dalam bentuk aslinya, yang dikemudian
dicampur dengan bahan-bahan pembantu lainnya dan bahan pembawa. Namun beberapa
bahan aktif kimia dalam bentuk sintetiknya dalam bentuk aslinya terutama herbisida yang
bahan aktifnya berbentuk asam seringkali sulit diformulasikan. Oleh karena itu, bahan aktif
semacam ini sering menggunakan bentuk garam atau ester. Sebagai contoh, glifosfat
(fosfonometil glisin) murini adalah asam yang tidak mudah larut dalam solvent organic yang
biasa digunakan dalam formulasi. Oleh karena itu harus terlebih dahulu diubah menjadi
garam, misalnya glifosfat ammonium, glifosfat-isopropilamina, dll.
Disamping itu, beberapa bahan aktif pestisida terdiri atas beberapa isomer aktif.
Sebagai contoh adalah insektisida sipermetrin. Dari bahan aktif ini dipisahkan alfasipermetrin, beta-sipermetrin, dan zeta-sipemetrin.
b. Bahan Pembantu (Adjuvant)
Bahan-bahan pembantu merupakan bahan-bahan atau senyawa kimia yang
ditambahkan kedalam pestisida dalam proses formulasinya agar mudah untuk diaplikasikan.
Bahan-bahan Bahan-bahan pembantu sering ditambahkan pada formulasi adalah solvent atau
bahan pelarut, diluents atau bahan pembasah, emetik tau digunakan sebagai bahan penambah
bau, dll.
c. Bahan Pembawa
Bahan pembawa digunakan untuk menurunkan konsentrasi produk pestisida,
tergantung pada cara penggunaan yang diinginkan. Bahan pembawa dapat berupa air,
minyak, talk, attapulgit, bentonit, tepung, pasir,dll.
Kode Formulasi Pestisida
Menurut Butarbutar (2009), pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum
digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan
(processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan
keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida.
Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal

mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual. Menurut Munaf (1997), yang
dimaksud dengan formulasi (formulated product), ialah komposisi dan bentuk pestisida yang
dipasarkan. Pestisida yang terdapat dipasaran umumnya tidaklah merupakan bahan aktif
100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahan yang tidak aktif 100%, karena selain zat
pengisi atau bahan tambahn yang tidak aktif (inert ingridient) juga da yang berisi campuran
dari 2 atau lebih pestisida.
Menurut Djojosumarto dalam Runia (2008), produk jadi yang merupakan campuran
fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi. Formulasi
sangat menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus
digunakan, berapa dosis atau takaran yang harus digunakan, berapa frekuensi dan interval
penggunaan, serta terhadap jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat
digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan
penggunaan pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi
Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif pestisida dicantumkan dibelakang nama
dagangnya. Global Crop Protection Federation (GCPF) adalah federasi perlindungan
tanaman dunia menyusun berbagai kode dasar untuk berbagai macam formulasi pestisida.
a. Formulasi Cair
Menurut Butarbutar (2009), EC (emulsible atau emulsifiable concentrates) adalah
larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan
penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air.
Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen
(sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air
pengencer. Secara tradisional insektisida digunakan dengan cara penyemprotan bahan racun
yang diencerkan dalam air, minyak, suspensi air, dusting, dan butiran. Penyemprotan
merupakan cara yang paling umum, mencakup 75% dari seluruh pemakaian insektisida, yang
sebagian besar berasal dari formulasi Emulsible Concentrates. Bila partikel air diencerkan
dalam minyak (kebalikan dari emulsi) maka hal ini disebut emulsi invert. EC yang telah
diencerkan dan diaduk hendaknya tidak mengandung gumpalan atau endapan setelah 24 jam.
Contoh: grothion 50 EC, Basudin 60 EC
b. Water Soluble Concentrate (WCS)
Merupakan formulasi yang mirip dengan EC, tetapi karena menggunakan sistem
solvent berbasis air maka konsentrat ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi,
melainkan akan membentuk larutan homogen. Umumnya formulasi ini digunakan dengan
cara disemprotkan. Contoh: Azidrin 15 WSC.

Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang
diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B
(emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang
menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen
berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga
komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut
bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan
membentuk emulsi.
b. Berbentuk Butiran
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai
insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman
pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan
pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif
biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran
lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang
nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).
c. Bebentuk Tepung
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan
bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal
pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP
(wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
d. Bentuk Minyak
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble
concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau
aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan
menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas.
e. Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi
untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.
f. Bentuk Tablet
Terdapat dalam dua bentuk :
1) Tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi fumigant, yang umumnya
digunakan

untuk

gudang-gundang

atau

perpustakaan.

Contoh:

Phostoxin

tablet.

2) Tablet yang pada pengunaannya memerlukan pemanasan. Uap dari hasil pemanasan dapat
membunuh atau mengusir hama (nyamuk). Contoh: Fumakkila.

BAB III
METODOLOGI
A.Alat dan Bahan

Baycarb 500 EC
Sevin 5 D
Sidazone 600 EC
Excocet 50 EC
Regent 5 C
Kanon EC
Dipel WP
Green Nature EC

Coracion EC
Mipcin WP
Dithine M-45
Indodan EC
Erlemeyer 250 cc
Batang pengaduk
Air aquades

B.Cara kerja

Menulis nama dagang dari setiapformulasi pestisida yang tersedia dan mencatat
komposisinya
Mengambil sedikit masing-masing formulasi tersebut dan mengamati wujud fisiknya
Mengencerkan pestisida dan melihat bentuk campuran siap pakai
Memeriksa pH dengan kertas pH untuk melihat tingkat kemasaman larutan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil

B.ca

or

Wa

mp

mpu

osis

ran

nga

ul

siap

as

da

pak

ga

ai

Ko

Ket
era

g
Si

da

Ca

Ku

zi

Dia

zin

war

on

na

60

jadi

g/l

kun

60

B.A

Cair

Ber
uba

ing
telu

xc

Ca

Ku

oc

Sip

et

erm

war

etri

na

jadi

50

Put

g/l

ih

50

B.A

Cair

r
Ber

uba

Sus

S
C

eg

Ca

Put

en

Fipr
onil
sopi

Cair

u
Tid
ak
ada

per
uba
han
war

an

Ca

Ku

Do

cair

naf

na
Ber
uba

oat

war
na
jadi
puti
h
pek

ip

Ca

Ku

Pro

cair

fero

el

at
Ber
uba

fos

500

war

g/l

na
jadi
puti
h
sus

ev

Bu

Put

E
C

re

Ca

Ku

en

Cair

bon

in

Kar

u
Me
mil

at

iki

85

end

apa

Bac

n
Tid

ilus
pu

Cair

ak
ada

mil

per

at

us

uba

ur

han

e
C

or

Ca

Ku

Pro

Cair

fero

Ber
uba

ac

fus

io

500

war

g/l

na
jadi
puti
h
sus

ip

Bu

put

Cair

u
Tid
ak

ci

ada

Per
uba

ay

Ca

Co

BP

Cair

MC

ca

han
Ber
uba

9l

rb

war
na
jadi
puti
h
sus

it

Bu

Ku

45

hi

zeb

ada

ne

80

Per

Ma
nko

Cair

u
Tid
ak

In

Ca

Co

End

uba

osul

Cair

han
Ad
a

fan

end

da

353

apa

,9

9/l

Proses pencampuran larutan:


AQUADES

AQUADES

B.Pembahasan

Pada Diazinon dengan formulasi 600 EC memiliki wujud fisik cair berwarna

kuning pekat, dan setelah dilarutkan dengan aquades larutan diazinon berubah warna menjadi
kuning telur yang dapat dilihat dari gambar diatas. Setelah campuran terlarut selanjutnya
larutan diukur pH. pH yang didapat adalah 3. Sedangkan pada Exocet dengan formulasi 50
EC juga memiliki wujud fisik cair akan tetapi warnanya berbeda dengan diazinon yaitu
kuning coklat, setelah dilarutkan dengan Aquades larutan berubah warna menjadi putih susu
seperti gambar diatas. Dan ph yang dimiliki adalah 4.

Pestisida yang memiliki wujud fisik bubuk yaitu Sevin dengan Mipcin dengan

formulasi WP yang memiliki warna awal putih dan setelah dilarutkan tidak mengalami
perbuahan warna, akan tetapi larutan tersebut memiliki endapan. Hal ini tentunya berbeda
dengan yang memiliki wujud fisik cair bahwa wujud fisik cair tidak memiliki endapan dan
mengalami perubahan warna, akan tetapi wujud fisik bubuk tidak mengalami perubahan
warna akan tetapi memiliki endapa setelah dilarutkan.

Dari semua jenis pestisida yang dilarutkan memiliki pH yang berbeda , hal ini

kemungkinan terjadi karena komposisi yang dimiliki oleh setiap jenis pestisida berbeda-beda.
Pada Sidazinon komposisinya adalah dengan bahan aktif diazinon 60 d/l, sedangkan pada
Exocet memiliki komposisi bahan aktif sipermetrin 50 g/l.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :

Insektisida yang memiliki wujud fisik cair setelah dilarutkan tidak memiliki endapan
akan tetapi mengalami perubahan warna.
Insektisida yang memiliki wujud fisik bubuk setelah dilarutkan tidak mengalami
perubahn warna akan tetapi memiliki endapan.
pH yang dimiliki setiap pestisida berbeda setelah dilarutkan dengan aquades

B. Saran
Agar praktikum berjalan dengan baik, sebaiknya para praktikan lebih serius
dalam mendengarkan asisten dosen saat menerangkan prosedur praktikum. Dan pada
saat melakukan praktikum, sebaiknya praktikan lebih tentram agar tidak menimbulkan
keribuatan.

DAFTAR PUSTAKA

Munaf, Sjamsuir . 1997. Hama rumah tangga

Panut Djojosumarto . 2006. pengembangan pestisida mengarah pada Zat Pengatur


Tubuh Serangga .(Insect Growth Regulator)

Djojosumarto . 2006. pestisida mengandung racun atau bahan aktif yang berbahaya

Menurut Butarbutar . 2009. Formulasi pestisida untuk meningkatkan sifat-sifat yang


berhubungan dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan,
dan keefektifan pestisida.

Menurut Djojosumarto (2008), produk jadi campuran fisik antara bahan aktif dan
bahan tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi. Runia

Você também pode gostar