Você está na página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN POSTNATAL CARE

A. Pengertian
Masa puerperium atau masa nifas (post partum) adalah jangka waktu 6
minggu yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organorgan reproduksi seperti sebelum kehamilan (Bobak, MI 2000)
Masa puerperium atau masa nifas (post partum) adalah jangka waktu 6
minggu yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organorgan reproduksi seperti sebelum kehamilan (Bobak, MI 2000). Masa nifas ini
dapat dibagi menjadi tiga tahap yakni :
a. Immidiate post partum
Masa setelah post partum sampai 24 jam setelah melahirkan (24 jam).
b. Early post partum
Masa setelah hari pertama sampai dengan minggu pertama post partum
c. Late post partum
Masa minggu pertama post partum sampai dengan minggu keempat post
partum.

B. Perubahan fisiologi post partum


a. Tanda-tanda vital
1. Suhu
Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat 38 oC sebagai suatu akibat
dari dehidrasi persalinan 24 jam wanita tidak boleh demam.
2. Nadi
Bradikardi umumnya ditemukan pada 6 8 jam pertama setelah
persalinan. Brandikardi merupakan suatu konsekuensi peningkatan
cardiac out put dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan cardia
output dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan sebelum hamil
3 bulan setelah persalinan. Nadi antara 50 sampai 70 x/m dianggap
normal.

3. Respirasi
Respirasi akan menurun sampai pada keadaan normal seperti sebelum
hamil.
4. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Hipotensi
yang diindikasikan dengan perasaan pusing atau pening setelah berdiri
dapat berkembang dalam 48 jam pertama sebagai suatu akibat gangguan
pada daerah persarafan yang mungkin terjadi setelah persalinan.
b. Adaptasi sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah itu stabil tapi biasanya terjadi penurunan
tekanan darah sistolik 20 mmHg jika ada perubahan dari posisi tidur ke
posisi duduk. Hal ini disebut hipotensi orthostatik yang merupakan
kompensasi cardiovaskuler terhadap penurunan resitensi

didaerah

panggul. Segera setelah persalinan ibu kadang menggigil disebabkan oleh


instabilitas vasmotor secara klinis, hal ini tidak berarti jika tidak disertai
demam.
c. Adaptasi kandung kemih
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat
tekanan oedema dan menurunnya sensifitas terhadap tekanan cairan,
perubahan ini menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan
kandung kemih yang tidak tuntas, biasanya ibu mengalami kesulitan BAK
sampai 2 hari pertama post partum.
d. Adaptasi sistem endokrim
Sistem endokrim mulai mengalami perubahan kala Iv persalinan mengikuti
lahirnya placenta, terjadi penurunan yang cepat dari estrogen progesteron
dan proaktin. Ibu yang tidak menyusui akan meningkat secara bertahap
dimana produksi ASI mulai disekitar hari ketiga post partum. Adanya
pembesaran payudara terjadi karena peningkatan sistem vaskulan dan
linfatik yang mengelilingi payudara menjadi besar, kenyal, kencang dan
nyeri bila disentuh.

e. Adaptasi sistem gastrointestinal


Pengembangan fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu
pertama post partum. Hal ini berhubungan dengan penurunan motilitas
usus, kehilangan cairan dan ketidaknyamanan parineal.
f. Adaptasi sistem muskuloskletal
Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang
mengakibatkan berkurangnya tonus otot yang tampak pada masa post
partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan kotor. Selama kehamilan
otot abdomen terpisah yang disebut distasi recti abdominalis, juga terjadi
pemisahan, maka uteri dan kandung kemih mudah dipalpasi melalui
dinding bila ibu terlentang.
g. Adaptasi sistem integument
Cloasma gravidrum biasanya tidak akan terlihat pada akhir kehamilan,
hyperpigmenntasi pada areola mammae dan linea nigra, mungkin belum
menghilang sempurna setelah melahirkan.
h. Adaptasi Reproduksi
1. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Involusio
Tinggi Fundus Uterus

Berat Uterus

Bayi lahir

Setinggi pusat

100 gram

Plasenta lahir

2 jari bawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertengahan pusat simfisis 500 gram

2 minggu

Tidak teraba diatas simfisis 350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 gram

Involusi terjadi disebabkan oleh :

1) Kontraksi retraksi serabut otot yang terjadi terus-menerus sehingga


mengakibatkan kompresi pembuluh darah dan anemia setempat
(iskemia).
2) Otolisis yang disebabkan sitoplasma sel yang berlebihan akan
tercernah sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro-elastik dalam
jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
3) Atrofi merupakan jaringan yang berproliferasi dengan adanya
estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofit sebagai
reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta.
Selain perubahan atrofik pada otot-otot uterus, lapisannya (desidua)
mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal
yang akan bergenerasi menjadi endometrium yang baru. Luka bekas
pelekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
2. Lokia
Lokia adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan
desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas. Jumlah dan
warnah lokia akan berkurang secara progresif. Lokia dapat dibagi atas :
1) Lokia rebra (hari 1 4) jumlahnya sedang, berwarnah merah
terutama darah.
2) Lokia serosa ( hari 4 8) jumlahnya berkurang dan berwarnah merah
mudah (hemoserosal)
3) Lokia alba (hari 8 14) jumlahnya sedikit, berwarnah putih atau
hampir tidak berwarna.
3. Serviks
Servkis mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,
ostium ekstern dapat dimasuki oleh dua hingga tiga tangan : setelah 6
minggu postnatal, serviks menutup.
Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi. Serviks tidak
pernah kembali kekeadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa lubang

kecil seperti mata jarum ; serviks hanya kembali pada keadaan tidak
hamil yang berupa lubang yang sudah sembuh, tertutup tapi berbentuk
celah. Dengan demikian, os servisis wanita yang sudah pernah
melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat
kelahiran lewat vagina.
4. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah tiga minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaab
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan
muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
5. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
tegang oleh tekanan kepada bayi yang bergerak maju. Pada postnatal
hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali bagian besar tonusnya
sekaligus tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan
(nulipara).
6. Payudara
Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika
laktasi disupresi. Payudara akan menjadi lebih besar lebih kencang dan
mula-mula lebih nyeri tekan status hormonal serta dimulainya laktasia.
7. Traktus urinarius
Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
spasme sfigner dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.

i. Adaptasi Psikososial Pada Post Partum


1. Fase-fase transisi :
a) Fase antisipasi kehamilan :

Fase antisipasi orang tua, membuat keputusan dan harapan, membagi


pekerjaan dalam keluarga.
b) Fase bulan madu (periode post partum)
Kontak lebih lama dan intim, menggali keadaan anggota keluarga
yang baru.
Menurut Rubin, fase adaptsi ibu meliputi :
1) Taking In
(a) Dependen
(b) Pasif
(c) Fokus pada diri sendiri
(d) Perlu tidur dan makan
2) Taking Hold
(a) Dependent
(b) Independent
(c) Fokus melibatkan bayi
(d) Melakukan perawatan diri sendiri
(e) Waktu yang baik untuk penyuluhan
(f) Dapat menerima tanggungjawab
3) Letting Go
(a) independence pada peran yang baru
(b) letting go terjadi pada hari-hari terakhir pad minggu pertama
persalinan.

C. Pemeriksaan Post Natal


Ada kebiasaan atau kepercayaan bahwa wanita bersalin baru boleh keluar
rumah setelah habis nifas yaitu 40 hari. Bagi wanita dengan persalinan normal
ini baik dan dilakukan pemeriksaan kembali 6 minggu setelah persalinan
normal bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus kembali untuk control
seminggu kemudian.
Pemeriksaan post natal antara lain meliputi:

1.

Pemeriksaan umum: tekanan darah, nadi, keluhan dan sebagainya.

2.

Keadaan umum: suhu badan, selera makan, dan lain-lain.

3.

Payudara: ASI dan putting susu.

4.

Dinding perut apakah ada hernia

5.

Keadaan perineum

6.

Kandung kemih, apakah ada sistokel dan uretrokel.

7.

Rectum, apakah ada rektrokel dan pemeriksaan tonus muskulus spingter


ani

8.

Adanya flour albus

9.

Keadaan serviks, uterus dan adneksa

D. Penanganan Masa Nifas (Puerperium)


1. Kebersihan diri
a)
b)

Anjurkan menjaga kebersihan seluruh tubuh


Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah alat kelamin
dengan sabun dan air. Pastikan bahwa klien mengerti untuk
membersihkan daerah vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang,
baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu
untuk membersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.

c)

Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut


setidaknya 2x sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci
dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan disetrika.

d)

Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum
dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.

e)

Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada


ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.

2. Istirahat
a)

Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan


berlebihan.

b)

Sarankan untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara


perlahan-lahan

serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur


c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam:
1) Mengurangi jumlah asi yang diproduksi
2) Memperlambat

proses

involusi

uterus

dan

memperbanyak

perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi
dan dirinya sendiri.
3. Latihan
a)

Diskusikan pentingnya otot-otot panggul kembali normal. Ibu akan


merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat
sehingga mengurangi rasa sakit pada panggul.

b)

Jelaskan pentingnya latihan untuk memperkuat tonus otot jalan lahir


dan dasar panggul (kelgel exercise). Mulai dengan mengerjakan 5 kali
latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5
kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus
mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.

4. Gizi
a)
b)

Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.


Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup

c)

Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusui.

d)

Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari post partum

e)

Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan


vitamin A kepada bayi melalui air asinya.

5. Perawatan payudara
a)

Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama pada puting susu

b)

Menggunakan Bra yang menyokong payudara

c)

Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar

pada sekitar puting susu setiap kali menyusui. Tetap menyusui dimulai
dari puting susu yang tidak lecet.
d)

Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI


dikeluarkan dan diminumkan menggunakan sendok

e)

Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet.

f)

Urut payudara dari arah pangkal menuju puting susu dan gunakan sisi
tangan untuk mengurut payudara.

g)

Keluarkan ASI sebagian dari depan payudara sehingga puting susu


menjadi lunak.

h)

Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh
ASI, sisanya keluarkan dengan tangan.

i)

Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.

6. Senggama
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jarinya kedalam vagina tanpa
rasa nyeri
Banyaknya budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri
sampai pada masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
setelah

persalinan.

Keputusan

bergantung

pada

pasangan

yang

bersangkutan.

E. Perawatan post partum


1. Perineum
Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura atau laserasi merupakan
daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering.
Pengamatan dan perawatan khusus diperlukan untuk menjamin agar
daerah tersebut sembuh dengan cepat dan mudah. Pencucian daerah
perineum memberikan kesempatan untuk melakukan inspeksi secara
seksama pada daerah tersebut dan mengurangi rasa sakitnya.
2. Mobilisasi

Karena lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat tidur terlentang selama 8
jam post partum, kemudian boleh miring-miring kekiri dan kekanan untuk
mencegah terjadinya trobosis dan tramboemboli. Pada hari kedu dudukduduk, hari ketiga jalan-jalan dan pada hari keempat atau lima boleh
pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi tergantung pada adanya
komplikasi persalinan nifas dan sembuhnya luka-luka.
3. Diet
Makanan harus bermutu dan bergizi cukup kalori. Sebaiknya makan
makanan yang mengandung protein, banyak cairan sayuran-sayuran dan
buah-buahan.
4. Miksi
Hendaknya berkemih dapat dilakukan sendiri dngan secepatnya. Kadangkadang wanita sulit berkemih karena sphineter uretrae mengalami tekanan
oleh kepala janin dan spasme otot iritasi musculus sphicterani selama
persalinan bila kandung kemih penuh dan wanita sulit berkemih sebaiknya
lakukan kateterisasi.
5. Defakasi
Buang air besar harus dilakukan 3 4 hari post partum. Bila masih sulit
buang air besar dan terjadi optipasi apabila faeces keras harus diberikan
obat laksans atau perectal, jika masih belum bisa dilakukan klisma.
6. Laktasi
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu
tidak keras, lemas dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
Laktasia dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu
(ASI).

F. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Intervensi dan Rasional


1. Nyeri berhubungan dengan episiotomi, trauma jalan lahir, after pain,
ketidanyamanan payudara
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang
Intervensi :
a. Kaji adanya lokasi dan sifat nyeri
R/ mengidentifikasi kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
b.

Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi, perhatikan edema,


ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulent.
R/ dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
atau terjadinya komunikasi yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

c. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan


episiotomi.
R/ penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stress dan
tekanan langsung pada perineum.
d. Kaji nyeri tekan uterus, tentukan adanya dan frekuensi/intensitas
afterpaint.
R/ selama 12 jam pertama post partum kontraksi uterus kuat dan
regular, dan ini berlanjut selama 23 hari selanjutnya, meskipun
frekuensi dan intensitas-nya berkurang.
e. Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan kontak dibawah abdomen
dan melakukan aktivitas persalinan
R/ meningkatkan kenyamanan, meningkatkan rasa control dan kembali
memfokuskan perhatian.
f. Inspeksi payudara dan jaringan putting, kaji adanya pembesaran dan
atau putting pecah-pecah.
R/ pada 24 jam post partum, payudara harus lunak dan tidak penuh, dan
puting harus bebas dari pecah-pecah atau area kemerahan, pembesaran

payudara, nyeri tekan putting atau adanya pecah-pecah pada putting


dapat terjadi hari ke-2 sampai ke-3 postpartum.
g. Anjurkan menggunakan penyokong
R/ mengangkat payudara ke dalam dan kedepan mengakibatkan posisi
lebih nyaman.
h. Berikan analgetik 30 60 menit sebelum menyusui
R/ memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpaint
paling hebat karena pelepasan oksitosin, bila klien bebas dari
ketidaknyamanan ia dapat memfokuskan pada perawatannya sendiri dan
bayinya dan pada pelaksanaan tugas tugas mengenai ibu.

2.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan


atau kerusakaan kulit, penurunan HB, prosedur invasive dan atau
peningkatan pemajanan lingkungan.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Intervensi :
a. Pantau suhu dan nadi dengan rutin; catat tanda-tanda menggigil,
anoreksia atau malaise.
R/ peningkatan suhu sampai 38,3C dalam 24 jam pertama menandakan
infeksi.
b. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus; perhatikan perubahan involusional
atau adanya nyeri tekan uterus eksterm.
R/ fundus yang pada awalnya 2 cm dibawah umbilicus meningkat 1-2
cm/hari. Kegagalan miometrium untuk involusi pada kecepatan ini, atau
terjadinya nyeri tekan eksterm, menandakan kemungkinan tertahannya
jaringan plasenta atau imflamasi.
c. Catat jumlah dan bau rabas lakhial atau perubahan pada kehilangan
normal dan rubra menjadi serosa

R/ lokhea secara normal mempunyai bau amis/daging, namun pada


endometritis, rabas mungkin purulen dan bau busuk, mungkin gagal
untuk menunjukkan kemajuan normal dari rubra menjadi serosa sampai
alba.
d. Anjurkan perawatan perineal dan mandi setiap hari dan ganti pembalut
perineal sedikitnya setiap 2 jam dari depan ke belakang.
R/ pembersihan sering dari depan ke belakang (simfisis pubis kearah
anal) membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vaginan atau
uretra.
e. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat dan pembuangan
pembalut yang kotor.
R/ membantu mencegah atau menghalangi penyebaran infeksi.

3.

Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal


(perpindahan cairan/peningkatan aliran plasma ginjal), trauma mekanis,
edema jaringan, efek-efek anastesia.
Tujuan : Eliminasi urin menjadi normal
Intervensi :
a.

Kaji masukan cairan dan haluaran urin terakhir


R/ pada periode pasca natal awal, kira-kira 4 kg cairan hilang, melalui
haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata termasuk dioforesis.

b. Anjurkan berkemih dalam 5 8 jam post partum, alirkan air hangat


diatas perineum.
R/ kandung kemih penuh mengganggu motilitas dan involusi uterus dan
meningkatkan lokhea, distensi berlebihan kandung kemih dalam waktu
lama dapat merusak dinding kandung kemih.
c. Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan perhari
R/ membantu mencegah static dan dehidrasi dan mengganti cairan yang
hilang waktu melahirkan.
d. Pasang kateter urin sesuai indikasi

R/ untuk mengurangi distensi kandung kemih, untuk memungkinkan


involusi uterus dan mencegah atoni kandung kemih karena distensi
belebihan.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan/pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan (diaforesia,
hemoragi, peningkatan haluaran urin, muntah.)
Tujuan : Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ takikardia dapat terjadi memaksimalkan sirkulasi cairan, pada
kejadiandehidrasi atau hemoragi, peningkatan TD larema obat-obat
vasopressor oksitosin, penurunan TD merupakan tanda lanjut dan
kehilangan cairan berlebihan.
b. Perhatikan adanya rasa haus berikan cairan sesuai toleransi
R/ rasa haus mungkin diperlukan cara homeostasis dari pergantian cairan
melalui peningkatan rasa haus.
c. Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan infuse i.v
atau sampai pola berkemih menjadi normal.
R/ membantu dalam analisa keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan.
d. Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila menyusui
R/ klien dehidrasi tidak mampu menghasilkan ASI adekuat
e. Berikan cairan i.v yang mengandung elektrolit
R/ membantu menciptakan volume dasar sirkulasi dan menggantikan
kehilangan korona dan kelahiran dan diaphoresis

5. Konstipasi

berhubungan

progesterone,

dehidrasi,

dengan

penurunan

kelebihan

analgetik

prapersalinan, kurang masukan, nyeri perineal.


Tujuan : Proses defekasi menjadi normal

tonus
atau

otot,

efek-efek

anstesia,

diare

Intervensi :
a.

Auskultasi adanya bising usus; perhatikan kebiasaan pengosongan


normal atau diastosis rekti.
R/ mengevaluasi fungsi usus. Adanya diastosis rekti berat menurunkan
tonus otot abdomen yang diperlukan untuk upaya mengejan selama
pengosongan.

b. Berikan informasi diet yang tepat tentang pentingnya makanan kasar,


peningkatan cairan dan upaya untuk membuat pola pengosongan normal.
R/ makanan kasar (mis, buah-buahan dan sayuran khususnya dengan biji
dan kulit dan peningkatan cairan menghasilkan builk dan merangsang
eliminasi.
c. Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas dan ambulasi, sesuai toleransi.
R/ membantu meningkatkan peristaltic gastrointestinal
d. Kaji episiotomi; perhatikan adanya laserasi dan derajat keterlibatan cairan.
R/ edema berlebihan atau trauma perineal dengan laserasi derajat ketiga
dan keempat dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mencegah klien
dan merelaksasi perineum selama pengosongan karena takut untuk terjadi
oedema selanjutnya.
e. Berikan laksatif, pelunak feses, supositoria atau enema.
R/ untuk meningkatkan kembali kebebasan defekasi normal dan
mencegah mengejan atau stress perianal selama pengosongan.

DAFTAR PUSTAKA

Moctar, Rustam. Sinopsis obstruksi : Obstetri Fisiologis, obstetri patologis, Edisi 2,


Jilid 1. Jakarta. EGC, 2007
Bobak, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2004
Doengus, Merillyn

E. Rencana Perawatan Maternal/bayi, Pedoman untuk

Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edidi 2, jakarta, EGC, 2001.

Você também pode gostar

  • Intranatal Care
    Intranatal Care
    Documento17 páginas
    Intranatal Care
    Diah Widiarti
    Ainda não há avaliações
  • DHF
    DHF
    Documento27 páginas
    DHF
    sweetygirl-1
    Ainda não há avaliações
  • LP PNC
    LP PNC
    Documento8 páginas
    LP PNC
    sweetygirl-1
    Ainda não há avaliações
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Documento71 páginas
    BAB II Fix
    sweetygirl-1
    Ainda não há avaliações
  • Digital - 20282755-T Yesi Ariani
    Digital - 20282755-T Yesi Ariani
    Documento139 páginas
    Digital - 20282755-T Yesi Ariani
    sweetygirl-1
    Ainda não há avaliações
  • 10 Benar Pemberian Obat
    10 Benar Pemberian Obat
    Documento1 página
    10 Benar Pemberian Obat
    sweetygirl-1
    Ainda não há avaliações
  • App
    App
    Documento32 páginas
    App
    Rasno Curanmor
    Ainda não há avaliações
  • Kuisioner Nasokomial
    Kuisioner Nasokomial
    Documento49 páginas
    Kuisioner Nasokomial
    sweetygirl-1
    100% (2)