Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nutrisi
seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh, dan
merupakan salah satu pokok sumber kehidupan. Dalam keadaan sakit kebutuhan
nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan karena seringnya
kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering mengalami
kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti
dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas.1
Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita yang
sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Perlunya pemberian nutrisi pada
pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat jelas.
Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting dalam
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan
pengembangan protokol dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta
pasien yang baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin
sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi. Kemudian,
belakangan ini juga dilakukan usaha-usaha dilakukan untuk membuktikan bahwa
jenis suplemen makanan tertentu mempengaruhi proses imunologis endogen pada
pasien-pasien tersebut, yang selanjutnya mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
pasien.2
Resiko terjadinya malnutrisi pada pasien rawat inap berkisar antara 6-55%,
Pemberian nutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit harus merupakan
suatu pendekatan yang berjalan sejajar dengan penanganan masalah primernya.
Masalah primer dari keadaan sakit pasien akan memburuk bila pemberian nutrisi
kurang adekuat. Nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan
kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian
nutrisi. Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan bukan untuk penyebab
penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit menunjang peranan
penting dalam dimulainya pemberian nutrisi. 1
!1
!2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penilaian kebutuhan energi
Menentukan kebutuhan nutrisi untuk orang sakit bukan hal yang mudah,
apalagi pada pasien sakit kritis. Dari berbagai cara yang ada tak satupun memenuhi
kebenaran 100%, oleh karena ditentukan dan dipengaruhi oleh banyak faktor terutama
penyakit dasarnya. Formula yang sering dipakai diklinik adalah persamaan yang
digunakan untuk menghitung laju metabolisme basal (BMR=REE). Persamaan ini
menggunakan beberapa parameter seperti: tinggi badan, berat badan, usia, dan jenis
kelamin. Parameter-parameter tersebut merupakan parameter-parameter sederhana
yang sering dipakai untuk menghitung besarnya energi yang dibutuhkan perharinya.
Parameter-parameter tersebut dimasukkan ke dalam suatu rumus yang disebut rumus
Harris Benedict sebagai berikut: 2,3
BMR (kcal/d) = 66,5 + 13,75 W + 5,0 H 6,76 A UNTUK PRIA
BMR (kcal/d) = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H 4,76 A UNTUK WANITA
Keterangan:
REE = resting energy metabolism (BMR= Basal Metabolic Rate)
W = weight (kg)
H = height (cm)
A = age (years)
Rumus tersebut dapat memperkirakan BMR untuk orang normal pada saat
istirahat, akan tetapi untuk pasien-pasien sakit kritis pembakaran energinya tidaklah
sama dengan orang-orang normal tersebut. Oleh karena itu hasil dari perhitungan
tersebut perlu disesuaikan dengan penderita yang dihadap, atau dalam arti lain pada
pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stress (Tabel 1).
REE sering disebut dengan BMR ( Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy
Requirement), atau BEE (Basal Energy Expenditure), adalah pengukuran jumlah
energy yang dikeluarkan pada kondisi istirahat dan 12-18 jam setelah makan.
Peningkatan BMR untuk penderita operasi elektif berkisar antara 10 20%, trauma
berat 20 50% , sepsis 20 60% dan untuk luka bakar berat 100%. Pada penderita-
!3
penderita sakit kritis di ICU hasil perkiraan kebutuhan energinya dapat bervariasi dari
hari ke hari sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi penderita.2,3
Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat
kelebihan pemberian pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltarsi lemak hati dan
pulmonary compromise.
Tabel 1. Faktor Stres
!4
Apabila asupan nitrogen dijaga tetap konstan, maka peningkatan asupan energi
akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sampai kemudian nitrogen itu sendiri
membatasi energi yang dapat dikonsumsi dan peningkatan lebih lanjut tidak akan
memberikan efek yang positif pada keseimbangan nitrogen. Peningkatan asupan
nitrogen juga akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sepanjang asupan energinya
juga cukup tinggi. 1,6
Kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen dengan menghitung kehilangan nitrogen
melalui urin dengan cara : 2
1. Urea Urin (dalam 24 jam) x 0,035 = kehilangan N2 (dalam gram) + protein uria
(dibagi 6,25 untuk mendapatkan gram N2 ).
2. Kehilangan protein dapat melalui keringat, dan feses (sebanyak 1,6 gram per hari
pada temperatur normal), dalam keadaan panas, maka angka ini bertambah 0,8
gram setiap peningkatan 1C tiap hari. Selain itu harus diperhitungkan pula
kehilangan protein dalam feses sebanyak 2-4 gr N2/L.
3. Kehilangan 3-8 gram urea nitrogen melalui pipa urin pada penderita tanpa intake
protein atau asam amino, mencerminkan katabolisme protein ringan, jika
kehilangan 8-13 gram mencerminkan katabolisme sedang, dan jika diatas 13 gram
mencerminkan katabolisme berat.
!5
dengan orang-orang normal adalah tingginya glukosa yang produksi, terutama dipakai
oleh jaringan yang mengalami stres untuk proses glikolisis. Oleh karena ketogenesis
sebagian dihambat oleh tingginya kadar glukosa dan insulin, maka hampir semua
kebutuhan enegi otak hanya akan dipenuhi oleh glukosa dan dalam keadaan-keadaan
sperti itu jaringan-jaringan lain juga meng-oksidasikan glukosa.Tingginya oksidasi
glukosa ini hampir semua diperoleh dari pemecahan protein otot, yang dapat
meningkat dalam laju 2,5 kali dibandingkan pada orang normal.2,3
Lemak dapat diberikan 1 3 g/kg BB/ hari. Konsentrasi trigliserida dan
kolesterol serum sebaiknya diperiksa setiap minggu atau lebih sering. Pada pasien
yang dapat mentoleransi karbohidrat dan lemak dengan baik, sebaiknya diberikan
kalori nonprotein. Sedangkan jika pasien tidak mentoleransi karbohidrat dan lemak
dengan baik, kalori non protein yang dipilih adalah yang dapat ditoleransi lebih baik.
Disarankan agar pemberian lemak dan karbohidrat dipidahkan yaitu lemak pada siang
hari ( pukul 6 pagi 6 sore) dan karbohidrat di malam hari (pukul 6 sore 6 pagi),
dimana masing-masing diberikan bersama dengan makanan yang mengandung
nitrogen.2,3
Selama hari-hari pertama pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien
yang mengalami stres, dianjurkan pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk
pemberian emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan
emulsi campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride (LCT)
kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma
sebaiknya dimonitor dan kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.
2.5 Protein (Asam-Asam Amino)
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8 g/kgbb/
hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli merekomendasikan
pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein setara dengan 1
gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada kebutuhan minimal yang dibutuhkan
untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang
dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai dengan 0,3
gram/kgbb/hari.
dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun selama sakit kritis
!8
Gejala kekurangan
Nilai normal
dalam serum
Kalsium
Osteomalasia, tetani
2,2-
2,7
mM
(8,6-10,6 mg/dL)
Klorida
Alkaslosis metabolik
95-105 mEq/L
Kromium
Intoleransi glukosa
2-4 ng/mL
Kobalt
Tidak diketahui
2-5 ng/mL
Tembaga
Anemia, neutropenia
90-130 g/dL
Iodium
Kretinisme, miksedemia
4-11 g/dL
Besi
SI >60 g/dL
TIBC <250 g/dL
Feritin >30 g/dL
Magnesium
1,2-2,5 mg/dL
Mangan
Gangguan pembekuan
6-10 ng/dL
Molibdenum
confusional state
0,5-2 ng/dL
Fosfor
Osteomalasia, tetani
2,5-4,5 mg/dL
!9
Kalium
3,5-5,5 mEq/L
Selenium
0,02 ng/mL
Natrium
135-142 mEq/L
Sulfur
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Zinc
Gejala kekurangan
Nilai normal
Asam askorbat
Biotin
200-500 pg/mL
Kobalamin
200-900 pg/mL
Asam folat
Niasin
Asan pantotenat
Iritabilitas, parestesia
150-400 ng/mL
Piridoksin
Riboflavin
Tiamin
Vitamin A
20-60 g/dL
Vitamin D
10-80 ng/mL
Vitamin E
Vitamin K
Kecenderungan perdarahan
1. Diet Oral
Diet oral selalu lebih dianjurkan sebagai rute untuk memberikan terapi nutrisi.
Banyak jenis diet oral yang tersedia. Sebagai tambahan, nutrisi suplemen komersial
dalam bentuk cair dapat digunakan bersama dengan suatu diet oral untuk
meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat. Jika diperlukan ahli gizi dapat
memberikan suatu analisa (calorie/protein count) untuk mengevaluasi kecukupan
asupan nutrisi oral sehari-hari.
2. Nutrisi Enteral
Pemberian makan melalui pipa ditujukan untuk pasien yang tidak mampu
mencerna nutrisi yang cukup secara normal dan aman secara oral, tetapi memiliki
saluran pencernaan yang sebagian masih berfungsi dengan baik. Nutrisi enteral lebih
disukai daripada nutrisi parenteral karena sekaligus dapat menjadi sarana
pemeliharaan dari struktur dan fungsi usus, meningkatkan imunitas, dan menghindari
komplikasi berkaitan dengan pipa yang dimasukkan ke dalam tubuh sehubungan
dengan nutrisi parenteral. Nutrisi enteral juga jelas lebih murah dibanding nutrisi
parenteral.
3. Nutrisi Parenteral
Terapi nutrisi parenteral diindikasikan bila ada penurunan status nutrisi namun
protein dan nutrisi yang cukup tidak dapat diberikan secara oral maupun enteral.
Nutrisi parenteral mencakup peripheral parenteral nutrition (PPN) dan central or
total parenteral nutrition (TPN).
Suatu algoritma keputusan klinis untuk memilih terapi nutrisi pada pasien
dewasa dapat dilihat pada Gambar 1.
Nutrition Assessment
Decision to Initiate Specialized Nutrition Support
Functional GI Tract
Yes
No
Enteral Nutrition
Long-term
Parenteral Nutrition
(Gastrostomy, Jejunostomy,
Nasojejunal)
Short-term
Long-term
or poor
peripheral
access
Short-term
(Nasogastric, nasoduodenal,
nasojejunal)
Peripheral PN
GI Function
Normal
GI Function Return
Compromised
Intact
Nutrients
Central PN
Defined
Formula
Yes
No
Nutrient Tolerance
Adequate Progress to
oral feedings
Indequate PN
supplementation
aspirasi, edema saluran cerna, dan saluran cerna fungsinya terganggu, misalnya diare
berat. Diare dan perdarahan saluran cerna ringan dan adanya fistula enterokutan
bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan nutrisi enteral. Beberapa
keuntungan nutrisi enteral meliputi harganya yang lebih murah, dengan cara ini dapat
memelihara keutuhan epitel saluran cerna, dimana akan mengalami atrofi selama
nutrisi parenteral, dan dengan cara enteral dapat dihindari komplikasi akibat
pemasangan kateter vena sentral.3
Beberapa cara yang dipakai untuk memberikan nutrisi enteral sebagai
alternanatif pemberian makan secara oral antara lain melalui: pipa nasogastrik dan
nasoduodenal, pipa faringostomi gastrik atau pipa faringo-duodenal, pipa gastrostomi
dan pipa gastrostomi duodenal dan pipa atau kateter yeyunostomi. Pemasangan pipa
nasogastrik merupakan cara yang paling mudah, walaupun tidak selalu berhasil
dengan baik. Dapat dilakukan pada keadaan fungsi gaster harus baik, motilitas sdan
pengosongan gaster normal 3,4
Dalam keadaan-keadaan tertentu maka nutrisi enteral tidak dapat dilakukan
sehingga terpaksa harus memilih cara parenteral, untuk tetap bisa mendukung nutrisi
artifisial penderita. Hambatan pada pemberian nutrisi enteral adalah gagalnya
pengosongan lambung, aspirasi isi lambung, diare, sinusitis, salah meletakkan pipa.
Jalur dan makanan alternatif biasanya hanya digunakan saat pemberian nutrisi secara
oral maupun enteral tidak memungkinkan atau tidak adekuat, seperti pada pasien
dengan sakit kritis yang tidak dapat mencerna sebagian ataupun seluruh makanan
yang dibutuhkan. Pasien-pasien seperti itu harus mendapatkan nutrisi tambahan
secara enteral. Keadaan-keadaan tersebut misalnya: adanya resiko refluk gaster yang
hebat, adanya obstruksi pada saluran cerna yang menghambat jalur turun makanan,
adanya perforasi pada saluran cerna, operasi-operasi intraabdominal dan beberapa
keadaan lainnya yang menghambat absorpsi saluran cerna.3,8
sampai 3000 mL dari formula ini sudah mencukupi rekomendasi harian yang
diperbolehkan. Formula untuk pasien tanpa gagal ginjal mengandung 53 sampai 211
kalori nonprotein per gram nitrogen.3,5
Pada pasien dengan BUN dan serum kreatinin normal, dapat diberikan protein
yang lebih tinggi dengan kalori yang lebih rendah terhadap rasio nitrogen. Pasien
dengan normal BUN sebaiknya mendapatkan sekitar 1,5 2,5 g protein/kgBB/hari.
Jika BUN < 40 mg/dL dan serum kreatinin < 2 mg/dL, pemberian nitrogen yang lebih
tinggi masih sesuai. Tetapi peberian protein harus dikurangi jika BUN > 80 mg/dL
dan serum kreainin > 3 mg/dL. Formula yang diperkaya asam amino rantai cabang
dan formula peningkatan imun biasanya bermanfaat pada pasiend dengan sepsis,
trauma berat dan kegagalan hati.5
!15
Pipa Nasoenterik
Salah masuk ke dalam trakea, bronkus dan ruang pleura melalui perforasi
bronkus dan paru.
Fistula trakeoesofageal.
Pipa tersumbat.
Pipa gastrostomi
Ca esophagus
Stenosis pylori
!17
Penyakit GIT
Chrones Disease
Hiperkatabolisme akut
Trauma multipel
Septikemia
Post operatif
Fistula
Cachectia
Adapun efek samping yang diakibatkan dari pemberian TPN yang lama antara
lain yaitu terjadi efek samping pada saluran cerna yaitu :3,8
1. Sekresi gastrin menurun dan mukosa gaster atrofi.
2. Penurunan massa usus kecil dan usus besar, diakibatkan oleh kadar glutamin
yang rendah yang juga menyebabkan gangguan produksi maltase, sukrase,
laktase dan peroksidase. Serta menyebabkan sekresi Ig A terganggu yang
berakibat terjadinya sepsis karena infeksi bakteri.
3. Produksi kalenjar pancreas terhambat
!18
vena safena magna atau cubiti. Cara ini bisa memenuhi kebutuhan kalori
secara tepat. Kateter yang digunakan disini adalah kateter polivinil, polietilen.
3. Melalui vena central line, kateter silastik dimasukan ke dalam vena yang besar
kearah atrium kanan, misalnya vena jugularis dan vena subclavia. Pada bayi
cara ini tidak dipakai karena sering menimbulkankomplikasi antara lain
pneumothoraks, hematothoraks dan kerusakan pembuluh darah serta saraf.
Cara ini dapat dipakai pada penderita yang mengalami operasi.
Pemilihan Substituen
Jenis cairan apa yang digunakan, berapa jumlahnya harus ditetapkan terlebih dahulu.
Selain itu harus ditetapkan berapa jumlah kalori yang dibutuhkan dalam 24 jam dan
berapa kehilangan nitrogen sebagai cermin dari adanya proses katabolisme protein.
Dasar pemilihannya sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan serta disesuaikan
dengan kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen.1,3,7
Sumber energi :
1. Karbohidrat
Pilihannya adalah dekstrosa, fruktosa, maltosa, alkohol dan sorbitolatau xylitol (sugar
alkohol). Pada keadaan kritis yang mengakibatkan hiperglikemi akibat resistensi
insulin, maka pemberian insulin exogen akan bermanfaat. 1,7
Dextrose menghasilkan 4 g kalori. Pada orang normal, pemberian 0,5 g/kg
BB/jam akan mengakibatkan hiperglikemi, dan diuresis osmotik. Cairan yang ada
!19
yaitu: D5%, 10%, 20%, 40% dan 50% tersedia juga cairan dektrose dengan elektrolit
seperti: Dextroplex dan Ringer dekstrose. Alcohol, menghasilkan 7 kcal ( 29 kJ)/
gram, dibatasi pemberiannya tidak melebihi 1,5 gram/kg/hari karena berakibat
keracunan. Fruktose, sorbitol, maltose, xylitol untuk menembus dinding sel tidak
memerlukan insulin. Maltose walaupun tidak membutuhkan insulin untuk masuk
tetapi proses intraseluler mutlak masih memerlukannya (partial insulin dependent).
Oleh karena itu dapat digunakan terapi pilihan untuk penderita diabetes militus. Di
pasaran yang tersedia yaitu maltosa 10% yang mengandung 400 kcal (tekanan
osmotik 278 mOsm/L).1
2. Lemak
Tiap gramnya menghasilkan enrgi 9,3 kcal (39 kJ) setiap gramnya. Lemak bermanfaat
untuk integritas dinding sel, sintesa prostaglandin, dan vitamin larut lemak.
Manifestasi defisiensi asam lemak esensial kerap terjadi pada mereka dengan TPN
yang mengabaikan substitusi lemak ini, gejalanya adalah dermatitis, fatty liver, dan
gangguan respon imun. Tersedia dalam kemasan yaitu Intralipid (Nutralipid atau
Lipofundin S), yang terdiri dari minyak soya bean. Cairan lainnya yaitu berasal dari
Cotton seed oil emulsion yaitu Liposyn. Intralipid dapat mensuplai FFA, fosfolipid
dan gliserol yang merupakan sumber tinggi kalori. Maksimal dapat diberikan
sejumlah 2 gr/kg BB.1
Keuntungan lemak yaitu karena bersifat isotonis, sehingga dapat dilaksanakan
di vena perifer, mengandung asam lemak esensial dan fosfolipid dan dapat sebagai
angkutan lemak lainnya. Karena lebih sedikit menghasilkan CO2 dibandingkan
karbohidrat, maka merupakan pilihan terapi gagal napas.1
Sumber nitrogen.
Dibutuhkan sebagai unsur pengganti untuk mempertahankan integritas jaringan / selsel tubuh dan bukan sebagai sumber energi. Pemberian nitrogen harus memperhatikan
pemenuhan kebutuhan karbohidrat, karena akibat kekurangan karbohidrat akan
memacu proses glukoneogenesis yang berakibat katabolisme protein. Yaitu harus
terpenuhi dahulu minimal 100-150 gram karbohidrat sehari atau 25 kcal karbohidrat
untuk setiap 1 gram asam amino.1
!20
Plasma maupun albumin sebagai sumber nitrogen untuk proses sintesis adalah
buruk karena akan mengalami katabolisme terlebih dahulu. Untuk sintesa protein
tubuh hanya memanfaatkan L (leavo) asam aminoprotein.1
Monitoring
Hal-hal yang penting diperhatikan setiap hari dalam pemberian TPN adalah :8,9
1) Berat badan
2) Urea dan Elektrolit dalam plasma
3) Gula Darah
4) Darah lengkap
5) Catatan neraca cairan
6) Kadar urea dan elektrolit urin dalam 24 jam
7) Analisis gas darah
!21
Kalau keadaan sudah stabil, pemantauan dapat diperjarang sesuai dengan kebutuhan,
dan pemantauan selanjutnya dilakukan setiap minggu sekali yaitu :
1) Tes fungsi hati
2) Protein plasma
3) Prothrombin time
4) Osmolality plasma dan urin
5) Konsentrasi Ca, Mg, dan PO4
Pengalihan dari nutrisi parenteral ke oral hendaknya dilakukan secara graduil, untuk
menghindarkan terjadinya diare. Mobilisasi pada penderita sangat penting, karena
mobilisasi akan memacu proses anabolisme. Tindakan TPN hendaknya harus hati-hati
dan cermat mengingat efek sampingnya yang sering berakibat fatal bagi penderita.
!22
pasien ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan
penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar
euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi total. Meski
demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber
energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino
diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan
lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat
terapi menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea
mingguan yang lebih besar.
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Natrium
Kalium
(kkal)
(gram)
(gram)
(gram)
(mg)
(mg)
260
10
38
130
110
Nitrisol
262,5
11,25
7,5
38,75
237,5
450
Ensure
250
9,8
7,6
35,8
106,5
391,3
Entramix
!24
N u t r e n
260
10,86
10,86
31,52
135,8
326
Pan enteral
250
7,65
12,85
27
112,5
281,25
Peptisol
250
14
42
130
130
Neprisol
270
48
95
60
Diabetasol
250
10
39
95
210
Hepatosol
230
2,5
47
130
80
Hepatosol
250
12
2,5
44
135
80
Nutrican
330
19
51
54
180
Pediasure
250
7,75
12,25
27,75
119
239
Proten
265
10
7,25
34,6
3,1
461
Peptamen
250
10
10
31,25
200
312,5
Peptamen
250
10
35
180
30
250
15,6
7,2
31,25
200
263,75
Optimum
LOLA
Junior
Neomunal
Nutrisi Parenteral
J e n i s Energi Karbohidr Protei Lema Osmolarit Kandunga S e d i a a n
Produk
(kkal)/ at (gram)
(gram ( g r a (mosm/L)
)
Kalbamin 400
Aminofus 400
s n
(mL)
m)
100
50
800
AA
500
Lipid
100,250,5
50
in
I v e l i p 2000
200
20%
00
!25
Nutriflex 955
80
40
50
840
lipid
, 1250/187
glukosa,lip 5
id MCT/
LCT, E
Benutrion 200
AA + Vit 5
VE
+E
(untuk
bayi)
Aminofus 400
50
50
800
in hepar
Combiple 480
40
900
x peri
Clinimix 412
AA
+ 1000
Glukosa
75
28
980
N9G15E
Triofusin 1000
AA + KH
+E
80
AA + KH 1000
+E
246
1400
1000
Fruktosa,
glukosa,
xylitol
!26
BAB III
KESIMPULAN
Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat keparahan
cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit kritis
memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya. Pada sakit
kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan
peningkatan produksi counter regulatory hormone. (misalnya katekolamin, kortisol,
glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian proses yang mempengaruhi
seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang jelas pada status metabolik dan
nutrisi pasien. Status nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan
beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi,
dan pemakaian / pengeluaran energi.
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan energi
dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding. Pada pasien sakit kritis tujuan
pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan
kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan
karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang
menyebabkan ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi.
Melengkapi
!28
DAFTAR PUSTAKA
1. Roth RA. Diet and Clients with Special Needs. Nutrition & Diet Therapy, 10th
Edition; 2011.
2. Baudouin S, Evans TW: Nutrition in The Crittically Ill: Principal of Critical Care;
2nd ed, Hall JB et al, McGraw-Hill Inc. NY,1998: 205-219.
3. Kirby D, Parisian K. Enteral and Parenteral Nutrition. American College of
Gastroenterology. 2010 Mar. Available at : http://acg.gi.org. Acccesed: October 2014
4. R, Boullata J, Brantley S et al. Enteral Nutrition Practice Recommendation.
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. 2009 April. 33;2 : 122-140
5. Kreymann KG et al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Intensive care. ESPEN
Guidelines. 2006. Available at : http://intl.elsevierhealth.com/journals/clnu.
Accessed :October 2014
6. Kattelmann KK, Hise M, Russell M, Charney P, Stokes M, Compher C. Preliminary
evidence for a medical nutrition therapy protocol: enteral feedings for critically ill
patients. J Amer Dietetic Assoc. 2006;106:1226-1241.
7. Singer P, Berger MM, Berghe G et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition :
Intensive Care. 2009. 28 : 387-400
8. Ayers et al. A.S.P.E.N. Parenteral Nutrition Safety Consensus Recommendations.
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. 2014 Mar. 38(3): 296-333
9. Mirtallo J, Canada T, Johnson D, et al; Task Force for the Revision of Safe Practices
for Parenteral Nutrition. Safe practices for parenteral nutrition. JPEN J Parenteral
Enteral Nutr. 2004;28:S39-S70.
!29