Você está na página 1de 9

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU SURALAYA BARU 1X625 MW UNTUK

MENUNJANG BEBAN SISTEM KETENAGA LISTRIKAN JAKARTA-BANTEN DALAM


SISTEM INTERKONEKSI JAMALI
Fadli Yusral
Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111
Telp. (031)5947302, 5994251-54 Pes. 1206, 1239, Fax. (031)5931237
Mengingat pentingnya energi listrik bagi
kehidupan orang banyak dan bagi pembangunan
nasional, maka suatu sistem tenaga listrik harus bisa
melayani pelanggan secara baik, dalam arti sistem
tenaga listrik tersebut aman dan handal. Aman disini
mempunyai pengertian bahwa sistem tenaga listrik ini
tidak membahayakan manusia dan lingkungannya dan
handal mempunyai arti bahwa sistem tenaga listrik ini
dapat melayani pelanggan secara memuaskan misalnya
dalam segi kontinyuitas dan kualitasnya.

Abstrak
Kebutuhan energi listrik pada era teknologi sekarang
ini merupakan kebutuhan yang sangat penting di
seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dengan semakin berkembang dan bertumbuhnya
perekonomian Indonesia terutama daerah Banten dan
Jakarta tentunya secara otomatis berpengaruh terhadap
dituntutnya perkembangan dan pertumbuhan sektor
ketenagalistrikan di Banten dan Jakarta yang semakin
baik. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak
bumi dan juga cadangan gas alam serta transportasi
yang kian mahal, maka salah satu pilihan yang diambil
adalah dengan menggunakan batubara sebagai energi
primer non bbm. Beban puncak merupakan salah satu
ukuran besarnya konsumsi energi listrik, dimana
kebutuhan energi listrik yang terus bertambah
menyebabkan
perlunya
pengembangan
sistem
ketenagalistrikan yang ada. Oleh sebab itu diperlukan
pembangunan suatu pembangkit baru, dalam hal ini
PLTU Suralaya Baru 1x625MW, sehingga kebutuhan
energi listrik khususnya di Banten dan Jakarta dapat
terpenuhi dengan baik.

II. TEORI PENUNJANG


2.1 Bahan Bakar Batu Bara
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman
prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan
lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran
kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik)
mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke
kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan
tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan
tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi
tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami
proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah
tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu
bara.
Batu bara terdiri atas berbagai campuran karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa pengotoran
lain. Sebagian karbon itu tetap padat bilamana
dipanaskan, dan sebagian lagi akan berubah menjadi
gas dan keluar bersama-sama unsur-unsur gas lainnya.
Bagian gas ini mudah terbakar dan menyala terusmenerus serta agak lebih berasap daripada karbon
padat yang membara. Kadar air dan debu yang tidak
dapat dibakar yang terkandung dalam batu bara, tidak
bermanfaat.
Batu bara dibagi dalam berbagai kategori dan sub
kategori berdasarkan nilai panas karbonnya, dimulai
dengan lignit, yang kadar karbon padatnya terendah,
melalui berbagai tingkatan batu bara muda, batu bara
sub-bituminus, batu bara bituminus, hingga kepada
antrasit.

Kata kunci : Kebutuhan Energi Listrik, Beban Puncak,


PLTU
I. PENDAHULUAN
Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan
akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia,
makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari
kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan
pesatnya peningkatan pembangunan di bidang
teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan
penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN
(Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di
Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik
secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia
yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar
dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik,
rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa
wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan
sistem suplai energi listrik, serta terbatasnya
kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor
penghambat penyediaan energi listrik dalam skala
nasional.

2.2 Pembangkit Tenaga Listrik


Secara umum pembangkitan tenaga listrik dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :.
Berdasarkan metode pembangkitannya, dapat
dibedakan menjadi:

a. Metode pembangitan dengan konversi langsung


(direct energy conversion), yaitu terbangkitnya
energi listrik (dari energi primer) terjadi secara
langsung, tanpa keterlibatan bentuk energi lain
sebagai antara (medium)
b. Metode pembangkitan dengan konversi tak
langsung (indirect energy conversion), yaitu
terbangkitnya energi listrik (dari energi primer)
berlangsung dengan cara melibatkan suatu
bentuk energi lain. Bila energi lain yang
berfungsi sebagai medium ini tidak ada, maka
tidak akan terbangkit energi listrik.

dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.


Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah
dengan menggunakan metode pemisahan media
padatan. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan
dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan
dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi
tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk magnetit
tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu
bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan.
Sementara batuan dan kandungan campuran lainnya
yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai
limbah.

Berdasarkan proses pembangkitannya, dapat


dibedakan menjadi :
a. Pembangkit
non
thermal,
yaitu
pembangkit
yang
dalam
pengoperasiannya tanpa melalui proses
thermal atau pemanasan.
b. Pembangkit thermal, yaitu pembangkit
yang dalam pengoperasiannya melalui
proses thermal atau pembakaran.

2.3.2 Pengangkutan batu bara


Cara pengankutan batu bara ke tempat batu bara
tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya.
Untuk jarak dekat, umumnya batu bara diangkut
dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk
jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu
bara diangkut menggunakan kereta api atau tongkang
atau dengan alternatif lain dimana batu bara dicampur
dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut
melalui jaringan pipa. Disamping itu, pengangkutan
batu bara juga bisa dilakukan dengan menggunakan
kapal laut.

2.3. Sistem Kerja PLTU Batu Bara


Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui
terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar
spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan
batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu
batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin
tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama.
Secara umum, parameter kualitas batubara yang
sering digunakan adalah kalori, kadar kelembaban,
kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar
sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping
parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat
dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dll), analisis
komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic
sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion temperature).

2.3.3 Sistem pembakaran batu bara bersih


Adapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara
yang akan digunakan/dipakai dibakar di dalam boiler
secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa
mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh
pembentukan NOx yang rendah. Batu bara sebelum
dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras,
kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara
disemprot, di mana dasar wadah itu berbentuk rangka
panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi
dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas
dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa,
akibatnya butir batu bara agak terangkat sedikit tanpa
terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batu
bara yang mengambang. Selain mengambang butir
batu bara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan
terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek
yang baik sehingga butir itu habis terbakar.

2.3.1 Pengolahan batu bara


Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah
disebut batu bara tertambang run-of mine (ROM).
Batu bara tersebut seringkali memiliki kandungan
campuran yang tidak diinginkan seperti batu bara dan
lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai
ukuran. Namun demikian, pengguna batu bara
membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten.
Pengolahan batu bara juga disebut pencucian batu bara
(coal benification atau coal washing) yang mengarah
pada penanganan batu bara tertambang (ROM coal)
untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian
dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan
batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara
tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan
sederhana atau mungkin memerlukan proses
pengolahan yang kompleks untuk mengurangi
kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu
bara tertambang mentah dipecahkan dan kemudian

2.3.4 Proses terjadinya energi listrik


Pembakaran batu bara ini akan menghasilkan uap
dan gas buang yang panas. Gas buang itu berfungsi
juga untuk memanaskan pipa boiler yang berada di atas
lapisan mengambang. Gas buang selanjutnya dialiri ke
pembersih yang di dalamnya terdapat alat pengendap
abu setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui
cerobong. Sedangkan uap dialiri ke turbin yang akan
menyebabkan turbin bergerak, tapi karena poros turbin
digandeng/dikopel dengan poros generator akibatnya
gerakan turbin itu akan menyebabkan pula gerakan
generator sehingga dihasilkan energi listrik. Uap itu
kemudian dialiri ke kondensor sehingga berubah

menjadi air dan dengan bantuan pompa air itu dialiri ke


boiler sebagai air pengisi.
PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro
static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel
yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu
batu bara. Sedang uap yang sudah dipakai kemudian
didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air
yang dialirkan ke dalam boiler. Pada waktu PLTU
batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya
begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor
menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor
bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal
inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat
dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai
atau tepi pantai.

Perkiraan
beban
puncak
ditentukan
menggunakan rumus sebagai berikut :
BPt =

dengan

EPT t
......................................(2.4)
8,76 xLFt

Dimana :
BPt = Beban puncak pada tahun t
EPTt = Energi produksi pada tahun t
LFt = Faktor beban pada tahun t
III. KONDISI KETENAGALISTRIKAN
DI BANTEN DAN JAKARTA
3.1 Sistem Ketenagalistrikan Banten
Kebutuhan tenaga listrik daerah Banten
dilayani dari energi transfer dari sistem interkoneksi
Jawa Madura - Bali (JAMALI) sebagai pemasok
utama melalui jaringan SUTET (500 kV), dan SUTT
(150 dan 70 kV), serta oleh pembangkitan sendiri
(PLTU Suralaya), dan pembangkit sewa (PLTD).
Tenaga listrik ini disalurkan kepada pelanggan melalui
jaringan SUTT, JTM dan JTR.
3.1.1 Kapasitas Pembangkit Listrik di Propinsi
Banten
Hingga saat ini di propinsi Banten terdapat 8
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 1 PLTUdan 1
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). Data-data
mengenai pembangkit-pembangkit tersebut diberikan
pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Data Pembangkit di Banten Tahun 2008

2.4 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik


Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk
mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun yang akan
datang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain dengan metode regresi dan metode DKL 3.
Metode regresi adalah suatu metode dengan
menggunakan model matematik.
2.4.1 Metode Regresi Linear berganda
Dalam Metode Regresi linear berganda diperlukan
faktor/parameter yang akan dijadikan acuan dalam
perhitungan. Dalam peramalan kebutuhan energi listrik
parameter-parameter yang dipakai adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga (X1)
2. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang usaha (X2)
3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang publik (X3)
4. Pertumbuhan jumlah pelanggan industri (X4)
5. Pertumbuhan jumlah penduduk (X5)
6. Peningkatan PDRB suatu wilayah (X6)
7. Energi listrik terjual (Y)
Nilai matriks dicari melalui persamaan 2.1:

DAYA ( MW )
URAIAN
- PLTU
-PLTU KDL
- PLTG

= ( XX ' ) 1 XY ...............................................(2.1)

Matriks Y akan dapat dihitung dengan memasukkan nilai


pada persamaan 2.2.
Yi =0 + 1x1i + 2x2i +.....+ kxki ..................................(2.2)

JML
UNIT

TERPASANG

MAMPU

8
1
1

3400
80-100
750

3200
80
570

10
4250
3850
TOTAL
Sumber: Statistik Kelistrikan Banten Tahun 2008

3.1.1 Konsumsi Energi Listrik


Konsumsi
energi
listrik
di
Banten
menunjukkan pemakaian yang terus meningkat tiap
tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang
cenderung meningkat setiap tahunnya dan semakin
berkembangnya sektor industri. Sektor rumah tangga
merupakan sektor yang paling banyak pelanggannya
diikuti dengan sektor komersil, publik dan industri.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 3.1

2.5 Energi Produksi


Perkiraan energi produksi ditentukan dengan
rumus sebagai berikut :
ETS t
EPTt =
...............................(2.3)
1 (LTt + PS t )
Dimana :
EPTt = Energi produksi pada tahun t (GWh)
ETSt = Energi terjual PLN total pada tahun t
(GWh)
LTt = Rugi-rugi transmisi dan distribusi pada
tahun t (%)
PSt = Pemakaian sendiri pada tahun t (%)
2.6 Beban Puncak
Beban puncak merupakan salah satu ukuran
besarnya konsumsi energi listrik, sehingga dengan
diketahui besar beban puncak, maka akan dapat
diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang
harus tersedia.

Sumber: Statistik Kelistrikan Banten tahun 2008

3.1.2 Daya Tersambung


Sampai dengan tahun 2008, daya tersambung di
APJ Banten sebesar 1.687,60 MVA. Nilai ini
didapatkan dari jumlah pelanggan per sektor sebagai
berikut: Rumah Tangga 438,57 MVA, bisnis 110,24
MVA, gedung pemerintahan 12,87 MVA,jalan
10,25MVA dan Industri 1093,42MVA.
Pada sektor publik, daya yang tersambung
masih terbilang kecil. Hal ini disebabkan provinsi
Banten adalah wilayah yang baru berdiri tahun 2002.
Dan sebagian besar wilayahnya masih pedesaan.
Sedangkan untuk sektor industri, daya yang
tersambung sudah cukup besar. Ini disebabkan di
Banten terdapat wilayah yang memang dikhususkan
untuk industri-industri besar dan jumlahnya yang tidak
sedikit, yaitu wilayah kota Tangerang.
Pertumbuhan daya tersambung pada APJ
Banten selama kurun waktu 2000 2008 dapat dilihat
pada Tabel 3.2
Tabel 3.2

3.2 Sistem Ketenagalistrikan Jakarta


PT. PLN (Persero) menempatkan kantor
Distribusi Jakarta & Tangerang sebagai sarana untuk
mengatur sistem ketenaga listrikan di wilayah DKI
Jakarta. Distribusi Jakarta & Tangerang memiliki 36 area
pelayanan pelanggan, 4 area jaringan, dan 1 area
pengatur distribusi.
Tabel 3.4
Kantor-kantor Area Distribusi Jakarta & Tangerang
Area Pelayanan Distribusi Jakarta & Tangerang
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Menteng
Marunda
Grogol
Cikokol
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Cempaka
Cengkareng Bandengan
Serpong
Putih
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Gunung
Cikupa
Kapuk
Sepatan
Sahari
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Cinere
Bulungan
Curug
Teluk
Naga
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Ciledug
Cisoka
Kebun
Kalideres
Jeruk
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Ciputat
Lenteng
Pamulang
Condet
Agung
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Ciracas
Mampang
Pasar
Bintaro
Minggu
Area
Area
Area
Area
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Pondok Gede
Kampung
Pondok
Kalimalang
Melayu
Kopi
Area
Area
Area
Area
Jaringan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Gambir
Pondok
Sunter
Rawamangun
Ungu
Area
Area
Area Jaringan
Area
Pengatur
Jaringan
Kebayoran
Jaringan
Distribusi
Kramat
Tangerang
Jati

Sumber: Statistik Kelistrikan Banten taun 2008


3.1.3 Penjualan Tenaga Listrik
Penjualan tenaga listrik di APJ Banten terus
meningkat. Walaupun jumlah kenaikannya relatif
berbeda setiap tahunnya. Ini dapat terlihat pada Tabel
3.3 di bawah ini, dimana pada tahun 2006 penjualan
tenaga listrik meningkat 132,47 GWh dari tahun 2005.
Sedangkan pada tahun 2007 terjadi peningkatan
penjualan yang sama dari sebelumnya dengan nilai
132,47 GWh dari tahun sebelumnya. Namun pada
tahun 2008, penjualan tenaga listrik mengalami
loncatan peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar
324,71 GWh dari tahun 2007.
Tabel 3.3
Penjualan Tenaga Listrik (GWh) APJ Banten
Tahun 2000 2008

3.2.1 Konsumsi Energi Listrik


Provinsi DKI Jakarta memiliki luas wilayah
yang lebih kecil daripada provinsi Banten. Namun dari
segi kepadatan penduduk, Jakarta memiliki jumlah yang
lebih banyak. Selain itu penduduk Jakarta kehidupannya
lebih maju dari pada Banten. Ini terlihat dari Tabel 3.5,
dimana konsumsi energi listrik jauh lebih banyak dari
pada provinsi Banten.
Sumber: Statistik Kelistrikan Banten tahun 2008

Tabel 3.5
Konsumsi Energi Listrik Kelompok Konsumen
DKI Jakarta Tahun 2004 2008

4.2 Waktu Pelaksanaan & Lokasi PLTU Suralaya


Baru
Pekerjaan pembangunan PLTU Suralaya Baru
direncanakan akan dimulai Maret 2007 dan
diselesaikan dengan target 36 bulan sehingga pada
tahun 2010 PLTU Suralaya Baru dapat mulai
beroperasi.
Lokasi Proyek Proyek PLTU 1 Banten, Suralaya Unit
8, terletak di sebelah timur PLTU Suralaya Unit 1 s/d 7
eksisting, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak,
Kotamadya Cilegon, Propinsi Banten.

Sumber: Statistik Kelistrikan DKI Jakarta tahun 2008

3.2.2 Daya Tersambumg


Statistik nilai daya tersambung daerah DKI
Jakarta secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Data MVA Tersambung DKI Jakarta Tahun 2002-2008

Peta Lokasi PLTU Suralaya Baru

Sumber: Statistik Kelistrikan DKI Jakarta tahun 2008


IV. ANALISA PERTUMBUHAN KEBUTUHAN
LISTRIK DI BANTEN DAN JAKARTA DAN
PEMBANGUNAN PLTU SURALAYA BARU
1 X 625 MW
4.1 Kondisi Kelistrikan Propinsi Banten
Rencana pembangunan ketenagalistrikan di
Provinsi Banten sangat berkaitan dengan rencana
pembangunan di Provinsi Banten. Pengembangan
kawasan industri terpadu di wilayah Tangerang,
Cilegon dan Bojonegara merupakan faktor yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan kebutuhan listrik.
Pertumbuhan PDRB dan jumlah penduduk juga
menjadi faktor penting dalam mengantisipasikondisi
ketenagalistrikan di Provinsi Banten.
Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Banten
diperkirakan tumbuh dengan laju rata-rata 5,7%
pertahun dengan asumsi pertumbuhan disetiap sektor
bervariasi antara 5-7,7% per tahun, kebutuhan tenaga
listrik sektor usaha (termasuk didalamnya untuk
Pelabuhan Bojonegara), maka kebutuhan tenaga listrik
netto (pasokan Bruto) pada tahun 2020 mencapai
29,93(* TWh, dengan kata lain seluruh produksi PLTU
Suralaya sudah tidak mencukupi lagi.

Schedule pembangunan PLTU Suralaya Baru 1 x


625MW
4.3 Lay Out PLTU Suralaya Baru
Tata letak komponen PLTU suralaya baru
1x625 MW yaitu :
a. Jetty merupakan dermaga atau tempat merapat
kapal laut pengangkut batubara di PLTU
Suralaya Baru. Kedalaman dermaga ini adalah
18
m
dari
dasar
laut,
sehingga
memungkinkan kapal-kapal besar merapat.
Pada Suralaya Unit 1 dan ini ada dua Jetty
yaitu jetty A dan Jetty B . Tiap Jetty
mempunyai empat buah Doc Mobil Hopper
yang fungsinya untuk memindahkan batubara
dari kapal ke Belt Conveyor. Doc Mobil
Hopper dapat diubah-ubah posissinya sesuai
dengan posisi kapal, hal ini dikontrol oleh
operator di Coal Unloading
b.

Kurva beban puncak Banten dan DKI Jakarta

Coal Pile (Tempat Penampungan Batubara)


pengiriman batubara ke plant dilakukan
dengan menggunakan dua buah kapal laut
yang berkapasitas sekitar 43.000 ton, yang
kemudian akan ditampung di Coal Pile
dengan kapasitas 670.000 ton untuk

ketel dengan menggunakan bahan kimia,


diantaranya larutan hydrazine.

selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar.


Sebelum digunakan sebagai bahan bakar,
batubara akan melalui beberapa proses yaitu
Stacking, Reclaiming dan Processing.
c. Boiler adalah Dalam power plant, energi secara
terus menerus diubah dari satu bentuk ke
bentuk lain untuk menghasilkan listrik.
Komponen yang mengawali perubahan dan
pengaliran energi disebut boiler. Definisi
boiler sendiri sebagai suatu komponen pada
power plant adalah suatu bejana tertutup yang
secara efisien mampu mengubah air menjadi
steam dengan bantuan panas dari proses
pembakaran batubara. Jika dioperasikan
dengan benar, boiler secara efisien dapat
mengubah air dalam volume yang besar
menjadi steam yang sangat panas dalam
volume yang lebih besar lagi. Jenis boiler
yang digunakan pada PLTU Suralaya unit 1
adalah
Drum
Type
Boiler,
yang
memungkinkan terjadinya sirkulasi sebagian
air dalam boiler secara terus menerus.
Pengoperasian Drum Type Boiler yang efisien
dan aman sangat tergantung pada sirkulasi air
yang konstan di beberapa komponen steam
circuit, diantaranya Economizer, Steam Drum
dan Boiler Water Circulaating Pump.

Rencana Letak Komponen PLTU suralaya baru 1x625 MW

4.3 Analisa Perbandingan Peramalan Konsumsi


Energi antara Regresi Linier Berganda Dengan
DKL 3.01
Adapun analisa ini akan membahas tentang
penghitungan perkiraan kebutuhan energi listrik
provinsi Banten, sehingga akan didapat hasil
perhitungan kebutuhan energi listrik sampai tahun
2034.
Dari hasil peramalan dengan metode regresi linier
berganda diperoleh bahwa laju pertumbuhan rata-rata
konsumsi energi dalam kurun waktu 10 tahun sebesar
6,5 % per tahun, sedangkan dengan metode DKL 3.01
laju pertumbuhannya rata-rata sebesar 4.3 % per tahun.
Hasil perhitungan konsumsi energi dengan metode
regresi lebih tinggi dari metode DKL. Namun pada
tahun 2010, Metode DKL mengeluarkan hasil yang
lebih tinggi dari metode regresi. Proyeksi konsumsi
energi listrik antara regresi berganda dan DKL 3.01
dapat dilihat pada Tabel 4.1

d. Turbin, konversi energi terjadi pada Turbine Blades,


Turbin mempunyai susunan Blade bergerak berselang
seling dengan Blade tetap. Steam akan masuk ke
Turbin dan dialirkan langsung ke Turbin Blades,
Blades bergerak dan bekerja untuk mengubah energi
thermal dalam Steam menjadi energi mekanis berotasi,
yang menyebabakan rotor Turbin berputar, perputaran
rotor ini akan menggerakkkan Generator dan akhirnya
energi mekanik menjadi energi listrik. Hubungan
peralatan serta prinsip kerja dari Turbin ditunjukkan
pada bagian bagian dari Turbin:

a.

Tabel 4.1
Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi
Linier Berganda Dengan DKL 3.01 (GWh)
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020

Nozel, berfungsi untuk merubah energi (pipa


pancar) potensial menjadi energi kinetik dari
steam.
Blades,berfungsi untuk merubah tenaga
kecepatan menjadi tenaga putar.
Disck (roda turbin), berfungsi untuk
meneruskan tenaga putar turbin kepada
pesawat yang digerakkan. Tenaga yang
dihasilkan adalah tenaga makanis steam.

2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028

Water Treatment Plant adalah tempat


pengolahan air yang akan dipergunakan untuk
pengisian air ketel (boiler) harus dijaga
mutunya untuk menghindari scalling dan
korosi. Setelah air laut ditawarkan
menggunakan desalination plant, kemudian
dilakukan pengolahan air tawar menjadi air

Regresi
6.348,9
6.601,6
6.852,4
7.105,1
7.355,9
7.803,8
7.861,2
8.112,1
8.364,7
8.615,6
8.868,2
9.120,7
9.358,5
9.609,3
9.858,3
10.109
10.360
10.609
10.860
11.111

DKL
6.154,07
6.505,88
6.865,88
7.248,60
7.656,35
8.091,81
8.558,03
9.058,52
9.597,41
10.179,43
10.810,16
11.496,05
12.244,65
13.064,87
13.967,09
14.963,56
16.068,66
17.299,37
18.675,68
20.221,22

2029
2030
2031
2032
2033
2034

11.360
11.610
11.859
12.110
12.361
12.610

2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020

21.963,92
23.936,79
26.178,90
28.736,54
31.664,55
35.027,92

Konsum si E nergi Listrik


(Gwh)

Grafik Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara


Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01 (GWh)
40.000,00
35.000,00
30.000,00
25.000,00
20.000,00
15.000,00
10.000,00
5.000,00
0,00

38942
40914
42886
44858
46830
48802
50774
52746
54718
56690
58662

33062
34736
36410
38084
39758
41432
43106
44780
46454
48128
49802

Tabel 4.6
Peramalan Produksi Energi Listrik Banten dan Jakarta
sampai tahun 2020
Tahun
Energi
Energi
Produksi
Terjual

Regresi
DKL

2009 2013 2017 2021 2025 2029 2033


Tahun

2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020

Grafik Proyeksi Konsumsi energy listrik antara


Regresi LinearBergandan dengan DKL 3.01
4.4 Analisa Produksi Energi Listrik Banten dan
Jakarta
Dari hasil analisa diperoleh hasil perhitungan
produksi energi listrik di Banten dan Jakarta sampai
tahun 2020 sebagai berikut :
Provinsi Banten
Tabel 4.4
Peramalan Produksi Energi Listrik Provinsi Banten
sampai tahun 2020
Tahun
Energi
Energi
Produksi Terjual
(GWh) (GWh)
2008
7256
6,458
2009
7514
6,688
2010
7772
6,918
2011
8030
7,148
2012
8288
7,378
2013
8546
7,608
2014
8804
7,838
2015
9062
8,068
2016
9320
8,298
2017
9578
8,528
2018
9836
8,758
2019
10094
8,988
2020
10352
9,218

(GWh)

(GWh)

42,255
44,485
46,804
49,064
51,338
53,613
55,887
58,162
60,436
62,711
64,985
67,260
69,534

36,172
38,076
40,055
41,984
43,926
45,867
47,809
49,750
51,692
53,633
55,575
57,516
59,458

4.5 Analisa Pertumbuhan Beban Puncak Banten


dan Jakarta
Dari hasil analisa maka akan diperoleh hasil
perhitungan beban puncak di Banten dan Jakarta
sampai tahun 2020, dimana beban puncak dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan.
Provinsi Banten
Tabel 4.7
Peramalan Beban Puncak Provinsi Banten
Sampai Tahun 2020
Tahun
Energi
Beban
Produksi
Puncak
(GWh)
(MW)
2008
7256
1762
2009
7514
1824
2010
7759
1883
2011
7986
1938
2012
8192
1989
2013
8373
2033
2014
8525
2069
2015
8642
2098
2016
8719
2116
2017
8749
2124
2018
8810
2131

Provinsi DKI Jakarta


Tabel 4.5
Peramalan Produksi Energi Listrik DKI Jakarta Sampai
Tahun 2020
Tahun
Energi
Energi
Produksi Terjual
(GWh) (GWh)
2008
34998
29714
2009
36970
31388

2019
2020

8864
8917

2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020

2138
2145

Provinsi DKI Jakarta


Tabel 4.8
Peramalan Beban Puncak DKI Jakarta
Sampai Tahun 2017
Tahun
Energi
Beban
Produksi
Puncak
(GWh)
(MW)
2008
34998
4,615
2009
36970
5,051
2010
38942
5,487
2011
40914
5,923
2012
42886
6,359
2013
44858
6,795
2014
46830
7,231
2015
48802
7,667
2016
50774
8,103
2017
52746
8,539
2018
54718
8,975
2019
56690
9,411
2020
58662
9,847
Dari hasil peramalan beban puncak tersebut,
maka didapat hasil peramalan beban puncak Banten
dan Jakarta sebagai berikut :
Tabel 4.9
Peramalan Beban Puncak Banten dan Jakarta
Sampai Tahun 2020
Tahun
Energi
Beban Puncak
Produksi
(MW)
(GWh)
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020

42,255
44,485
46,715
48,945
51,175
53,405
55,635
57,865
60,095
62,325
64,555
66,785
69,015

7370
7861
8348
8828
9300
9765
10219
10663
11106
11549
11632

10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58
10155.58

27.42
22.59
17.695
12.771
7.847
2.923
-2.001
-6.925
-11.849
-16.773
-21.697

Tabel 4.11
Neraca Daya Banten dan Jakarta Sampai Tahun 2020
Dengan Penambahan
PLTU Suralaya Baru 1x625MW
Tahun
Beban
Kapasitas Kapasitas
Puncak
sistem
Cadangan
(MW)
(MW)
sistem
(%)
2008
10155.58
37.21
6376
2009
6875
10155.58
32.8
2010
7370
10155.58
27.42
2011
7861
10780.58
27.08
2012
8348
10780.58
22.58
2013
8828
10780.58
18.11
2014
9300
10780.58
13.62
2015
9765
10780.58
9.135
2016
10219
10780.58
4.65
2017
10780.58
0.165
10663
2018
10780.58
-4.32
11106
2019
11549
10780.58
-8.805
2020
11632
10780.58
-13.29

6376
6875
7370
7861
8348
8828
9300
9765
10219
10663
11106
11549
11632

Pada Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa sampai


tahun 2017 kebutuhan energi listrik di Banten dan
Jakarta dari tahun ke tahun mengalami penambahan,
sedangkan kapasitas sistem yang ada dari tahun 2008
adalah sebesar 10155,58 MW. Kebutuhan energi listrik
pada tahun 2013 mencapai 8828MW dan tahun 2017
sebesar 10663MW, dimana kapasitas cadangan sistem
telah mengalami defisit. Artinya pada tahun 2015
tersebut harus sudah diperlukan penambahan
pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi
listrik di Banten dan Jakarta.
Untuk itu, pengoperasian PLTU Suralaya Baru
1 x 625 MW sangat perlu dilakukan untuk mengatasi
krisis energi listrik di Banten dan Jakarta sebelum
kapasitas sistem cadangan mengalami defisit. Yaitu
dimulai pada tahun 2015. Pembangunan PLTU tersebut
memakan waktu kurang lebih tiga tahun sehingga
sudah dapat dioperasikan pada awal tahun 2011. Pada
Tabel 4.24 diperlihatkan neraca daya Banten dan
Jakarta setelah adanya pembangunan PLTU Suralaya
Baru 1 x 625 MW. Dimana dengan pengoperasian
pembangkit tersebut pada tahun 2011, kapasitas
cadangan sistem yang semula hanya 22,59 % menjadi
27,08 %. Sehingga kebutuhan energi listrik di Banten

Dari peramalan kebutuhan energi listrik di


atas dapat disusun neraca daya system Banten dan
Jakarta sebagai berikut :
Tabel 4.10
Neraca Daya Banten dan Jakarta Sampai Tahun 2020
Tahun
Beban
Kapasitas Kapasitas
Puncak
sistem
Cadangan
(MW)
(MW)
sistem
(%)
2008
6376
10155.58
37.21
2009
6875
10155.58
32.8

dan Jakarta dapat terpenuhi walaupun hanya dapat


memenuhi hingga tahun 2015.

BIOGRAFI PENULIS
Fadli Yusral lahir di Payakumbuh pada
tanggal 25 November 1984. Setelah
lulus dari SMUN 2 Payakumbuh,
penulis melanjutkan studi di Politeknik
Negeri Padang dan lulus pada tahun
2006. Setelah lulus D3, penulis
melanjutkan studi ke jenjang strata 1
(S1) melalui program lintas jalur di
jurusan Teknik Elektro ITS, bidang
studi Teknik Sistem Tenaga.

5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dan analisa, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kebutuhan Energi listrik yang ada di wilayah
provinsi Banten dan DKI Jakarta hingga tahun
2008 masih dapat terpenuhi oleh pembangkitpembangkit sistem interkoneksi JAMALI.
Namun setidaknya pada 5 tahun ke depan,
yaitu tahun 2015, kebutuhan listrik akan
meningkat hingga kapasitas pembangkit sudah
tidak mampu lagi menyuplai. Dan hal tersebut
akan terus terjadi pada tahun-tahun
berikutnya.
2. Lokasi pembangunan PLTU yang berada di
tepi laut akan memudahkan sistem distribusi
bahan bakar batubara yang penyediaannya
dilakukan dengan menggunakan transportasi
laut, dimana jumlah batubara yang dibutuhkan
adalah 78,018 juta ton dalam setahun. Selain
itu pembangunan PLTU Banten I Suralaya
Baru yang dimulai pada tahun 2007 dan
selesai kurang lebih tiga tahun, akan dapat
segera memenuhi kebutuhan listrik Banten
dan Jakarta sebelum terjadi defisit.
3. Setelah adanya pembangunan PLTU Banten I
suralaya baru pada tahun 2010, maka
kebutuhan energi listrik di Banten dan Jakarta
yang terus meningkat sampai tahun 2017
dapat dipenuhi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi


Energi,Undang-Undang Republik IndonesiaNomor
30 Tahun 2007 Tentang Energi, Sosialisasi
Undang-Undang Tentang Energi, Surabaya, 14
Oktober 2008
2. Djiteng Marsudi Ir, 2005, Pembangkitan Energi
Listrik, Erlangga, Jakarta.
3. Djoko Santoso Ir, 2006, Pembangkitan Tenaga
Listrik, Diktat Kuliah, Teknik Elektro ITS,
Surabaya
4. Ferianto Raharjo, 2007, Ekonomi Teknik Analisis
Pengambilan Keputusan, ANDI, Yogyakarta.
5. BPS Propinsi Banten,2009
6. Departemen ESDM, RUKN 2008, Jakarta 2008.
7. Syariffuddin, Mahmudsyah, 2008, Energi
Batubara, Surabaya.
8. http:/www.bappedabanten/bantendalama
ngka2008.html
9. http://www.esdm.go.id/renew.html
10. http://202.106.220.3/statistik/tahunan.asp?
11. PT PLN , Revisi RUPTL 2008-2018, Jakarta 2008.
Peraturan Menteri ESDM No. 269-12/26/600.3/2008
tentang Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik
Propinsi di Indonesia

Você também pode gostar