Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ENSEFALITIS
PEMBIMBING :
dr. Mas Wishnuwardhana Sp.A
Penulis:
Farida Apriani
030.07.089
BAB I
PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang disebabkan
oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan gejala-gejala umum dan
manifestasi neurologis. Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan
mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat
berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi.
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya ensefalitis,
tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi anatomi, maka
keadaan ini disebut sebagai ensefalopati.
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang terkena, tapi
daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari istilah diagnostik yang
mencerminkan keadaan tersebut, seperti meningoensefalitis.
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat dibandingkan
meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti kaku kuduk, maka
penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena gejala sisanya pada 20-40%
penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan pada kecerdasan, motoris, penglihatan,
pendengaran secara menetap.
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari seluruh
penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan masalah tingkah laku.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
Nama
: An. I
Umur
: 3 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku/Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Bj Menteng - Bekasi
Tanggal MRS
: 10 April 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penyakit Kehamilan
: Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran
: Bidan
Penolong persalinan
: Bidan
Cara persalinan
: Spontan pervaginam
Masa gestasi
Keadaan bayi
: 3300 gram
: 48 cm
Lingkar kepala
:-
Langsung menangis
: ya
Nilai APGAR
:-
Kelainan bawaan
:-
: 6 bulan
Psikomotor
: 6 bulan
: 7 bulan
: 8 bulan
: 9 bulan
: 11 bulan
: 13 bulan
Gangguan perkembangan
:-
ASI
BUAH
BUBUR
NASI
(bulan )
PASI
BISKUIT
SUSU
TIM
0-2
ASI
2-4
ASI
4-6
ASI
6-8
PASI
8-10
PASI
10-12
PASI
Kesan : Pasien mendapatkan ASI sesuai dengan usianya dan diganti dengan PASI setelah usia 6 bulan.
Pasien mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan usianya
Nasi / pengganti
3 x sehari
Sayur
1 x sehari
5
Daging
2 x seminggu
Telur
5 x seminggu
2 x seminggu
Ikan
5 x seminggu
Kesulitan makan
: Baik
D. Riwayat Imunisasi
vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
Lahir
DPT / DT
2 bln
4 bln
6 bln
24bln
POLIO
Lahir
2 bln
4 bln
6 bln
CAMPAK
9 bln
24 bln
HEPATITIS B
Lahir
1 bln
6 bln
MMR
TIPA
24bln
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Somnolent
Status Gizi
6
Kesan Gizi
: Astenikus
Berat Badan
: 12 kg
Tinggi Badan
: 97cm
Tanda Vital
- Nadi
: 140 x/menit
- Pernafasan
: 36 x /menit
- Suhu
: 38,3 0 C
Status Generalis
Kulit
Kepala
:
:
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Leher
langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata tidak cekung.
: Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping
hidung -, sekret -/: Normotia, simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan -/: Bibir tidak kering, sianosis (-), mukosa merah muda.
: T1-T1
: KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
trakea letak normal. Kaku kuduk (+)
Thorax
7
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
IV.
:
:
:
:
Datar
Supel, turgor baik, H/L tidak teraba membesar
Timpani di semua kuadran abdomen
Bising usus (+) normal
:
Ekstremitas Atas
Akral Hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2
Ekstremitas Bawah
Akral Hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 April 2015 jam 09:38
Nama tes
Hasil
Unit
Nilai rujukan
Lekosit
68,1
Ribu/uL
5-10
Hemoglobin
10,7
g/dL
12-16
Hematokrit
33,4
40-54
Trombosit
702
Ribu/uL
150-400
Eritrosit
4,14
Juta/uL
4-5
MCV
80,7
fL
75-87
MCH
25.8
Pg
24-30
MCHC
32
31-37
GDS
25
mg/dL
60-110
Natrium
133
Mmol/L
135-145
Kalium
3,7
Mmol/L
3.5-5.0
Clorida
92
Mmol/L
94-111
Hasil
Unit
Nilai rujukan
Lekosit
59,3
Ribu/uL
5-10
Hemoglobin
11,4
g/dL
11-16
Hematokrit
34,5
40-54
Trombosit
638
Ribu/uL
150-400
Eritrosit
4,32
Juta/uL
4-5
LED
Mm
0-10
MCV
80,0
fL
75-87
MCH
26,5
Pg
24-30
MCHC
33,2
31-37
CRP Kualitatif
Reaktif
GDS
22
mg/dL
60-110
Protein total
6.00
g/dl
6.6-8.0
Albumin
3,72
g/dl
3.5-4.5
Globulin
2.28
g/dl
1.5-3.0
SGOT
141
U/L
<37
SGPT
72
U/L
<41
Ureum
50
mg/dL
20-40
Kreatinin
0,36
mg/dL
0.5-1.3
Nonreaktif
pg (26-37 pg)
: 0%
Eosinofil
: 0%
Promielosit
: 0%
Batang
: 4%
Mielosit
: 0%
Segmen
: 48%
Metamielosit : 0%
Limfosit
: 46%
Basofil
Monosit
: 2%
: 0%
Kesan : Leukositosis dengan limfositosis atipik dan trombositosis reaktif akibat proses infeksi.
Adakah tanda sepsis? Proses spesifik belum dapat di singkirkan.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 April 2015 jam 14:30
Nama tes
Hasil
Unit
Nilai rujukan
GDS
92
Mg/dl
60-110
V.
RESUME
VI.
DIAGNOSIS
Observasi kejang dengan penurunan kesadaran
Dd :-suspect ensefalitis dengan hipoglikemi dd Sepsis
; metabolik: hipoglikemia, hiponatremia.
VII.
PENATALAKSANAAN
RL 100 cc ( 3 jam)
Kaen 3A 50 cc/jam
Ceftriaxon 1 x 1gr
Dexametasone 2 x 0,5 cc
Amikasin 2 x75mg
Ranitidin 2 x 0,5 cc
VIII. PROGNOSIS
IX.
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
10/4/15
Hari 1
S
Kejang +
O
Somnolent,
A
P
Observasi kejang
Demam +
S: 38,3
Batuk +
N: 152x/mnt
dengan
Pilek +
RR: 34x/mnt
hipoglikemi
C, suspect ensefalitis
jam)
dd
-/- wh -/-
supel, BU +
Ekstremitas
akral hangat
Edem
50
Ceftriaxon 1 x
Dexametasone 2
x 0,5 cc
BJ 1:2 reg
NT
3A
1gr
vesikuler, rh
Abdomen
Kaen
cc/jam
si -/Thoraks
RL 100 cc ( 3
Amikasin
x75mg
Ranitidin 2 x 0,5
cc
Sibital 100 mg
sesudah 12 jam
ganti menjadi 2
x 30 mg
Bolus D10% 20
cc lalu periksa
11
GDS ulang
Pasang
kateter
dan NGT.
Puasa
Nama tes
Hasil
Unit
Nilai rujukan
Lekosit
68,1
Ribu/uL
5-10
Hemoglobin
10,7
g/dL
12-16
Hematokrit
33,4
40-54
Trombosit
702
Ribu/uL
150-400
GDS
25
mg/dL
60-110
Natrium
133
Mmol/L
135-145
Clorida
92
Mmol/L
94-111
11/4/15
Hari 2
S
Demam -
O
Somnolent,
A
P
Observasi kejang
Kejang -
S: 37 C, N: suspect ensefalitis
138x/mnt
dengan
RR: 30x/
hipoglikemi
dd
Thoraks
vesikuler, rh
-/- wh -/:
supel, BU +
NT
Ekstremitas
akral hangat
50
RL 100cc/3 jam
Ceftriaxon 1 x
1gr
Dexametasone 2
x 0,5 cc
BJ 1:2 reg
Abdomen
3A
cc/jam
Kaen
Amikasin
x75mg
Omz 2 x 10 mg
Sibital 2 x 30
mg
Edem 12
12/3/15
Hari 3
S
Demam
O
Apatis,
A
P
Observasi kejang
Kejang -
S: 36,4 C,
suspect ensefalitis
Batuk +
N: 127x
dengan
Slym +
RR: 28x
hipoglikemi
cc/jam
dd
-/- wh -/-
cc-> Stop
jam
:
supel, BU +
Ekstremitas
akral hangat
Edem -
Sanmol drip
125 mg/ 6
BJ 1:2 reg
NT
Dexametaso
ne 2 x 0,5
vesikuler, rh
Abdomen
Ceftriaxon 1
x 1gr
si -/Thoraks
Kaen 3A 50
Amikasin 2
x75mg
Omz 2 x 10
mg
Sibital 2 x
30 mg
Aminofilin
200 cc/ hari
Inhalasi/ 6-8
jam dengan
ventolin
neb nacl 2
cc.
13
14
BAB III
ANALISA KASUS
Anamnesis
Ada muntah
Penurunan kesadaran
Pada abdomen supel, mendatar, tidak ada nyeri tekan hepar/limpa tidak membesar
Hasil
Unit
Nilai rujukan
Lekosit
68,1
Ribu/uL
5-10
Hemoglobin
10,7
g/dL
12-16
Hematokrit
33,4
40-54
Trombosit
702
Ribu/uL
150-400
Eritrosit
4,14
Juta/uL
4-5
MCV
80,7
fL
75-87
15
MCH
25.8
Pg
24-30
MCHC
32
31-37
GDS
25
mg/dL
60-110
Natrium
133
Mmol/L
135-145
Kalium
3,7
Mmol/L
3.5-5.0
Clorida
92
Mmol/L
94-111
Penatalaksanaan:
RL 100 cc ( 3 jam)
Kaen 3A 50 cc/jam
Ceftriaxon 1 x 1gr
Dexametasone 2 x 0,5 cc
Amikasin 2 x75mg
Ranitidin 2 x 0,5 cc
Cek darah lengkap, GDS, Elektrolit, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal, Gambaran Darah
tepi
16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh virus.
Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak.
Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk konfusi mental
dan kejang.[1,2]
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensefalitis) disebabkan oleh infeksi
virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat
merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu. [3]
terjadi
La
oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA
dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000
penduduk.
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang ditularkan
oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian
per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia Tenggara, dan anak benua India.[4]
Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada mereka
yang berusia 3-8 bulan.[1]
ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus. Beberapa
mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus,
17
Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus
(Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus (CMV).[5,6]
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia, pasca
mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang
tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru Japanese B
encephalitis yang ditemukan.
Klasifikasi berdasarkan penyebab
1. ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan
M.tuberculosa.
-Patogenesis:
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis Media ,mastoiditis,sinusitis,atau
dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis
cranium, fraktur terbuka,trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.Reaksi dini
jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan
ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
- Manifestasi klinis
18
Rabdovirus
: virus rabies
Togavirus
Picornavirus
Arenavirus
2. Virus DNA
Herpes virus
Poxvirus
: variola, vaksinia
Retrovirus
: AIDS
Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, Kesadaran menurun, timbul
serangan kejang-kejang, kaku kuduk,hemiparesis dan paralysis bulbaris. (1,2,3,4,5)
3. ENSEFALITIS KARENA PARASIT
19
a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam
pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat
satu sama Lainnya
nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala
yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada
lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala gejala kecuali dalam
keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk
kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut,
nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam
pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di
dalam ventrikel
dannparenkim otak.
Bentuk rasemosanya
tumbuh
didalam meninges
atau
tersebarmdidalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala
neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.(2,4)
4. ENSEFALITIS KARENA FUNGUS
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucormycosis.
Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis
purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun .(2,4)
5. RIKETSIOSIS SEREBRI
20
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis.
Didalam dinding pembuluh darah timbul noduli yangterdiri atas sebukan sel-sel mononuclear,yang
terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena
akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian
mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar .(2,4)
PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit,
saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus akan menyebar dengan
beberapa cara:
1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk
(permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar
melalui sistem saraf.[5]
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada kelainan neurologis.
Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti oleh
kelainan neurologis.
[5]
[7]
21
Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu menginokulasi virus Arbo,
sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada beberapa virus seperti varisella-zoster dan
citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun yang lemah, merupakan faktor resiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran darah atau melalui
sistem neural ( virus herpes simpleks, virus varisella zoster ). Patofisiologi infeksi virus lambat seperti
subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini masih belum jelas. Setelah melewati sawar
darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatjan fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti
perivaskular, dan respons inflamasi yang secara difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abuabu (nigra) dengan substansia putih (alba). Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptorreseptor membran sel saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus
herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas dimengerti. Infeksi
otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung dari perifer ke otak melaui saraf
trigeminus atau olfaktorius. Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi
primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis, faringitis
atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada infeksi
primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun kemudian,rangsangan non spesifik
menyebabkan reaktivasi yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel darah yang
lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah
mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria
serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma.
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam jaringan otak
terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada
postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana
dapat ditemukan indentifikasi morfologik. Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies
(badan negri) atau virus herpes (badan inklusi intranuklear)
22
23
MANIFESTASI KLINIS
Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis tergantung kepada :
1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
-
Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama lobus
temporalis
DIAGNOSIS
1
Gejala Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi
ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. [5] Mulainya sakit biasanya akut,
walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf sentral (SSS) sering didahului oleh demam akut non
spesifik dalam beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan hiperestesia,
sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri kepala paling sering pada frontal atau
menyeluruh, remaja sering menderita nyeri retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah,
nyeri di leher, punggung dan kaki, dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari
kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari keterlibatan meningen dan
parenkim serta distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda rangsang meningeal dapat
terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat juga timbul gejala dari infeksi traktus
respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau infeksi gastrointestinal (enterovirus) dan tanda seperti
exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes viruses), parotitis, atau orchitis (mumps atau lymphocytic
chotiomeningitis).[5,7,8]
2
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pencitraan/ radiologi
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan LP (lumbal
punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna untuk memeriksa adanya
abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.[9]
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu minggu.Pada virus
Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus temporal, namun gambaran tidak tampak tiga
hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak membantu dalam membedakan berbagai ensefalitis virus. [5]
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium merupakan
pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2-weighted
pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat dengan
gadolinium.Pada infeksi herpes virus memperlihatkan lesi lobus temporal dimana terjadi hemoragik pada
unilateral dan bilateral.[8]
25
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat bilateral).Pada
Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG: 1)gelombang delta aktif yang terusmenerus ;2)gelombang delta yang disertai spike (gelombang paku) ;3)pola koma alpha.Pada St Louis
ensefalitis karakteristik EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang paku tidak
menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada daerah tersebut dapat
dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan
dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat
dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.[5]
2. Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar mendapatkan hasil
yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ; dari feces untuk jenis enterovirus,sering
didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang didominasi oleh sel
mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm 3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi, pleositosis
cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari
berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein meningkat. PCR
(polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis ensefalitis. [8,9]
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih awal
dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan
ada yang melaporkan hasil postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk
mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di California.PCR digunakan untuk mendeteksi virusvirus DNA.Herpes virus dan Japenese B encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
PENATALAKSANAAN
26
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit. Penanganan
ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah mempertahankan fungsi organ,
yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka,
pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi
terhadap gangguan asam basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital. Paracetamol 10
mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila didapatkan tanda kenaikan
tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5
mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone tidak diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial
yang meningkat atau keadaan umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2
mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis
yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan, akumulasi lendir pada
tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada pasien herpes ensefalitis
(EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV diberikan selama 10 hari. Pada
beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine Arabinose untuk herpes ensefalitis dapat menurunkan
angka kematian dari 70% menjadi 28%. Saat ini Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan
vidarabin, dan merupakan obat pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari.[5]
PENCEGAHAN
Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif menggigit.
Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
27
Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru lahir
Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang
measles/campak)
Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke daerah
dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease Control and
Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau
lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese Encephalitis
dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian. [12]
DAFTAR PUSTAKA
1.
Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke
2.
3.
4.
Hill. 2007;p449-54
Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor :Harsono.,Gadjah
5.
6.
Jakarta.2000;hal 1141-53
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses. Richard G,
Bachur,MD.
Updated
on
April
19th,
2011.
Available
from
7.
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G, Bachur,MD.
Updated on April 19th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760workup. Accessed on April 13, 2015.
8.
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD. Updated
on April 19th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview.html
9.
Updated:
January
2010.
Available
from
2015.
10. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16, 2011
Available
from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_meningitis .
MD.
Encephalitis.
Available
from
13. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm. Accessed on April 13, 2015.
14. Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Accessed on April 13, 2015.
29