Você está na página 1de 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam percakapan sehari-hari, istilah psikologi abnormal sering ditemukan
namun pengertiannya terutama secara tekhnik tidak selalu menunjukkan maksud dan
tujuan yang sama atau seragam. Hal ini bias menimbulkan masalah ketika kita
menggunakannya untuk keperluan yang lebih spesifik dari pada sekedar wacana saja.
Istilah psikologi abnormal atau sering disebut juga perilaku abnormal atau abnormal
behavior adalah perilaku maladaptive kemudian ada juga menyebutnya mental
disorder. Istilah yang paling lazim kita temukan adalah perilaku abnormal dan
psikopatologi sebagaimana ditulis dalam kurikulum pendidikan psikologi saat ini.
Psikofisiologi adalah studi mengenai hubungan dari fenomena mental atau
behavioral dengan proses-proses jasmani, khususnya studi mengenai aktivitas spontan
dari bermacam-macam organ jasmaniah seperti dari otak, jantung, dan otot-otot
ketika berlangsung perilaku.
Gangguan somatofom adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejalafisik (sebagai contohnya :nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis. Pada setiap gangguan tersebut, tubuh mengekspresikan
konflik psikologis dan stress dengan cara yang tidak biasa dan terkadang aneh.
Kondisi ini memiliki penting dalam sejarah psikologi abnormal karena telah
memberikan peringatan kepada komunitas medis pada tahun 1800-anbahwa factor
psikologis dapat memberikan peran terhadap munculnya simtom yang tidak dapat
dijelaskan. Gangguan somatoform dan disosiatif, berkaitan dengan gangguan
kecemasan. Pada gangguan somatoform, individu mengeluhkan gejala- gejala
gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tapi pada dasarnya tidak terdapat
gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan

kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan
dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini
muncul secara bersamaan.

B. RumusanMasalah
1. Apa pengertian dari gangguan psikofisiologis?
2. Apa pengertian tentang gangguan somatoform ?
3. Apa pengertian tentang gangguan disosiatif ?

C. Tujuan
1. untuk mengetahui tentang gangguan psikofisiologis
2. Untuk mengetahui tentang gangguan somatoform
3. Untuk mengetahui tentang gangguan disosiatif

BAB II
PEMBAHASAN
A. Gangguan Psikofisiologis
1. Pengertian gangguan psikofisiologis
Psikofisiologi adalah studi mengenai hubungan dari fenomena mental atau
behavioral dengan proses-proses jasmani, khususnya studi mengenai aktivitas spontan
dari bermacam-macam oragan jasmaniah seperti dari otak, jantung, dan otot-otot
ketika berlangsung perilaku. Gangguan psikofisiologis merupakan gangguan
kesehatan yang umum dijumpai di populasi, namun seringkali menimbulkan kesalah
pahaman dibidang medis.
Gangguan psikofisiologis itu sendiri tidak tercantum dalam DSM-IV-TR,
meskipun sebelumnya tercantum dalam versi-versi DSM terdahulu. Implikasi
penempatan ini adalah gangguan psikofisiologis bukan merupakan gangguan mental.
Sebelumnya gangguan psikofisiologis secara umum dianggap hanya
mencakup bebrapa penyakit (psikosomatik klasik, seperti magh, sakit kepala,
hipertensi, dan asma). Diagnosis baru dapa6 diterapkan terhadap penyakit apapun
sebagaimana anggapan deawsa ini bahwa semua penyakit dipengaruhi oleh faktorfaktor psikologis seperti stres.
2. Macam-macam gangguan psikofisiologis
a. Gangguan Kardiovaskular
Gangguan kardiovaskular adalah penyakit pada jantung dan sistem sirkulasi
darah. Dua macam penyakit kardiovakular yang dipengaruhi oleh stres adalah
hipertensi dan penyakit jantung koroner
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi, memicu seseorang mengalami
atherosclerosis (penyumbatan pembulu darah arteri, serangan jantung, dan

stroke, juga dapat menyebabkan kematian melalui gagal ginjal). Tekanan


darah normal pada orang dewasa muda adalah 120/80. Gen memainkan
peran penting dalam tekanan darah, faktor resiko lain mencakup obesitas,
konsumsi alkohol yang berlebihan dan konsumsi garam.
Faktor pemicu hipertensi diantaranya yaitu kemarahan. Marah itu sendiri
bukan hal buruk bagi kesehatan kardiovaskular, namun kemarahan yang
berlebihan atau tidak pada tempatnya dapat berakibat buruk pada
kesehatan.
Jantung koroner, jantung koroner terdiri dari dua tipe utama. Pertama
anggguna pektoris dan infraksi miokardial atau serangan jantung
Anggina pektoris adalah rasa sakit di dada secara berkala, biasanya
dibelakang tulang dada dan seringkali menyebar ke punggung dan kadang
bahu dan lengan kiri. Penyebab utama serangan rasa sakit yang parah ini
adalah kurangnya pasokan oksigen ke jantung.
Infraksi miokardial adalah penyakit yang jauh lebih serius. Sama halnya
dengan anggina pektoris penyakit ini disebabkan karena kurangnya
psokan oksigen ke jantung. Namun serangan jantung ini biasanya
menyebabkan kerusakan jantung permanen
Faktor yang meningkatkan resiko PJK (penyakit jantung koroner) : umur,
jenis kelamin (laki-laki lebih beresiko), merokok, kenaikan tekanan darah,
kenaikan kolesterol serum, pembesaran bilik kiri jantung, obesitas, pola
ketidak aktivan fisik dalam waktu lama, konsumsi alkohol berlebihan, dan
diabetes.
b. Asma
Serangan asma terjadi secara mendadak. Penderita asma mengalami
penyempitan saluran udara pada paru-paru, yang mana saluran udara tersebut bersifat
hipersensitive. Sehingga menjadi sangat sulit untuk bernafas (terutama untuk
menghembuskan nafas) dan tersengal-sengal). Penyempitan itu dapat dipicu oleh

infeksi virus, zat-zat alergen, polusi, asap, olahraga, kedinginan, dan kondisi
emosional.

3. Terapi untuk gangguan psikofisiologis


Para terapis yang menganut pradigma sepakat bahwa mengurangi kecemasan,
depresi, atau kemarahan merupakan cara terbaik untuk mengurangi penderitaan karna
gangguan psikofisiologis.
Terapis yang berorientasi psikoanalisis menggunakan teknik-teknik seperti
asosiasi bebas dan analisis mimpi untuk penderita kecemasan. Sedangkan para terapis
behavioral dan kognitif, menggunakan serangkaian prosedur untuk mengurangi
kecemasan dan kemarahan, contohnya latihan relaksasi, berhasil membantu anakanak penderita asma mengeluarkan nafas secara kuat.

B. Gangguan Somatofrom
1. Pengertian gangguan somatoform
Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti tubuh.
Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
penyebabnya. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering, atau kepurapuraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini
juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu gangguan yang ditandai oleh
pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas.
Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen yaitu suatu
tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai simtom medis.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
5

ditemukan penjelasan medis. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk
menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu
diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor
psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala.
Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.
2. Macam-macam Gangguan Somatoform
Pada bagian ini akan dibahas tentang berbagai gangguan somatoform, antara
lain gangguan somatisasi, gangguan nyeri (pain disorder), hipokondriasis, gangguan
konversi, dan gangguan dismorfik.
1. Gangguan somatisasi
Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan
atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat dengan menggunakan
hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Diagnosis gangguan somatisasi
digunakan untuk individu-individu yang banyak menagalami keluhan-keluhan
somatic, berulang-ulang dan berlangsung lama, yang jelas bukan karena suatu
penyebab fisik yang actual. Individu-individu dengan gangguan ini menolak
pandangan bahwa penyebab dari keluhan-keluhan mereka adalah factor psikologis
dan mereka tetap mencari pengobatan. Gangguan ini sifatnya kronis (muncul selama
beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun), dan berhubungan dengan stres
psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan, serta
perilaku

mencari

pertolongan

medis

yang

berlebihan

(Kaplan,dkk

dalam

Fausiah,widuri, 2007).
Adapun menurut DSM IV gejala-gejala yang muncul harus meliputi (APA, 1994):

Empat simtom nyeri pada lokasi yang berbeda (misalnya kepala, pundak,

lutut, kaki).
Dua simtom gastrointestinal (misalnya diare, mual)
Satu simtom seksual yang berbeda dan rasa sakit/ nyeri (misalnya

ketidakmampuan ereksi)
Satu simtom pseudoneurologis seperti pada gangguan konversi, Menurut
(Davison & Neale 2001 dalam Fausiah,widuri, 2007) gangguan ini diduga
terjadi karena pasien terlalu sensitif dengan sensasi fisik, terlalu berlebihan
dalam memperhatikan sensasi tersebut, atau menginterpretasikannya secara
berlebihan. Pandangan behavioral menganggap bahwa gangguan ini adalah

manifestasi kecemasan yang tidak realistis pada sistem ketubuhan.


2. Hipokondriasis
Hipokondriasis merupakan kondisi kecemasan yang kronis dimana pendrita
selalu merasa ketakutan yang patologik terhadap kesehatannya sendiri. Penderita
merasa yakin sekali bahwa dirinya mengidap penyakit yang parah (serius).
Hipokondriasis adalah hasil interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat
terhadap simtom atau sensasi, sehingga mengarah pada preokupasi dan ketakutan
bahwa mereka memiliki gangguan yang parah bahkan meskipun tidak ada penyebab
medis yang diteniukan. Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang serius
dan belum dapat dideteksi, dan tidak dapat dibantah dengan menunjukkan
kebalikannya (Kaplan,dkk,1994 dalam Fausiah,widuri, 2007).
Penyebab hipokondriasis dapat bermacam-macam (Supraptiknya,1995), antara lain:

Perhatian yang berlebihan pada fungsi-fungsi tubuh di masa kecil, entah


karena meniru orang tua atau karena pernah sakit keras sehingga menjadikan
yang bersangkutan pusat perhatian di keluarganya. Dengan kata lain,
hipokondriasis merupakan gangguan khas orang-orang yang haus perhatian
dari orang lain.

Frustasi tertentu sebagai faktor pencetus. Misalnya, seorang gadis yang tibatiba mengeluh menderita macam-macam penyakit sesudah putus hubungan

dengan tunangannya.
Perkuatan yang diperoleh dari lingkungan sosial. Misalnya, karena
mendapatkan pengalaman yang menyenangkan waktu menderita sakit,
selanjutnya seorang anak mulai mengeluh menderita macam-macam penyakit

setiap kali menghadapi tantangan hidup.


3. Gangguan konversi
Menurut DSM IV, gangguan konversi adalah gangguan dengan karakteristik
munculnya satu atau beberapa simtom neurologis (misal: buta, lumpuh, dll) yang
tidak dapat dijelaskan secara medis dan diduga faktor psikologis memiliki peranan
penting dengan awal dan keparahan gangguan.
Gangguan konversi (conversion disorders) dicirikan oleh suatu perubahan
besar dalam fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan
sebagai simtom atau kemunduran fisik. Simtom-simtom ini tidaklah dibuat secara
sengaja. Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan.
Tangan seorang tentara dapat menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat.
Menurut DSM, simtom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis
umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunteer
atau fungsi sensoris. Babarapa pola simtom yang klasik melibatkan kelumpuhan,
epilepsy, masalah dalam koordinasi, kebutaan tunnel vision (hanya bisa melihat apa
yang berada tepat didepan mata), kehilangan indra paendengaran atau penciuman atau
kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi) (Nevid,dkk 2003).

Anestesi yaitu

kelumpuhan-sebagian atau seluruhnya-pada tangan atau kaki, gangguan koordinasi


dan kejang, rasa kesemutan, seperti digelitik, atau seperti ada sesuatu yang merambat
pada kulit, tidak sensitif terhadap rasa sakit (kebal), serta kehilangan atau gangguan
sensasi (Davison, neale, dalam Fausiah,widuri, 2007).

Davison & Neale (2001) dalam (Fusiah,widuri, 2007) mengemukakan


beberapa pandangan mengenai etiologi gangguan konversi. Menurut pandangan
psikoanalisa yang dikemukakan oieh Freud dan Breuler, gangguan konversi terjadi
ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang
besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan, dan ingatan tentang peristiwa
dihilangkan dan kesadaran. Pada tulisannya kem4djan, Freud mengemukakan
hipotesis bahwa ganguan konversi terjadi pada awal kehidupan perempuan, yang
berakar dan electra complex yang tidak terselesaikan.
Ada tiga katagori simtom (Supratiknya, 2010), antara lain:

Simtom sensorik, misalnya berupa hilangnya kepekaan terhadap berbagai


rangsang yang berasal dari luar maupun dalam tubuh (anestesia); hilangnya

kepekaan terhadap rasa sakit (analgesia); rabun ayam dan sebagainya.


Simtom motorik, misalnya berupa paralisis atau kelumpuhan, biasanya hanya
pada salah satu tangan atau kaki dan lumpuhnyapun bersifat selektif dalam
arti lumpuh untuk melakukan kegiatan tertentu tetapi sehat untuk kegiatan lain
(contohnya adalah gangguan pada tangan yang disebut writers cramp atau
kejang sang penulis, yaitu tidak dapat menggunakan tangan untuk menulis

tetapi dapat untuk bermain kartu).


Simtom viskeral (rongga dada dan perut), misalnya berupa keluhan pusing,

sesak napas, ujung tangan dan kaki dingin, dll.


4. Gangguan dismorfik
Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak
nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keiuhan yang
beriebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Penyebab gangguan
hingga saat ini belum dapat diketahui dengan pasti. Namun diperkirakan mungkin
terdapat hubungan antara gangguan dengan pengaruh budaya atau sosial, dengan
adanya

konsep

stereotip

tentang

kecantikan.

Sedangkan

menurut

model

psikodinamik, gangguan mi merefleksikan pemindahan konflik seksual atau


9

emosional pada bagian tubuh yang tidak berhubungan. Mekanisme defensif yang
digunakan adalah represi, disosiasi, distorsi, simbolisasi, dan proyeksi (Kaplan,dkk,
1994 dalam Fausiah,widuri, 2007).
3. PandanganTeoritis Somatoform
Teori yang membahas somatoform adalah teori psikodinamika, teori belajar
dan teori kognitif.
a) Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika simtom histerikal memiliki fungsi memberikan
orang tersebut keuntungan primer dan keuntungan sekunder. Keuntungan primer yang
didapat adalah memungkinkan individu untuk mempertahankan konflik internal
direpresi. Orang tersebut sadarakan simtom fisik yang muncul namun bukan konflik
yang diwakilinya. Dalam kasus-kasus seperti simtom merupakan symbol dari dan
memberikan orang tersebut pemecahan sebagian untuk konflik yang mendasarinya.
Misalnya, kelumpuhan histerikal dari sebuah lengan dapat menyimbolkan dan juga
mencegah individu untuk mengekspresikan impuls seksual (contoh :masturbasi) atau
agresif (membunuh) yang tidak dapat diterima dan telah direpresi Keuntungan
sekunder dapat memungkinkan individu untuk menghindari tanggungjawab yang
membebani dan untuk mendapatkan dukungan dan bukan celaan dari orang-orang
disekitar mereka. Misalnya, tentara terkadang mengalami kelumpuhan yang tiba-tiba
pada tangan mereka, yang mencegah mereka untuk menembakkan senapannya dalam
pertempuran. Mereka kemudian dapat dikirimkan kerumah sakit dan bukan
mengahadapi tembakan musuh.
b) TeoriBelajar
Dalam pandangan teori belajar, simtom dari gangguan konversi dan gangguan
somatoform lain juga membawa keuntungan atau hal-hal yang me-reinforcing, pada
peran sakit. Orang dengan gangguan konversi dapat terbebaskan dari tugas atau
10

tanggungjawab seperti pergi kerja atau melakukan tugas rumah tangga.Menjadi sakit
juga biasanya menimbulkan simpati dukungan. Sejumlah teoritikus belajar
menghubungkan hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh dengan gangguan
obeik kompulsif. Pada hipokondriasis orang terganggu oleh pikiran-pikiran obesif
menjadi sering berkonsultasi dari satu dokter ke dokter yang lain yang dapat
menghilangkan kecemasan mereka secara temporer. Namun bila pikiran-pikiran yang
mengganggu muncul kembali, mereka akan terdorong untuk melakukan konsultasi
berulang lagi. Seperti itu juga orang-orang dengan gangguan dismorfik tubuh, berdan
dan terus menerus untuk memperbaiki kekurangan fisik yang dapat memberikan
kebebasan secara parsial dari kecemasan. Namun perbaikan yang dilakukannya tidak
pernah cukup menghilangkan kekhawatiran yang mendasarinya sepenuhnya
c) Teori Kognitif
Teori kognitif telah berspekulasi bahwa beberapa kasushipokondriasis dapat
mewakili sebuah tipe dari strategi self-handicaping, suatucaramenyalahkankinerja
yangrendahpadakesehatan yang bururk. Pada kasus-kasus lain, mengalihkan perhatian
pada keluhan fisik dapat menjadi suatu cara untuk menghindari berfikir tentang
masalah kehidupan yang lain. Penjelasan kognitif yang lain berfokus pada peran dari
pikiran yang terdistori. Orang dengan hipokondriasis cenderung membesar-besarkan
signifikansi

dari

keluhan

fisik

yang

minor.Simtomringan

yang

muncul

dinterpretasikan sebagai tanda dari sakit yang serius. Teori kognitif berspekulasi
bahwa hipokondriasis dan gangguan panic mempunyai penyebab yang sama yaitu
mengartikan perubahan kecil dalam sensasi tubuh sebagai tanda dari bencana yang
terjadi. Perbedaan antara kedua gangguan itu terletak pada apakah interpretasi yang
salah dari tanda-tanda tubuh membawa sebuah persepsi tentang ancaman yang
akansegera terwujud dan lalu menyebabkan terjadinya kecemasan yang berputarcepat
(gangguan panic) ataukah tentang ancaman dengan kisaran yang lebihpanjang dalam
bentuk proses penyakit yang mendasarinya (hipokondriasis).

11

4.Penanganan Gangguan Somatoform


Jika memang terindikasi bahwa kamu adalah penderita somatoform disorder
disarankan segara mendatangi psikolog untuk diberikan penanganan terapi agar
gangguan dapat berkurang. Pendekatan behavioral untuk menangani gangguan
somatofom adalah menghilangkan sumber dari reinforcement sekunder yang dapat di
hubungkan dalam keluhan-keluhan fisik. Terapis behavioral dapat bekerja secara
lebih langsung dengan penderita gangguan somatofom membantu orang tersebut
mengani stres dan kecemassan dengan cara yang lebih adaptif. Sedangkan terapi
dalam teknik kognitif behavioral paling sering pemaparan terhadap pencegahan
respon anretrukturisasi kognitif. Secara sengaja memunculkan kerusakan yang
dipersepsikan didepan umum, dan bukan menutupinya melalui penggunaan rias
wajah dan pakaian.
Namun untuk mereka yang masih dalam taraf normal berikut adalah tips agar
mengurangi rasa cemas atau gugup pada saat menghadapi situasi-situasi yang kurang
membuat kamu nyaman:
1. Tunda Kecemasan
Ini adalah teknik sederhana mengatasi kecemasan. Jika kamu sedang
menghadapi situasi yang mengkhawatirkan, coba katakan pada diri sendiri nanti aja
deh aku menghawatirkan ini, karna gak akan terjadi apa-apa hari ini. Setiap kali
masalah muncul di pikiran kamu, pakailah cara ini karna fakta mengatakan bahwa
kecemasan berlebihan sebagian besar tidak pernah terjadi. Menunda hanya cara untuk
mengatasi pikiran negatif. Sifat alami dari pikiran manusia adalah menciptakan
masalah dan mencemaskannya. Teknik ini adalah cara mengatasi kecemasan
berlebihan yang paling mudah.
2. Ambil Tindakan

12

Rasa cemas membuat kita lumpuh oleh ketakutan. Daripada hanya


mencemaskannya saja, pikirkan dengan hati-hati langkah yang bisa diambil untuk
menghindari masalah tersebut. Misalnya, ketika kamu mencemaskan masalah
keuangan, pikirkan cara untuk mengurangi pengeluaran, cara meningkatkan
pendapatan dsb. Cara mengatasi kecemasan bukan dengan hanya merasakannya dan
seolah tidak berdaya. Ambilah tindakan, Beberapa masalah tidak boleh diabaikan dan
butuh tindakan, sebagian lagi tidak memerlukan tindakan apa-apa karena hanya
merupakan imajinasi belaka.
3.

Hati-Hati Dengan Apa Yang Dipikirkan

Ketika kita sering memikirkan sesuatu, kemungkinan besar hal tersbut akan
terwujud. Jika kita khawatir akan membuat kesalahan, peluang kesalahan tersebut
bisa terjadi semakin besar. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan apa yang kamu
pikirkan. Ingat tentang kekuatan pikiran. Daripada memikirkan hal yang negatif,
pikirkan cara mendapatkan jalan keluar dari masalah.
4.

Kendalikan Pikiran

Cara menghilangkan kecemasan yang paling utama adalah dengan belajar


mengendalikan pikiran. Kadang kita dikuasai oleh pikiran sendiri, seolah kita
diperbudak oleh pikiran yang belum jelas. Identifikasi pikiran yang muncul terlebih
dahulu, terima jika pikiran itu benar dan keluarkan bila pikiran itu hanya merusak
diri. Milikilah kemampuan untuk mengendalikan pikiran kita sendiri.
5.

Jangan Bersikap Angkuh

Kita sering khawatir tentang penilaian orang lain terhadap diri kita. Kita khawatir
tidak dapat memenuhi harapan orang lain. Pemikiran seperti ini yang membuat diri
angkuh karena terus-menerus mencari penghargaan dan kekaguman dari orang lain.
Diperlukan kepercayaan diri yang tinggi dan ketenangan batin untuk tidak khawatir
terhadap penilaian orang lain.
13

C. GANGGUAN DISOSIATIF
1. Pengertian Gangguan Diasosiatif
Disosiasi

psikologis

adalah

perubahan

kesadaran

mendadak

yang

mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan


disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama
beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru. Gejala
utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari integrasi
normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain: ingatan masa lalu kesadaran identitas
dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations) kontrol terhadap
gerakan tubuh. Gangguan Disosiatif (dissociative disorder) mencakup gangguan
identitas disosiatif, amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan depersonalisasi.
Dalam setiap kasus terdapat suatu gangguan atau disosiasi (perpecahan) pada fungsifungsi identitas, ingatan, atau kesadaran yang dalam keadaan normal membuat diri
kita menjadi satu kesatuan.

2. Macam-Macam Gangguan Disosiatif


Amnesia Disosiatif

Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres.
Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi
yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres. Pada amnesia total,
penderita tidak mengenali keluarga dan teman- temannya, tetapi tetap memiliki
kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan
pengetahuan tentang dunia yangtelah diperoleh sebelumnya.
14

Fugue Disosiatif

Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah
dan menciptakan identitas baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih
besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue disosiatif
tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan
beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.

Gangguan Depersonalisasi

Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman


seseorang terhadap diri sendiri berubah. Dalam episode depersonalisasi, yang
umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka.
Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa,
misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka
terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh
mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa seperti
robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.

Gangguan Identitas Disosiatif

Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua
atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu samalain bertindak bebas.
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila
seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubahubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama
lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada
waktu yang berbeda. Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan

Identitas disosiatif ialah:

a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas


15

b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang


c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang

2. Penanganan Gangguan Disosiatif


Gangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua
gangguan lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan
disosiatif, amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara
sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai
bagian kehidupan padamasa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis
bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.
Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding
masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum
sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar. Terapi
Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya
adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan
menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien.
Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka
kembali ke peristiwa masa kecil. Harapannya adalah dengan mengakses kenangan
traumatik tersebut akan memungkinkan orang yang bersangkutan menyadari bahwa
bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada dan bahwa kehidupannya yang
sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian masa lalu tersebut. Terdapat beberapa
prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID, terlepas dari orientasi
klinis (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross, 1989)
Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian. Setiap kepribadian harus
dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadiankepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri. Terapis harus menggunakan nama
16

setiap kepribadian hanya untuk kenyaman, bukan sebagai cara untuk menegaskan
eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom. Seluruh kepribadian harus
diperlakukan secara adil. Terapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara
berbagai kepribadian. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma
masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita
bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi
diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang
memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan
datang.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Gangguan
psikofisiologis merupakan gangguan kesehatan yang umum dijumpai di populasi,
namun seringkali menimbulkan kesalah pahaman dibidang medis. Macam-macam
gangguan psikofiologis diantaranya Gangguan Kardiovaskular, dan Asma. Cara
penanganannya dengan mengurangi kecemasan, depresi, atau kemarahan, analisis
mimpi oleh terapis, dan latihan relaksasi.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis. Macam-macam gangguan somatofon yakni Gangguan
somatisasi, Hipokondriasis, gangguan konversi. Terapi yang dapat digunakan pada
gangguan ini yaitu
Gangguan Disosiatif (dissociative disorder) mencakup gangguan identitas
disosiatif, amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan depersonalisasi. Macammacam gangguan ini diantaranya amnesia disosiatif, Fugue Disosiatif, Gangguan
Depersonalisasi, gangguan identitas disosiatif. Terapi yang dilakukan oleh ahli
psikoanalisis untuk gangguan ini dengan cara Hipnotis.

18

Daftar Pustaka

Davidson, Neale, Kring. 2006. Psikologi Abnormal Edisi Ke-9. Raja Grafindo
Persada: Jakarta
Nevid, S. J., Rathus, SS., & Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal/Edisi Kelima/Jilid
I Alih Bahasa Abnormal Psychology In A Changing Whord/Fifth Edition.
Erlangga: Jakarta.
Supratiknya, Dr. A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Kasinus: YogyakartaDurand
V. Mark & David H. BarlowI.2006. Intisari Psikologi Abnormal. Pustaka pelajar:
Yogyakarta

19

Você também pode gostar