Você está na página 1de 22

TUGAS ESSAY PENGAUDITAN

MATERIALITY AND RISK


Dosen Pengampu: Agung Nur Probohudono, SE., M.Si., PhD., Ak, CA.

Disusun Oleh:
Dian Perwitasari

S4312003

Devi Narulitasari

S431402009

Dini Pramesti Putri

S431402010

Dwi Rahayu

S431402011

Rudy Hartanto

S431402030

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014
1

MATERIALITY AND RISK

Frasa penting yang berkaitan dengan materialitas dan risiko dalam laporan auditor terdapat
dalam paragraf ruang lingkup, yaitu:
Kami melaksanakan audit sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Standarstandar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah
saji yang material
Maksud dari frasa memperoleh kepastian yang layak di sini adalah untuk memberi tahu
para pemakai laporan bahwa auditor tidak menjamin atau memastikan kewajaran penyajian
laporan keuangan.Maksud dari frasa bebas dari salah saji yang material di sini adalah untuk
memberi tahu para pemakai laporan bahwa tanggung jawab auditor terbatas pada informasi
keuangan yang material saja (Arens et al., 2008).

MATERIALITAS
Materialitas adalah pertimbangan yang utama auditor untuk menentukan ketepatan laporan
auditan yang dikeluarkan oleh auditor. Definisi materialitas menurut FASB 2 adalah besarnya
suatu penghapusan dan salah saji informasi yang dengan memperhitungan suatu situasi yang
menyebabkan seseorang yang mengandalkan informasi tersebut akan mungkin berubah atau
terpengaruh dengan adanya penghapusan atau salah saji tersebut (Arens et al., 2008).
Sedangkan menurut PSAP konsep materialitas mengakui beberapa hal, baik secara
individual ataupun secara keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian akuntansi yang
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Frase dalam laporan audit
menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia menunjukkan bahwa keyakinan auditor akan laporan keuangan
secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material (IAPI, 2011)

Dalam melakukan audit terhadap laporan keuangan oleh auditor, dimana auditor
menemukan salah saji yang material maka auditor harus menyampaikan temuan tersebut kepada
klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi, karena auditor bertanggung jawab untuk
menentukan apakah laporan keuangan tersebut salah saji secara material. Apabila laporan
keuangan secara keseluruhan sangat diandalkan oleh perusahaan dalam melakukan perjanjian
jual-beli, jumlah yang dianggap material oleh auditor mungkin akan lebih kecil daripada audit
sejenis dalam situasi yang berlawanan (Arens et al., 2008).
Dalam melakukan audit, auditor juga tidak dapat memberikan jaminan bahwa laporan
keuangan adalah akurat. Auditor tidak memberikan jaminan karena auditor tidak memeriksa
setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat mementukan apakah
semua laporan yang disusun telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi secara
semestinya. Oleh karena itu, auditor memberikan keyakinan berikut ini (Mulyadi, 2002):
1. Keyakin diberikan oleh auditor terkait jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan
keuangan beserta dengan penyajian dan pengungkapan telah dicatat, diringkas,
digolongkan dan di kompilasi.
2. Auditor memberikan keyakinan terhadap proses auditnya dengna mengumpulkan bukti
audit yang kompeten yang cukup sebagai dasar yang memadai untuk memberikan suatu
pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Keyakinan yang diberikan oleh auditor dalam bentuk pendapat yang dicantumkan dalam
laporan auditan yang memberikan penjelasan mengenai informasi yang dalam hal
terdapat perkecualian bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara
wajar serta tidak terdapat salah saji yang material karena kekeliruan dan kecurangan.
Langkah-langkah dalam menerapkan materialitas (Arens et al., 2008):
1. Menetapkan suatu pertimbangan pendahuluan dalam memutuskan materialitas
2. Dalam penetapan materialitas, dilakukan alokasi pertimbangan pendahuluan ke
dalam segmen-segmen.
3. Setelah mengalokasikan dalam segmen-segmen, auditor melakukan estimasi total
salah saji yang terdapat dalam segmen.
4. Melakukan perkiraan salah saji gabungan yang terdapat dalam segmen-segmen
3

5. Melakukan pembandingna terhadap salah saji gabungan dengan pertimbangan


pendahuluan yang telah direvisi tentang suatu materialitas.
Sebuah penelitian yang menguji pengaruh pengalaman audit secara alami dan beberapa
isyarat yang manang mempengaruhi penggunaan bentuk dari pertimbangan maaterialitas auditor
menggunakan variabel sebagai berikut (Carpenter, Dirsmith, & Gupta, 1994):
H1 = budaya perusahaan audit berpengaruh terhadap prosedur penilaian materialitas audit
anggotanya.
H1a = auditor dari perusahaan-perusahaan memiliki budaya mekanistik relatif "rasionalkomprehensif" dalam proses penilaian materialitas (yaitu, menggabungkan isyarat lebih
dalam membentuk penilaian)
H1b = auditor dari perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya organik/alami yang relatif
"puas" terhadap proses penilaian materialitas penghakiman (yaitu, mereka menggabungkan
tunggal, dominan kerena ukuran mereka relatif terhadap laba bersih dalam membentuk
penilaian)
H2 = Semakin besar tingkat pengalaman, semakin auditor akan menunjukkan strategi penilaian
materialitas terkait dengan budaya perusahaan audit.
H2A = Auditor yang memiliki lebih banyak pengalaman dengan budaya perusahaan yang relatif
mekanistik akan menunjukkan lebih tinggi, rasional proses penilaian materialitas
komprehensif
H2b = auditor yang memiliki lebih banyak pengalaman dengan budaya perusahaan yang relatif
organik akan menunjukkan lebih tinggi, kepuasan proses penilaian materialitas
Penelitian tersebut mengembangkan serangkaian pendekatan audit terstruktur dan tidak
terstruktur. Pengembangan KAP antara yang terstruktur dengan tidak terstruktur terdiri dari:
1. Terstruktur: Deloitte, Haskins & Sells (DHS & S); Gambut. Marwick, Mitchell &
Co(PMM); Touche Ross (TR); dan dua perusahaan yang lebih kecil.
2. Menengah: Arthur Andersen (AA): Tiur Muda (AY); Ernst & Whihlnney (E & K '); dua
non-Big Delapan perusahaan; dan satu perusahaan kecil.
3. Unstructured: Coopers & Lybrand (C & L); Price Waterhouse (PVC '); dan sembilan
perusahaan kecil.
Ia menemukan bahwa perusahaan dengan metodologi audit yang relatif terstruktur
cenderung mendukung proposal yang mencakup standar teknis yang relatif menambahkan
4

bimbingan terstruktur (misalnya, Standard 39 berkaitan dengan mengaudit sampling dan Standar
47 yang berkaitan dengan mengaudit risiko dan materialitas). Dia juga menemukan bahwa
sementara perusahaan menengah memenangkan paling suara, kecenderungan muncul untuk
Dewan

secara

keseluruhan

untuk

memilih

mendukung

standar

terstruktur.

Kinney

direkomendasikan penelitian masa depan diarahkan pada mempelajari perilaku auditor


sehubungan dengan tingkat struktur yang dikenakan oleh suatu perusahaan. Seperti Cushing dan
Loebbecke yang belajar, studi Kinney telah mempengaruhi hampir semua penelitian berikutnya
di bidang ini (Carpenter et al., 1994).

MENETAPKAN PERTIMBANGAN PENDAHULUAN TENTANG MATERIALITAS


Dalam melakukan proses audit diawal, pada saat auditor mengembangkan suatu strategi
audit secara keseluruhan, auditor juga harus telah memutuskan besarnya salah saji gabungan
dalam laporan keuangan yang dianggap material bagi auditor. Keputusan auditor terhadap salah
saji material dalam pertimbangan awal bisa disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas (preliminary judgment about materiality) karena mungkin saja hal tersebut dapat
berubah selama penugasan meskipun merupakan pendapat profesional. Apabila selama
pelaksanaan audit pertimbangan pendahuluan tentang materialitas diubah oleh auditor, maka hal
ini disebut sebagai pertimbangan tentang materialitas yang direvisi (revised judgement about
materiality) (Arens et al., 2008).
Dalam audit laporan keuangan, pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas
dalam laporan keuangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor (Arens et al., 2008). Faktor
tersebut antara lain terdiri dari:
a) Materialitas merupakan konsep yang bersifat relatif daripada absolut
Salah saji dalam jumlah tertentu dalam suatu perusahaan kecil, bisa saja dianggap tidak
material jika terdapat didalam perusahaan besar.

b) Dasar yang diperlukan dalam mengevaluasi materialitas


5

Auditor harus mempunyai dasar yang tepat dalam menentukan apakah salah saji itu
material, karena materialitas bersifat relatif. Laba bersih sebelum pajak dianggap sebagai
item informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan, maka seringkali menjadi
dasar yang utama bagi auditor untuk menentukan berapa besarnya material yang terdapat
pada perusahaan yang telah berorientasi untuk menghasilkan laba. Selain itu dasar utama
lainnya adalah penjualan bersih, laba kotor dan total aktiva atau aktiva bersih.
c) Faktor-faktor kuantitatif yang juga mempengaruhi materialitas
Bagi para pemakai laporan keuangan, jenis salah saji tertentu mungkin merupakan hal
yang sangat penting dibandingkan dengan salah saji yang lainnya, meskipun mempunyai
nominal yang sama, misalnya:
1) Jumlah yang melibatkan kecurangan biasanya dianggap lebih penting daripada
kesalahan yang tidak disengaja dengan nilai nominal yang sama, karena
kecurangan mencerminkan kejujuran serta reliabilitas manajemen atau personil
lain yang terlibat.
2) Salah saji yang sebenarnya kecil bisa menjadi material jika ada konsekuensi yang
mungkin timbul dari kewajiban kontraktual.
3) Salah saji yang sebenarnya tidak material dapat saja menjadi material jika
mempengaruhi tren laba.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan
tersebut berkaitan dengan salah saji dengan jumlah tertentu yang terdapat dalam alporan
keuangan. Sedangkan timbulnya sebab salah saji tersebut berkaitan dengan pertimbangan
kualitatif. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material
karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut (Mulyadi, 2002).

Menurut Mulyadi (2002) pertimbangan kuantitaif dan kualitatif dicontohkan sebagai


berikut:
1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
6

a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan


b. Total aktiva dalam neraca
c. Total aktiva lancar dalam neraca
d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan
c. Syarat yang telah tercantum dalam perjanjian kredit dari bank yang mengharuskan
seorang klien untuk mempertahankan beberapa syarat seperti rasio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam trend laba
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

MENGALOKASIKAN
MATERIALITAS

KE

PERTIMBANGAN
SEGMEN-SEGMEN

PENDAHULUAN
(SALAH

SAJI

TENTANG

YANG

DAPAT

DITOLERANSI)
Auditor harus melakukan pengumpulan bukti per segmen untuk mengalokasikan
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas dan bukan untuk laporan keuangan secara
keseluruhan. Salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement) menurut SAS 107 (AU
312) adalah materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu, yaitu pada saat auditor
melakukan alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas kedalam saldo akun.
Pada saat auditor mempertimbangkan tanggung jawab auditor dalam memperoleh
keyakinan yang memadai tentang laporan keuangan yang bebas dari salah saji material,
tidak akan ada perbedaan yang penting diantara kekeliruan dengan kecurangan. Kekeliruan
bisa berarti adanya salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau
7

pengungkapan yang terdapat dalam laporan keuangan. Menurut IAPI (2011) Kekeliruan
mencakup:
1) Dalam melakukan pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber dalam
penyusunan laporan keuangan terdapat suatu kesalahan.
2) Estimasi yang dilakukan dalam penyajian laporan keuangan tidak masuk akal, hal
tersebut dikarenakan timbul dari kecerobahan atau salah tafsir dari fakta yang
seharusnya
3) Penerapan prinsip akuntansi jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan
telah salah atau keliru.
Tiga kesulitan utama yang dihadapi auditor dalam mengalokasikan materialitas pada
akun-akun neraca (Arens et al., 2008), yaitu:
1) Akun-akun tertentu yang mengandung lebih banyak salah saji maupun kurang saji
seharusnya bisa diperkirakan oleh auditor.
2) Harus mempertimbangkan baik lebih saji maupun kurang saji.
3) Biaya audit relatif mempengaruhi pengalokasian ini.
Tujuan mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke dalam akunakun neraca adalah untuk membantu auditor dalam hal memutuskan bukti yang tepat yang harus
dikumpulkan bagi setiap akun dalam neraca maupun laporan laba-rugi. Salah satu sasaran
pengalokasian ini adalah meminimalkan biaya audit tanpa mengorbankan mutu audit.

MENGESTIMASI

SALAH

SAJI

DAN

MEMBANDINGKAN

DENGAN

PERTIMBANGAN PENDAHULUAN

Auditor yang melakukan pembuatan kertas kerja dalam setiap penugasnnya harus
mencatat semua salah saji yang ditemukan. Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun
dibedakan menjadi dua jenis (Arens et al., 2008), yaitu:
a) Salah saji yang diketahui (known misstatement) yaitu salah saji dalam akun yang
jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.
b) Salah saji yang mungkin (likely misstatement), dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor
tentang estimasi saldo akun.
2) Proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi.
Estimasi untuk kesalahan sampling timbul karena auditor hanya mengambil sampel dari
sebagian populasi dan ada risiko bahwa sampel itu tidak secara akurat mewakili populasi.

RISIKO
Risiko audit adalah risiko yang tanpa disadari auditor tidak memodifikasi pendapat
auditnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material (IAPI, 2011).

JENIS-JENIS RISIKO
a) Risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk)
Adalah risiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen akan gagal mendeteksi salah saji
yang melebihi salah saji yang dapat ditoleransi. Dua hal penting tentang risiko deteksi
yang direncanakan (Arens et al., 2008), yaitu:
1) Risiko deteksi yang direncanakan tergantung pada tiga faktor lain dalam model
risiko audit.
9

2) Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang


direncanakan akan dikumpulkan auditor, yang besarnya berlawanan dengan risiko
deteksi yang direncanakan.
b) Risiko Inheren
Risiko inheren mengukur penilaian auditor mengenai salah saji (kekeliruan atau
kecurangna) yang material dalam segmen sebelum auditor memperhitungkan keefektifan
pengendalian intern entitas. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan besar akan
ada salah saji, dengan mengabaikan pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan
bahwa risiko inheren adalah tinggi. Risiko inheren akan berbanding terbalik dengan
risiko deteksi yang direncanakan dan bersifat langsung dengan bukti (Arens et al., 2008).
Resiko inhern juga bisa didefinisikan sebagai Kerentanan saldo akun atau golongan
transaksi untuk kesalahan yang bisa material, bila digabungkan dengan kesalahan dalam
saldo atau kelas-kelas lain, dengan asumsi bahwa ada tidak terkait pengendalian
akuntansi internal (Miller, Cipriano, & Ramsay, 2012).
c) Risiko pengendalian (control risk)
Yaitu penilaian yang dilakukan oleh auditor dalam mengukur suatu salah saji yang
melebihi jumlah yang dapat ditoleransi dalam suatu segmen akan diceha atau dideteksi
secara tepat waktu oleh pengendalian internal klien. Jika auditor menyimpulkan bahwa
pengendalian internal efektif, risiko deteksi yang direncanakan dapat diperbesar sehingga
bukti dapat dikurangi. Bila pengendaliannya efektif maka auditor dapat memperbesar
risiko deteksi yang direncanakan karena pengendalian internal yang efektif akan
memperkecil kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan (Arens et al.,
2008).
Risiko pengendalian juga dapat didefinisikan dalam AICPA sebagai Risiko kesalahan
yang yang dapat terjadi dalam akun atau kelas transaksi dan yang bisa menjadi material,
bila digabungkan dengan kesalahan dalam saldo atau kelas-kelas lain, tidak akan dicegah
atau dideteksi secara tepat waktu oleh sistem pengendalian akuntansi internal (Miller et
al., 2012)
10

d) Risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk)


Adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tanpa
pengecualian telah dikeluarkan. Ketika auditor ingin lebih yakin bahwa laporan keuangan
tidak disalahsajikan secara material, maka auditor harus memutuskan risiko audit yang
dapat diterima yang lebih rendah (Arens et al., 2008).
Auditor sering kali menggunakan istilah audit assurance dan bukan risiko audit yang dapat
diterima. Audit assurance ini merupaka pelengkap risiko audit yang dapat diterima, yaitu satu
dikurangi risiko audit yang dapat diterima.
Terdapat perbedaan dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam
model risiko audit, yaitu:
a) Risiko audit yang dapat diterima, auditor memutuskan risiko yang bersedia diambil
kantor akuntan publik

bahwa laporan keuangan disalahsajikan setelah audit selesai

berdasarkan faktor-faktor yang terkait dengan klien tertentu.


b) Risiko inheren dan risiko pengendalian didasarkan pada ekspektasi atau prediksi auditor
mengenai kondisi klien.
c) Risiko deteksi sangat tergantung pada ketiga risiko lainnya, jadi hanya dapat ditentukan
setelah auditor menilai ketiga risiko lainnya.
Dalam menilai salah saji yang material (RMM) dalam standar audit akhir-akhir ini telah
ditingkatkan, akan tetapi proses di mana risiko inhern dan risiko pengendalian harus
dipertimbangakn secara terpisah dan berurutan secara keseluruhan dalam menilai salah saji yang
material. Auditor justru mungkin menganggap tingkat batas dasar pengendalian internal dalam
penilaian IR mereka daripada tidak ada kontrol. Mereka kemudian menambah atau menurunkan
RMM tergantung pada apakah faktor CR lebih besar atau lebih kecil dari faktor diasumsikan
dalam dasar mereka. Namun, jika auditor mengevaluasi faktor risiko tertentu dalam konteks
ARM, mereka harus menilai IR dan CR faktor secara konsisten dengan bagaimana orangkonstruksi didefinisikan dalam standar otoritatif (Miller et al., 2012). Menurut Mulyadi (2002)
hubungan diantara risiko dapat digambarkan sebagai berikut:
11

1.

Pada saat auditor harus mempertahankan suatu risiko audit yang konstan/tetap, maka
auditor harus menambah jumlah bukti yang telah dikumpulkan sehingga tingkat
materialitas dapat dikurangi.

2.

Pada saat auditor harus mempertahankan tingkat materialitas yang konstan/tetap, dan
jumlah bukti audit yang dikumpulkan telah dikurangi maka risiko audit akan menjadi
meningkat.

3.

Pada saat auditor mengurangi risiko audit yang timbul, auditor dapat menempuh beberapa
cara yaitu: Meningkatkan materialitas, sementara jumlah bukti audit yang dikumpulkan
dipertahankan/konstan; Meningkatkan jumlah bukti audit yang dikumpulkan sementara
tingkat materialitas konstan; Menambah sedikit jumlah bukti yang dikumpulkan dan
tingkat materialitas secara bersamaan.

12

Risiko Bawaan

Kerentanan asersi
individual terhadap
salah saji material

Risiko
Pengendalian

Pengendalian

Internal Klien

Salah saji material


tidak dpt diccegah atau
tidak dideteksi dengan
Pengendalian internal
klien

Salah saji
dicegah dan
dideteksi
dengna
pengendalia
n internal
klien

Risiko Deteksi

Prosedur
Auditor Untuk
memverifikasi
asersi

Salah saji material


tetap tidak dapat
dideteksi dalam asersi
individual

Risiko Audit
Laporan
keuangan
yang berisi
slaah saji
material,
namun diberi
pendapat
wajar tanpa
pengecualain

Salah saji
dideteksi
dengan
prosedur
verifikasi
auditor

Gambar: Hubungan Antar Risiko (Mulyadi, 2002)

13

MENILAI RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA


Selama perencanaan audit, auditor harus memutuskan risiko penugasan dan kemudian
menggunakan penugasan tersebut untuk memodifikasi risiko audit yang dapat diterima. Risiko
audit yang dapat diterima yang tepat harus direncanakan oleh auditor (Arens et al., 2008).
Risiko audit yang dapat diterima oleh auditor dalam perencangan prosedur audit ditentukan oleh
tingkat yang diinginkan oleh auditor dalam pembatasan risiko audit suatu saldo akun atau
golongan transaksi dan bergantung pada penetapan auditor terhadap risiko bawaan dan risiko
pengendalian. Dalam hal penetapan risiko bawaan dan risiko pengendalian yang menurun, dan
risiko deteksi yang dapat diterimanya meingkat, auditor tidak boleh hanya mengandalkan risiko
bawaan dan risiko pengendalian dengan tidak melakukan suatu pengujian substantif terhadap
saldo akun atau terhadap transaksi, dikarenakan kemungkinan adanya salah saji yang material
jika digabungkan dengan salah yang yang terdapat dalam saldo akun dan golongan transaksi
yang lain (IAPI, 2011)
Risiko bahwa auditor atau kantor akuntan publik akan menderita kerugian setelah audit
selesai walaupun laporan audit sudah benar disebut sebagai risiko penugasan (Engagement risk).
Arens et al., (2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima adalah:
a) Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
Keputusan yang tepat untuk mengurangi risiko audit yang dapat diterima adalah jika
pemakai eksternal sangat tergantung pada laporan keuangan. Akan timbul kerugian sosial
yang besar jika salah saji yang signifikan dalam laporan keuangan tetap tidak terdeteksi
apabila laporan keuangan tersebut sangat diandalkan.
Faktor yang merupakan indikator mengenai derajat ketergantungan pemakai ekstern
pada laporan keuangan, yaitu:
1) Ukuran klien. Semakin besar operasi klien maka akan semakin luas pula
pemakaian laporan keuangan. Ukuran klien yang diukur dari total aktiva atau total
pendapatan akan mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima.

14

2) Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan terbuka biasanya


diandalkan oleh lebih banyak pemakai daripada laporan keuangan perusahaan
tertutup.
3) Sifat dan jumlah kewajiban. Laporan keuangan kemungkinan besar akan
digunakan secara luas oleh kreditor aktual maupun calon kreditor apabila dalam
laporan keuangan terdapat kewajiban berjumlah besar.
b) Kemungkinan bahwa klien akan mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit
dikeluarkan
Auditor menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk membela mutu audit jika
klien terpaksa mengajukan permohonan kebangkrutan atau menderita kerugian yang
besar setelah audit selesai. Risiko audit yang dapat diterima harus dikurangi apabila
dalam situasi di mana auditor yakin bahwa peluang terjadinya kegagalan atau kerugian
keuangan cukup tinggi dan karenanya risiko penugasan juga meningkat.
Arens et al., (2008) mnejelaskan bahwa faktor yang merupakan indikator bahwa
probabilitas meningkat adalah sebagai berikut:
1) Posisi likuiditas. Indikasi ada masalah dalam membayar tagihan di masa depan
terjadi apabila klien terus mengalami kekurangan kas serta modal kerja. Auditor
harus menilai kemungkinan dan signifikansi posisi likuiditas yang terus menurun.
2) Laba (rugi) tahun-tahun sebelumnya. Auditor harus mengetahui masalah solvensi
yang mungkin dihadapi klien di masa depan apabila suatu perusahaan mengalami
penurunan laba atau kenaikan kerugian yang pesat selama beberapa tahun.
Auditor harus mempertimbangkan perubahan laba relatif terhadap saldo laba
ditahan yang tersisa.
3) Metode pembiayaan pertumbuhan. Semakin besar risiko kesulitan keuangan
apabila klien semakin mengandalkan utang sebagai alat pembiayaan sehingga
keberhasilan operasi klien menurun.

15

4) Sifat operasi klien. Jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren yang lebih besar
dari yang lainnya. Perusahaan teknologi canggih yang hanya mengandalkan satu
produk lebih besar kemungkinannya akan pailit daripada produsen makanan yang
terdiversifikasi.
5) Kompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten akan selalu waspada
terhadap potensi kesulitan keuangan dan akan memodifikasi metode operasinya
untuk meminimalkan dampak masalah jangka pendek.
Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor harus menilai setiap faktor yang
mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima. Evaluasi yang lazim atas risiko audit yang dapat
diterima adalah tinggi, sedang, atau rendah, di mana penilaian risiko audit yang dapat diterima
yang rendah berarti bahwa klien itu riskan dan membutuhkan bukti yang lebih ekstensif,
penugasan personil yang lebih berpengalaman, dan/atau review yang lebih ekstensif atas
dokumentasi audit (Arens et al., 2008).
Jasa audit keuangan telah berubah di AS selama setengah abad terakhir, mengakibatkan
pola siklus yang berbeda dari risiko audit relatif. Selama 40 tahun terakhir pasar untuk jasa audit
telah berubah secara dramatis. Alasan meliputi sifat siklus ekonomi, teknologi, perubahan
kompetisi perusahaan audit, berbagai tingkat litigasi, dan dinamika regulasi audit dan penegakan
hukum. Akibatnya, risiko auditor relatif telah pindah dalam pola siklus, mengakibatkan
pergeseran diamati dari praktik audit konservatif untuk memaafkan perilaku klien berisiko tinggi
relatif. Oleh karena itu auditor harus memperhatikan risiko keuangan, risiko manajemen laba dan
risiko ligitasi (Giroux & Cassell, 2011).
Risiko keuangan mengukur risiko yang berhubungan dengan kesehatan keuangan klien.
Ukuran risiko litigasi kemungkinan auditor dituntut karena audit yang dirasakan gagal. literatur
yang ada tidak mengeksplorasi secara rinci bagaimana perusahaan audit menyesuaikan portofolio
klien mereka untuk menerima klien berisiko atau mentolerir klien relatif berisiko dalam
pelaporan keuangan (misalnya, manipulasi laba) berdasarkan periode diperpanjang dalam
perubahan kondisi ekonomi dan institusional. Beberapa faktor tertentu (misalnya, mengubah
mandat pemasaran Audit pada akhir tahun 1970 atau SOX pada tahun 2002) memberikan
eksperimen alami di mana keputusan portofolio perusahaan audit klien dapat diamati di bawah
16

perubahan lingkungan peraturan. Perspektif jangka panjang diperlukan untuk lebih memahami
kekuatan teoritis menentukan perilaku auditor-klien dalam pengaturan portofolio (Giroux &
Cassell, 2011).

MENILAI RISIKO INHEREN


Salah satu konsep terpenting dalam auditing adalah pencantuman risiko inheren pada
model risiko audit, karenanya auditor harus berupaya mempridiksi di mana salah saji yang paling
besar dan paling kecil mungkin terjadi dalam segmen-segmen laporan keuangan (Arens et al.,
2008). Beberapa faktor utama yang harus dipertimbangkan auditor ketika menilai risiko inheren:
1) Sifat bisnis klien
Risiko inheren untuk akun-akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Informasi
yang diperoleh selama auditor berusaha memahami bisnis dan industry klien serta
menilai risiko bisnis klien, akan sangat berguna untuk menilai faktor ini.
2) Hasil audit sebelumnya
Karena banyak jenis salah saji bersifat sistemis dan organisasi sering lamban dalam
mengadakan perubahan untuk memperbaiki salah saji tersebut, maka salah saji yang
ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat saja terjadi lagi dalam audit tahun
berjalan.
Jika selama beberapa tahun terakhir auditor tidak menemukan salah saji dalam
melakukan pengujian atas bidang audit tertentu, auditor dapat mengurangi risiko inheren
selama tidak terjadi perubahan situasi yang relevan.
3) Penugasan awal versus penugasan berulang
Setelah mengaudit klien selama beberapa tahun, auditor akan memperoleh
pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah saji. Baiasanya auditor
menetapkan risiko inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan menguranginya
pada tahun-tahun berikutnya setelah memahami klien.
4) Pihak-pihak yang terkait
Dalam SFAS 57 didefinisikan bahwa transaksi antara perusahaan induk dan
perusahaan anak, serta antara manajemen dan entitas perusahaan adalah contoh transaksi
dengan pihak yang terkait.
5) Transaksi non rutin
17

Transaksi-transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar kemungkinannya dicatat
secara salah ketimbang transaksi rutin karena klien sering kali belum berpengalaman
mencatat transaksi nonrutin itu.
6) Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat
Saldo akun yang memerlukan estimasi dan banyak pertimbangan manajemen antara
lain adalah penyisihan untuk piutang tak tertagih, persediaan yang usang, kewajiban
pembayaran garansi, penggantian aktiva besar-besaran versus penggantian parsial serta
cadangan kerugian pinjaman bank.
7) Unsur-unsur populasi
Setiap item yang membentuk total populasi sering kali mempengaruhi ekspektasi
auditor mengenai salah saji yang material. Pada umumnya auditor menggunakan risiko
inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha yang sebagian besar rekeningnya sudah
lama jatuh tempo daripada yang sebagian besar akunnya lancar.
8) Faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaporan keuangan yang curang dan misapropriasi
aktiva
Pada umumnya sulit memisahkan faktor-faktor risiko kecurangan menjadi risiko audit
yang dapat diterima, risiko inheren, atau risiko pengendalian. Risiko kecurangan dapat
dinilai untuk keseluruhan audit atau menurut siklus, akun, dan tujuan.
HUBUNGAN

RISIKO

DENGAN

BUKTI

SERTA

FAKTOR-FAKTOR

YANG

MEMPENGARUHI RISIKO
Auditor merespons risiko terutama dengan melakukan perubahan terhadap luas pengujian
dan jenis prosedur audit, termasuk memasukkan unsur ketidakterdugaan dalam prosedur audit
yang akan digunakan. Dua cara yang dapat dipakai auditor untuk mengubah audit guna
merespons risiko, selain dengan memodifikasi bukti audit adalah sebagai berikut (Arens et al.,
2008):
1. Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman.
Kantor akuntan publik harus menugaskan staf yang memiliki kualifikasi untuk setiap
penugasan. Apabila bidang audit seperti persediaan yang memiliki risiko inheren yang
tinggi, maka dibutuhkan staf yang berpengalaman dalam mengaudit persediaan.
2. Penugasan akan direview secara lebih seksama daripada biasanya.
Kantor akuntan publik harus memastikan bahwa file audit yang mendokumentasikan
rencana auditor, bukti yang dikumpulkan serta kesimpulan, dan masalah lain dalam audit
direview dengan memadai.
18

Risiko pengendalian maupun risiko inheren tidak dinilai untuk audit secara keseluruhan,
melainkan dinilai untuk setiap siklus dan untuk setiap akun, bahkan setiap tujuan audit untuk
akun itu. Risiko audit yang dapat diterima biasanya dinilai oleh auditor selama tahap
perencanaan dan tidak berubah pada setiap siklus serta akun utama.
Risiko deteksi yang direncanakan serta bukti audit yang dibutuhkan akan bervariasi dari
siklus ke siklus, akun ke akun, atau tujuan ke tujuan, seperti halnya risiko pengendalian dan
risiko inheren. Sulitnya mengukur komponen-komponen model menjadi salah satu keterbatasan
utama dalam menerapkan model risiko audit. Meskipun auditor sudah berusaha merencanakan
dengan sebaik-baiknya, penilaian risiko audit yang dapat diterima, risiko inheren, serta risiko
pengendalian, dan karenanya risiko deteksi yang direncanakan bersifat sangat subjektif dan
hanya mendekati realitas.
Auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing dalam
menerapkan model risiko audit. Pada umumnya auditor lebih mengkhawatirkan underauditing
karena membuat kantor akuntan publik rentan terhadap kewajiban hukum serta hilangnya
reputasi professional. Oleh karena itu para auditor pada umumnya menilai risiko secara
konservatif (Arens et al., 2008).

Berikut merupakan tabel dari hubungan diantara berbagai risiko:


Contoh
1
2
3

AAR
Sangat rendah
Rendah
Sedang

IR
Tinggi
Rendah
Tinggi

CR
Tinggi
Tinggi
Rendah

PDR
Rendah
Sedang
Sedang

MENGEVALUASI HASIL
Model risiko audit yang digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil audit dinyatakan dalam SAS
107 sebagai:
AcAR = IR x CR x AcDR
di mana:
AcAR = Achieved audit risk (risiko audit yang dicapai).

19

Ukuran risiko yang sudah diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan
keuangan disalahsajikan secara material setelah auditor mengumpulkan bukti
IR

audit.
= Inherent risk (risiko inheren).
Faktor risiko bawaan merupakan risiko bawaan yang belum direvisi dikarenakan

adanya informasi baru yang diperoleh oleh auditor.


= Control risk (risiko pengendalian).
Risiko pengendalian yang sama yang selama belum dilakukan revisi oleh auditor
AcDR = Achieved detection risk (Risiko deteksi yang dicapai).
Ukuran suatu risiko bahwa dalam bukti audit untuk suatu segmen tidka terdeteksi
CR

salah saji yang telah melampaui salah saji yang dapat ditoleransi.
Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke
tingkat yang dapat diterima:
1. Mengurangi risiko inheren.
2. Mengurangi risiko pengendalian.
3. Mengurangi risiko deteksi yang dicapai dengan meningkatkan pengujian audit substantif.,
Ketika penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren ditetapkan terlalu rendah
atau risiko audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi, maka auditor harus mengikuti
pendekatan dua langkah:
1. Auditor harus melakukan merevisi terhadap penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak dari revisi tersebut terhadap kebutuhan bukti
yang dikumpulkan, tanpa menggunakan model risiko audit.
Dalam formula tersebut, risko deteksi juga dapat dihitung dengan formula berikut ini:

Dari fomula tersebut, risiko deteksi dihitung melalui tahap-tahap berikut ini:
1. Menetapkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara individual
berdasarkan pertimbangan profesional auditor
2. Melakukan perhitungan risiko deteksi sesuai dengan formula tersebut.
Dalam mencapai tujuan untuk mengurangi risiko audit ke tingkap yang cukup rendah
untuk mendukung pendapat yang dikeluarkan oleh auditor, baik dalam semua hal yang material
dan laporna keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum, auditor dapat menggunakan dan memilih strategi dalam perencanaa audit.
20

Pendekatan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu pendekatan terutama substantif dan pendekatan
tingkat risiko pengendalian taksiran rendah. Perbandingan dua strategi menurt Mulyadi (2001)
tersebut disajikan dalam tabel berikut ini:
Pendekatan terutama Substantif

Pendekatan risiko pengendalian rendah

Auditor merencanakan taksiran risiko Auditor

merencanakan

taksiran

risiko

pengendalian pada tingkat maksimum pengendalian pada tingkat moderat atau tingkat
atau mendekati maksimum

rendah

Auditor merencanakan prosedur yang Auditor merencanakan prosedur yang lebih


kurang

ekstensif

untuk

memperoleh ekstensif untuk memperoleh pemahaman atas

pemahaman atas pengendalian intern

pengendalian intern

Auditor merencakan sedikit, jika ada, Auditor merencakana pengujian pengendalian


pengujian pengendalian

secara luas

Auditor merencanakan akan melakukan Auditor


pengujian substantif secara luas

merencanakan

akan

membatasi

penggunaan pengujian subtantif

Berbeda dengan penilaian audit dalam sudut pandang auditor internal, dimana pada awal
abad kedua puluh satu, setelah sejumlah perusahaan besar mengalami skandal dan kegagalan,
tata kelola perusahaan menjadi topik yang sangat penting. Sebuah kunci bagian dari tata kelola
perusahaan yang sehat adalah budaya pengendalian internal yang kuat, dan ini termasuk fungsi
audit internal karena merupakan sumber berharga internal dan informasi risiko eksternal untuk
manajemen bank. Jadi, audit internal harus waspada terhadap seluruh proses pelaksanaan sistem
untuk mengelola OR dalam entitas. Memodifikasi bentuk perilaku dan tidak hanya mengadaptasi
prosedur dari sudut pandang fungsi pengawasan, tetapi juga berkontribusi terhadap penciptaan
budaya yang kuat, yang memperkuat kerangka dan mempromosikan suara OR manajemen.
Maka akan mungkin untuk mempertimbangkan pengelolaan OR sebagai lebih dari sebuah
kewajiban yang dibebankan oleh supervisor atau otoritas. OR menyediakan entitas dengan
kesempatan untuk membedakan antara mereka dan untuk penilaian risiko dan manajemen untuk
sepenuhnya terintegrasi dalam budaya perusahaan mereka. Pada akhirnya, hal ini akan
21

mengakibatkan beberapa besar manfaat dan citra yang lebih baik bagi klien, pihak ketiga seperti
perusahaan rating, pemasok, dll (Fernndez-Laviada, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Arens et al. (2008). audit and assurance service (12th ed.). pearson.
Carpenter, B. W., Dirsmith, M. W., & Gupta, P. P. (1994). Materiality Judgmenet and Audit Firm
Culture: Social-Behavioral and Political Perspectives. Accounting, Organizations and
Society, 19(45), 355380.
Fernndez-Laviada, A. (2007). Internal audit function role in operational risk management.
Journal
of
Financial
Regulation
and
Compliance,
15(2),
143155.
doi:10.1108/13581980710744039
Giroux, G., & Cassell, C. (2011). Research in Accounting Regulation Changing audit risk
characteristics in the public client market. Research in Accounting Regulation, 23(2), 177
183. doi:10.1016/j.racreg.2011.06.009
IAPI. (2011). Standar Professional Akuntan Publik (SPAP). Jakarta: Salemba Empat.
Miller, T. C., Cipriano, M., & Ramsay, R. J. (2012). Do auditors assess inherent risk as if there
are
no
controls?
Managerial
Auditing
Journal,
27(5),
448461.
doi:10.1108/02686901211227931
Mulyadi. (2002). Auditing (6th ed.). Jakarta: Salemba Empat.

22

Você também pode gostar