Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKRIPSI
OLEH :
AMAR ABDULLAH
L 231 05 011
OLEH :
AMAR ABDULLAH
L 231 05 011
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Judul Skripsi
Nama
: Amar Abdullah
Stambuk
: L 231 05 011
Program Studi
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
ABSTRAK
AMAR ABDULLAH, L 231 05 011. Analisis Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole
and Line di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. Di bawah bimbingan Achmar
Mallawa dan Najamuddin.
KATA PENGANTAR
2. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Hasanuddin yang telah mendidik dan
membimbing penulis selama ini.
3. Kawan-kawan PSP #5 UH, yang telah banyak membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Kawan-kawan di HMP PSP UNHAS dan KEMAPI FIKP UNHAS yang sama
berproses untuk berlawan.
5. Kawan-kawan senat se-Unhas untuk pelajaran berteriak dan agitasi di jalanan
yang begitu mendengung hingga saat ini. Semoga teriakan-teriakan itu tetap
membekas untuk keberlanjutan perlawanan di Unhas.
6. Kawan-kawan di HMI, LMND, KAMMI, UKPM, FMN yang memberikan penulis
pandangan hidup dalam berproses di UNHAS.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat konstruktif dalam upaya
perbaikan ataupun sebagai bahan kajian selanjutnya guna kesempurnaan skripsi ini,
sehingga berguna bagi penulis, civitas akademika dan mayarakat luas. Amin
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Juli 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
I.
II.
HALAMAN PENGESAHAN
iii
RINGKASAN................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR
RIWAYAT HIDUP.
vi
DAFTAR ISI...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR..
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..
TINJAUAN PUSTAKA
III.
A. Aspek teknis .
B. Alat Tangkap .
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat...
12
12
C. Metode Penelitian..
12
D. Parameter Pengamatan...
12
E. Pengumpulan Data
F. Analisa Data .
IV.
13
13
15
15
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
V.
2. Tali pancing
3. Mata Pancing
Metode Penangkapan
1. Persiapan Kapal
2. Persiapan Tenaga kerja..
3. Persiapan Alat Tangkap..
4. Persiapan Perbekalan.
5. Penyiapan Umpan Hidup.
Kapal Pole and Line
Lama Trip..
Jenis dan Jumlah Tangkapan
Daerah dan Musim Penangkapan
Jenis dan Jumlah Umpan..
Alat Bantu Penangkapan..
1. Rakit..
2. Tali dan Pemberat... 34
3. Atraktor..
4. Tiang penandaan.
15
16
18
18
19
19
20
20
23
27
27
30
31
32
33
34
34
36
B. Saran..
37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
12
18
21
26
27
30
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
19
3.
Proses pemancingan....
4.
5.
24
25
34
I.
35
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu merupakan salah satu kawasan
perairan di Sulawesi Selatan yang memiliki sumber daya perikanan yang potensial.
Kawasan perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu yang oleh masyarakat nelayan
melakukan salah satu usaha penangkapan ikan, dimana alat tangkap yang banyak
dipergunakan untuk kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Luwu adalah alat
tangkap pole and line.
Pole and line di perairan Teluk Bone telah memberikan sumbangsih yang
cukup besar terhadap tingkat produksi perikanan di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat
dilihat dari produksi hasil tangkapan yang cukup besar dan adanya peningkatan dari
tahun ke tahun. Pole and line sebagai alat tangkap ikan permukaan (pelagis) yang
hidup bergerombol perlu dipertahankan. Hal ini dikarenakan tertangkapnya ikan
dengan alat tangkap tersebut satu persatu sehingga alat tangkap tersebut termasuk
selektif, dengan demikian sumber daya alam dapat terjamin kelestariannya (Sriawan,
2002).
terpaksa gulung tikar karena tak mampu lagi membeli pasokan BBM yang cukup
untuk mencari fishing ground yang jauh dari fishing base sehingga beralih ke usaha
lainnya yang lebih menguntungkan. Kondisi unit penangkapan tersebut yang
mengalami penurunan mendasari peneliti untuk mengevaluasi kondisi teknis unit
penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu.
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis dari unit penangkapan
pole and line di Kabupaten Luwu.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi bahan
informasi bagi rakyat Indonesia khususnya Sulawesi Selatan untuk kemudian
dilakukan usaha peningkatan dan pengembangan unit penangkapan pole and line.
diperlukan,
metode
penangkapan,
lama
trip,
daerah
penangkapan,
waktu
Secara umum alat tangkap pole and line terdiri dari joran (bambu atau
lainnya) untuk tangkai pancing, polyethylene untuk tali pancing dan mata pancing
yang tidak berkait terbalik (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2008). Diskripsi alat tangkap
pole and line ini adalah sebagi berikut :
-
Joran (galah). Bagian ini terbuat dari bambu yang cukup tua dan mempunyai
tingkat elastisitas yang baik. Yang umum digunakan adalah bambu yang
berwarna kuning. Panjang joran berkisar 2 - 2,5 m dengan diameter pada
bagian pangkal 3 4 cm dan bagian unjuk sekitar 1 1,5 cm. Sebagaimana
telah banyak digunakan joran dari bahan sintesis seperti plastik atau fibres.
Tali utama (main line). Terbuat dari bahan sintesis polyethylene dengan
panjang sekitar 1,5 - 2 m yang disesuaikan dengan panjang joran yang
digunakan, cara pemancingan, tinggi haluan kapal dan jarak penyemprotan
air. Diameter tali 0,5 cm dan nomor tali adalah No 7.
Tali sekunder. Terbuat dari bahan monopilament berupa tasi berwarna putih
sebagai pengganti kawat baja (wire leader) dengan panjang berkisar 20 cm.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terputusnya tali utama dengan mata
pancing sebagai akibat gigitan ikan cangkalang.
Mata pancing (hook) yang tidak berkait balik. Nomor mata pancing yang
digunakan adalah 2,5 2,8. Pada bagian atas mata pancing terdapat timah
berbentuk slinder dengan panjang sekitar 2 cm dan berdiameter 8 mm dan
dilapisi nikel sehingga berwarna mengkilap dan menarik perhatian ikan
cangkalang. Selain itu, pada sisi luar silender terdapat cincin sebagai tempat
mengikat tali sekunder. Di bagian mata pancing dilapisi dengan guntingan tali
rapia berwarna merah yang membungkus rumbia-rumbia tali merah yang juga
berwarna sebagai umpan tiruan. Pemilihan warna merah ini disesuaikan
dengan warna ikan umpan yang juga berwarna merah sehingga menyerupai
ikan umpan.
Sebelum pemancingan, dilakukan penyomprotan air untuk mempengaruhi
visibility ikan terhapap kapal atau para pemancing. Adanya faktor umpan hidup inilah
yang membuat cara penangkapan ini menjadi agak rumit. Hal ini disebabkan karena
umpan hidup harus sesuai dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan, dipindahkan,
dan dibawa dalam keadaan hidup. Ini berarti diperlukan sistem penangkapan umpan
hidup dan disain kapal yang sesuai untuk penyimpanan umpan supaya umpan hidup
dapat tahan sampai waktu penggunaannya (Ayodhyoa, 1981)
Dalam pelaksanaan operasi dengan alat pole and line ini disamping
digunakan umpan tiruan berupa sobekan-sobekan kain, guntingan tali rafia, ataupun
bulu ayam juga digunakan umpan hidup. Umpan hidup ini dipakai untuk lebih menarik
perhatian ikan cakalang agar lebih mendekat pada areal untuk melakukan
pemancingan. Sedangkan dalam melakukan operasi pemancingan digunakan
pancing tanpa umpan. Hal ini bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas alat tangkap,
karena ikan cakalang termasuk pemangsa yang rakus. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ayodhyoa (1981) bahwa jika ikan makin banyak dan makin bernafsu
memakan umpan, maka dipakai pancing tanpa umpan dan mata pancing ini tidak
beringsang (tidak berkait).
Teknik operasi penangkapan ikan menggunakan pole and line yaitu;
-
Pelemparan umpan dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada
dalam jarak jangkauan pelemparan, kemudian ikan dituntun kearah haluan kapal.
Pelemparan umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan
dapat mengikuti gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan
umpan tersebut, mesin penyomprot sudah difungsikan agar ikan tetap berada
didekat kapal. Pada saat gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka
mesin kapal dimatikan. Sementara jumlah umpan yang dilemparkan kelaut
dikurangi, mengingat terbatasnya umpan hidup. Selanjutnya, pemancingan
dilakukan
dan
diupayakan
secepat
mungkin
mengingat
kadang-kadang
gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan yang berdarah atau
ada ikan yang lepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang sangat terbatas.
Pemancingan biasanya berlangsung 15 30 menit.
-
Waktu pemancingan tidak perlu dilakukan pelepasan ikan dari mata pancing
disebabkan pada saat joran disentakkan ikan akan jatuh keatas kapal dan
terlepas sendiri dari mata pancing yang tidak berkait. Berdasarkan pengalaman
atau keahlian memancing nelayan, pemancing kadang dikelompokkan kedalam
pemancing kelas I, II, dan III. Pemancing kelas I (lebih berpengalaman)
ditempatkan dihaluan kapal, pemancing kelas II ditempatkan disamping kapal,
dekat kehaluan, sedangkan pemancing kelas III ke samping kapal agak jauh dari
haluan. Untuk memudahkan pemancingan, maka pada kapal Pole and Line
dikenal adanya flying deck atau tempat pemancingan (Kristjonson,1959).
Hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pemancingan adalah menghindari
ikan yang telah terpancing, jatuh kembali kelaut. Hal ini akan mengakibatkan
gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam dan
meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan yang baru tentu akan
mengambil waktu. Disamping itu, banyaknya ikan-ikan kecil diperairan sebagai
natural bait akan menyebabkan kurangnya hasil tangkapan. Jenis-jenis ikan tuna,
cakalang, dan tongkol merupakan hasil tangkapan utama dari alat tangkap pole and
line (Kristjonson, 1959).
C. Kapal Pole and Line
Fyson (1985) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
perencanaan kapal ikan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sumberdaya yang tersedia
2. Alat dan metode penangkapan ikan
3. Karakteristik daerah penangkapan
4. Dalil-dalil dan peraturan yang digunakan dalam desain
5. Pemilihan material yang digunakan
6. Aspek ekonomi
Menurut Malangjoedo (1978) letak dan kayanya fishing ground yang akan
dijadikan daerah operasi penangkapan akan menentukan pula jenis dan ukuran kapal
yang akan dipergunakan. Selanjutnya dikatakan bahwa ada tiga ukuran kapal pole
and line yakni :
-
Kapal ukuran kecil yakni 7 15 GT, jarak operasinya kurang dari 30 mil dan
tanpa pengawetan.
Kapal ukuran besar yakni 100 GT ke atas, lama operasinya bias sampai 40 hari
atau lebih.
Kapal ikan adalah salah satu jenis dari kapal laut, karena itu syarat-syarat
yang diperlukan oleh suatu kapal laut juga diperlukan kapal ikan. Namun berbeda
dengan jenis kapal umum lainnya seperti kapal penumpang atau kapal barang, kapal
ikan mempunyai fungsi operasional yang lebih rumit dan berat. Kapal ikan dipakai
untuk menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan serta kegiatan lain yang
berhubungan dengan tujuan usaha perikanan. Mengingat fungsi operasional kapal
ikan ini, diperlukan suatu persyaratan khusus yang merupakan keistimewaan dan
karakteristik kapal ikan. Keistimewaan pokok yang dimiliki kapal ikan, antara lain ialah
tentang kecepatan kapal, kemampuan olah gerak, kelaik lautan, luas lingkup area
pelayaran, tenaga penggerak, peralatan kapal dan lain lain. Dengan demikian desain
konstruksi kapal ikan memerlukan pertimbangan khusus agar kapal yang dibangun
dapat mengakomodasi keinginan operasional usaha penangkapan ikan (Ayodhyoa,
1972).
Ayodhyoa (1972) mengemukakan bahwa kapal ikan mempunyai jenis dan
bentuk yang beraneka ragam, dikarenakan tujuan usaha keadaan perairan dan lain
sebagainya, yang dengan demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari
kapal ikan. Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi
kapal (D), dan draft (d). Besar kecilnya ukuran utama kapal berpengaruh pada
kemampuan (ability) suatu kapal dalam melakukan pelayaran atau operasi
penangkapan, dimana :
kapal ikan yang tujuan usahanya menangkap ikan cakalang (Katsuwonus Pelamis),
tapi dalam pengoperasiannya tidak menutup kemungkinan ikan lain ikut tertangkap.
Bentuk kapal pole and line memiliki bebrapa kekhususan antara lain ;
-
Bagian atas dek kapal bagian depan terdapat plataran (flat form) yang
digunakan sebagai tempat memancing.
Dalam kapal harus tersedia bak-bak untuk penyimpanan ikan umpan yang
masih hidup
Pada kapal pole and line ini harus dilengkapi dengan sistem semprotan air
(water splinkers system) yang dihubungkan dengan satu pompa.
Kapal pole and line adalah kapal yang penggunaannya untuk menangkap
ikan cakalang dengan pancing. Ukuran kapal diantara 5 300 GT yang dianggap
potensial. Kapal ini dilengkapi dengan bak umpan hidup yang dapat menyimpan dan
membawa umpan dengan baik, dan penyemprot air pada flying deck yang diperlukan
waktu operasi penangkapan ikan, dimana fungsinya untuk memecahkan permukaan
air dan mengaburkan penglihatan ikan sehingga ikan-ikan yang dipancing akan
terkonsentrasi pada umpan (Tampubolon, 1980).
Biaya pengelolaan kapal tergolong besar dan sifatnya rutin, oleh karena itu
perlu dilakukan pertimbangan teknis yang bertujuan terhadap efisiensi ekonomis
sehingga dapat menjamin daya tahan serta memperpanjang penggunaan kapal dan
dapat menekan biaya operasional. Harga kapal ikan relatif lebih mahal dari kapal
dagang dan umumnya diartikan sebagai jumlah tahun selama kapal di pelabuhan.
Perhitungan umur kapal ini dimulai saat peluncuran sampai dengan waktu kapal ikan
tidak mampu dipakai atau dipelihara. Umur atau ketahanan kapal dapat ditinjau dari
beberapa faktor yaitu kekuatan fisik, faktor ekonomis dan peraturan pemerintah
(Monintja dkk, 1986).
Peralatan
Alat Tulis Menulis
Kamera
Laptop, Microsoft Office
Meteran
Kegunaan
Mencatat data
Dokumentasi
Mengolah dan menganalisa data
Untuk mengukur kapal dan joran
Materi atau bahan dasar pada penelitian ini adalah 6 unit penangkapan pole
and line yang biasa beroperasi di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu dan kuisioner
untuk pengambilan data lapangan.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah metode sensus.
D. Parameter Pengamatan
Dalam aspek teknis yang diamati adalah:
- Deskripsi alat tangkap (jenis dan ukuran dari joran, tali dan umpan)
- Metode penangkapan
- Lama trip
- Kualifikaasi tenaga kerja
- Jenis dan jumlah hasil tangkapan
- Waktu penangkapan
- Musim penangkapan (puncak, biasa, paceklik)
- Daerah penangkapan ikan
- Jenis dan jumlah umpan
- Alat bantu penangkapan
- Ukuran utama kapal (L, B, D dan mesin yang digunakan kapal pole and Line)
E. Pengumpulan Data
Berdasarkan sasaran yang ingin di capai, maka penelitian ini menggunakan
dua kelompok data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
hasil pengamatan langsung dilapangan pada operasi penangkapan ikan meliputi :
1. Ukuran alat tangkap pole and line yang digunakan oleh nelayan Kab.
2.
3.
4.
5.
Luwu.
Metode penangkapan alat tangkap pole and line di Kabupaten Luwu.
Ukuran kapal pole and line di Kabupaten Luwu
Lama trip unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu
Jenis dan jumlah hasil tangkapan pole and line di Kabupaten Luwu dan
kemudian dibandingkan dengan hasil tangkapan pole and line di daerah
lain .
6. Musim penangkapan ikan berdasarkan jumlah hasil tangkapan pole and
line di Kabupaten Luwu.
7. Daerah penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap pole and line
di Kabupaten Luwu
8. Jenis dan jumlah umpan yang digunakan unit penangkapan pole and line
di Kabupaten Luwu
9. Alat bantu penangkapan ikan
10. Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh unit penangkapan pole and line
di Kabupaten Luwu
Data sekunder berupa data jumlah produksi yang dihasilkan oleh unit
penangkapan pole and line yang diperoleh dari petugas PPI.
F. Analisis Data
Analisis data teknis unit penangkapan pole and Line didasarkan pada faktor
dan efisiensi teknis dari unit penangkapan ikan. Analisis faktor teknis meliputi :
1. Ukuran pole and line, dimana ukuran bagian-bagian pole and line akan
dianalisa secara deskriptif kemudian dibandingkan dengan ukuran alat
tangkap pole and line yang beroperasi di daerah lain.
2. Metode penangkapan, dari tahapan persiapan sampai pada proses
pemancingan.
3. Ukuran kapal pole and line, dimana ukuran kapal yang didapatkan akan
dianalisis secara deskriptif kemudian dibandingkan dengan ukuran standar
kapal pole and line dan ukuran kapal pole and line yang beroperasi di daerah
lain.
4. Lama trip dari unit penangkapan pole and line di Luwu akan dibandingkan
dengan unit penangkapan pole and line di daerah lain.
5. Jenis dan jumlah hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan akan dianalisa
secara deskriptif seperti jumlah trip, total tangkapan dan rata-rata tangkapan
pertrip.
6. Daerah dan musim penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pole and
line. Daerah penangkapan ikan dianalisa berdasarkan jaraknya dengan
fishing base dan kemampuan fishing master dalam mencari fishing ground.
Musim penangkapan ikan akan dianalisa berdasarkan penggunaan hari
pertrip kemudian dibandingkan dengan musim penangkapan di daerah lain.
7. Jenis dan jumlah umpan yang digunakan selama satu kali operasi.
8. Alat bantu penangkapan ikan, dimana konstruksi dari alat bantu akan
dianalisa secara deskriptif.
9. Tenaga kerja beserta pembagian tugas di atas kapal.
keterampilan dan pengalaman seorang pemancing, selain itu untuk mencapai hasil
yang optimal harus didukung oleh ketersediaan umpan hidup, keadaan perairan yang
memungkinkan untuk melakukan operasi (kondisi cuaca), dan ada tidaknya
gerombolan ikan yang didapatkan serta tingkat kepadatannya pada suatu fishing
ground.
Alat tangkap pole and line yang digunakan tergolong sederhana dan hanya
terdiri dari 3 bagian saja.
1. Joran.
Bagian ini berfungsi sebagai tangkai pancing yang terbuat dari bambu
warna kuning karena cukup elastis, rongga dalam tidak terlalu besar, murah
serta mudah didapatkan.
2. Tali Pancing.
Tali pancing yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Tali kepala, adalah tali yang berada dibagian paling atas yang langsung
berhubungan dengan tali utama dengan menggunakan simpul mata, terbuat
dari nylon yang panjangnya 5 10 cm.
b. Tali utama, adalah tali yang terpanjang pada pole and line yang terletak
dibagian tengah antara tali kepala dan tali pengikat, terbuat dari nylon
dengan panjang 1,5 2 meter dan pada ujungnya dibuat simpul mata. Tali
utama tidak boleh melebihi panjang joran, hal ini mempertimbangkan
kondisi operasi agar tidak saling terbelit antara pancing yang satu dengan
pancing yang lain dan untuk memudahkan menaikkan ikan ke kapal.
c. Tali pengikat, adalah tali yang berhubungan langsung dengan mata pancing,
terbuat dari nylon dengan panjang 5 10 cm dan pada bagian ujungnya
yang berhubungan dengan tali utama dibuat simpul utama.
3. Mata Pancing
Bentuknya hampir menyerupai pancing biasa namun tidak memiliki kait
balik, pada bagian atas mata pancing terdapat timah yang dibungkus dengan
lilitan nikel yang mengkilat, selain itu juga dilengkapi pula dengan sobekansobekan tali rafia dan bulu ayam pada bagian bawah yang berwarna-warni.
Joran
No.
Nama Kapal
Tali
Mata Pancing
Panjang
(m)
Bahan
Diameter
(cm)
Panjang
(m)
Bahan
Ukuran
Bahan
1
2
Inka Mina 17
Kurnia
2,5 3,2
2,7 3,3
Bambu
Bambu
2,5 3
2,5 3
1,72,4
1,9-2,5
Nylon
Nylon
4-9
4-9
Timah
Timah
Mitra Fomarimoi I
2,5 3,3
Bambu
2,5 3
1,7-2,5
Nylon
4-9
Timah
Mitra Fomarimoi II
2,6 3,3
Bambu
2,5 3
1,8-2,5
Nylon
4-9
Timah
Rajawali
2.4 3,5
Bambu
2,5 3
1,6-2,7
Nylon
4-9
Timah
Tunas Kembar
2,1 2,9
Bambu
2,5 3
1,3-2,1
Nylon
4-9
Timah
Konstruksi alat tangkap pole and line yang digunakan oleh keseluruhan
nelayan pole and line di Kabupaten Luwu kurang lebih sama seperti Gambar 2:
Gambar 2. Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan
pole and line di Kabupaten Luwu.
Dari Tabel 2. tentang ukuran alat tangkap terdapat variasi pada ukuran
panjang joran, dan dari hasil pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti
didapatkan perbedaan ukuran didasarkan pada kondisi fisik pemancing. Kondisi fisik
pemancing yang bervariasi menyebabkan kesukaan dan kecocokan dengan ukuran
joran bervariasi pula. Pemancing yang memiliki kondisi fisik yang cukup besar
dengan tinggi 165 175 cm akan memilih joran yang panjang, pemancing yang
memiliki ukuran fisik agak kecil dan ukuran tinggi di bawah 165 cm akan memilih
joran yang pendek. Joran yang digunakan biasanya dicari dan diolah sendiri oleh
pemancing. Joran yang terbuat dari bambu berwarna kuning didapatkan di hutan
bambu Kecamatan Suli dan Kecamatan Larompong Kabupaten Luwu.
Dari data hasil penelitian mengenai alat tangkap pole and line yang
dioperasikan di Kabupaten Luwu di atas, dimana ukuran panjang joran yang
bervariasi dari 2,1 m - 3,5 m, tali pancing dari bahan nylon dengan panjang 1,3 m
2,7 m dan mata kail yang terbuat dari timah dengan ukuran 4 - 9 kurang lebih sama
dengan ukuran alat tangkap pole and line yang ada di Perairan Laut Banda Sulawesi
Tenggara (Permadi, 2004), dimana ukuran panjang jorannya 4,5 m, tali pancing dari
bahan polyeltilene dengan panjang 1,5 m dan mata kail terbuat dari campuran timah
dan besi dengan ukuran 2,5 dan 2,8. Begitu pula ukuran alat tangkap pole and line
yang biasa digunakan di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur (Sriawan, 2002),
ukuran panjang joran 2,8 m, tali pancing terbuat dari nylon multifilament dengan
panjang bervariasi antara 1,5 2,0 m dan mata pancing yang panjang
keseluruhannya 9 cm.
B. Metode Penangkapan
Sebelum operasional penangkapan ikan dengan pole and line dilakukan, ada
beberapa hal yang perlu dipersiakan, seperti:
1. Persiapan Kapal
Kapal merupakan salah satu sarana yang mutlak dalam operasi penangkapan
ikan dalam hal ini merupakan satu satuan yang kompleks, karena apabila suatu
sistem tidak berfungsi, maka akan mengakibatkan kegiatan penangkapan
terhambat. Persiapan kapal meliputi:
Jabatan
Kapten
Jumlah
(orang)
1
Muallim
3
4
1
1
5
6
Juru mudi
Kepala
kamar
mesin
Oilman
Boi-boi
1
1-2
Juru masak
1-2
Papalo dan
manoma
Pemancing
Kuli jalan
1-2
9
10
8-10
3-5
Tugas
Bertanggung jawab terhadap keselamatan kapal
dan orang-orang yang ada di atas kapal
Mengurus segala keperluan kapal, mengatur
keuangan kapal
Mengemudikan kapal
Bertanggung jawab terhadap kamar mesin, mesin
kapan dan perbaikan mesin
Asisten kepala kamar mesin
Sebagai pelempar umpan pada saat pemancingan
dan merangkap juga sebagai fishing master
(mencari gerombolan ikan)
Bertanggung jawab menyediakan makanan untuk
orang di kapal
Bertugas mengambil umpan
Memancing
Memancing, tidak bertanggung jawa terhadap
kapal
Pencarian
fishing
ground
masih
sangat
tradisional
karena
hanya
mengandalkan kondisi alam dan pengalaman dari fishing master. Tiba di fishing
ground sekitar pukul 06.30 Wita. Selama berada di fishing ground, peranan boi-boi
begitu sangat nampak sekali dalam mencari gerombolan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis). Pengintaian dilakukan di atas anjungan kapal dengan menggunakan
teropong
untuk
melihat
tanda-tanda
alam
dari
gerombolan
ikan
cakalang
(Katsuwonus pelamis) maka kerjasama dengan kapten kapal diarahkan ke tandatanda alam tadi dengan kecepatan maksimal.
Tanda-tanda alam yang biasa digunakan sebagai indikator oleh boi-boi ini,
yaitu terlihatnya burung-burung terbang dekat dengan permukaan air, dan menukik
dan menyambar ke permukaan air. Setelah menemukan gerombolan ikan yang
berada di daerah penangkapan atau cukup dekat kapal, maka oleh kapten
memberikan tanda kepada juru mesin untuk memperlambat kapal dan juga
mengaktifkan sprayer (semprotan air). Buoy-buoy yang pada awalnya berperan juga
sebagai fishing master secara cepat dan aktif melemparkan umpan kearah
gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan tertarik untuk mendekati kapal, maka
mesin kapal dimatikan dan para pemancing telah siap di haluan kapal untuk
memancing. Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing
duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan
memancing. Cara pemancingan yakni para pemancing duduk merapat dengan posisi
membungkuk. Para pemancing yang sudah berpengalaman menempatkan pada
bagian depan dan sisanya pada bagian samping kiri dan samping kanan tempat
pemancingan (flying deck). Tangkai pancing dipegang dengan kedua tangan sambil
digoyangkan ke kiri dan ke kanan dengan pelan dan hati hati agar tali tidak
berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Mata pancing dimasukkan ke dalam air
kurang lebih 10 cm dari permukaan air. Penarikan pancing dilakukan apabila terasa
ada ikan yang menyambar mata pancing dan tangkai segera dihentakkan sehingga
ikan tidak terlepas dari mata pancing. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat
pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan,
karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.
Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan
umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini
akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya
dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk
mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan
umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan
hidup yang digunakan biasanya adalah ikan teri (Stolephorus spp).
Dengan kekuatan dan kecepatan menghentakkan joran, maka ikan yang
tersangkut pada hook (mata pancing) tanpa kait balik akan naik ke atas dek kapal,
dan terus meluncur tepat di depan ruang kemudi. Proses pemancingan ini akan terus
berlangsung
jika
ikan-ikan
cakalang
(Katsuwonus
pelamis)
tersebut
masih
line pada umumnya yaitu terdiri dari ruang kemudi kapal, ruang mesin, ruang tempat
tidur ABK, palka umpan hidup, ruang dapur, palka untuk menyimpan hasil tangkapan
dan palka tempat penyimpanan es.
Palka umpan hidup harus mempunyai sistem sirkulasi air yang baik agar
umpan dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang lama dengan mortalitas yang
sedikit. Palka umpan hidup diberi lubang sebanyak 18 buah yang terdiri dari 6 lubang
samping atas, 12 lubang pada bagian bawah untuk saluran pengeluaran air serta 2
buah untuk saluran pemasukan air. Pada lubang pemasukan air dilengkapi dengan
belahan bambu untuk memperlancar masuknya air. Jika kita perhatikan konstruksi
palka umpan hidup, maka terdapat kelemahan dalam mempertahankan sirkulasi air.
Kelemahannya ialah kapal harus tetap dijalankan terus agar umpan bisa tetap
bertahan hidup.
Kapal pole and line mempunyai jam operasi yang lama, sehingga dilengkapi
dengan tempat penampungan ikan hasil tangkapan dan tempat penyimpanan es
balok. Tempat penampungan ini pada umumnya berjumlah satu buah dengan
kapasitas maksimum 6 ton. Tempat penampungan tersebut terbuat dari papan
berbentuk empat persegi panjang, terletak pada bagian depan ruang kemudi,
sedangkan untuk penyimpanan es balok terbuat dari plat logam besi yang berbentuk
empat persegi panjang dan terletak pada bagian depan haluan dekat tiang kapal,
kapasitas maksimum tempat penyimpanan es ialah sekitar 300 kg.
Ukuran Kapal
No.
1
2
3
4
5
6
Mesin
Nama Kapal
L (m)
B (m)
D (m)
Mesin Penggerak
(daya)
Mesin Bantu
(daya)
Inka Mina 17
25.00
Kurnia
21.50
Mitra Fomarimoi I
22.50
Mitra Fomarimoi II
21.00
Rajawali
24.00
Tunas Kembar
20.50
Sumber : Pemilik kapal
4.30
3.80
3.70
3.60
4.00
3.50
1.90
1.80
1.80
1.80
1.90
1.80
120 HP
350 PK
450 PK
240 PK
350 PK
380 PK
15.5 PK
15 PK
16 PK
16 PK
19 PK
15 PK
No.
Nama Kapal
1
2
3
4
5
6
Inka Mina 17
Kurnia
Mitra Fomarimoi I
Mitra Fomarimoi II
Rajawali
Tunas Kembar
L/D
13.16
11.94
12.50
11.67
12.63
11.39
B/D
2.26
2.11
2.06
2.00
2.11
1.94
Dari Tabel 4. ukuran kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Luwu di atas diperoleh rata-rata panjang (L) = 22,42 meter, lebar (B) =
3,82 meter, dan tinggi (D) = 1,83. Nilai rasio kapal pole and line adalah L/B = 5,66
6,08, L/D = 11,39 13,16, dan B/D = 1.94 2.26.
Secara umum nilai rasio ukuran utama kapal sampel yang diperoleh
menunjukkan nilai yang tidak sesuai atau mendekati nilai rasio ukuran utama kapal
pole and line yang disarankan Ayodhyoa (1972) yaitu jika L (m) = 20 < L < 25 maka
L/B = 4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95. Kisaran L/B kapal pole and line di Kabupaten
Luwu yaitu 5,66 6,08 lebih besar daripada ukuran L/B yang disarankan oleh
Ayodhyoa. Begitu pula dengan L/D, dengan kisaran 11,39 13,16 itu lebih besar
dibanding dengan ukuran yang disarankan oleh Ayodhyoa. Sedangkan Ukuran B/D
kisarannya sesuai dengan ukuran yang disarankan oleh Ayodhyoa. Perbandingan L/B
yang besar terutama sesuai untuk kapal-kapal dengan kecepatan yang tinggi dan
akan mengurangi kemampuan olah gerak kapal. Sedangkan untuk perbandingan L/D
yang besar akan mengurangi kekuatan memanjang kapal dan perbandingan B/D
yang rendah terutama akan mengurangi stabilitas. Semua kapal pole and line yang
dioperasikan di Kabupaten Luwu menunjukkan nilai perbandingan L/B yang besar,
hal ini akan berpengaruh baik terhadap kecepatan kapal namun disisi lain stabilitas
kapal memburuk. Nilai ukuran L/D juga menunjukkan nilai perbandingan yang besar,
baik untuk mengurangi kekuatan memanjang kapal tapi bisa berpengaruh terhadap
berkurangnya kecepatan kapal. Nilai B/D umumnya juga besar menyebabkan
stabilitas makin baik, namun kemampuan mendorong kapal akan memburuk
sehingga sulit untuk memperoleh kecepatan yang cukup.
Dari Tabel 4. terlihat bahwa ada perbedaan kekuatan mesin pada setiap
kapal yang beroperasi di Kabupaten Luwu, dimana hanya kapal Inka Mina 17 yang
menggunakan mesin khusus kapal laut dengan daya 120 HP (2500 Mixer)
sedangkan yang lainnya menggunakan mesin mobil untuk menggerakkan kapalnya.
Kapal Inka Mina 17 juga dilengkapi dengan mesin bantu penggerak kapal dengan
daya 44 HP (495 Mixer). Kapal Inka Mina 17 adalah kapal bantuan DKP pusat untuk
DKP Kabupaten Luwu, dan baru beroperasi pada awal Februari 2011. Kapal Mitra
Fomarimoi II adalah kapal dengan mesin paling kecil kekuatannya, hanya 240 PK.
Selain itu juga kapal Mitra Fomarimoi II adalah kapal dengan mesin paling lama
pemakaiannya yaitu 12 tahun. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rais (2008) di atas kapal Kurnia didapatkan kecepatan kapal Kurnia maksimal 8-10
mil/jam. Sedangkan Indahyani (2010) yang melakukan penelitian di atas kapal Tunas
Kembar, jarak terjauh 56 mil dapat ditempuh sekitar 7 jam dengan kecepatan kapal
maksimal 8 10 knot/jam. Sedangkan untuk posisi fishing ground terdekat dengan
jarak 32 mil dapat ditempuh dengan waktu 4 5 jam.
Ukuran kapal pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu memiliki
ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan kapal pole and line yang biasa
beroperasi di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Ukuran panjangnya bervariasi
antara 15,50 19,15 m dengan lebar 3,5 5 m dan dalam 2 2,5 m sedangkan
kekuatan mesinnya berkekuatan antara 220 260 PK (Permadi, 2004).
D. Lama Trip
Berdasarkan hasil wawancara dan kegiatan penangkapan yang diikuti oleh
peneliti selama kurang lebih dua bulan, maka didapat data tentang lama trip yang
bervariasi dimana satu kali kegiatan penangkapan bisa menghabiskan waktu 1
sampai 2 hari. Waktu 1 hari penangkapan (one day fishing) biasanya digunakan oleh
nelayan pada musim tangkapan puncak dan biasa, sedangkan lama trip sampai 2
hari yaitu pada musim paceklik.
Lama trip dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pole and line
sangat bergantung pada keberadaan dan kondisi umpan hidup. Lama trip di berbagai
tempat di Indonesia Timur kurang lebih sama yaitu satu hari penangkapan (one day
fishing), yakni mulai pagi sampai dengan tengah hari seperti di Perairan Laut Sawu
Nusa Tenggara Timur (Sriawan, 2002) dan Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara
(Permadi, 2004). Hal ini mengingat terbatasnya persediaan dan ketahanan umpan
karena jauhnya lokasi penangkapan.
E. Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan
Nelayan yang daerah operasi penangkapannya di sekitar Teluk Bone pada
dasarnya didominasi oleh ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), walaupun kadang
ikan tongkol dan ikan tuna juga tertangkap.
Jumlah hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat dilihat
pada Tabel 6 :
Nama Kapal
Musi
m
Mitra Foma I
P
B
Pc
Mitra Foma II
P
B
Pc
Rajawali
P
B
Pc
Total Tangkapan
(Ekor)
Bulan
Jumlah
Trip
Jul - Okt
Jan Juni
Nov Des
63
10246
31
4172
20
3454
Jul - Okt
Jan Juni
Nov Des
13
2021
11
1609
712
Jul - Okt
Jan Juni
Nov Des
62
14514
35
6507
20
3223
Rata
Rata
Tangkap
an
Pertrip
(Ekor)
130.888
9
199.096
8
172.700
0
155.461
5
146.272
7
101.714
3
234.096
8
185.914
3
161.150
0
Kurnia
P
B
Pc
Tunas
Kembar
P
B
Pc
Jumla
h
Jul - Okt
Jan Juni
Nov Des
97
17485
33
4268
180.257
7
129.333
3
Jul - Okt
Jan Juni
Nov Des
86
32244
58
17128
38
10491
574
128074
316.117
4
398.325
6
276.078
9
185.827
2
Dari Tabel 6. kapal Tunas Kembar adalah kapal dengan jumlah trip terbanyak
yaitu 182 trip. Kapal Tunas Kembar beroperasi sepanjang tahun 2010, kecuali bulan
Agustus berhenti beroperasi karena kerusakan pada mesin penggerak utama kapal.
Sepanjang tahun 2010 kapal Tunas Kembar memperoleh total tangkapan sebesar
59863 ekor.
Kapal Mitra Fomarimoi I sepanjang tahun 2010 beroperasi kecuali pada bulan
Mei untuk perawatan kapal. Pada tahun 2010 kapal Mitra beroperasi sebanyak 114
trip dengan total tangkapan 17872 ekor.
Kapal Rajawali pada tahun 2010 tidak beroperasi pada bulan Mei dan Oktober
karena istirahat untuk perawatan dan kerusakan pada mesin penggerak. Kapal
Rajawali sepanjang tahun 2010 beroperasi sebanyak 117 trip dengan total tangkapan
24244.
Kapal Kurnia pada Tabel 6. di atas terlihat kosong pada bulan November dan
Desember, pada bulan ini kapal Kurnia menggunakan bulan tersebut untuk istirahat
dan perawatan kapal. Total trip kapal Kurnia adalah 130 trip dengan total tangkapan
sebesar 21753 ekor.
Kapal pole and line yang juga beroperasi di Kabupaten Luwu pada tahun
2010 adalah kapal Mitra Fomarimoi II. Kapal ini mengalami kerusakan mesin
sepanjang tahun 2009 dan baru beroperasi pada bulan Juni sampai Juli 2010. Pada
Agustus 2010 kembali mengalami kerusakan mesin dan bisa kembali beroperasi
pada September 2010. Jumlah trip kapal Mitra Fomarimoi II hanya 31 trip sepanjang
tahun 2010 dengan total tangkapan 4342 ekor.
Total tangkapan yang didapatkan oleh 5 kapal pole and line yang beroperasi
di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu adalah 128074 ekor dengan rata-rata
tangkapan pertrip 186 ekor. Ukuran rata rata ikan yang tertangkap adalah 20 cm
dengan berat rata rata 2 kg, jika dikalikan dengan total tangkapan maka hasilnya
adalah 256 ton. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah total
tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Laut Banda Sulawesi
Tenggara yang mengambil fishing base di PPS Kendari yaitu, 400 ton (Permadi,
2004).
Dari Tabel 6. terlihat adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh kemampuan seorang fishing master dalam mencari dan
menentukan daerah penangkapan. Hal lain yang berpengaruh adalah jumlah
pemancing, kemampuan pemancing, jumlah trip dan faktor penunjang lainnya seperti
kapal. Kapal sebagai sarana utama dalam melaku kan operasi penangkapan ikan
sangat
dikarenakan daerah penangkapan ikan yang biasa digunakan sebagai fishing ground
tidak lagi produktif Hal ini didasarkan pada saat proses pemancingan di fishing
ground ataupun rumpon, gerombolan ikan tidak sebanyak dulu lagi.
F. Daerah dan Musim Penangkapan
Daerah operasi penangkapan nelayan pole and line di Kabupaten Luwu yaitu
di sekitar perairan Teluk Bone (345' - 450' LS dan 12020' - 12125' BT). Daerah
penangkapan umumnya tergantung pada letak rumpon karena dalam kegiatan
penangkapan, nelayan memanfaatkan rumpon sebagai tempat menangkap karena
berfungsi sebagai atraktor atau penarik perhatian ikan. Selaian rumpon, kemampuan
dan kerja sama buoy-buoy dengan fishing master juga punya peranan penting dalam
mencari fishing ground. Waktu yang diperlukan untuk sampai ke fishing ground
tergantung dari jarak fishing base ke fishing ground. Posisi fishing ground terjauh
dengan jarak 56 mil dapat ditempuh sekitar 7 jam dengan kecepatan kapal
maksimal 8 10 knot/jam. Sedangkan untuk posisi fishing ground terdekat dengan
jarak 32 mil dapat ditempuh dengan waktu 4 5 jam. Waktu ini berfluktuasi
dipengaruhi oleh kekuatan mesin penggerak kapal, kondisi arus atau gelombang
sepanjang perjalanan dan pengaruh fenomena alam lainnya (Indahyani, 2011).
Musim penangkapan ikan pada nelayan pole and line di Kabupaten Luwu
umumnya berlangsung selama setahun. Ukuran kapal yang besar dan kuat
memungkinkan kegiatan operasi dapat berlangsung dengan baik. Dari hasil
wawancara dengan nelayan, musim puncak yang berlangsung dari bulan April hingga
Oktober waktu penangkapan berlangsung 1 2 hari setiap trip. Pada musim sedang
yang berlangsung dari bulan Januari sampai Maret waktu penangkapan berlangsung
1 3 hari setiap trip. Musim peceklik berlangsung dari bulan November sampai
Desember. Pada musim ini nelayan jarang melaut karena biaya operasional yang
dikeluarkan kadang-kadang lebih besar dari hasil penjualan. Pembagian musim
penangkapan oleh nelayan pole and line di Kabupaten Luwu berbeda dengan
Bone rumpon yang digunakan adalah rumpon yang ditempatkan pada kedalaman
lebih dari 100 meter. Rumpon ini seperti rakit dan berukuran lebih besar dibanding
rumpon laut dangkal.
Konstruksi rumpon yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan tergolong
sederhana yang terdiri atas pelampung, pemberat, atraktor (pemikat), dan tali temali.
Secara umum konstruksi rumpon yang digunakan oleh nelayan pole and line di
Kabupaten Luwu adalah:
1. Rakit
Rakit yang digunakan terbuat dari bambu berukuran 1 x 6 meter yang
tersusun dua belas sehingga terapung di atas air. Pada bagian atas rakit
diletakkan tiang penanda sedang dibagian bawah berguna sebagai tempat
menggantung atraktor (pemikat). Rakit tersebut mempunyai ketahanan
pakai yang cukup lama sesuai daya tahan jenis bambu yang digunakan.
Rakit ditempatkan di atas permukaan air dan sifatnya menetap karena diberi
pemberat dari batu atau campuran semen.
2. Tali dan Pemberat
Tali pemberat yang digunakan terbuat dari bahan polyethilen dengan nomor
700. Pada bagian sepanjang tali ditumbuhi lumut karena lama pemakaian
sehingga ikut berperan sebagai pemikat ikan. Panjang tali pemberat sekitar
1,5 kali dari kedalaman perairan. Pada bagian ujung tali diletakkan
pemberat untuk mempertahankan posisi rumpon sehingga tidak jauh
berpindah. Pemberat tersebut terbuat dari batu gunung dan campuran
beton.
3. Atraktor
Atraktor berfungsi sebagai daya tarik ikan untuk mencari makan sekaligus
sebagai tempat berlindung ikan-ikan kecil. Atraktor tersebut terbuat dari
daun kelapa sebagaimanan pada umumnya digunakan nelayan pada
daerah lain.
4. Tiang Penandaan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis aspek teknis unit penangkapan
pole and line di Kabupaten Luwu dapat disimpulkan bahwa:
1. Alat tangkap pole and line memiliki joran berukuran panjang rata rata 2.8 m
dengan diameter pangkal 2.75 cm dan berbahan dasar bambu, tali pancing
terbuat dari bahan dasar nylon nomor 3 dengan panjang 2 m, dan mata
pancing nomor 7 berbahan dasar timah.
2. Ukuran rata-rata kapal pole and line adalah panjang (L) 22.42 m, lebar (B)
3.82 m dan tinggi (D) 1.83 m. Perbandingan L/B = 5,66 6,08, L/D = 11,39
13,16, dan B/D = 1.94 2.26. Rasio standar kapal pole and line adalah L/B =
4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95.
3. Total produksi kapal pole and line sepanjang tahun 2010 adalah 128.074 ekor
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan jumlah rata-rata produksi adalah
186 ekor/trip.
4. Musim puncak penangkapan adalah bulan Juli-Oktober
5. Jumlah Trip dalam setahun dari keseluruhan 5 kapal adalah 574 trip dengan
rata rata 114 trip/kapal. Jumlah tenaga kerja perunit penangkapan adalah 16
orang.
Berdasarkan data yang didapat dari penelitian tentang faktor teknis unit
penangkapan pole and line, hasil tangkapan yang tidak menguntungkan dari segi
ekonomis, dengan rata-rata tangkapan 186 ekor pertrip tidak cukup bisa menutupi
modal awal. Kondisi ini dikarenakan daerah penangkapan ikan yang biasa digunakan
sebagai fishing ground tidak lagi produktif. Dengan demikian, faktor teknis kemudian
menjadi alasan kenapa nelayan pole and line berkurang dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir.
B. Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui pola migrasi ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Perairan Teluk Bone.
DAFTAR PUSTAKA
Sriawan, 2002. Pengaruh Waktu, Suhu Permukaan Laut dan Kecerahan Perairan
Terhadap Hasil Tangkapan Pole and Line di Perairan Laut Sawu Nusa
Tenggara Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suyuti, 2000. Analisis Teknis dan Finansial Pole and Line di Perairan Teluk Bone
Kabupaten Sinjai. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tampubolon, S. M. 1980. Persiapan dan Pengoperasian Pole and Line. Ikatan
Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor