Você está na página 1de 7

Kasus Korupsi dan

Kasus Pencurian Sendal


Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan

Lukas Chaves S. E. Fernandez


21414237
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

Terdakwa Kasus Pencurian Semangka Dituntut Dua Bulan


Selasa, 15 Desember 2009 14:39 WIB | 6.522 Views
Pewarta: ferly

Dua terdakwa Basar Suyanto (kanan) dan Kholil duduk dalam persidangan di Pengadilan Negeri
Kediri,karena mencuri sebuah semangka.Kedua terdakwa didakwa dengan ancaman hukuman penjara
dua bulan 10 hari.
Kediri (ANTARA News) - Basar Suyanto (45) dan Kholil (49), terdakwa kasus pencurian semangka di
kebun Darwati di Kelurahan Ngampel, Kecamatan Mojoroto, Kediri, Jawa Timur, dituntut dengan
hukuman penjara dua bulan 10 hari.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dwianto, Selasa, mengemukakan terdakwa telah mengakui perbuatanya,
yaitu mengambil barang milik orang lain.
"Ia mengaku, jika mencuri barang milik orang lain, sehingga hal itu mendukungnya untuk mendapatkan
sanksi yang ringan," katanya.
Ia mengemukakan, ancaman hukuman dua bulan 10 hari itu termasuk ringan. Selain kedua terdakwa
yang kooperatif, keduanya juga sudah jujur, terbuka, dan membantu persidangan supaya cepat selesai.
Tuntutan tersebut juga lebih ringan ketimbang ancamannya, mengingat ia dikenakan Pasal 363 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pencurian Dengan Pemberatan, karena dilakukan lebih dari dua
orang dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Sementara itu, penasehat hukum kedua terdakwa, Nurbaedah menyatakan, pihaknya akan melakukan
pleidoi terkait dengan tuntutan jaksa tersebut.
Sidang yang diketuai oleh Roro Budianti di Pengadilan Negeri Kota Kediri tersebut, akhirnya ditutup.
Majelis hakim berencana untuk melanjutkan sidang pada Rabu (16/12), dengan agenda pleidoi dan
putusan.
Dalam sidang tersebut, beberapa perwakilan dari mahasiswa sempat datang. Mereka memberi

dukungan moral kepada kedua terdakwa, dalam kasus tersebut.


Mereka menyayangkan sikap dari keluarga Darwati yang telah main hakim sendiri, sehingga membuat
terdakwa terluka. Setelah beberapa saat melakukan orasi, akhirnya mahasiswa yang merupakan
gabungan dari beberapa kampus di Kediri tersebut membubarkan diri dengan tertib. (*)

Korupsi Gayus Mencapai Rp 1,7 Triliun


HL | 21 April 2010 | 10:10

Dibaca: 19655

Komentar: 42

14

Sejak awal sebenarnya cenderung tak percaya bahwa uang pajak yang ditilep Gayus hanya Rp28 milyar,
apalagi ditambah pengakuannya bahwa dari dana sejumlah itu dia hanya menikmati Rp1,5 milyar,
selebihnya mengalir ke polisi (Rp11 milyar), jaksa (Rp5 milyar), hakim (Rp5 milyar), pengacara (Rp5
milyar).Apa masuk akal yang maling cuma dapat Rp1,5 milyar?
Ketidakpercayaan ini berdasarkan banyaknya wajib pajak raksasa yang ditanganinya yakni 149 wajib
pajak antara lain Chevron, Kaltim Prima Coal atau Kapuas Prima Coal (Metrotv bikin Kapuas Prima Coal),
Bumi Resourches dan lain-lain. Dari 149 mega perusahaan ini, 60 ditangani Gayus langsung.
Semua perusahaan itu ingin mendapatkan keringanan pajak atau tidak bisa menerima besaran jumlah
tagihan dari instansi pajak dan Gayus dkk memanfaatkan peluang tersebut.
Ketidakpercayan itu terjawab sudah, Majalah Tempo terbaru mengungkapkan bahwa kasus Gayus
mencakup uang sebesar Rp1,7 triliun, saat ini dia masih menyimpan uang tersebut di beberapa deposit
box dan menurut Tempo dia berulang kali membujuk penyidik akan memberikan deposit box tersebut
kecuali satu untuk dia dan keluargaasal dibebaskan atau hukumannya diringankan.
Berita ini membuktikan bahwa korupsi di instansi perpajakan adalah mega korupsi yang harus mendapat
perhatian dan pengawalan super serius dari pers dan masyarakat.. Disinyalir potensi uang negara yang
hanyut ke kantong-kantong petugas pajak dan gangnya mencapai Rp300 triliun!
Gara-gara ulah petugas bejat di jawatan pajak kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan jalan
raya berkualitas baik, sekolah-sekolah, bea siswa, perguruan tinggi, rumah sakit, obat-obatan, pasar,
pembangkit listrik, taman hiburan dan fasilitas publik lainnya.
Mungkin sudah saatnya kita lebih memperhatikan petugas pajak di kota kita, juga polisi, jaksa, hakim
dan pengacara, bukan untuk mengusili atau mencampuri kehidupan pribadi mereka, tapi hanya untuk
menyelamatkan fasilitas publik yang mungkin bisa kita peroleh kalau perilaku dan gaya hidup mereka
wajar-wajar saja.

Kalau kita begitu pedulinya pada maling ayam, maling jemuran, maling tape mobil, maling kaca spion,
maling motor dan sejenisnya, mengapa tidak kita tingkatkan sedikit kepedulian kita pada para pencuri
uang kita, rakyat Indonesia.

Dasar Teori tentang Keadilan.


PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara. Hukum sebagai suatu sistem, dapat berperan dengan baik dan benar ditengah masyarakat
jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang penegakan
hukum. Pelaksanaan hukum itu dapat berlangsung secara normal, tetapi juga dapat terjadi karena
pelanggaran hukum, oleh karena itu hukum yang sudah dilanggar itu harus ditegakkan. Menurut Gustav
Radbruch terdapat tiga (3) unsur utama/tujuan dalam penegakan hukum, yaitu keadilan (Gerechtigkeit),
kepastian hukum (Rechtssicherheit) dan kemanfaatan (Zweckmaigkeit).1[9]
Kepastian hukum oleh setiap orang dapat terwujud dengan ditetapkannya hukum dalam hal
terjadi peristiwa konkrit. Hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini
dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus
ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan
yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum
bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. Sebaliknya
masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk
manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang,
bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana setiap orang yang mencuri
harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Kepastian hukum sangat identik dengan
pemahaman positivisme hukum. Positivisme hukum berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum

adalah undang-undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada


peristiwa yang konkrit. Undang-undang dan hukum diidentikkan. Hakim positivis dapat dikatakan
sebagai corong undang-undang. Montesquieu menuliskan dalam bukunya De lesprit des lois yang
mengatakan:
Dans le gouverment republicant, il est de la nature de la constitution que les juges suivent la letter de la
loiLes juges de la nation ne sont qui la bounce qui pronounce les parolesde la loi, des etres inanimes qui
nen peivent moderer ni la force ni la rigueur (Dalam suatu negara yang berbentuk Republik, sudah
sewajarnya bahwa undang-undang dasarnya para hakim menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang
tertulis dalam undang-undang. Para hakim dari negara tersebut adalah tak lain hanya merupakan mulut
yang mengucapkan perkataan undang-undang, makhluk yang tidak berjiwa dan tidak dapat mengubah,
baik mengenai daya berlakunya, maupun kekerasannya).2[12]
Dengan pernyataan itu, legisme sejalan dengan Trias Politika dari Montesquieu, yang
menyatakan bahwa, hanya apa yang dibuat oleh badan legislatif saja yang dapat membuat hukum, jadi
suatu kaidah yang tidak ditentukan oleh badan legislatif bukanlah merupakan suatu kaidah, hakim dan
kewenangan pengadilan hanya menerapkan undang-undang saja.3[13] Penegakan hukum yang
mengutamakan kepastian hukum juga akan membawa masalah apabila penegakan hukum terhadap
permasalahan yang ada dalam masyarakat tidak dapat diselesaikan berdasarkan hati nurani dan
keadilan.
Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan
karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Apabila penegak
hukum menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfaatan dan kepastian hukum
dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat berjalan dengan baik. Demikian pula sebaliknya jika
menitik beratkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan,
maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam menegakkan hukum itu nilai-nilai dasar keadilan yang
merupakan nilai dasar filsafat dan nilai-nilai dasar kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku
secara sosiologis, serta nilai dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus
diterapkan secara seimbang dalam penegakan hukum.

Hal menarik yang perlu dicermati apabila terdapat 2 (dua) unsur yang saling tarik menarik antara
Keadilan dan Kepastian Hukum, Roeslan Saleh mengemukakan:4[14]
Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama
lain dan sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan hukum yang lebih banyak memenuhi
tuntutan kepastian hukum, maka semakin besar pada kemungkinannya aspek keadilan yang terdesak.
Ketidaksempurnaan peraturan hukum ini dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi penafsiran
atas peraturan hukum tersebut dalam penerapannya pada kejadian konkrit. Apabila dalam
penerapannya dalam kejadian konkrit, keadilan dan kepastian hukum saling mendesak, maka hakim
sejauh mungkin harus mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum.

Roscue Pound sebagai salah satu ahli hukum yang ber-mazhab pada Sosiological Jurisprudence,
terkenal dengan teorinya yang menyatakan bahwa, hukum adalah alat untuk memperbarui
(merekayasa) masyarakat (law as a tool of social engineering).5[15] Hal inilah yang menjadi tolak
pemikiran dari Satjipto Raharjo dengan menyatakan,
bahwa hukum adalah untuk manusia, pegangan, optik atau keyakinan dasar, tidak melihat hukum
sebagai suatu yang sentral dalam berhukum, melainkan manusialah yang berada di titik pusat
perputaran hukum. Hukum itu berputar di sekitar manusia sebagai pusatnya. Hukum ada untuk
manusia, bukan manusia untuk hukum.6[16]

Dengan demikian, bahwa kedudukan keadilan merupakan unsur yang sangat penting dalam
penegakan hukum di Indonesia. Indonesia memiliki kultur masyarakat yang beragam dan memiliki nilai
yang luhur, tentunya sangat mengharapkan keadilan dan kemanfaatan yang dikedepankan dibandingkan
unsur kepastian hukum. Keadilan merupakan hakekat dari hukum, sehingga penegakan hukum pun
harus mewujudkan hal demikian. Disamping kepastian hukum dan keadilan, unsur lain yang perlu
diperhatikan adalah kemanfaatan.

Kemanfaatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam
mengukur keberhasilan penegakan hukum di Indonesia. Menurut aliran Utilitarianisme, penegakan
hukum mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu (teori manfaat atau teori tujuan), dan bukan
hanya sekedar membalas perbuatan pembuat pidana, bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan
atau pengimbalan kepada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan
tertentu yang bermanfaat.7[17] Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Hukum
yang baik adalah hukum yang memberikan kebahagiaan bagi banyak orang. Hal ini dikuatkan dengan
pendapat Jeremy Bentham, bahwa:
Pemidanaan itu harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan dan seberapa kerasnya pidana itu tidak
boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan-penyerangan
tertentu. Pemidanaan hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan
yang lebih besar.8[18]
Maka, apabila melihat hal yang ideal berdasarkan 3 (tiga) unsur/tujuan penegakan hukum yang
telah dikemukakan di atas, penegakan hukum di Indonesia terlihat cenderung mengutamakan kepastian
hukum. Harmonisasi antar unsur yang diharapkan dapat saling mengisi, ternyata sangat sulit diterapkan

Opini saya mengenai Polemik kasus korupsi pajak dan pencurian semangka.
Menurut saya, setiap kasus pencurian ringan tidak usah diberi tuntutan penjara, kalau sang
pelaku mengakui kesalahannya. Harusnya focus jaksa/ hakim turun ke korupsi yang memakan uang
rakyat. Banyak dari kita lebih mementingkan mengadili sesama kita yang melakukan kejahatan ringan
hingga babak belur bahkan ada yang sampai mati. Kita hanya bisa nonton dari tv pelaku korupsi
disidang, terus melakukan kesalahan mereka. Sudah saatnya kita menyuarakan pikiran-pikiran kita untuk
memberantas korupsi.

Você também pode gostar