Você está na página 1de 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nutrisi

seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh, dan

merupakan salah satu pokok sumber kehidupan. Dalam keadaan sakit kebutuhan
nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan karena seringnya
kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering mengalami
kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti
dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas.1
Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita yang
sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Perlunya pemberian nutrisi pada
pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat jelas.
Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting dalam
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan
pengembangan protokol dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta
pasien yang baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin
sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi. Kemudian,
belakangan ini juga dilakukan usaha-usaha dilakukan untuk membuktikan bahwa
jenis suplemen makanan tertentu mempengaruhi proses imunologis endogen pada
pasien-pasien tersebut, yang selanjutnya mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
pasien.2
Resiko terjadinya malnutrisi pada pasien rawat inap berkisar antara 6-55%,
Pemberian nutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit harus merupakan
suatu pendekatan yang berjalan sejajar dengan penanganan masalah primernya.
Masalah primer dari keadaan sakit pasien akan memburuk bila pemberian nutrisi
kurang adekuat. Nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan
kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian
nutrisi. Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan bukan untuk penyebab
penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit menunjang peranan
penting dalam dimulainya pemberian nutrisi. 1
!1

Terapi nutrisi yang sesuai bisa menurunkan pemakaian cadangan nutrien


endogen dan mempertahankan masa jaringan, memperbaiki fungsi organ,
mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kejadian infeksi, mempertahankan
barier usus, mengurangi masa rawat dan biaya perawatan di rumah sakit.2 Sehingga
disini nutrisi sangat penting dalam menjaga pasien agar tidak mengalami malnutrisi
selama mengalami perawatan. Jika pemberian nutrisi lewat oral dan enteral tidak
memungkinkan dilakukan, maka terapi nutrisi parenteral mutlak diberikan sebagai
pilihan utama.1, 2, 3

!2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penilaian kebutuhan energi
Menentukan kebutuhan nutrisi untuk orang sakit bukan hal yang mudah,
apalagi pada pasien sakit kritis. Dari berbagai cara yang ada tak satupun memenuhi
kebenaran 100%, oleh karena ditentukan dan dipengaruhi oleh banyak faktor terutama
penyakit dasarnya. Formula yang sering dipakai diklinik adalah persamaan yang
digunakan untuk menghitung laju metabolisme basal (BMR=REE). Persamaan ini
menggunakan beberapa parameter seperti: tinggi badan, berat badan, usia, dan jenis
kelamin. Parameter-parameter tersebut merupakan parameter-parameter sederhana
yang sering dipakai untuk menghitung besarnya energi yang dibutuhkan perharinya.
Parameter-parameter tersebut dimasukkan ke dalam suatu rumus yang disebut rumus
Harris Benedict sebagai berikut: 2,3
BMR (kcal/d) = 66,5 + 13,75 W + 5,0 H 6,76 A UNTUK PRIA
BMR (kcal/d) = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H 4,76 A UNTUK WANITA
Keterangan:
REE = resting energy metabolism (BMR= Basal Metabolic Rate)
W = weight (kg)
H = height (cm)
A = age (years)

Rumus tersebut dapat memperkirakan BMR untuk orang normal pada saat
istirahat, akan tetapi untuk pasien-pasien sakit kritis pembakaran energinya tidaklah
sama dengan orang-orang normal tersebut. Oleh karena itu hasil dari perhitungan
tersebut perlu disesuaikan dengan penderita yang dihadap, atau dalam arti lain pada
pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stress (Tabel 1).
REE sering disebut dengan BMR ( Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy
Requirement), atau BEE (Basal Energy Expenditure), adalah pengukuran jumlah
energy yang dikeluarkan pada kondisi istirahat dan 12-18 jam setelah makan.
Peningkatan BMR untuk penderita operasi elektif berkisar antara 10 20%, trauma
berat 20 50% , sepsis 20 60% dan untuk luka bakar berat 100%. Pada penderita-

!3

penderita sakit kritis di ICU hasil perkiraan kebutuhan energinya dapat bervariasi dari
hari ke hari sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi penderita.2,3
Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat
kelebihan pemberian pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltarsi lemak hati dan
pulmonary compromise.
Tabel 1. Faktor Stres

Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat


hipermetabolisme :
* Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 - 1,30
* Kanker 1,10 - 1,30
* Peritonitis / sepsis 1,20 - 1,40
* Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 - 1,40
* Luka bakar 1,20 - 2,00
(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)
Koreksi kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE x faktor stres

2.2 Keseimbangan Nitrogen


Salah satu tujuan utama pemberian nutrisi artifisiil pada penderita sakit kritis
adalah untuk menurunkan terjadinya pemecahan protein tubuh. Pada fase-fase awal
cedera berat memang tidak mungkin mendapatkan keseimbangan nitrogen (N)
menjadi nol, maka dalam hal ini tujuannya adalah untuk memperkecil negatifitas
keseimbangan nitrogen ini. Keseimbangan nitrogen merupakan fungsi komplek yang
terdiri dari pemecahan protein dan energi dan besarnya asupan nitrogen.2,3
Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi
nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan hilang melalui pertukaran yang
bersifat homeostatic pada jaringan protein tubuh. Keseimbangan nitroden dapat
dihitung dengna menggunakan formula yang mempertimabngkan nitrogen urin 24
jam, dalam bentuk nitrogen urea urin (UUN), dan nitrogen dari protein dalam
makanan.

!4

Apabila asupan nitrogen dijaga tetap konstan, maka peningkatan asupan energi
akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sampai kemudian nitrogen itu sendiri
membatasi energi yang dapat dikonsumsi dan peningkatan lebih lanjut tidak akan
memberikan efek yang positif pada keseimbangan nitrogen. Peningkatan asupan
nitrogen juga akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sepanjang asupan energinya
juga cukup tinggi. 1,6
Kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen dengan menghitung kehilangan nitrogen
melalui urin dengan cara : 2
1. Urea Urin (dalam 24 jam) x 0,035 = kehilangan N2 (dalam gram) + protein uria
(dibagi 6,25 untuk mendapatkan gram N2 ).
2. Kehilangan protein dapat melalui keringat, dan feses (sebanyak 1,6 gram per hari
pada temperatur normal), dalam keadaan panas, maka angka ini bertambah 0,8
gram setiap peningkatan 1C tiap hari. Selain itu harus diperhitungkan pula
kehilangan protein dalam feses sebanyak 2-4 gr N2/L.
3. Kehilangan 3-8 gram urea nitrogen melalui pipa urin pada penderita tanpa intake
protein atau asam amino, mencerminkan katabolisme protein ringan, jika
kehilangan 8-13 gram mencerminkan katabolisme sedang, dan jika diatas 13 gram
mencerminkan katabolisme berat.

!5

2.3 Metabolisme Karbohidrat


Karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidart
menghasilakn kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diet sebaiknya
berkisar 50% - 60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet, karbodidart tersedia dalam 2
bentuk: pertama karbohidrat yang dapat dicerna, daibsorpsi dan digunakan oleh tubuh
(monosakrida seperti glukosa dan fruktosa, disakarida seperti sukrosa, laktosa, dan
maltose; polisakarida seperti tepung, dekstrin, dan glikogen) dan yang kedua
karbohidrat yang tidak dapat dicerna seperti serat.
Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh termasuk SSP, saraf tepi, dan
sel adarah. Glukosa disimpan dalam hati dan otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan
hati terbatas habis dalam 24-36 jam melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati
habis, glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino (terutama alanin),
gliserol, dan laktat.
Oksidasi glukosa berhubungan dengan produksi CO2 yang lebih tingi,
ditunjukkan dengan RQ (Respitarory Quotient) glukosa lebih besar dari asam lemak
rantai panjang. Sebagian besar glukosa di daur ulang setelah mengalami glikolisis
anaerob menjadi laktat kemudian digunakan untuk glukoneogenesis hati. Kelebihan
glukosa pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa dihati
berupa glikogen dan lemak.
Hiperglikemia merupakan salah satu gambaran karakteristik pada pasienpasien cedera, sepsis dan luka bakar dimana nilainya bervariasi dari yang berada
sedikit di atas normal pasca operasi elektif, sampai setinggi 800 mg/dl pada kasuskasus yang berat. Hiperglikemia berat akan merugikan secara klinis oleh karena dapat
menyebabkan hiperosmolaritas darah yang tinggi. Hiperglikemia jenis ini disebut
sebagai diabetes of injury. Akan tetapi tidak seperti diabetes melitus yang biasanya
disebabkan oleh karena kekurangan insulin, pada diabetes of injury malahan terjadi
peningkatan kadar insulin.2,3
Glukosa yang dibentuk bahkan lebih banyak dari pada glukosa yang
dioksidasi pada trauma dan sepsis, oleh karena terjadinya peningkatan glikolisis yang
merupakan kebutuhan pada daerah luka dan pada sepsis. Pada penderita sepsis, lokasi
yang menjadi tempat infeksi akan mengalami peningkatan jumlah sel darah putih,
!6

yang menggunakan glukosa lebih banyak untuk glikolisis dibandingkan untuk


oksidasi. Pada pasien-pasien luka bakar jaringan yang mengalami penyembuhan juga
menggunakan glukosa untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Dalam proses
glikolisis ini hampir semua glukosa yang dimanfaatkan diubah menjadi laktat, yang
merupakan sumber energi 1/12-nya dibandingkan dengan energi yang diperoleh dari
glukosa melalui proses oksidasi.2,3
Orang dewasa sedikitnya menerima 100 g tapi tidak lebih dari 500 g
karbohidrat perhari. Bila lebih dari 500 g dapat meningkatkan ensim hepatik serum
secara signifikan dan kedang-kadang menimbulkan hepatomegali. Gula darah
sebaiknya dipertahankan antara 100 200 mg/gL karena gula darah yang lebih tinggi
dari 200 mg/dL dapat menimbulkan komplikasi metabolik. Pasien dengan renal
insufisiensi sedang dapat terjadi metabolik asidosis dan penumpukan laktat darah
karena hiperglikenia berkepanjangan. Pada pasien seperti ini seharusnya pemberian
karbohidrat sebaiknya dikurangi dan permberian natrium klorida diganti dengan
garam asetat untuk mengurangi asidosis metabolik.2,3

2.4 Metabolisme Lemak


Komponen lemak dapt diberikan dalam bentuk nutrisi enteral atau parenteral
sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30%-50% dari total
kebutuhan. Satu gram lemak mengandung 9 kalori.
Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai sumber energy, membantu absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial, membantu dan
melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh. Pemberian kalori
dalam bentuk lemak akan memberikan keseimbangan energy dan menurunkan insiden
dan beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam jumlah besar.
Dalam keadaan hipermetabolik maka akan terjadi oksidasi lemak yang jauh
lebih tinggi, dibandingkan pada orang-orang normal. Lipolisis trigliserida dari
simpanan lemak tubuh meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan oksidasi
lemaknya. Walaupun metabolisme lemak ditingkatkan oleh stres yang diderita, namun
proses ketogenisnya ternyata lebih rendah kalau dibandingkan dengan orang-orang
yang puasa normal. Perbedaan utama antara kondisi puasa pada penderita cedera berat
!7

dengan orang-orang normal adalah tingginya glukosa yang produksi, terutama dipakai
oleh jaringan yang mengalami stres untuk proses glikolisis. Oleh karena ketogenesis
sebagian dihambat oleh tingginya kadar glukosa dan insulin, maka hampir semua
kebutuhan enegi otak hanya akan dipenuhi oleh glukosa dan dalam keadaan-keadaan
sperti itu jaringan-jaringan lain juga meng-oksidasikan glukosa.Tingginya oksidasi
glukosa ini hampir semua diperoleh dari pemecahan protein otot, yang dapat
meningkat dalam laju 2,5 kali dibandingkan pada orang normal.2,3
Lemak dapat diberikan 1 3 g/kg BB/ hari. Konsentrasi trigliserida dan
kolesterol serum sebaiknya diperiksa setiap minggu atau lebih sering. Pada pasien
yang dapat mentoleransi karbohidrat dan lemak dengan baik, sebaiknya diberikan
kalori nonprotein. Sedangkan jika pasien tidak mentoleransi karbohidrat dan lemak
dengan baik, kalori non protein yang dipilih adalah yang dapat ditoleransi lebih baik.
Disarankan agar pemberian lemak dan karbohidrat dipidahkan yaitu lemak pada siang
hari ( pukul 6 pagi 6 sore) dan karbohidrat di malam hari (pukul 6 sore 6 pagi),
dimana masing-masing diberikan bersama dengan makanan yang mengandung
nitrogen.2,3
Selama hari-hari pertama pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien
yang mengalami stres, dianjurkan pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk
pemberian emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan
emulsi campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride (LCT)
kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma
sebaiknya dimonitor dan kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.
2.5 Protein (Asam-Asam Amino)
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8 g/kgbb/
hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli merekomendasikan
pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein setara dengan 1
gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada kebutuhan minimal yang dibutuhkan
untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang
dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai dengan 0,3
gram/kgbb/hari.

Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata kebutuhan protein pada

dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun selama sakit kritis
!8

kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 . 1,5 gram/kgbb/hari. Kebutuhan protein


pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 . 2 gram protein/kgbb/hari, seperti pada
keadaan kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang
tidak terkontrol. Keseimbangan nitrogen negatif lebih tinggi 8 kali pada pasien
dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila dibandingkan dengan
individu normal. Data ini dengan jelas mengindikasikan pertimbangan kondisi
penyakit ketika mencoba untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen.
2.6 Vitamin dan Mineral
Untuk menjamin penggantian yang adekuat dari mineral dan elemen penting
lainnya, terutama pada pasien yang menerima formula berdelusi kuat, kadarnya dalam
serum sebaiknya diperiksa sedikitnya sekali dalam seminggu sampai elemen ini dapat
distabilkan. Nilai kadar serum normal dari mineral terlihat dalam Tabel 2. Kandungan
vitamin dari makanan cair biasanya menurun bila disimpan terlalu lama. Penilaian
klinis (Tabel 3) mungkin dapat membantu untuk menyediakan vitamin yang cukup
untuk pasien, dimana secara umum pemberian tambahan multivitamin 1 mL (untuk
anak-anak) dan 5 mL (untuk dewasa) per hari dapat memenuhi kebutuhan.3
Tabel 2. Penilaian Mineral3
Mineral

Gejala kekurangan

Nilai normal
dalam serum

Kalsium

Osteomalasia, tetani

2,2-

2,7

mM

(8,6-10,6 mg/dL)
Klorida

Alkaslosis metabolik

95-105 mEq/L

Kromium

Intoleransi glukosa

2-4 ng/mL

Kobalt

Tidak diketahui

2-5 ng/mL

Tembaga

Anemia, neutropenia

90-130 g/dL

Iodium

Kretinisme, miksedemia

4-11 g/dL

Besi

Hipokromik mikrositik anemia

SI >60 g/dL
TIBC <250 g/dL
Feritin >30 g/dL

Magnesium

Tetani, kelemahan otot

1,2-2,5 mg/dL

Mangan

Gangguan pembekuan

6-10 ng/dL

Molibdenum

confusional state

0,5-2 ng/dL

Fosfor

Osteomalasia, tetani

2,5-4,5 mg/dL

!9

Kalium

Kelemahan otot, iritabilitas jantung, alkalosis

3,5-5,5 mEq/L

Selenium

Kelemahan otot, anemia

0,02 ng/mL

Natrium

Hipovolemia, hipotensi, penurunan volume urin

135-142 mEq/L

Sulfur

Tidak diketahui

Tidak diketahui

Zinc

Gangguan pertumbuhan, penyembuhan luka yang 70-120 g/dL


lama, koagulopati

Tabel 3. Penilaian Vitamin3


Vitamin

Gejala kekurangan

Nilai normal

Asam askorbat

Scurvy, perdarahan gusi, penyembuhan 0.5-1 mg/dL


luka yang lama.

Biotin

Alopecia, dermatitis, neuritis.

200-500 pg/mL

Kobalamin

Anemia megaloblastik, neuropati

200-900 pg/mL

Asam folat

Defek megaloblastik pada sel darah Serum: 3-9 ng/mL


merah dan mukosa.

Niasin

Sel: 150-600 ng/mL

Pellagra, dermatitis, ulkus pada 4-9 g/mL


mukosa, depresi SSP

Asan pantotenat

Iritabilitas, parestesia

150-400 ng/mL

Piridoksin

Glositis, neuritis, anemia hipokromik Red cell GOT indeks >1.5


mikrositik

Riboflavin

Cheilosis, glositis, dermatitis

<1.2 aktifitas erythrocyte


glutathion reductase

Tiamin

Polineoritis, high-output cardiac failure 8-15 IU aktifitas


transketolase

Vitamin A

Buta senja, xeropthalmia, keratosis

20-60 g/dL

Vitamin D

Osteomalacia, riketsia, kelemahan otot

10-80 ng/mL

Vitamin E

Anemia hemolitik pada neonatus, 0.8-1.2 mg/dL


perubahan SSP dan retina

Vitamin K

Kecenderungan perdarahan

Protrombin time <1 detik


dari kontrol

2.7 Modalitas Terapi Nutrisi


Beberapa modalitas yang dapat kita pakai dalam tatalaksana pemberian nutrisi pada
pasien, yaitu3 :
!10

1. Diet Oral
Diet oral selalu lebih dianjurkan sebagai rute untuk memberikan terapi nutrisi.
Banyak jenis diet oral yang tersedia. Sebagai tambahan, nutrisi suplemen komersial
dalam bentuk cair dapat digunakan bersama dengan suatu diet oral untuk
meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat. Jika diperlukan ahli gizi dapat
memberikan suatu analisa (calorie/protein count) untuk mengevaluasi kecukupan
asupan nutrisi oral sehari-hari.
2. Nutrisi Enteral
Pemberian makan melalui pipa ditujukan untuk pasien yang tidak mampu
mencerna nutrisi yang cukup secara normal dan aman secara oral, tetapi memiliki
saluran pencernaan yang sebagian masih berfungsi dengan baik. Nutrisi enteral lebih
disukai daripada nutrisi parenteral karena sekaligus dapat menjadi sarana
pemeliharaan dari struktur dan fungsi usus, meningkatkan imunitas, dan menghindari
komplikasi berkaitan dengan pipa yang dimasukkan ke dalam tubuh sehubungan
dengan nutrisi parenteral. Nutrisi enteral juga jelas lebih murah dibanding nutrisi
parenteral.
3. Nutrisi Parenteral
Terapi nutrisi parenteral diindikasikan bila ada penurunan status nutrisi namun
protein dan nutrisi yang cukup tidak dapat diberikan secara oral maupun enteral.
Nutrisi parenteral mencakup peripheral parenteral nutrition (PPN) dan central or
total parenteral nutrition (TPN).

2.8 Cara pemberian nutrisi pada penderita sakit kritis


Cara terpilih untuk memberikan tunjangan nutrisi artifsial pada penderita sakit
kritis meliputi 2 cara utama. Pertama: secara enteral, dimana nutrisi yang diberikan
melalui saluran cerna apakah lewat mulut atau langsung ke daerah lambung,
duodenum atau jejunum, dengan caranya masing-masing. Cara yang kedua adalah
melalui parenteral yang didefinisikan sebagai cara pemberian tunjangan nutrisi
artifisiil melalui intravena, baik secara perifer maupun sentral. Apabila telah diambil
keputusan untuk memberikan tunjangan nutrisi kepada seorang penderita, maka
langkah berikutnya adalah menetapkan cara terpilih melalui mana nutrisi tersebut
akan diberikan.2,3
!11

Suatu algoritma keputusan klinis untuk memilih terapi nutrisi pada pasien
dewasa dapat dilihat pada Gambar 1.
Nutrition Assessment
Decision to Initiate Specialized Nutrition Support
Functional GI Tract

Yes

No

Enteral Nutrition
Long-term

Parenteral Nutrition

(Gastrostomy, Jejunostomy,
Nasojejunal)

Short-term

Long-term
or poor
peripheral
access

Short-term

(Nasogastric, nasoduodenal,

nasojejunal)
Peripheral PN

GI Function

Normal

GI Function Return

Compromised

Intact
Nutrients

Central PN

Defined
Formula

Yes

No

Nutrient Tolerance

Adequate Progress to
oral feedings

Indequate PN
supplementation

Adequate Progress to more


complex diet and oral feeding
as tolerated

Progress to total enteral feedings

Gambar 1. Algoritma Keputusan Terapi Nutrisi3


2.9 Nutrisi enteral
Bagaimana pun juga pemberian makanan lewat enteral adalah lebih baik
dibandingakn dengan pemberian lewat parenteral saja, dan paling aman dalam
memberikan nutrisi baik pada orang sakit maupun orang sehat. Cara ini lebih
fisiologis, memungkinkan untuk memberikan produk-produk diet dalam jumlah yang
lebih besar, dan dalam berbagai bentuk sediaan, menurunkan translokasi bakteri, dan
mempromosikam IgA dan fungsinya. Indikasi pemberian nutrisi melalui enteral
adalah pada pasien yang tidak bisa makan, makanan yang tidak adekuat, pasien sulit
menelan, pasien luka bakar luas. Kontraindikasi pemberian nutrisi melalui enteral
!12

adalah pada penderita yang mengalami

kelainan anatomi saluran cerna, resiko

aspirasi, edema saluran cerna, dan saluran cerna fungsinya terganggu, misalnya diare
berat. Diare dan perdarahan saluran cerna ringan dan adanya fistula enterokutan
bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan nutrisi enteral. Beberapa
keuntungan nutrisi enteral meliputi harganya yang lebih murah, dengan cara ini dapat
memelihara keutuhan epitel saluran cerna, dimana akan mengalami atrofi selama
nutrisi parenteral, dan dengan cara enteral dapat dihindari komplikasi akibat
pemasangan kateter vena sentral.3
Beberapa cara yang dipakai untuk memberikan nutrisi enteral sebagai
alternanatif pemberian makan secara oral antara lain melalui: pipa nasogastrik dan
nasoduodenal, pipa faringostomi gastrik atau pipa faringo-duodenal, pipa gastrostomi
dan pipa gastrostomi duodenal dan pipa atau kateter yeyunostomi. Pemasangan pipa
nasogastrik merupakan cara yang paling mudah, walaupun tidak selalu berhasil
dengan baik. Dapat dilakukan pada keadaan fungsi gaster harus baik, motilitas sdan
pengosongan gaster normal 3,4
Dalam keadaan-keadaan tertentu maka nutrisi enteral tidak dapat dilakukan
sehingga terpaksa harus memilih cara parenteral, untuk tetap bisa mendukung nutrisi
artifisial penderita. Hambatan pada pemberian nutrisi enteral adalah gagalnya
pengosongan lambung, aspirasi isi lambung, diare, sinusitis, salah meletakkan pipa.
Jalur dan makanan alternatif biasanya hanya digunakan saat pemberian nutrisi secara
oral maupun enteral tidak memungkinkan atau tidak adekuat, seperti pada pasien
dengan sakit kritis yang tidak dapat mencerna sebagian ataupun seluruh makanan
yang dibutuhkan. Pasien-pasien seperti itu harus mendapatkan nutrisi tambahan
secara enteral. Keadaan-keadaan tersebut misalnya: adanya resiko refluk gaster yang
hebat, adanya obstruksi pada saluran cerna yang menghambat jalur turun makanan,
adanya perforasi pada saluran cerna, operasi-operasi intraabdominal dan beberapa
keadaan lainnya yang menghambat absorpsi saluran cerna.3,8

Komposisi Diet Enteral


Makanan enteral cair dapat disiapkan dari makanan segar dengan semua
nutrisi esensial yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Biasanya sekitar 1500
!13

sampai 3000 mL dari formula ini sudah mencukupi rekomendasi harian yang
diperbolehkan. Formula untuk pasien tanpa gagal ginjal mengandung 53 sampai 211
kalori nonprotein per gram nitrogen.3,5
Pada pasien dengan BUN dan serum kreatinin normal, dapat diberikan protein
yang lebih tinggi dengan kalori yang lebih rendah terhadap rasio nitrogen. Pasien
dengan normal BUN sebaiknya mendapatkan sekitar 1,5 2,5 g protein/kgBB/hari.
Jika BUN < 40 mg/dL dan serum kreatinin < 2 mg/dL, pemberian nitrogen yang lebih
tinggi masih sesuai. Tetapi peberian protein harus dikurangi jika BUN > 80 mg/dL
dan serum kreainin > 3 mg/dL. Formula yang diperkaya asam amino rantai cabang
dan formula peningkatan imun biasanya bermanfaat pada pasiend dengan sepsis,
trauma berat dan kegagalan hati.5

Pemberian dengan Bolus dan Drip Kontinyu


Pemberian makanan secara bolus pada lambung merupakan cara yang lebih fisiologis.
Hal ini karena formula makanannya tidak diberikan dengan drip pada suhu ruangan,
maka dapat mengurangi kontaminasi bakteri. Tetapi ada beberapa masalah pada
pemberian bolus antara lain :5
1. Sering terjadi intoleransi pada pasien dengan short-bowel syndrom dan
malabsorption syndrom.
2. Kemungkinan terjadi aspirasi paru pada pasien dengan kesadaran menurun
atau pasien tidak sadar.
3. Intoleransi fisiologis terhadap bolus karbohidrat, protein dan lemak.
4. Memerlukan jadwal pemberian makan yang menyita waktu lebih banyak.
Pemberian dengan drip biasanya lebih mudah, tapi memiliki bahaya
tumbuhnya bakteri yang berlebihan apabila kantong nutrisi digantung pada suhu
ruangan dalam jangka waktu yang lama. Karena itu formula nutrisi ini sebaiknya
tidak lebih dari 12 jam pada suhu ruangan. Kantong nutrisi dan selangnya sebaiknya
diganti setiap hari atau lebih jika terjadi kontaminasi bakteri.5
Pemberian makanan langsung ke usus halus sebaiknya diberikan dalam bentuk
drip. Begitu juga pemberian ke jejunum harus lebih sedikit dan lebih sering daripada
pemberian ke lambung.5
!14

Komplikasi Nutrisi Enteral


Komplikasi dari pipa dan pemberian makanan dengan pipa dapat dilihat pada tabel 3
dan tabel 4. Perforasi dari esofagus, trakea, bronkus, atau paru selama pemasangan
secara blind dengan pipa diameter kecil dan kaku sering menjadi masalah. Pipa
sebaiknya dimasukkan dengan hati-hati dan tanpa paksaan.3,4,5
Fistula trakeoesofageal merupakan komplikasi serius yang bisa terjadi jika
balon pipa endotrakea atau trakeostomi menekan pipa nasogastrik sehingga trakea dan
dinding esofagus yang berada diantaranya menjadi nekrosis. Pemakaian pipa dengan
diameter kecil dan lembut serta balon pipa endotrakea atau trakeostomi dengan
tekanan rendah dapat mencegah hal tersebut.3
Pipa gastrostomi dapat mengalami salah masuk ke jejunum dan kolon
transversum. Pneumatosis intestinalis pernah dilaporkan terjadi setelah pemasangan
pipa jejunostomi. Yang sering juga terjadi adalah pipa yang tidak berfungsi karena
tersumbat. Hal ini dapat dicegah dengan memastikan tetesan tidak terputus-putus
dengan memberikan air steril sebanyak 10-50 ml kedalam pipa dengan tekanan kuat
(flushing) 3x/hari untuk mencegah sumbatan.3,6
Tabel 3. komplikasi yang dapat terjadi oleh pipa nutrisi enteral3

!15

Pipa Nasoenterik

Salah masuk ke dalam trakea, bronkus dan ruang pleura melalui perforasi
bronkus dan paru.

Perforasi dari faring, esofagus, trakea dan bronkus.

Pipa tertarik dari lambung ke esofagus.

Erosi mukosa faring, esofagus, gaster dan duodenum.

Ujung pipa bagian luar masuk ke hidung.

Fistula trakeoesofageal.

Kesulitan memasukkan pipa ke dalam lambung atau duodenum.

Pipa tersumbat.

Pipa gastrostomi

Masuknya ujung pipa ke kavum peritoneum.

Pipa tidak bisa dimasukkan kedalam duodenum melalui pilorus.

Kebocoran isi lambung melalui pipa.

Tidak sembuhnya fistula gastrotomi yang memerlukan penutupan dengan


operasi.

Pipa atau kateter Jejunostomi

Kebocoran makanan dari sekitar pipa atau kateter.

Infus makanan kedalam intravena.

Masuknya ujung pipa ke kavum peritoneum.

Obstruksi intestinal karena perlekatan atau volvulus dari jejunum mnyatu


dengan dinding abdomen.

2.10 Nutrisi Parenteral


Nutrisi parenteral adala suatu bentuk nutrisi yang diberikan langsung memalui
pembuluh darah tanpa melalui saluran cerna, diberikan pada pasien-pasien yang tidak
mau makan, tidak bisa makan, ataupun tidak boleh makan. Biasanya pemberian
nutrisi parenteral ini pada pasien-pasien yang mengalami gangguan gastrointestinal
yang bertujuan untuk mencegah pasien dari kelaparan dan defisiensi zat gizi.3,7
Nutrisi melalui infus perifer walaupun praktis dan sederhana, namun cara
tersebut memiliki beberapa keterbatsan utamanya pada penderita sakit kritis. Pasien!16

pasien tersebut biasanya memerlukan pemberian sejumlah besar cairan yang


hipertonik, yang mana apabila diberikan melalui vena perifer dimana aliran darahnya
lambat, bukan hanya tidak adekuat tetapi juga sering kali akan menyebabkan plebitis.
Nutrisi intravena perifer hanya dapat diberikan sebagai tambahan terhadap nutrisi
parenteral total atau tambahan dari pemberian nutrisi enteral.3,7,8
Akan tetapi apabila nutrisi artifisiil yang perlu diberikan tersebut belum dapat
terpenuhi baik dengan cara enteral maupun parenteral, maka kebutuhan akan
pemakaian nutrisi parenteral sentral sangat penting. Prinsipnya ujung kateter untuk
nutrisi vena sentral haruslah terletak pada pada vena besar ataupun pada atrium kanan,
melalui cara-cara yang aseptik lege-artis. Dengan nutrisi parenteral total sentral akan
dapat diberikan beberapa cairan nutrisi yang osmolaritasnya cukup tinggi (1.500
mOsm), sehingga kebutuhan akan bahan makanan dapat terpenuhi. Namun harga
yang mahal, resiko pemasangan dan resiko infeksi serta atrofi mukose usus,
menyebabkan cara ini dipilih hanya bila cara lainnya tidak dapat memberikan
pemenuhan kebutuhan nutrisi penderita.7

Indikasi pemberian nutrisi parenteral.


Nutrisi parenteral biasanya diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut : bila
ada keraguan tentang anastomosis usus distal, eksaserbasi hebat dari penyakit radang
usus, stoma usus halus proksimal dengan output tinggi, fistula enterokutan, penyakit
kritis dimana saluran cerna secara global gagal berfungsi. Pemberian nutrisi parenteral
haruslah tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis. Karena pemberian nutrisi
parenteral ini harus diwaspadai terhadap efek sampingnya.
Berikut ini disebutkan beberapa penyakit yang mengindikasikan pemberian TPN
yaitu :
Tabel 5 Indikasi TPN
Pre-operatif

Ca esophagus

Stenosis pylori
!17

Penyakit GIT

Chrones Disease

Short Bowel syndrome

Hiperkatabolisme akut

Trauma multipel

Luka bakar luas

Septikemia

Post operatif

Operasi besar (major surgery)

Fistula

Cachectia
Adapun efek samping yang diakibatkan dari pemberian TPN yang lama antara
lain yaitu terjadi efek samping pada saluran cerna yaitu :3,8
1. Sekresi gastrin menurun dan mukosa gaster atrofi.
2. Penurunan massa usus kecil dan usus besar, diakibatkan oleh kadar glutamin
yang rendah yang juga menyebabkan gangguan produksi maltase, sukrase,
laktase dan peroksidase. Serta menyebabkan sekresi Ig A terganggu yang
berakibat terjadinya sepsis karena infeksi bakteri.
3. Produksi kalenjar pancreas terhambat

Cara pemberian nutrisi parenteral


Cara pemberian nutrisi parenteral yaitu :3,9
1. Melalui vena perifer : biasanya digunakan pada vena di tungkai atau kepala.
Lama pemberian nutrisi parenteral melalui vena perifer ini sebaiknya kurang
dari 1 minggu. Cara ini menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
kalori karena terbatasnya konsentrasi glukosa yang bisa diberikan. Tetapi
resiko infeksi lebih kecil bila dibandingkan dengan yang melalui vena sentral.
2. Melalui vena perifer-central line yaitu menanamkan kateter silastik yang
ditanamkan ke vena sentral/atrium kanan dengan jarum punksi vena melalui

!18

vena safena magna atau cubiti. Cara ini bisa memenuhi kebutuhan kalori
secara tepat. Kateter yang digunakan disini adalah kateter polivinil, polietilen.
3. Melalui vena central line, kateter silastik dimasukan ke dalam vena yang besar
kearah atrium kanan, misalnya vena jugularis dan vena subclavia. Pada bayi
cara ini tidak dipakai karena sering menimbulkankomplikasi antara lain
pneumothoraks, hematothoraks dan kerusakan pembuluh darah serta saraf.
Cara ini dapat dipakai pada penderita yang mengalami operasi.

Pemilihan Substituen
Jenis cairan apa yang digunakan, berapa jumlahnya harus ditetapkan terlebih dahulu.
Selain itu harus ditetapkan berapa jumlah kalori yang dibutuhkan dalam 24 jam dan
berapa kehilangan nitrogen sebagai cermin dari adanya proses katabolisme protein.
Dasar pemilihannya sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan serta disesuaikan
dengan kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen.1,3,7

Komposisi cairan untuk nutrisi parenteral


Cairan untuk nutrisi parenteral ummnya adalah bersifat hipertonis sehingga harus
diberikan langsunng melalui vena sentralis, kecuali lipid yang bersifat isotonis dapat
diberikan pada vena perifer.3,7,8

Sumber energi :
1. Karbohidrat
Pilihannya adalah dekstrosa, fruktosa, maltosa, alkohol dan sorbitolatau xylitol (sugar
alkohol). Pada keadaan kritis yang mengakibatkan hiperglikemi akibat resistensi
insulin, maka pemberian insulin exogen akan bermanfaat. 1,7
Dextrose menghasilkan 4 g kalori. Pada orang normal, pemberian 0,5 g/kg
BB/jam akan mengakibatkan hiperglikemi, dan diuresis osmotik. Cairan yang ada
!19

yaitu: D5%, 10%, 20%, 40% dan 50% tersedia juga cairan dektrose dengan elektrolit
seperti: Dextroplex dan Ringer dekstrose. Alcohol, menghasilkan 7 kcal ( 29 kJ)/
gram, dibatasi pemberiannya tidak melebihi 1,5 gram/kg/hari karena berakibat
keracunan. Fruktose, sorbitol, maltose, xylitol untuk menembus dinding sel tidak
memerlukan insulin. Maltose walaupun tidak membutuhkan insulin untuk masuk
tetapi proses intraseluler mutlak masih memerlukannya (partial insulin dependent).
Oleh karena itu dapat digunakan terapi pilihan untuk penderita diabetes militus. Di
pasaran yang tersedia yaitu maltosa 10% yang mengandung 400 kcal (tekanan
osmotik 278 mOsm/L).1
2. Lemak
Tiap gramnya menghasilkan enrgi 9,3 kcal (39 kJ) setiap gramnya. Lemak bermanfaat
untuk integritas dinding sel, sintesa prostaglandin, dan vitamin larut lemak.
Manifestasi defisiensi asam lemak esensial kerap terjadi pada mereka dengan TPN
yang mengabaikan substitusi lemak ini, gejalanya adalah dermatitis, fatty liver, dan
gangguan respon imun. Tersedia dalam kemasan yaitu Intralipid (Nutralipid atau
Lipofundin S), yang terdiri dari minyak soya bean. Cairan lainnya yaitu berasal dari
Cotton seed oil emulsion yaitu Liposyn. Intralipid dapat mensuplai FFA, fosfolipid
dan gliserol yang merupakan sumber tinggi kalori. Maksimal dapat diberikan
sejumlah 2 gr/kg BB.1
Keuntungan lemak yaitu karena bersifat isotonis, sehingga dapat dilaksanakan
di vena perifer, mengandung asam lemak esensial dan fosfolipid dan dapat sebagai
angkutan lemak lainnya. Karena lebih sedikit menghasilkan CO2 dibandingkan
karbohidrat, maka merupakan pilihan terapi gagal napas.1
Sumber nitrogen.
Dibutuhkan sebagai unsur pengganti untuk mempertahankan integritas jaringan / selsel tubuh dan bukan sebagai sumber energi. Pemberian nitrogen harus memperhatikan
pemenuhan kebutuhan karbohidrat, karena akibat kekurangan karbohidrat akan
memacu proses glukoneogenesis yang berakibat katabolisme protein. Yaitu harus
terpenuhi dahulu minimal 100-150 gram karbohidrat sehari atau 25 kcal karbohidrat
untuk setiap 1 gram asam amino.1

!20

Plasma maupun albumin sebagai sumber nitrogen untuk proses sintesis adalah
buruk karena akan mengalami katabolisme terlebih dahulu. Untuk sintesa protein
tubuh hanya memanfaatkan L (leavo) asam aminoprotein.1

Efek Samping pemberian TPN


Efek samping yang dapat terjadi dari pemberian TPN yaitu :8,9

Infeksi, cairan TPN merupakan media yang baik bagi tumbuhnya


mikroorganisme, sehingga dalam hal ini memerlukan suatu tindakan sterilitas
dalam pemberian TPN ini.

Gangguan keseimbangan biokimia, seperti hiperosmolaritas, rebound


hipoglikemia, hipofosfatemia, hipokalemia dan hipomagnesemia

Asidosis metabolik, berapa hal yang menjadi penyebab asidosis metabolik


yaitu :
1. Pemberian kationik amino acid berlebihan misalnya lysine dan
arginine.
2. Pemberian titrable acids dari beberapa asam amino
3. Hasil metabolisme radikal fosfat dan sulfat.
4. Timbulnya laktic asidosis akibat pemberian sorbitol dan fruktose.
5. Pemberian glisine yang berlebihan.
6. Timbulnya keton bodies akibat pemberian emulsi lemak.
7. Perfusi jaringan perifer buruk.

Monitoring
Hal-hal yang penting diperhatikan setiap hari dalam pemberian TPN adalah :8,9
1) Berat badan
2) Urea dan Elektrolit dalam plasma
3) Gula Darah
4) Darah lengkap
5) Catatan neraca cairan
6) Kadar urea dan elektrolit urin dalam 24 jam
7) Analisis gas darah
!21

Kalau keadaan sudah stabil, pemantauan dapat diperjarang sesuai dengan kebutuhan,
dan pemantauan selanjutnya dilakukan setiap minggu sekali yaitu :
1) Tes fungsi hati
2) Protein plasma
3) Prothrombin time
4) Osmolality plasma dan urin
5) Konsentrasi Ca, Mg, dan PO4
Pengalihan dari nutrisi parenteral ke oral hendaknya dilakukan secara graduil, untuk
menghindarkan terjadinya diare. Mobilisasi pada penderita sangat penting, karena
mobilisasi akan memacu proses anabolisme. Tindakan TPN hendaknya harus hati-hati
dan cermat mengingat efek sampingnya yang sering berakibat fatal bagi penderita.

2.11 Nutrisi Pada Beberapa Kondisi Penyakit


2.8.1 Nutrisi Pada Pasien Luka Bakar
Pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk menghindari
kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah kelemahan yang akan terjadi.
Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan untuk mengatur "stress respon" berat
karena akan terjadinya katabolisme. Dukungan nutrisi juga diindikasikan untuk pasien
yang sudah mengalami kekurangan gizi. Tingkat dukungan nutrisi harus disesuaikan
dengan ukuran luka bakar. Pemberian protein, kalori dan mikronutrisi harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya komplikasi yang akan
menyebabkan terjadinnya kehilangan berat badan, dan perkembangan ke arah protein
energy malnutrition
Untuk menghitung kebutuhan total energi = (BEE) X stress faktors. Adapun Stress
faktor untuk luka bakar berat (Severe burn) adalah 2,0.4
Pada pasien luka bakar rata tata memerlukan protein 1,2 sampai 2 gr / kg / hari,
sementara untuk luka bakar mayor (major burn) membutuhkan protein sebanyak 1,5
2 gr/kg/hari. Pemberian kandungan protein lebih dari 2 gr/kg/hari tidak akan
meningkatkan sintesis protein lebih jauh lagi dan protein tersebut hanya digunakan
untuk kalori.2

!22

2.8.2 Nutrisi Pada Pasien Pankreatitis Akut


Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa pemberian nutrisi
enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi parenteral pada pankreatitis
akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi. Mortalitas dilaporkan
menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien
pankreatitis akut derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat
pemberian nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme
protein. Oleh karena itu, pemberian energy hipokalorik sebesar 15 - 20 kkal/kg/hari
lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah dengan MOF.
Pemberian protein sebesar 1,2 - 1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien
pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri sudah
teratasi dan enzim pancreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet
karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan
perlahan dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 - 6 hari.
2.8.3 Nutrisi Pada Pasien PPOK
Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK, kondisi ini kemungkinann disebabkan
oleh bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat
karena hipoksemia kronik yang kemungkinan menyebabkan hipermetabolisme.
Evaluasi malnutrisi pada pasien PPOK berdasarkan penurunan berat badan, kadar
albumin, antropometri, pengukuran kekuatan otot, serta hasil metabolism.Dalam hal
ini diperlukan terapi nutrisi dengan prinsip porsi kecil dengan frekuensi yang lebih
sering.

2.8.3 Nutrisi Pada Pasien Penyakit Ginjal Akut


Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure) ARF secara umum tidak
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi. Meski demikian kondisi
traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE (misalnya pada sepsis
meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi
insulin menyebabkan uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada
!23

pasien ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan
penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar
euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi total. Meski
demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber
energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino
diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan
lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat
terapi menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea
mingguan yang lebih besar.

2.8.4 Nutrisi Pada Pasien Penyakit Hati


Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus diberikan dengan
hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak lebih dari 1 g/kg perhari.
Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg
perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan hati-hati menuju ke arah pemberian
normal. Ensefalopati hepatic menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids
(BCAAs) mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral,
yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien dengan intoleransi protein,
pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat meningkatkan pemberian
protein tanpa memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati
fulminan dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang
memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat
ditoleransi dengan baik.
2.9 Contoh Nutrisi Enteral dan Parenteral
Nutrisi Enteral
Jenis Produk

Energi

Protein

Lemak

Karbohidrat

Natrium

Kalium

(kkal)

(gram)

(gram)

(gram)

(mg)

(mg)

260

10

38

130

110

Nitrisol

262,5

11,25

7,5

38,75

237,5

450

Ensure

250

9,8

7,6

35,8

106,5

391,3

Entramix

!24

N u t r e n

260

10,86

10,86

31,52

135,8

326

Pan enteral

250

7,65

12,85

27

112,5

281,25

Peptisol

250

14

42

130

130

Neprisol

270

48

95

60

Diabetasol

250

10

39

95

210

Hepatosol

230

2,5

47

130

80

Hepatosol

250

12

2,5

44

135

80

Nutrican

330

19

51

54

180

Pediasure

250

7,75

12,25

27,75

119

239

Proten

265

10

7,25

34,6

3,1

461

Peptamen

250

10

10

31,25

200

312,5

Peptamen

250

10

35

180

30

250

15,6

7,2

31,25

200

263,75

Optimum

LOLA

Junior
Neomunal
Nutrisi Parenteral
J e n i s Energi Karbohidr Protei Lema Osmolarit Kandunga S e d i a a n
Produk

(kkal)/ at (gram)

(gram ( g r a (mosm/L)
)

Kalbamin 400
Aminofus 400

s n

(mL)

m)

100
50

800

AA

500

Lipid

100,250,5

50

in
I v e l i p 2000

200

20%

00

!25

Nutriflex 955

80

40

50

840

lipid

, 1250/187

glukosa,lip 5
id MCT/
LCT, E

Benutrion 200

AA + Vit 5

VE

+E

(untuk
bayi)

Aminofus 400

50

50

800

in hepar
Combiple 480

40

900

x peri
Clinimix 412

AA

+ 1000

Glukosa
75

28

980

N9G15E
Triofusin 1000

AA + KH
+E

80

AA + KH 1000
+E

246

1400

1000

Fruktosa,
glukosa,
xylitol

!26

BAB III
KESIMPULAN

Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat keparahan
cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit kritis
memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya. Pada sakit
kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan
peningkatan produksi counter regulatory hormone. (misalnya katekolamin, kortisol,
glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian proses yang mempengaruhi
seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang jelas pada status metabolik dan
nutrisi pasien. Status nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan
beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi,
dan pemakaian / pengeluaran energi.
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan energi
dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding. Pada pasien sakit kritis tujuan
pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan
kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan
karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang
menyebabkan ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi.

Melengkapi

kebutuhan nutrisi penderita sakit kritis perlu mempertimbangkan faktor-faktor stres


yang diderita, sehingga jumlah dan komposisi nutrisinya dapat diberikan dengan
tepat. Komposisi nutrisi artifisiil harus mencakup makronutrien dan mikronutrien
untuk mengoptimalkan tunjangan nutrisi artifisiil yang diberikan. Bila memungkinkan
maka sebisa-bisanya agar diusahakan untuk memilih cara enteral karena lebih
menguntungkan, dibandingkan secara parenteral sehubungan dengan beberapa
komplikasinya.
Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada kondisi
kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan kehilangan
protein dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan fungsi jaringan
khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan, dan memodifikasi
perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan menggunakan substrat khusus.
!27

Komplikasi yang menyertai masing-masing cara pemberian tunjangan nutrisi,


sedapat-dapatnya agar ditekan dengan memahami resiko yang mungkin timbul dari
masing-masing cara yang dipilih. Enteral nutrisi cenderung menyebabkan aspirasi dan
diare, sedangkan parenteral nutrisi sering menyebabkan komplikasi infeksi dan
komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemasangannya.

!28

DAFTAR PUSTAKA
1. Roth RA. Diet and Clients with Special Needs. Nutrition & Diet Therapy, 10th
Edition; 2011.

2. Baudouin S, Evans TW: Nutrition in The Crittically Ill: Principal of Critical Care;
2nd ed, Hall JB et al, McGraw-Hill Inc. NY,1998: 205-219.
3. Kirby D, Parisian K. Enteral and Parenteral Nutrition. American College of
Gastroenterology. 2010 Mar. Available at : http://acg.gi.org. Acccesed: October 2014
4. R, Boullata J, Brantley S et al. Enteral Nutrition Practice Recommendation.
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. 2009 April. 33;2 : 122-140
5. Kreymann KG et al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Intensive care. ESPEN
Guidelines. 2006. Available at : http://intl.elsevierhealth.com/journals/clnu.
Accessed :October 2014
6. Kattelmann KK, Hise M, Russell M, Charney P, Stokes M, Compher C. Preliminary
evidence for a medical nutrition therapy protocol: enteral feedings for critically ill
patients. J Amer Dietetic Assoc. 2006;106:1226-1241.
7. Singer P, Berger MM, Berghe G et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition :
Intensive Care. 2009. 28 : 387-400
8. Ayers et al. A.S.P.E.N. Parenteral Nutrition Safety Consensus Recommendations.

American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. 2014 Mar. 38(3): 296-333
9. Mirtallo J, Canada T, Johnson D, et al; Task Force for the Revision of Safe Practices
for Parenteral Nutrition. Safe practices for parenteral nutrition. JPEN J Parenteral
Enteral Nutr. 2004;28:S39-S70.

!29

Você também pode gostar