Você está na página 1de 18

ANALISIS PERENCANAAN KEBIJAKAN

PROGRAM DANA BANTUAN KEUANGAN (BLOCK GRANT) DESA DAN


KELURAHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI PROVINSI
SULAWESI TENGGARA

BAGIAN I
LATAR BELAKANG MASALAH
Kemiskinan, akses pendidikan, kesehatan dan keberdayaan masyarakat didaerah
adalah salah satu isu krusial dalam pembangunan daerah. persoalan ini pula yang menjadi
alasan bagi beberapa daerah yang dinilai rendah dalam pelaksanaan otonomi daerahnya.
Lemahnya inovasi dari pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah tersebut, kemudian
menjadi kendala utama dalam mencarikan alternatif yang baik.
Untuk itu, membangun pemerintahan daerah yang lebih partisipatif, akuntabel dan
membawa jiwa pembaharu di daerah sangat diperlukan saat ini. yakni dengan lebih
mengedepankan adanya kebijakan maupun program pemerintah yang lebih diorientasikan
kepada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta pemberdayaan masyarakat daerah.
Kemiskinan merupakan masalah yang seringkali dihadapi disetiap daerah, faktor
penyebab hal itu bisa berasal dari berbagai aspek misalnya saja keterbatasan sumberdaya,
kurangnya akses terhadap sumberdaya, hingga lemahnya penghantaran sumberdaya dari
pemerintah kepada masyarakat paling bawah. Disisi lain, disadari bahwa kelemahan utama
dari masyarakat adalah keberdayaannya dalam membangun kehidupan mereka, dan kondisi
masyarakat seperti itu terpusat di masyarakat desa.
Provinsi Sulawesi Tenggara tentunya tidak terlepas pada adanya masalah tersebut,
dari data BPS Sulawesi Tenggara tahun 2008 menunjukkan Jumlah penduduk miskin di
Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2008 berjumlah 435,9 ribu orang atau sekitar 19,53
persen. Kondisi ini lebih besar daripada persentase penduduk miskin Nasional yang pada
akhir 2008 mencapai 32,53 juta orang atau sekitar 14,15 persen. Konsentrasi penduduk
miskin tersebut berada di daerah daerah pedesaan berjumlah yakni berjumlah 408,7 ribu
orang atau sekitar 93,76 persen dari total penduduk miskin di Sulawesi Tenggara.
Persentase pengurangan jumlah masyarakat miskin di Sulawesi Tenggara pada tahuntahun sebelumnya memang menunjukkan adanya penurunan jumlah, namun jumlah
penduduk miskin yang mengalami penurunan tersebut hanya terpusat diwilayah perkotaan
saja. Sehingga penduduk miskin di pedesaan seakan tetap stagnan pada posisi jumlah
1

keseluruhan penduduk miskin di Sulawesi Tenggara. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan
dalam tabel berikut ;

Dari data tersebut, kemudian menunjukkann bahwa konsentrasi masyarakat miskin di


Sulawesi Tenggara perlu carikan solusi dalam penanggulangan kemiskinan terutama di
pedesaan. Karena kemiskinan di wilayah pedesaan akan lebih kompleks ketimbang di daerah
perkotaan, hal ini bisa menyangkut tingkat keberdayaan masyarakat dalam menyampaikan
aspiranya atau ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan ekonomi
masyarakat desa untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Disisi lain, pembangunan pada periode pemerintahan sebelumnya secara umum telah
memberikan manfaat dalam pembangunan daerah dan pembangunan kesejahteraan
masyarakat Sulawesi Tenggara. Namun juga perlu diakui bahwa masih terdapat beberapa
sektor yang perlu ditingkatkan, termasuk sektor yang secara langsung menyentuh pada
kesejahteraan dan keberdayaan masyarakat. khususnya dalam hal ini adalah masyarakat
pedesaan yang secara ekonomi masih lemah, pelayanan yang belum optimal, sarana dan
prasaranya yang kurang, serta bangunan pemerintahan yang melayani masyarakat melalui
prinsip good governance.
Pada dasarnya keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan adalah pada
kurangnya penghantaran anggaran ke tingkat desa, sehingga perekonomian masyarakat desa
masih terkendala pada dukungan sarana dan prasaran, infrastruktur perhubungan sehingga
masyarakat desa dapat membangun jaringan usaha yang lebih baik. Disamping itu juga,
partisipasi terhadap program pemerintah daerah yang kurang masih ditemukan di masyarakat
pedesaan. Maka mesti dibuatkan sebuah instrumen kebijakan untuk kemudian mampu
memberdayakan dan menghantarkan sumber daya kepada masyarakat desa, sehingga
diharapkan masyarakat desa mampu berpartisipasi dalam pembangunan daerah.

Melalui permasalahan tersebut, merupakan tantangan sekaligus peluang untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka terpilihnya Kepemimpinan Gubernur dan
Wakil Gubernur periode 2008-2013 yang kemudian menjabaran visi dan misi Gubernur dan
wakil Gubernur kemudian menjadi orientasi perencanaan pembangunan Sulawesi Tenggara
periode Tahun 2008-2013 yakni Membangun Kesejahteraan Masyarakat Sultra tahun 20082013. Pernyataan tersebut berdasar pada kondisi Sulawesi Tenggara dengan potensi
sumberdaya alam yag cukup melimpah baik sumber daya yang dapat diperbaharui
(renewable resources) di sekitar kelautan, kehutanan, pertanian dalam arti luas serta
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), seperti pertambangan.
Namun masih kurang dalam pengelolaannya, dan tentu perlu dikelola secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat.
Perencanaan pogram pembangunan tersebut kemudian dikenal dengan Istilah
BAHTERAMAS (Membangun Kesejahteraan Masyarakat) dengan program utamanya, yakni
(a) pembebasan biaya operasional pendidikan, (b) pelaksanaan program pelayanan kesehatan
gratis, (c) pemberian dana Block Grand/Hibah Rp. 100 juta untuk setiap desa/kelurahan
(Dokumen RPJMD Sultra 2008-2013).
Berdasarkan pada data dan beberapa kecenderungan yang terjadi diatas, kemudian
perlu kiranya untuk menentukan alternatif kebijakan yang kemudian mengacu pada program
pembangunan Bahterama Sulawesi Tenggara khususnya pada program bantuan dana block
grant kepada desa dan kelurahan. Sejalan dengan itu, kemudian akan diidentifikasi sejumlah
sasaran dan tujuan dari program, kemudian mengidentifikasi alternatif kebijakan dan terakhir
adalah melihat manfaat yang didapati dalam alternatif kebijakan yang telah dirumuskan
tersebut.

BAGIAN II
DISKUSI TEORITIK
Sebelum melangkah dalam menentukan alternatif kebijakan tersebut, perlu kiranya
mengetahui dahulu khasanah dalam kebijakan publik mengenai perumusan hingga pada
evaluasi sebuah kebijakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan frame dalam analisis
sebuah kebijakan nantinya.
Kebijakan Publik
Istilah kebijakan (policy) serigkali penggunaanya salaing dipertukarkan dengan istilah
tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan
rancangan-rancangan besar (Wahab, 1997). Kebijakan pada intinya adalah sebagai pedoman
untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi sederhana atau kompleks, kualitatif atau kuantitatif,
khusus atau umum, luas atau sempit, serta publik atau privat.
Sejalan dengan itu, Frederick (dalam Islamy, 1997) menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatankesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Sebuah kebijakan tentunya berasal dari adanya sebuah masalah publik yang perlu
dicarikan jalan keluar oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan publik. James E. Anderson
(1979) mengatakan masalah publik sebagai suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan
kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan pada rakyat, sehingga perlu dicarikan cara-cara
penanggulangannya. Kemudian Dunn (1998; 210-213) menambahkan bahwa masalah publik
sebagai kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir dan
hanya dapat dicapai melalui tindakan kebijakan publik.
Carl I. Friederick (Nugroho, 2012; 119) yang menyatakan kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan
tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Merujuk pada posisi daerah, tentu sebuah kebijakan
publik hendaknya didasarkan pada potensi yang ada serta ancaman yang dapat muncul
didaerah tersebut.

Implementasi Kebijakan
Sebagai proses lebih lanjut setelah suatu program dirumuskan dalam kepusankeputusan (decision) oleh para aktor adalah bagaimana program itu diimplementasikan.
Tentunya suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau
tujuan yang diinginkan. Ketika sebuah kebijakan publik dapat mencapai tujuannya maka
kebijakan tersebut harus diimplementasikan (Nugroho, 2012;674).
Terakhir mengenai proses Implementasi dapat kita mengutip apa yang dikemukakan
oleh Anderson (1979, dalam Nugroho, 2012), secara ringkas menyatakan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu; (1)
who is involved in policy implementation (siapa yang dilibatkan dalam implementasi); (2) the
nature of the administrative process (hakekat proses implementasi); (3) compliance with
policy (kepatuhan atas suatu kebijakan); dan (4) the effect of implementation or policy
contetnt and impact (efek atau dampak dari isi implementasi).
Sejalan dengan pemikiran Anderson bahwa untuk menunjukkan prasyarat bagi
keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Brigman dan Davis (2004 dalam Domai 2011;
71-72) adalah ;
a. Disadari oleh postulat atau hipotesis yang baik mengenai sebab akibat, maka
kemungkinan besar kebijakan tersebut sulit diimplementasikan.
b. Memiliki langkah-langkah yang tidak terlalu banyak dan kompleks.
c. Memiliki prosedur akuntabilitas yang jelas.
d. Pihak yang bertanggungjawab memberikan pelayanan harus terlibat dalam
perumusan desain kebijakan.
e. Melibatkan monitoring dan evaluasi yang teratur.
f. Para pembuat kebijakan harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap
implementasi seperti halnya dalam perumusan kebijakan.
Analisis Kebijakan
Sebuah kebijakan publik akan lebih baik dalam pelaksanaanya jika terus dilakukan
evaluasi, bahkan dalam prosesnya awalnya sehingga menjadi kebijakan publik. sehingga akan
terlihat prospek sebuah kebijakan publik dalam implementasinya kemudian. Analisis
kebijakan publik menurut Riant Nugroho (2012; 293) bahwa analisis kebijakan publik tidak
akan pernah menjadi sebuah teori, alasannya adalah analisis kebijakan publik menyangkut
pada ranah praktek daripada ranah teori.
Jadi, analisis kebijakan adalah teori yang berasal dari pengalaman terbaik, dan bukan
diawali dari temuan, kajian akademik, atau penelitian ilmiah. Artinya, teori tentang analisis
5

kebijakan adalah lay theory, bukan academical theory (Nugroho, 2012). Kepentingan
individu, kelompok, dan aliran membuat kebijakan publik lebih banyak memperjuangkan
publik yang terbatas, yaitu para konstituen kekuasaan politik, daripada masyarakat luas.
Sehingga dalam analisis kebijakan publik, seorang analisis tidak terlepas dari adanya konflik
nilai yang terjadi pada masyarakat diman sebuah kebijakan publik tersebut di
implementasikan.
Pada dasarnya, dikatakan bahwa evaluasi kebijakan menekankan pada estimasi atau
pengukuran dari suatu kebijakan, termasuk juga materi, implementasi, pencapaian tujuan, dan
dampak

dari

kebijakan

tersebut,

bahkan

evaluasi

juga

dapat

digunakan

untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu


kebijakan, sehingga hasil pengkajian tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengambilan
keputusan apakah kebijakan tersebut akan dilanjutkan, diubah, diperkuat atau diakhiri
(Anderson, 1997: 272).
Sedangkan dijabarkan secara lebih speseifik oleh Willian Dunn, yakni kriteria lain
dalam rangka mengevaluasi suatu kebijakan adalah:
1. Efisiensi : suatu kebijakan dikatakan efisien, jika hasil (output atau outcomes) lebih besar
(berarti) dari pada biaya untuk implementasi serta penegakan hukuk kebijakan tersebut.
Artinya, yang digunakan adalah kriteria costeffectiveness, dengan kata lain, suatu
kebijakan bersifat efisien, maka pasti cost-effectiveness, tetapi tidak sebaliknya.
2. Keadilan : yang dimaksud dengan keadilan adalah pembagian (penyebaran) keuntungan,
yang diperoleh dari suatu kebijakan, di antara kelompok masyarakat (stakeholders).
3. Insentif untuk perbaikan : kebijakan yang baik adalah kebijakan yang mendorong para
stakeholders untuk mencari dan menerapkan pendekatan atau teknologi untuk
perbaikan.
4. Kemudahan untuk penegakan hukum (enforceability) : dapat atau tidaknya suatu
kebijakan diimplementasikan serta ditegakkan.
5. Pertimbangan moral (Dunn, 1994).
Disisi lain analisis kebijakan yang berbeda diberikan oleh Weimer dan Vining (Nugroho,
2012) mengemukakan bahwa kerangka konseptual analisis kebijakan terdiri atas langkah-langkah
mendiagnosis masalah, mengidentifikasi alternatif kebijakan yang mungkin, menilai efisiensi
kebijakan dikaitkan dengan melakukan perhitungan cost benefit dari kebijakan. Kedua penulis ini
mengangkat pendekatan model rasionalis dalam analisis kebijakan yang mempunyai bagianbagian :
1. Mendefinisikan permasalahan (define the problem),
2. Menetapkan kriteria evaluasi (estabilish evaluation criteria),
6

3. Mengidentifikasi alternatif kebijakan (identify alternative policies),


4. Memaparkan alternatif-alternatif dan memilih salah satu (display alternatives dan select
among them),
5. Memonitor dan mengevaluasi manfaat kebijakan (monitor and evaluate policy outcomes).

Berdasarkan beberapa defenisi diatas, bahwa dapat ditarik kesimpulan analisis


kebijakan publik sebagai sebuah kegiatan intelektual. Namun tidak terpisah dari bangunan
preferenasi nilai-nilai yang terbangun di dalam masyarakat dimana kebijakan itu di
laksanakan. Sehingga dalam sebuah analisis kebijakan diperlukan juga pandangan mengenai
kecenderungan tersebut.

BAGIAN III
BATASAN MASALAH
Merujuk pada hasil BPS Sulawesi Tenggara tahun 2008, menunjukkan besaran
penduduk miskin di Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 berjumlah 435,9 ribu orang atau
7

sekitar 19,53 persen. Konsentrasi penduduk miskin tersebut berada di daerah daerah pedesaan
berjumlah yakni berjumlah 408,7 ribu orang atau sekitar 93,76 persen dari total penduduk
miskin di Sulawesi Tenggara.
Namun penurunan yang ditunjukkan tersebut bukanlah data yang dapat menunjukkan
tingkat keberdayaan masyarakat. Disadari bahwa persentase terbesar penduduk miskin berada
di daerah, maka perlu dicarikan jalan keluar dalam persoalan tersebut. Dengan melalui
intervensi kebijakan yang kemudian dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Sulawesi
Tenggara, yang tentunya keterlibatan dari pemerintahan Kabupaten/Kota juga diperlukan
dalam hal ini.
Berdasarkan pada hasil evaluasi pemerintahan periode sebelumnya, dalam dokumen
monitoring dan evaluasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008. Dalam bidang
pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa ditemukan beberapa masalah, yakni :
1. Masih perlunya peningkatan layanan administrasi perkantoran dan optimalisasi
pengelolaan administrasi perkantoran;
2. Keterlibatan masyarakat miskin dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan belum optimal;
3. Peran pemerintah desa/kelurahan dan lembaga kemasyarakatan yang belum optimal;
4. Belum optimalnya peran lembaga kemasyarakatan dalam menggerakkan partisipasi
masyarakat;
5. Menurunnya nilai-nilai semangat kegotong royongan serta peran Lembaga Adat yang
belum optimal;
6. Minimnya akses pengelolaan SDA dengan Pemanfaatan TTG;
7. Kurangnya modal usaha lembaga keuangan mikro pedesaan;
8. Belum optimalnya koordinasi dalam penanggulangan kemiskinan;
9. Terbatasnya lembaga ekonomi mikro sebagai wadah usaha masyarakat di pedesaan;
10. Terbatasnya informasi pasar bagi masyarakat desa;
11. Masih kurang berfungsinya Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD);
12. Rendahnya keberdayaan masyarakat di pedesaan.
Berdasarkan temuan tersebut diatas kemudian, melalui penjabaran visi dan misi
Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008-2013. Membuat perencanaan pembangunan
provinsi

Sulawesi

Tenggara

yakni

Membangun

Kesejahteraan

Masyarakat

(BAHTERAMAS). Karena disadari bahwa, keberdayaan masyarakat desa bukan saja


dipengaruhi oleh keterbatasan sumber daya dan wilayah namun juga pada penghantaran
bantuan keuangan dalam mendukung pembangunan infrastruktur dan prasarana. Disamping
itu juga untuk membangun partisipasi masyarakat pedesaan dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
8

Perencanaan Program Block Grant


Bantuan Keuangan/ Block Grant dimaksudkan untuk pemberian bantuan yang bersifat
materi atau dalam bentuk keuangan yang diberikan oleh suatu lembaga atau organisasi yang
tertinggi kepada lembaga atau organisasi dibawahnya yang bersifat hibah. Program ini
dimaksudkan untuk mewujudkan kerangka kebijakan sebagai dasar dari acuan pelaksanaan
program yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Program ini dilaksanakan melalui
Pengembangan sistem serta mekanisme prosedur program penyediaan fasilitator dan
pendanaan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat yang berkelanjutan.
Program Bantuan Keuangan/ Block Grant pada Desa/ Kelurahan bersumber dari
bantuan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan sumber-sumber lainnya yang diberikan
kepada Desa/Kelurahan mulai pada Tahun Anggaran 2008-2013 sebesar Rp. 100.000.000.
(Seratus Juta rupiah) kepada Desa/ Kelurahan di Sulawesi Tenggara. Dalam rangka
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan
pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, Desa harus mempunyai sumber pendapatan desa.
Sehingga bantuan tersebut lebih diarahkan untuk percepatan pembangunan Desa/ Kelurahan.
Kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui pemberian Program
Bantuan Keuangan/Block Grant ini diharapkan diikuti oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,
dimana dana ini harus dilihat sebagai bagian yang bersifat komplementer oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota. Artinya dengan kebijakan ini Pemerintah Kabupaten/Kota juga dapat
memberikan sejumlah dana yang bersifat Block Grant seperti Alokasi Dana Desa (ADD)
yang merupakan hak Pemerintah Desa/ Kelurahan berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Tujuan dan Sasaran Program Block Grant


Berdasarkan permasalah kemiskinan yang berkembang di wilayah pedesaan provinsi
Sulawesi Tenggara. Maka tentu, perencanaan program yang akan dicanangkan periode
pemerintahan tahun 2008-2013 memiliki tujuan dan sasaran tertentu yang ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Adapun rancangan tujuan dan sasaran dalam perencanaan program
block grant, dapat ilustrasikan sebagai berikut :

Program BAHTERAMAS SULTRA 2008-2013

Program bantuan dana block grant kepada desa dan kelurahan, sebesar 10
Tujuan dan sasaran yang diinginkan :
Kondisi Tahun 2008

Peningkatan Kesejahteraan masyarkat pedesaan, ditunjukkan dengan penurunan tingkat penduduk miskin
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam program pemerintahan.
Kelembagaan masyarakat desa yang kuat, sebagai wadah aspirasi masyarakat desa terhadap kebutuhan m
gkat Persentase penduduk miskin Sultra lebih besar dari persentase penduduk miskin Nasional.
nduduk Miskin lebih dari 92 persen berada di wilayah pedesaan.
berdayaan masyarakat Desa cenderung lemah.
embagaan masyarakat pedesaan kurang optimal.

BAGIAN IV
ALTERNATIF KEBIJAKAN
Gambaran program sebagai upaya menjawab tuntutan dan kondisi yang ada, maka
berdasarkan pada perumusan kebijakan block grant yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa, akan diberikan penjelasan mengenai posisi kebijakan tersebut
dalam beberapa alternatif yang harus menjadi penekanan dalam Implementasinya, sehingga
penyaluran bantuan dana block grant tersebut dapat berjalan efektif.
10

Alternatif kebijakan ini kemudian ditujukan pada adanya kecenderungan pengaruh


pada beberapa variabel kebijakan yang muncul. Dimana variabel tersebut bisa datang dari
dalam dan luar pemerintahan, yang kemudian hal ini tentu akan berpengaruh dalam
implementasi kebijakan bantuan dana block grant. Adapun beberapa hal yang kemudian
dianggap dapat menjadi variabel pengaruh tersebut dibagi menjadi dua yakni :
No

Variabel yang Mempengaruhi

.
1.

Alternatif Kebijakan
Intern Pemerintah
Aparat Birokrasi

1. Dibutuhkan
pendampingan

kecakapan
program

Aparat
mulai

dalam

perencanaan,

pelaksanaan hingga evaluasi.


2. Adanya keinginan aparat birokrasi untuk carry out
dalam pelaksanaan program.
3. Kerjasama yang dilakukan pemerintah provinsi
dalam pelibatan aparat birokrasi hingga ke tingkat
pemerintahan Kabupaten/Kota
4. Dukungan dari pemimpin daerah terhadap aparat
2.

Administrasi

birokrasi dalam pelaksanaanya.


1. Faktor politis akan sangat berpengaruh bisa jadi
pada tataran realisasi program, dimana program
pemerintah

provinsi

dan

pemerintah

kabupaten/kota akan saling bertemu dilapangan.


Maka

diperlukan

kolaborasi

positif

tingkat

pemerintah daerah.
2. Memberikan kejelasan alur pelaksanaan program,
3. Basis data yang relevan dengan kondisi, sehingga
hal ini diperlukan adanya kolaborasi pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota.
4. Revitalisasi pemerintahan desa dalam partisipasi
program dan usahanya dalam pelibatan masyarakat
3.

Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM)

desa dalam Implementasi


1. Melakukan pendampingan secara intensif terhadap
penggunaan anggaran.
2. Kerjasama yang dilakukan dengan pemerintah desa
dalam monitoring dan evaluasi.
3. Memberikan pertanggungjawaban fisik kepada

11

pemerintah Kabupaten dan Kota atas realisasi


4.

Fasilitator Lapangan

anggaran.
1. Pendampingan secara intensif, selain itu adalah
memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam
peruntukan bantuan dana block grant tersebut,
sehingga penggunaannya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat desa.

1.

Ekstern Pemerintah
Lingkungan Kebijakan

1. Menyangkut

nilai-nilai

sosial

dan

budaya

masyarakat, maka diperlukan pendampingan secara


persuasif dalam memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang program block grant.
2. Kondisi kebutuhan masyarakat desa yang berbedabeda, untuk itu pelibatan setiap tokoh maupun
stakeholder di desa dalam analisis masalah maupun
penjaringan kebutuhan masyarakat desa.
3. Konflik kepentingan, karena bantuan

yang

diberikan dalam bentuk materi atau anggaran maka


potensi penyimpangan akan sangat tinggi, maka
metode pendampingan melalui musrembang untuk
membuat rountdown program dengan pelibatan
partisipasi masyarakat akan sangat membantu
2.

Kondisi Ekonomi
Masyarakat

dalam pengawasannya kemudian.


1. Konsentrasi ekonomi masyarakat desa sebagian
besar pada sektor

pertanian dan perikanan,

sehingga aplikasi program senantiasa memberikan


dukungan

maupun

diorientasikan

kepada

kebutuhan pengembangan ekonomi masyarakat.


2. Dibutuhkan adanya skema untuk penghantaran
modal usaha bagi kelompok ekonomi di desa, hal
ini bisa diporsikan dari realisasi anggaran block
grant maupun sebagai masukan dalam perencanaan
program dalam musrembang desa. Realisasinya
kemudian
6.

Masyarakat

dalam

bentuk

permodalan

mikro,

pelatihan maupun program pemberdayaan lainnya.


1. Penguatan partisipasi masyarakat dilakukan dengan
12

penguatan kelembagaan masyarakat desa, hal ini


bisa

didasarkan

subsektor

ekonomi

yang

berkembang. Disamping itu juga dalam model


kelompok

usaha

kecil

dan

menengah

yang

dilakukan oleh masyarakat desa.


2. Memfokuskan pada tingkat pendidikan masyarakat
untuk kemudian mampu berpartisipasi optimal
dalam

program,

maka

pengawasan

dan

pendampingan melalui tim fasilitator maupun LPM


akan sangat berengaruh.
3. Perlu diperhatikan juga kedepan adalah adanya
desentralisasi pelaksanaan program fisik kepada
lembaga masyarakat desa yang telah dibentuk,
7.

Pihak Swasta/LSM/ Ormas

sebagai bagian dari partisipasi masyarakat.


1. Pelibatan dunia usaha dalam hal ini pihak swasta,
dalam penyediaan kebutuhan pembangunan desa,
maupun dalam bentuk-bentuk kerjasama lainnya.
namun dalam tahap awal tentu perlu adanya
pendampingan dahulu oleh pemerintah terhadap
masyarakat desa.
2. Pelibatan sektor ini dalam pengawasan diluar
pemerintah

akan

sangat

dibutuhkan

sebagai

pengawas independen. Terutama dalam pengawan


mengenai

kecurangan-kecurangan

dalam

perencanaan dan pelaksanaan program.


3. Terkadang, tidak semua persoalan masyarakat desa
bisa dikaitkan dengan bantuan dana block grant
tersebut, maka peran LSM/Ormas kemudian dapat
menjembatani ekpektasi atau harapan masyarakat
desa dengan program-program yang dilaksanakan
pemerintah.
Dari beberapa variabel yang dikemukakan diatas tentunya, dalam hal ini pemerintah
provinsi Sulawesi Tanggara dapat membentuk suatu jaringan yang solid, sehingga
komunikasi program tersebut dapat berjalan baik, yang tentunya implikasinya akan bermuara

13

pada pelaksanaan program yang efektif. Disamping itu, secara umum dapat ditekankan
bahwa pelaksanaan program bantuan block grant tersebut diarahkan pada upaya untuk :
1. Berdampak pada Kesejahteraan Masyarakat, variabel yang dapat berpengaruh pada
posisi ini adalah dukungan sumberdaya bagi berjalannya pembelajaran dalam
masyarakat, yang dengan itu kemampuan masyarakat terbangun (capability building)
dan dalam hal kelembagaan masyarakat terkuatkan (strengthening), sehingga program
tersebut

dapat

memberi

efek

pada

pemberdayaan

masyarakat

(community

empowerment). Hal yang perlu ditekankan bahwa yang dipentingkan adalah dukungan
sumberdaya atas prakarsa dan swadaya masyarakat, bukan bagaimana dana Rp. 100
juta tersebut harus habis di tingkat desa/kelurahan. Karena itu sangat penting
dilakukan persiapan sosial pada tingkat desa/kelurahan, dana dialokasikan berdasarkan
kebutuhan masyarakat melalui perencanaan yang mereka susun sesuai karakteristik
desa/kelurahannya (Salman, 2009).
2. Mengedepankan partisipasi masyarakat, tentunya ini berkaitan dengan variabel
perencanaan pembangunan di desa. Partisipasi masyarakat secara utuh kemudian
diharapkan dapat secara terus menerus ditingkatkan, keterliban masyarakat desa dalam
penyusunan program, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi, kemudian dapat
membangun sinergitas yang baik antara masyarakat dengan pemerintah. Hal ini,
kemudian mampu membantu dalam menilai keefektifan program yang dilaksanakan.
3. Wilayah Pedesaan yang memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan, hal ini
berkaitan dengan variabel kolaborasi/keterlibatan multipihak dalam pembangunan
daerah. Bila berbagai program/kegiatan yang selama ini menempatkan desa/kelurahan
sebagai unitnya telah berhasil menjadikan desa/kelurahan sebagai entitas yang
berdaya, yang masyarakat, dunia usaha dan pemerintahnya berkontribusi efektif bagi
keberdayaan desa/kelurahan tersebut, maka program bantuan block grant ini idealnya
dapat mengkolaborasikan berbagai potensi yang terbangun dari adanya bantuan
pendanaan tersebut. Sehingga keberlanjutan program tersebut tidak bersifat hanya
pada penggunaan anggaran tersebut, namun bagaimana membentuk jejaring
masyarakat berdasarkan pencapaian penggunaan anggaran tersebut.
4. Keterlibatan aktor, variabel ini dimaksudkan adalah aktor yang berasal dari dalam
pemerintahan (internal) maupun yang berasal dari luar (eksternal). Bahwa preferensi
politik tidak pernah bisa dilepaskan dari sebuah kebijakan publik, maka akan ada
pihak-pihak yang kemudian mencoba memanfaatkan program ini kearah yang tidak
diharapkan. Disamping itu juga, variabel aktor ini sangat berpengaruh pula pada

14

posisinya mengsosialisasikan program serta mengawal pelaksanaan program tersebut


sesuai alur yang dioperasionalisasikan.
5. Terkait pengawasan, karena hampir semua dalam alternatif kebijakan yang diajukan
kemudian memuat tentang adanya pengawasan terhadap kebutuhan dan perencanaan
yang dilakukan masyarakat desa. Akan menuai beberapa tanggapan dimana orientasi
dari program ini adalah memacu keberdayaan masyarakat desa, namun disisi lain
pengawasan oleh pemerintah tetap dilakukan pada tiap-tiap perencanaan program yang
dilakukan masyarakat. lalu pemberdayaanya masyarakatnya bagaimana? Tentu ini
diawal akan digambarkan seperti itu, namun seiring pemahaman tentang program
tersebut telah menunjukkan hal positif pendampingan dan evaluasi hanya pada tahap
awal dan pada realisasi saja yang akan dilakukan.

BAB V
TANTANGAN DAN HAMBATAN
Dari sekian analisa mengenai perencanaan yang dilakukan pada kebijakan bantuan
keuangan (block grant) tersebut, kemudian dirumuskannya serangkaian masukan dalam
beberapa variabel yang perlu diperharhatikan dalam pelaksanaan program block grant.
Tentunya dari itu semua akan memberikan juga serangkaian tantangan dan hambatan yang
bisa jadi muncul dalam pelaksanaannya. Adapun tantangan dan hambatan tersebut terbagi
menjadi dua, yakni yang berasal dari intern pemerintah sendiri dan yang berasal dari ektern
pemerintah. Secara garis besar tantangan dan hambatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Intern (dalam) Pemerintah,
Yakni kemudian dalam hal ini menyangkut :
1. Komponen realisasi anggaran yang belum mencapai target 100 juta pertahun tiap
desa, hal ini kemudian akan memberikan feedback negatif atau bahkan pesimistis
dari masyarakat desa yang telah dijanjikan demikian.
2. Ketersediaan aparat birokrasi, hal ini menyangkut status program block grant yang
utamanya pendampingan dalam perencanaan hingga evaluasi sifatnya lapangan.
Maka penyediaan honorarium khusus untuk pegawai yang dibebani tugas akan
menjadi tambahan mata anggaran dalam APBD.
15

3. Kecakapan aparat pemerintah, dalam hal ini kemudian menyangkut kompetensi


yang dimiliki oleh aparat pemerintah dalam melakukan sosialisasi program block
grant dan peruntukannya untuk masyarakat desa. Disamping itu juga dalam
kompetensi aparat pemerintah melakukan pendampingan serta monitoring dan
evaluasi terhadap realisasi program block grant.
4. Kolaborasi Kepemimpinan Politik daerah, hal ini tentu tidak dapat dipisahkan
dalam kerangka otonomi daerah dimana preferensi politik kepala daerah akan
mencerminkan pandangan politik partai pengusungnya. Maka perbedaan
pandangan politik bisa menjadi salah satu hambatan dalam usaha kolaborasi
pemerintahan dalam menyukseskan program block grant.
5. Kebutuhan tim fasilitator dan LPM di tingkat desa dan kelurahan, kondisi geografi
Provinsi Sulawesi Tenggara yang berbentuk kepulauan maka hal ini membutuhkan
tenaga tim fasilitator dan LPM dalam sosialisasi program, terutama dalam
realisasi awal program block grant di pemerintah desa.

b. Ekstern (luar) Pemerintah.


Yakni kemudian hal ini menyangkut :
1. Pengetahuan masyarakat, hal ini menyangkut tingkat pendidikan masyarakat desa
dalam mengidentifikasikan kebutuhan mereka. Tantangan lainnya adalah adanya
potensi masyarakat desa yang tingkat pendidikannya rendah bahkan tidak pernah
mengenyam pendidikan sama sekali. Hal ini tentu selain menjadi hambatan dalam
realisasi dan partisipasi masyarakat dalam program, namun juga kesulitan dalam
hal sosialisasi program tersebut. Karena masyarakat cenderung menjalankan
aktivitasnya seperti kebiasaan atau yang membudaya di masyarakat tersebut,
tentunya ini akan bersinergi dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak
akan berkembang. Padahal orientasi program adalah adanya peningkatan
kesejahteraan masyarakat pedesaan.
2. Nilai sosial yang berkembang di masyarakat desa, sejalan dengan tantangan yang
diatas masalah pendidikan, nilai-nilai sosial yang berkembang ditengah
masyarakat pedesaan akan sangat mempengaruhi jalannya program block grant
terutama dalam penciptaan keberdayaan bagi masyarakat. karena nilai-nilai sosial
dan budaya yang berkembang akan membentuk mindset masyarakat, yang
kemudian termanifestasi pada kebiasaan dalan aktivitas mereka. Pada gilirannya,
aktivitas ekonomi mereka hanya pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja dan
16

belum berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti jejaring


ekonomi dan inovasi aktivitas ekonomi masyarakat.
3. Nilai budaya masyarakat, masih kuatnya budaya patriarkhi di masyarakat desa
bisa menjadi tantangan tersendiri dalam hal pengusahaan partisipasi masyarakat
dalam program block grant. Karena dengan kuatnya budaya patriatkhi tersebut
kemudian, akan menciptakan kecenderungan pada orientasi kebutuhan masyarakat
desa adalah kebutuhan yang diputuskan oleh kepala desa yang bersangkutan.
Padahal belum tentu bahwa kebutuhan masyarakat secara umum dapat
direpresentasikan kepada kebutuhan yang dibuat oleh kepala desa. Sehingga
partisipasi masyarakat secara keseluruhan dibutuhkan untuk dapat memberikan
gambaran kebutuhan masyarakat, sehingga realisasi program block grant dapat
berjalan efektif tentunya.

Referensi
Abdul Wahab, Solichin, 1997. Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua. Bumi Aksara; Jakarta.
......................, 1999. Analisis Kebijaksanaan Negara; Teori dan Aplikasinya. PT. Danar
Wijaya, Brawijaya University Press: Malang.
......................, 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UMM Pres: Malang
Domai, Tjahjanulin, 2011. Sound Governance, Universitas Brawijaya Press; Malang
Islamy, M. Irfan, 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Edisi 2 Cet.1.
Bina Aksara; Jakarta.
Isnian, Siti Nur.,2011. Tesis, Evaluasi Perencanaan Program Bahteramas Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Di Kota Kendari, Pascasarjana Universitas Gajah Mada;
Yogyakarta.,tidak dipublikasikan.
Nugroho, Riant, 2012. Cet.ke-4, Public Policy, Elex Media Komputindo: Jakarta.
Rahman, Niyati., 2011. Block Grand dari Poor Program menuju Popular Program, dalam :
http://niyantirahman.blogspot.com/2011/11/block-grand-dari-poor-programmenuju.html (diakses pada 25 April 2013).
Salman,
Darmawan.
2009.
Peranan
BAHTERAMAS
dalam
Mendorong
Pembangunan Berbasis Komunitas di Sulawesi Tenggara, Makalah disampaikan
dalam Acara Donor Meeting Bappeda Sulawesi Tenggara, 17-12-2008. Tidak
dipublikasikan.
Tambera, Haris., 2011. Pengaruh Dana Block Grant Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di
Kota Kendari , dalam http://haris-tambera.blogspot.com/2011/01/pengaruh-danablock-grant-terhadap.html (diakses 25 April 2013).
Winarno, Budi, 2011. Kebijakan Publik; Teori, Proses dan Studi Kasus, CAPS: Yogyakarta.
17

Dokumen
Dokumen Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode Tahun
2008-2013.
Profil Kemiskinan di Sulawesi Tenggara tahun 2008., Berita Resmi Statistik Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Universitas Haluoleo, 2012. Analisis Keuangan
Publik Provinsi Sulawesi Tenggara 2012 ; Kinerja Pelayanan Publik dan Tantangan
Pembangunan di Bumi Haluoleo
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara 2008
2013
Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 25a Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksaaan
Program Desentralisasi Fiskal Kegiatan Bantuan Keungan/ Block Grant pada Desa/
Kelurahan.
Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pembebasan Biaya
Pengobatan.
Peraturan Gubernur Sulawesi Tanggara Nomor 24 Tahun 2008 tentang pembebasan Biaya
Operasional Sekolah Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah.

18

Você também pode gostar