Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LANDASAN TEORI
A. Sistem Distribusi
Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang paling
dekat dengan pelanggan. Sistem distribusi juga merupakan bagian sistem tenaga
listrik yang paling banyak mengalami gangguan, sehingga masalah utama dalam
operasi sistem distribusi adalah mengatasi gangguan. Sistem distribusi tenaga
dalam hal ini berfungsi untuk menyalurkan atau mendistribusikan tenaga listrik
dari gardu induk (GI) ke pusat-pusat beban berupa gardu distribusi (trafo
distribusi) atau secara langsung mensuplai tenaga listrik ke konsumen dengan
mutu yang memadai. Dengan demikian, sistem distribusi ini menjadi suatu sistem
tersendiri, karena sistem distribusi ini memiliki peralatan-peralatan yang saling
berkaitan dalam operasinya untuk menyalurkan tenaga listrik. Ilustrasi instalasi
sistem distribusi tenaga listrik digambarkan oleh Gambar 2.1.
Gardu Induk
Sekering T .M.
Trafo Distribusi
Rel T.R.
Sekering T .R.
Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Gardu Distribusi
Tiang
Sambungan Rumah
Pelanggan
a. Distribusi Primer
Merupakan jaringan yang menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi
sampai dengan trafo distribusi, beroperasi dengan tegangan nominal 20 kV/11,6
kV. Sering disebut jaringan tegangan menengah (JTM), jaringan dapat berupa
saluran kabel tegangan menengah (SKTM) atau saluran udara tegangan menengah
(SUTM).
b. Distribusi Sekunder
Merupakan jaringan yang menyalurkan tenaga listrik dari keluaran trafo
distribusi sampai
daerah yang mengalami pemadaman total, yaitu daerah saluran sesudah atau
sebelum titik gangguan selama gangguan belum teratasi.
GD1
GD2
GD3
GD4
GD5
GD6
PMT
PMT
GI
Bentuk open loop, bila dilengkapi dengan normally open switch yang
terletak pada salah satu bagian gardu distribusi, dalam keadaan normal
rangkaian selalu terbuka,
ii.
Bentuk close loop, bila dilengkapi dengan normally close switch yang
terletak pada salah satu bagian diantara gardu distribusi, dalam keadaan
normal rangkaian selalu tertutup,
Gambar 2.3 merupakan konfigurasi jaringan sistem ditribusi pola loop
dalam kondisi normally open. Apabila pada salah satu feeder mengalami
gangguan maka pelanggan pada feeder tersebut akan mendapat pasokan listrik
dari feeder yang normal dengan merubah posisi LBS menjadi close. Jaringan
sistem distribusi pola loop ini, biasanya digunakan pada sistem distribusi yang
melayani beban dengan kebutuhan kontinuitas pelayanan yang baik. Pola jaringan
ini mempunyai keandalan yang lebih baik daripada pola jaringan primer radial.
GD1
GD2
PMT
GD3
LBS
PMT
GI
GD4
GD5
GD6
ii.
iii.
iv.
v.
GD1
GD2
GD3
Feeder Express
GH
GI
GD4
GD5
GD6
umum
berdasarkan
konfigurasi
saluran
sistem
distribusi
c. Kontinuitas tingkat 3.
Dimungkinkan padam dalam waktu beberapa menit untuk kegiatan
pengaturan switching dan pelaksanaan switching oleh petugas yang berada di
gardu induk atau pelaksanaan deteksi
Centre ( DCC ).
d. Kontinuitas tingkat 4
Dimungkinkan padam dalam beberapa detik, pengaturan switching dan
pengamanan dilaksanakan secara otomatis.
e. Kontinuitas tingkat 5
Dimungkinkan tanpa adanya pemadaman dengan melengkapi instalasi
cadangan terpisah dan otomatisasi penuh.
Jaringan distribusi untuk luar kota (pedesaan) terdiri dari saluran udara
dengan susunan jaringan menggunakan konfigurasi radial yang memenuhi
kontinuitas tingkat 1 sedangkan untuk daerah dalam kota terdiri dari saluran udara
dengan susunan jaringan menggunakan konfigurasi loop atau yang lebih baik
yaitu konfigurasi spindle dengan bantuan DCC dimana tingkat kontinuitas sistem
ini akan menjadi lebih baik lagi. Tingkat keandalan suatu sistem merupakan
kebalikan dari besarnya jam pemadaman atau pemutusan pelayanan. Jadi tingkat
keandalan yang tinggi dapat diperoleh dengan memilih jaringan dengan tingkat
kontinuitas pelayanan yang tinggi dan frekuensi pemadaman karena gangguan
yang rendah.
5. Sistem Distribusi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
70 atau 150 kV
20 kV
10
11
12
yang terganggu dengan bagian yang sehat. Pada prinsipnya relai harus cukup peka
sehingga dapat mendeteksi gangguan di kawasan pengamanannya meskipun
dalam kondisi yang memberikan rangsangan minimum.
b. Selectivity (Ketelitian)
Suatu pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu
sekecil mungkin yaitu hanya seksi yang terganggu saja yang menjadi kawasan
pengamanan utamanya. Pengamanan yang demikian disebut pengaman yang
selektif. Jadi relai harus dapat membedakan apakah gangguan terletak di kawasan
pengamanan utamanya dimana ia harus bekerja cepat atau terletak di seksi
berikutnya dimana ia harus bekerja dengan waktu tunda atau harus tidak bekerja
sama sekali karena gangguannya di luar daerah pengamanannya atau sama sekali
tidak ada gangguan.
c. Reliability (Keandalan)
Yaitu tingkat kepastian bekerjanya suatu alat pengaman. Dalam keadaan
normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti dapat bekerja bila
diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi susunan alat-alat pengaman
harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan akan tergantung kepada desain,
pengerjaan dan perawatannya.
d. Speed (Kecepatan)
Semakin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil
kerusakan tetapi juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh gangguan. Untuk menciptakan selektifitas yang baik
mungkin saja suatu pengaman terpaksa diberi waktu tunda (time delay) antara
pengaman yang terpasang. Namun waktu tunda itu harus secepat mungkin, setelah
waktu minimum yang disetkan ke relay untuk menghindari thermal stress.
e. Ekonomis
Dengan biaya yang sekecil-kecilnya diharapkan peralatan proteksi mampu
memberikan pengamanan yang sebesar-besarnya.
3. Peralatan Proteksi Sistem Distribusi
Peralatan proteksi yang terpasang pada sistem distribusi bermacam-macam
yang ditempatkan menurut fungsinya masing-masing. Adapun macam-macam
peralatan proteksi sistem distribusi adalah sebagai berikut :
Wisnu Fajri PDTE SV UGM 2012 |
13
14
15
arus yang melewati fuse melebihi nilai arus rating nominal dari fuse maka elemen
lebur (fuse link) akan panas dan terus meningkat jika telah mencapai titik leburnya
maka elemen akan melebur (putus). Pada SUTM, FCO biasanya ditempatkan pada
saluran percabangan dan sebagai alat pengaman peralatan seperti trafo distribusi.
16
PBO 1 fase, digunakan untuk proteksi jaringan 1 fase seperti pada saluran
percabangan. Tiga buah PBO 1 fase dapat juga digunakan pada sistem 1
fase. Bila terjadi gangguan permanen 1 fase, maka hanya 1 fase yang
terganggu yang akan dikunci, sedangkan pelayanan untuk 2 fase lainnya
yang sehat yang akan terus berjalan.
ii.
PBO dengan pemadam busur api minyak. Dalam hal ini minyak digunakan
sebagai isolasi dan pemadam busur api. Pada saat kontak dipisahkan, busur
api akan terjadi di dalam minyak, sehingga minyak menguap dan
menimbulkan gelembung gas yang menyelubungi busur api. Minyak yang
berada diantara kontak sangat efektif untuk memutuskan arus. Kelemahan
Wisnu Fajri PDTE SV UGM 2012 |
17
pemadam busur api dengan minyak yaitu minyak mudah terbakar dan
kekentalan minyak memperlambat pemisahan kontak, sehingga tidak
cocok untuk sistem yang membutuhkan pemutusan arus cepat.
ii.
PBO dengan pemadam busur api hampa udara (vakum). Dalam hal ini
vakum digunakan sebagai isolasi dan pemadam busur api. Pada PBO jenis
ini, kontak ditempatkan pada suatu bilik vakum. Untuk mencegah udara
masuk ke dalam bilik, maka bilik ini harus ditutup rapat dan kontak
bergeraknya diikat ketat dengan perapat logam.
iii.
PBO dengan pemadam busur api gas SF6. Media gas yang digunakan pada
tipe ini adalah gas SF6 (sulphur hexafluoride). Sifat gas SF6 murni adalah
tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
Sifat lain dari gas SF6 ialah mampu mengembalikan kekuatan dielektrik
dengan cepat, tidak terjadi karbon selama terjadi busur api dan tidak
menimbulkan bunyi pada saat pemutus tenaga menutup atau membuka .
PBO dengan kontrol hidrolik. Digunakan dalam semua PBO 3 fase dan
sebagian PBO 1 fase. Tipe ini dapat merasakan arus lebih melalui trip coil
yang dihubung seri dengan jaringan.
ii.
PBO dengan kontrol elektornis. Pada PBO jenis ini akan memudahkan
dalam mengubah karakteristik arus waktu, tingkat arus trip dan urutan
operasi PBO tanpa harus menurunkan atau melepas PBO dari jaringan,
merupakan kelebihan karena tidak mengganggu sistem.
18
Operasi Lambat
Operasi Cepat
Close
Trip
Lockout
Interval Reclosing
19
kemudian dipadamkannya. Peristiwa yang terjadi pada bagian dalam tabung fuse
ini adalah peristiwa penguraian panas secara partial akibat busur dan timbulnya
gas yang di deionisasi pada celah busurnya sehingga busur api segera menjadi
padam pada saat arus menjadi nol. Tekanan gas yang timbul pada tabung akibat
naiknya temperatur dan pembentukan gas menimbulkan terjadinya pusaran gas
didalam tabung dan ini membantu deionisasi lintasan busur api. Tekanan yang
semakin besar pada tabung membantu proses pembukaan rangkaian, setelah busur
api padam, partikel-partikel yang diionisasi akan tertekan keluar dari ujung
tabung yang terbuka.
20
Keterangan :
1. Isolator Porselen
praktek
dilapangan
ketentuan
tersebut
kurang
memuaskan
penggunaanya karena hanya satu titik yang dispesifikasi pada karakteristik arus
waktu sehingga fuse link yang dibuat oleh sejumlah pabrik yang berbeda
mempunyai keterbatasan dalam memberikan jaminan koordinasi antar fuse link.
Setelah fuse link dengan pengenal H kemudian muncul standar industri fuse link
dengan pengenal K dan pengenal T pada tahun 1951.
21
22
23
24
Dari kedua kurva karakteristik kerja fuse ini masing-masing memiliki hal
sebagai berikut :
a. Kurva waktu leleh
menunjukkan waktu yang dibutuhkan mulai dari saat terjadinya arus lebih
sampai dengan mulai meleburnya pelebur untuk harga arus tertentu.
b. Waktu busur. Yaitu waktu antara saat timbulnya busur permulaam sampai saat
pemadaman.
c. Kurva waktu pembebasan maksimum (maximum clearing time). Yaitu kurva
yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan dari saat terjadinya arus lebih
sampai dengan padamnya bunga api untuk harga arus tertentu.
4. Pemilihan Rating Arus Fuse Link FCO untuk Proteksi Percabangan
Salah satu hal yang menjadi pertimbangkan dalam pemilihan arus
pengenal FCO untuk proteksi saluran cabang atau saluran anak cabang adalah
besarnya nilai arus beban maksimum yang akan atau dapat mengalir pada saluran
cabang atau anak cabang tersebut. Untuk menentukan rating arus fuse link FCO
yang dipilih dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Pilih fuse link yang sesuai dengan standar dalam hal ini PLN dalam SPLN 64
:1985 menentukan pilihan tipe K atau T.
2. Bagilah arus beban maksimum yang sudah ditentukan dengan kemampuan arus
kontinyu fuse link.
3. Koordinasi yang sebaik baiknya dengan alat proteksi yang lain seperti recloser
dan FCO lainnya baik yang berada di sisi hulu ataupun sisi hilirnya.
4. Perhatikan batas ketahanan penghantar terhadap arus hubung singkat.
5. Perhatikan pula kemampuan pemutusan dari FCO, khususnya bagi FCO yang
terpasang dekat dengan sumber tenaga
Pemilihan rating arus fuse link FCO yang benar adalah tidak akan
melebur atau terjadi kerusakan oleh gangguan sesaat yang terjadi disebelah
hilirnya, karena recloserlah yang seharusnya membuka rangkaian tanpa
memutuskan fuse link. Pada saat gangguan tetap fuse link pertama pada sisi hulu
dari gangguan akan melebur dan membuka rangkaian setelah operasi recloser.
25
R1
S1
S2
R2
0,5
0,1
0
100
1000
10000
Arus (Amp)
Gambar 2.16 Kurva Waktu Arus Relai Recloser dan Fuse Cut Out
26
Keterangan :
R1= Kurva relai arus lebih sewaktu recloser trip pertama kali.
R2= Kurva relai arus lebih sewaktu recloser trip kedua kali.
S1= Kurva waktu minimum dari fuse.
S2= Kurva waktu maksimum dari fuse.
Dengan kurva arus seperti yang ditunjukan oleh Gambar 2.16 maka pada
waktu recloser menutup kembali setelah trip yang pertama kali, fuse telah
melebur terlebih dahulu sehingga gangguan permanen yang terjadi di saluran
cabang tidak menyebabkan recloser trip kembali. Dengan demikian yang padam
hanya saluran cabang yang mengalami gangguan permanen.
F. Relai Proteksi
Relai merupakan alat yang bekerja secara otomatis untuk mempengaruhi
bekerjanya alat lain akibar adanya perubahan pada rangkaian. Adapun relai yang
terpasang pada sistem proteksi distribusi terdiri dari :
1. Relai proteksi Over Current Relay (OCR), dipergunakan untuk mengamankan
sistem ditribusi jika ada gangguan hubung singkat 3 fase atau 2 fase.
2. Relai proteksi Ground Fault Relay (GFR), dipergunakan untuk mengamankan
sistem ditribusi jika ada gangguan hubung singkat satu fase ke tanah.
1. Relai Arus Lebih / Over Current Relay (OCR)
Relai arus lebih adalah suatu relai yang bekerja berdasarkan adanya
kenaikan arus yang melebihi nilai arus dan waktu settingnya. Relai arus lebih ini
berfungsi sebagai proteksi terhadap gangguan hubung singkat antar fasa.
Berdasarkan karakteristik hubungan kerja antara besar arus dan waktu kerja relai
arus lebih dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Relai arus lebih seketika (instanstaneous over current relay).
Relai yang bekerja seketika (tanpa waktu tunda) ketika arus yang mengalir
melebihi nilai settingnya, tapi masih bekerja dengan waktu cepat sebesar 50-100
mili detik dengan karakteristik seperti terlihat pada Gambar 2.17. Pada sistem
distribusi tegangan menengah disebut setelan instant/moment/cepat. Setelan relai
dengan karakteristik instant dapat di setkan pada OCR atau GFR.
27
Waktu (detik)
t=50-100 mdetik
If
Arus (Amp)
besar
Gambar 2.17 Karakteristik
Relai Arus Lebih Instant
Setelan instant :
i.
Setelan arus, untuk relai outgoing diambil dari arus gangguan 3 fase atau 2
fase di lokasi gangguan 50% - 60% panjang penyulang 20 kV. Sedangkan
untuk setelan relai incoming 40% dari panjang penyulang 20 kV.
ii.
Setelan waktu, untuk relai outgoing setelan waktunya 50 100 mili detik
sedangkan untuk relai incoming setelan waktunya lebih besar dari setelan
waktu di outgoing.
b. Relai arus lebih dengan waktu tertentu (definite time over current relay).
Relai ini akan memberikan perintah pada PMT pada saat terjadi gangguan
hubung singkat dan besarnya arus gangguan melampaui settingnya dan jangka
waktu kerja relai mulai pick up sampai kerja relai diperpanjang dengan waktu
tertentu, tidak tergantung besarnya arus yang mengerjakan relai. Kurva time
definite over current relay dapat dilihat pada Gambar 2.18, dimana waktu
kerjanya lebih lama dari waktu setelan instant dan setelan relainya didasarkan
pada arus beban sesuai BS 142 1996. Setelan relainya sebagai berikut :
i.
ii.
0,3-0,4 detik.
Waktu (detik)
t(sesuai setelan)
If(sesuai setelan)
Arus (Amp)
28
c. Relai arus lebih dengan waktu terbalik (inverse time over current relay).
Setelan relai proteksi dengan karakteristik inverse time over current relay
adalah karakteristik yang grafiknya terbalik antara arus dan waktu, dimana
semakin besar arus gangguan maka semakin kecil waktu yang dibutuhkan untuk
membuka pemutus (PMT). Karakteristik inverse sesuai IEC 60255-3 dan BS. 142
1996 sebagai berikut :
t = ((If
Iset ) 1)
Tms =
x Tms
((If Iset ) 1)
(2.1)
xt
(2.2)
Keterangan :
t
If
Iset
Tms
= Faktor konstanta.
Tabel 2.3 Faktor dan
0,02
1
2
1
Nama Kurva
Standard Inverse
Very Inverse
Extremely Inverse
Long Inverse
0,14
13,2
80
120
Waktu
(detik)
tset1
tset2
Iset1
Iset2
Arus (Amp)
29
30
time harus lebih besar dari waktu deionisasi udara. Hal ini untuk mengindari
terjadinya gangguan yang berulang karena busur api masih ada. Semakin besar
level tegangan maka akan semakin lama waktu deionisasi udaranya. Penyetelan
dead time juga memperhatikan karakteristik PMT, karena PMT mempunyai batas
waktu minimum agar dapat menerima perintah close dengan baik setelah
mendapat perintah trip. Karakteristik ini disebut trip close operation time yang
bervariasi tergantung jenis penggerak PMT dan media pemadam busur apinya.
b. Blocking/Reclaim Time
Blocking time merupakan waktu yang digunakan untuk memblok dead
time beberapa saat setelah PMT masuk dan berfungsi memberi kesempatan untuk
memulihkan tenaganya setelah melakukan siklus reclosing. Blocking time
ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan PMT untuk siap melakukan
operasi trip-close-trip kembali. Ketika PMT trip, PMT akan melakukan charging
ke mekanik penggerak PMT. Sehingga selama proses charging ini PMT tidak
boleh close. Maka dari itu, untuk mengakomodasi hal ini setelan blocking time
pada reclosing relay harus lebih besar dari waktu yang diperlukan PMT untuk
siap melakukan operasi trip-close-trip. Prinsip kerja dari reclosing relay
diilustrasikan oleh Gambar 2.21.
31
32
yang lebih lama daripada gangguan yang bersifat temporer, sehingga gangguan ini
menyebabkan pemutusan tetap.
3. Gangguan Hubung Singkat
Pada sistem tenaga listrik, gangguan hubung singkat diklasifikasikan ke
dalam 2 jenis yaitu :
a. Gangguan Simetris
Merupakan gangguan yang terjadi pada semua fasenya sehingga arus
maupun tegangan setiap fasenya tetap seimbang setelah gangguan terjadi.
Misalnya gangguan hubung singkat 3 fase.
b. Gangguan Tak Simetris
Merupakan gangguan yang mengakibatkan arus dan tegangan pada setiap
fasenya menjadi tak seimbang. Misalnya gangguan hubung singkat 1 fase ke
tanah (single line to ground fault), gangguan hubung singkat 2 fase (line to line
fault) dan gangguan hubung singkat 2 fase ke tanah (double line to ground
fault).
4. Upaya-Upaya Mengurangi Jumlah Gangguan
Upaya untuk mengurangi jumlah gangguan pada sistem dapat dilakukan
dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Memasang peralatan yang dapat diandalkan dalam hal ini harus sesuai dengan
standar PLN.
b. Penentuan spesifikasi dan desain yang baik sehingga tahan terhadap kondisi
kerja normal ataupun pada saat gangguan.
c. Merencanakan dan melaksanakan pemeliharaan peralatan secara periodik
sehingga kemungkinan terjadinya gangguan dari dalam sistem dapat dicegah.
d. Memeriksa peralatan pengaman seperti relai-relai untuk memastikan unjuk
kerja relai yang baik.
e. Melakukan pemangkasan ranting-ranting pohon yang sudah dekat dengan
saluran.
33
H. Komponen Simetris
Menurut teori Fortescue dalam sistem tak seimbang yang terdiri dari n
buah fasor yang saling berhubungan dapat diuraikan menjadi n buah sistem
dengan pasor seimbang. Jadi tiga pasor tidak seimbang dari suatu sistem tiga fase
dapat diuraikan menjadi tiga sistem pasor seimbang, dimana komponennya
sebagai berikut :
a. Komponen urutan positif, terdiri dari tiga pasor yang sama besarnya dalam
magnitude dimana masing-masing terpisah satu dengan lainnya dalam sudut
fase 1200 dan mempunyai urutan fase sama seperti pasor aslinya.
Va1
Vc1
Vb1
Vb2
Vc2
34
Vb0
Va0
Vc0
(2.3)
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
2
(2.9)
(2.10)
(2.11)
(2.12)
(2.13)
(2.14)
1
3
1
3
1
3
Va + Vb + Vc
(2.15)
Va + a Vb + a2 Vc
(2.16)
Va + a2 Vb + a Vc
(2.17)
35
Ia0 =
Ia1 =
Ia2 =
1
3
1
3
1
3
( Ia + Ib + Ic )
(2.18)
( Ia + a Ib + a2 Ic )
(2.19)
( Ia + a2 Ib + a Ic )
(2.20)
I. Perhitungan Impedansi
1. Impedansi Sumber
Impedansi sumber merupakan nilai impedansi pada sisi 150 kV yang
mencakup impedansi sumber pembangkit, impedansi trafo tenaga di pusat listrik
dan impedansi transmisi. Untuk mengetahui impedansi sumber pada sisi 20 kV,
maka harus menghitung terlebih dahulu impedansi sumber pada sisi150 kV yang
kemudian dikonversikan ke impedansi sumber sisi 20 kV dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
kV 2
Xsc1 = MVA1
(2.21)
sc
Keterangan :
Xsc1
kV1
kV 2 2
kV 1 2
x Xsc 1
(2.22)
Keterangan :
Xsc2
kV2
kV1
(2.23)
Keterangan :
XT1
XT2
36
kV
(2.24)
3. Impedansi Penyulang
Nilai impedansi penyulang di dapat dari rumus sebagai berikut :
ZPenyulang = R + jXL L
(2.25)
Keterangan :
R
jXL
dan nol ditentukan berdasarkan diameter dan jenis kawat yang digunakan pada
saluran. Standar nilai resistansi dan reaktansi untuk jenis kawat A2C dan A3C
ditunjukan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Nilai Impedansi Kawat
4. Impedansi Ekuivalen
a. Nilai impedansi ekuivalen urutan positif (Z1eq) dan negatif (Z2eq) adalah
sebagai berikut :
Z1eq = Z2eq = Xsc 2 + XT1 + Z1Penyulang
(2.26)
(2.27)
37
(2.28)
Keterangan :
I
perhitungan arus hubung singkat 1 fase ke tanah (Single Line to Ground Fault /
SLG). Dimana arus hubung singkat 1 fase ke tanah ini termasuk ke dalam kategori
gangguan hubung singkat tak simetri seperti telah di sampaikan pada pembahasan
gangguan hubung singkat terdahulu.
Gangguan 1 fase ke tanah terjadi misalnya salah satu penghantar tersentuh
pohon atau kawat yang terhubung dengan tanah. Dengan adanya gangguan pada
salah satu fase ini maka akan muncul diagram pasor tak seimbang. Pada Gambar
2.25 dimisalkan pada sistem terjaadi gangguan hubung singkat pada fase a.
Ia
Za
Ea
Zn
Ec
Eb
Zb
Zc
Ib
Ic
38
I
3 a
(2.29)
Va0
0
Va1 = Ea
Va2
0
Ia1
Ia1
Ia1
(2.30)
Ea
0eq + Z 1eq + Z 2eq
(2.31)
39