Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DIFTERI
Oleh :
Albertus Bayu K
G99121003/A-12-2014
Muh. Al Amin
G99121028/A-13-2014
Pembimbing :
dr. Agustina Wulandari, SpA, Mkes
Latar Belakang
Penyebab kematian anak di negara-negara berkembang merupakan salah
satu penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC,
Diphteri,Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B. Difteri adalah
penyakit yang disebabkan oleh kumanCorynebacterium diphtheriae, oleh karena
itu penyakitnya diberi nama serupadengan kuman penyebabnya. Sebelum era
vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit
yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian. Namun sejak vaksin difteri
ditemukan dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan
kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis.Difteri termasuk penyakit
menular yang jumlah kasusnya relatif rendah.Rendahnya kasus difteri sangat
dipengaruhi adanya program imunisasi.1
Definisi
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut yang terutama menyerang
tonsil,faring,laring, hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadangkadang konjunngtiva atau vagina. Bakteri melepaskan cytotoxin spesifik yang
mengakibatkan timbulnya lesi yang khas. Lesi nampak sebagai suatu membran
asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.Tenggorokan
terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti
dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan
sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan pembentukan
membran pada trachea secara ektensif dan dapatterjadi obstruksi jalan
napas.Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung
tersumbatdan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi)
merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart
block dan kegagalan jantung kongestif yang progresif,timbul satu minggu setelah
gejalaklinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak
dapatdibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan
bagiandari impetigo.2
Penyebab
Corynebacterium diphtheriae merupakan penyebab penyakit difteri.
Berbentuk batang gram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi
oleh kuman sifatnya tidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu
exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunyai efek patoligik meyebabkan orang
jadi sakit. Ada tiga tipe variants dariCorynebacterium diphtheriaini yaitu : tipe
mitis, tipe intermedius dan tipe gravis.3
Corynebacterium
diphtheria
dapat
dikalsifikasikan
dengan
cara
bacteriophage lysis menjadi 19 tipe.Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6
termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak ganas,
sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang virulen.Corynebacterium
diphtheria ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas dapat
ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaputmukosa.2,3
Cara Penularan
Manusia merupakan sumber penularan penyakit difteri, baik sebagai
penderita maupun sebagaicarier.Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan
penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya melalui pernafasan
atau droplet infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 25 hari, masa
penularan penderita 2-4minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan
carier bisa sampai 6 bulan. Penyakit difteri yang diserang terutama saluran
pernafasan bagian atas. Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah
tenggorokan, yang berupa reaksi radang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah
melebar mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel epitel disekitarnya rusak,
lalu terbentuklah membaran putih keabu-abuan (pseudomembrane). Membran ini
sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman
difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin yang memberikan gejalagejala dan miyocarditis. Penderita yang paling berat didapatkan pada
difterifauncial dan faringeal.4
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:
Infeksi ringan bila Pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
pada laring.
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejalakomplikasi
seperti
miokarditis
(radang
otot
sumber utamapenularan.6
Difteri faring (pharingeal diphtheriae)dan tonsil dengan gejala radang
akuttenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang
cepat,tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher.
Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu
abuan kotor didaerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut
(faring).7
Difteri laring (l a r y n g o t r a c h e a l d i p h t h e r i a e ) dengan gejala tidak
bisabersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40
derajatcelsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar
leher.Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
Diagonosis
sangat
mempengaruhi
prognosa.
Diagnosa
harus
Corynebacterium diphtheriae.
Untuk melihat ada tidaknya myocarditis (peradangan dinding otot jantung)
dapat di lakuka dengan electrocardiogram (ECG).
Pengambilan smear dari membran dan bahan dibawah membran, tetapi
Gejala Penyakit
Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :12
1.
2.
3.
4.
serta sakit waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah ada
psedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih kebau-abuan
disekitarnya, walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan
(spesimen)berupa apusan tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.Gejala
diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak
tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
Pembengkakankelenjar getah bening di leher sering terjadi.13
Patogenesis
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput
lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai
ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan kepita suara
(laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan
terjadi gangguan pernafasan.14
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau
benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah
masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan
menyeba rmelalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh
tubuh,terutama jantung dan saraf. Toksin biasanya menyerang saraf tertentu,
misalnya saraf di tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada
minggu pertama kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu
keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi
kelemahan pada lengan dan tungkai.Kerusakan pada otot jantung (miokarditis)
bisa terjadi kapan saja selama minggupertama sampai minggu keenam, bersifat
ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat,
bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan
saraf berlangsung secaraperlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita
dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.Pada
serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang
terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel
dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek danberwarna abu-abu.
Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir dibawahnya akan
berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraatau secara tibatiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami
kesulitan bernafas.Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah
diagnosis ditegakkan. Tak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di
tenggorokan dan dibuat biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung
yang terjadi akibatpenyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. .15,16
Komplikasi
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah
toksin,waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin.
sekunder,
biasanya
oleh
kuman
streptokokus
dan
stafilokokus
2. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau
oedema jalannafas
3. I n f e k s i S i s t e m i k k a r e n a e f e k e k s o t o k s i n
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut
menjadi
gagal
jantung.
Kerusakan
sistem
saraf
berupa
kelumpuhan
saraf penyebab gerakan tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat
kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.20
bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri danbengkak pada
permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
Sayangnya kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelahimunisasi,
sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT)setiap 10
tahun sekali.Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan
sistemkekebalan mereka atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi
denganvaksin difteria dengan jadwal yang samaSelain pemberian imunisasi perlu
juga diberikan penyuluhan kepada masyarakatterutama kepada orang tua tentang
bahaya dari difteria dan perlunya imunisasiaktif diberikan kepada bayi dan anakanak. Dan perlu juga untuk menjagakebersihan badan, pakaian dan lingkungan.
Penyakit menular seperti difterimudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan
tingkat sanitasi rendah.Oleh karena itulah, selain menjaga kebersihan diri, kita juga
harus menjagakebersihan lingkungan sekitar. Disamping itu juga perlu
diperhatikan makananyang kita konsumsi harus bersih. Jika kita harus membeli makanan di
luar,pilihlah warung yang bersih. Jika telah terserang difteri, penderita
sebaiknyadirawat dengan baik untuk mempercepat kesembuhan dan agar tidak
menjadisumber penularan bagi yang lain. Pengobatan difteri difokuskan
untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk membunuh kuman
Corynebacteriumdiphtheriae penyebab difteri. Setelah terserang difteri satu kali,
biasanya penderitatidak akan terserang lagi seumur hidup.22,23
Melihat bahayanya penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan ditemukangejala
diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk
segeramendapatkan penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit
untuk diopname dan diisolasi dari orang lain guna mencegah penularan. Di rumah
sakitakan dilakukan pengawasan yang ketat terhadap fungsi fungsi vital
penderitauntuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai obat, penderita
umumnya akandiberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria
Serum).Perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest
: 2-3minggu, makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna,protein
dan kalori cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir.Dengan pengobatan
yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapatdihindari, namun keadaan
bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebihmuda, perjalanan penyakit
yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yangterlambat.Walaupun sangat
berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisadicegah dengan cara menghindari kontak
dengan pasien difteri yang hasil lab-nyamasih positif dan imunisasi.Pengobatan khusus
penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin danmembunuh basil dengan
antibiotika ( penicilin procain, Eritromisin, Ertromysin,Amoksisilin,
Rifampicin,
dan
dilakukan
pembiakan
ulang
pada
apusan
Determinan
Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya:
1. C a k u p a n i m u n i s a s i , a r t i n y a d i m a n a a d a b a y i y a n g k u r a n g
b a h k a n tidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap. Berdasarkan
penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan status imunisasi DPT dan
DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari
pada anak yang status imunisasi DPT danDT lengkap.28
2. K u a l i t a s v a k s i n , a r t i n y a p a d a s a a t p r o s e s p e m b e r i a n
vaksinasi
lingkungan
yang
buruk
KESIMPULAN
1. Difteri
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
pernafasan
ataudroplet
infectiondan
difteri
kulit
minggu
sejak
masa
inkubasi,
sedangkan
masa
penularancarierbisasampai 6 bulan.
7. Pencegahan penyakit difteri ini dilakukan dengan pemberian
imunisasiDPT 1, DPT2 dan DPT 3 pada bayi mulai umur 2 bulan dan
dilanjutkandengan imunisasi DPT berikutnya dengan jarak waktu 4 paling
sedikit 4 minggu (1 bulan). Kemudian diulang lagi pada saat usia sekolah
dasaryaitu kelas 1 dengan imunisasi DT. Selain itu juga dilakukan
dengancara menjaga kebersihan lingkungan sehingga terhindar dari
kumandifteri ini.
8. Pengobatan pada difteri terbagi menjadi dua yaitu Perawatan
umumyaitu dengan isolasi , bed rest 2-3 hari, intake makan : makanan lunak,mudah
dicerna, protein dan kalori cukup, dan pengobatan khusus yangbertujuan
menentralisir toksin dan membunuh basil dengan antibiotika (penicilin
procain, Eritromisin, Ertromysin, Amoksisilin, Rifampicin,Klindamisin,
tetrasiklin).
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya klb difteri adalah :
a. C a k u p a n i m u n i s a s i
b.
K u a l i t a s v a k s i n
c.
L i n g k u n g a n -Rendahn ya
tingkat
pengetahuan ibu dan keluarga
d. A k s e s p e l a y a n a n k e s e h a t a n y a n g r e n d a h
Daftar Pustaka
1. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. Vol. 1 No. 2 MayAugust 2010.M. Vitanata Arfijanto, Siti Irma Mashitah, Prihartini Widiyanti,
Bramantono.A patient with Suspected Diphtheria.
2. Brazilian Journal of Medical and Biological Research (2006) 39: 519-523.L.Y.
Weckx, K. Divino-Goes, D.M. Lihama, E. Carraro, N. Bellei, C.F.H. Granato
and M.I. de Moraes-Pinto.Effect of a single tetanus-diphtheria vaccine dose
on the immunity of elderly people in So Paulo, Brazil.
3. Journal of the New Zealand Medical Association. 24 February 2012, Vol 125
No 1350.Ann Sears, Margot McLean, David Hingston, Barbara Eddie, Pat
Short, Mark Jones.Cases of cutaneous diphtheria in New Zealand:
implications for surveillance and management.
4. South African Institute for Medical Research, Johannesburg.V. BOKKE
HEUSER, CAND. MED. (COPENH.), DIP. BACT. AND SERO. (PARIS) and
C. S. HEY 1A M.B., CH.B., D:P.H., D.T.M. A fD H.,R.C.P. AND
S.Diphtheria in South Africa.
5. Journal American Medical Association. February 22/29, 2012Vol 307, No.
8.Yuelian Sun, Jakob Christensen, Anders Hviid, Jiong Li,Peter Vedsted, Jrn
Olsen, Mogens Vestergaard.Risk of Febrile Seizures and Epilepsy After
Vaccination With Diphtheria, Tetanus, Acellular Pertussis, Inactivated
Poliovirus, and Haemophilus Influenzae Type b.
6. Journal American Medical Association. June 22/29, 2005Vol 293, No.
24.Michael E. Pichichero, Margaret B. Rennels, Kathryn M. Edwards, Mark
M. Blatter, Gary S. Marshall, Monica Bologa, Elaine Wang, Elaine
Mills.Combined Tetanus, Diphtheria, and 5-Component Pertussis Vaccine for
Use in Adolescents and Adults.
7. Journal American Medical Association. Arch Pediatr Adolesc Med.
2005;159:907-913.Harry Keyserling, MD; Thomas Papa, MD, et al. Safety,
Immunogenicity, and Immune Memory of a Novel Meningococcal (Groups A,
C, Y, and 135) Polysaccharide Diphtheria Toxoid Conjugate Vaccine (MCV-4)
in Healthy Adolescents.
8. Journal American Medical Association. Arch Pediatr Adolesc Med.
2004;158:569-575.Barbara Bardenheier, MPH, MA; Hussain Yusuf, et al. Are
Parental Vaccine Safety Concerns Associated With Receipt of MeaslesMumps-Rubella, Diphtheria and Tetanus Toxoids With Acellular Pertussis, or
Hepatitis B Vaccines by Children?