Você está na página 1de 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA: HALUSINASI


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

DISUSUN OLEH :
Kelompok X:
Intan Herdini Devi
22020114210097

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA:
Perubahan sensori persepsi : halusinasi
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Persepsi yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi
dalam realitas.1 Halusinasi merupakan disfungsi otak yang disebabkan
oleh neurotransmitter doamine. Halusinasi adalah persepsi sensori
yang ditandai dengan ketidakberfungsian stimulus eksternal yang
aktual. 2
Halusinasi adalah persepsi salah yang diterima panca indera dan
berasal dari stimulus eksternal yang biasanya tidak diinterpretasikan ke
dalam pengalaman.3
1. Halusinasi pendengaran ; meliputi suara bising, suara mesin,
dengungan listrik. Terdapat suara yang berbicara langsung kepada
pasien, baik mengomentari perilaku pasien maupun percakapan
dengan orang ketiga lainnya. Sifat suara dapat kongruen dengan
alam perasaan sehingga cendenrung bersifat depresif.
2. Halusinasi penglihatan ; misalkan sorotan atau cahaya, membentuk
objek atau bahkan gambaran berkilau atau kompleks.
3. Halusinasi penciuman ; meliputi halusinasi sederhana terhadap
parfum atau aroma benda terbakar. Seperti pasien yang dapat
mencium aroma gas beracun yang dipompa kedalam ruangan oleh
orang yang dianggap menyerang mereka.
4. Halusinasi peraba ; meliputi perasaaan disentuh seperti ditusuk
kawat atau jarum suntik yang menyakitkan kedalam tubuh.
5. Halusinasi pengecapan ; merasakan racun didalam makanan.

b. Penyebab
Salah satu yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya
halusinasi antara lain klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat
rendah diri dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien

menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan


lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominant
dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal.
Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.4
Menurut Stuart, faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:8
1.
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa

kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak


manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
2.

anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).


Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

3.

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.


Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan

tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu


terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan.9
Menurut Stuart, faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:8
1.
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
2.

untuk diinterpretasikan.
Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

3.

perilaku.
Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

c. Tanda dan gejala


Pasien dengan

halusinasi

cenderung

menarik

diri,

sering

didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah


tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi
yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut
ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi:5
Tahap I
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II

1. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas


misalnya
2. peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
3. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
4. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
Tahap III
1. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
d. Akibat/ dampak
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalamI
halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien
mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya.
Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide),
membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan
halusinasi yang tepat.6
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A,
2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang
melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan
pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
1.
2.

Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam


Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :

1.
2.
3.
4.

Wajah tegang, merah


Mondar-mandir
Mata melotot rahang mengatup
Tangan mengepal

5.

Keluar keringat banyak


Mata merah

C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

No
1.

Masalah keperawatan

Data

Risiko mencederai diri,


1. Data subjektif
orang lain dan lingkungan
Klien mengatakan marah dan jengkel
kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
2. Data objektif
Klien
mengamuk,
merusak
dan
melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang
disekitarnya.

2.

Perubahan
sensori 1. Data Subjektif
perseptual : halusinasi
- Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
-

Klien mengatakan melihat gambaran


tanpa ada stimulus yang nyata.

Klien mengatakan mencium bau tanpa


stimulus.

Klien merasa makan sesuatu.

Klien merasa ada sesuatu pada


kulitnya.

Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar


yang dilihat dan didengar.

Klien ingin memukul/ melempar


barang-barang.

2. Data Objektif

3.

Isolasi sosial : menarik


diri

Klien berbicar dan tertawa sendiri.

Klien bersikap seperti


mendengar/melihat sesuatu.

Klien berhenti bicara ditengah kalimat


untuk mendengarkan sesuatu.

Disorientasi.

1. Data Subjektif
-

Klien mengungkapkan tidak berdaya


dan tidak ingin hidup lagi

Klien mengungkapkan enggan


berbicara dengan orang lain

Klien malu bertemu dan berhadapan


dengan orang lain.

2.

Data Objektif
-

Klien terlihat lebih suka sendiri

Bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan

Ingin mencederai diri/ingin


mengakhiri hidup

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi :..

b. Perubahan sensori perseptual: halusinasi. berhubungan dengan


menarik diri.
E. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1
TujuanUmum:
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Salam terapeutik perkenalkan diri jelaskan tujuan ciptakan
lingkungan yang tenang buat kontrak yang jelas (waktu, tempat,
topik)
1.2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
1.3. Empati
1.4. Ajak membicarakan hal hal nyata yang ada di lingkungan
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan:
2. 1. Kontak sering dan singkat
2.2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal
dan non verbal)
2.3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada
suara yang didengar apa yang dikatakan oleh suara itu Katakan
bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat
tidak mendengamya. Katakan bahwa perawat akan membantu.
2.4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu,
frekuensi teriadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika
teriadi halusinasi
2.5. Dorong untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi.
Muncul
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan:
3. 1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan j ika teriadi halusinasi
3.2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya
3.3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan
orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan
pada suara tersebut " saya tidak mau dengar!"
3.4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan

3.5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian
jika berhasil
4. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan:
4.1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang
gejala, cara memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu
follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
4.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan:
5.1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat
5.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, pasien,
obat, dosis, cara dan waktu)
5.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
5.4. Beri reinforcement positif bila klien minun obat yang benar
Diagnosa 2
Tujuan umum :
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas
tentang topik, tempat, waktu
1.2. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak
menjawab
1.3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1. Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain
2.2. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain

Tindakan :
3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3.2. Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk
bergaul
4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klienperawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok, klienkeluarga.
Tindakan :
4.1. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat sama
4.2. Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
4.3. Tingkatkan interaksi secara bertahap
4.4. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
4.5. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
4.6. Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
5. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :
5.1. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
6. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
6.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Pada pasien dengan halusinasi dapat pula kita terapkan metode
thought stopping. Thought stopping (penghentian pikiran) merupakan
salah satu contoh dari teknik psikoterapi kognitif behaviour yang dapat
digunakan untuk membantu klien mengubah proses berpikir. Teknis nya
secara sadar memerintah diri sendiri, stop!, saat mengalami pemikiran
negatif berulang, tidak penting, dan distorted. Kemudian mengganti
pikiran negatif tersebut dengan pikiran lain yang lebih positif dan
realistis.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Videbeck, Sheila L ; alih bahasa, Renata Komalasari, Alfrina Hany.


Keperawatan Jiwa. 2008. Jakarta : EGC
2. Walsh, Lynne. 2007. Caring for patient who experience hallucinations.
www.health.qld.gov.au. Diakses pada 25 Agustus 2014
3. Brooker, Chris. ; alih bahas, Andry Hartono, Brahm U. Ensiklopedia
Keperawatan. 2008. Jakarta : EGC
4. Tomb, David A. Buku Saku Psikiatri. 2003 .Jakarta : EGC.
5. Nasution, Siti Saidah. 2003. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Perubahan Sensori. http://library.usu.ac.id/. Diakses pada 25 Agustus 2014
6. Hawari. Manajemen Stres, Cemas & Depresi. 2009 . Jakarta: FKUI
7. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
8. Stuart and Laraia,. Psychiatric of Nursing, Edisi 8, Mosby Years Book. 2007
.USA: Elsivier
9. Keliat, Budi Anna, Dr, S.Kp, M.App, Sc, dkk. Proses Keperawatan Masalah
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. 2006 .Jakarta : EGC
10. Widati, Amila, Retno Twistiandayani. 2013. Pengaruh Terapi Tought
Stopping Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusina Pada Pasien
Skizofrenia. jurnal.unimus.ac.id. Diakses pada 25 Agustus 2014

Você também pode gostar