Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sebagai insan sosial, manusia memerlukan hubungan harmonis satu
dengan lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau
sedap. Untuk itu kita memrlukan bahan yang kita kenal sekarang sebagai
kosmetika. Kosmetika yang paling tua yang dikenal manusia adalah sabun,
bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan jugga untuk
pengharum kulit. Orang mesir kuno mempelajari kebersihan kulit dari para
pendeta kuil yang melarang masuk siapapun yang tidak bersih atau bau.
Kebersihan tubuh memang penting bagi manusia dan itu diinformasikan
melalui petunjuk baik di dalam keluarga maupun di dalam lingkungan
masyarakat yang lebih luas.
Sabun merupakan salah satu produk pembersih yang memiliki banyak
kegunaan. Sabun telah dipakai sejak jaman dahulu kala. Akan tetapi teknik
pembuatannya masih sangat sederhana. Sebagai contohnya, suku

bangsa

Jerman telah memakai sabun sejak dahulu kala dan telah mampu membuat
sabun dengan menggunakan lemak babi atau sapi dan abu kayu yang banyak
mengandung garam alkali.

Sabun dibuat melalui proses hidrolisa gliserida dengan larutan KOH


atau NaOH atau yang lebih dikenal dengan safonifikasi. Sekarang ini sabun
dibuat dengan cara praktis dan dilakukan dengan teknik yang sederhana.
Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan NaOH atau KOH.
Sabun adalah garam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak.
Dimana asam lemak diartikan sebagai asam karboksilat yang diperoleh dari
hidrolisis dari suatu lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai
hidrokarbon panjamng dan tak bercabang. Sabun mengandung garam, terutama
garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan
bobot atom rendah.
Pada pembuatan sabun dipergunakan bahanbahan antara lain minyak
sayur, garam, pewarna dan NaOH. Minyak termasuk ke dalam lemak biasa
dimana lemak dan minyak adalah trigliserida. Beberapa contoh lemak dan
minyak adalah lemak sapi, minyak kelapa, minyak jagung dan minyak ikan.
Saat ini sabun telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga telah
bermunculan produk-produk sabun dengan komposisi tambahan yang beraneka
ragam dengan berbagai macam merek dagang seperti sabun cair, sabun
transparan, sabun anti acne dan lain-lain. Teknik pembuatan dan bahan yang
ditambhakan ke dalam sabun-sabun tersebut pun berbeda. Dengan mengetahui
teknik pembuatan dan bahan-bahan tambahan maka akan diperoleh pemahaman
yang baik mengenai sabun dan jenis-jenisnya.

1.2

Permasalahan
Bagaimana cara dan bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan berbagai
jenis sabun.

1.3

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara
pembuatan dan bahan yang dipakai dalam pembuatan berbagai jenis sabun.

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1

Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan


memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu :
1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar.
2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).
3. Subkutis (jaringan lemak bawah kulit).
Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang
menarik karena kosmetika dipakai pada epidermis itu. Lapisan epidermis
terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum, dan stratum basalis.
Marchionini (1929) menemukan bahwa stratum korneum dilapisi
oleh suatu lapisan tipis lembab yang bersifat asam, sehingga ia menamakannya
sebagai mantel asam kulit. Tingkat keasamannya (pH) umumnya
berkisar antara 4,5 6,5.
Fungsi pokok mantel asam kulit yaitu :
1.Sebagai penyangga (buffer) yang berusaha menetralisir bahan kimia
yang terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.

2.Membunuh atau menekan pertumbuhan mikroorganisme yang


membahayakan kulit.
Dengan sifat lembabnya sedikit banyak mencegah kekeringan
kulit (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).
Fungsi biologik kulit :
1. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak
subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap
interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar
air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan
mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier
terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah
pertumbuhan bakteri di kulit.
2. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme
dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang
keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pusat pengatur temperatur
tubuh di hipotalamus. Pada saat temperatur badan menurun terjadi
vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat
terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.

3. Persepsi sensoris
Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa
tekanan, raba,suhu dan nyeri. Beberapa reseptor pada kulit untuk
mendeteksi rangsangan dari luar diantaranya adalah Benda Meissner,
Diskus Merkell dan Korpuskulum Golgi sebagai reseptor raba,
Korpuskulum Panici sebagai reseptor tekanan, Korpuskulum
Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End
Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh
reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat
selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.
4. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh
melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjer
sebasea dari folikel rambut. Bahan yang mudah larut dalam lemak
lebih mudah diabsorbsi dibandingkan bahan yang larut air.
5.Fungsi Lain
Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan
memerah ataupun memucat. Kulit dapat juga mensintesa vitamin D
dengan bantuan sinar ultraviolet (Mitsui, T., 1997)

2. 2

Pengertian Sabun

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan


mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai
karbon C 16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang
dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak
dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH
dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat
dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan
dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses
saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan
proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti,
2009).
Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi,
seperti natrium stearat,

C17H35COO-Na+.

Aksi pencucian dari sabun banyak

dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan


tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan
mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004).

2. 3

Komposisi Sabun

Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami


dengan garam alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan
sintetik,

biasanya

mengandung

surfaktan,

pelumas,

antioksidan,

deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus.


a. Surfaktan
Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang
suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik)
sehingga dapat memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak
dan air yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan
merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai
dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak
zaitun (asam lemak C 16-C 18), atau lemak babi. Penggunaan bahan
berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun
kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak
stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis bahan
surfaktan pada syndet dewasa ini mencapai angka ribuan (Anonima, 2013;
Wasitaatmadja, 1997).

b. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang
tidak saj a meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun
yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin,
paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester
asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid,
polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).
Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan
berfungsi sebagai peramas (plasticizers) (Wasitaatmadja, 1997).
c. Antioksidan dan Sequestering Agents
Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat,
menunda, mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam
konsentrasi yang kecil. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama
bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil
hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02%-0,1 %). Sequestering Agents
dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis oksidasi EDTA.
EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate) (Anonimb, 2013; Wasitaatmadja,
1997).

d. Deodorant
Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap
atau mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai
dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek
samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC
(trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4- trichlodiphenyl ester
(Anonimc, 2013; Wasitaatmadja, 1997).
e. Warna
Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih,
atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan
peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan
konsentrasinya kecil sekali (0,01- 0,5%). Titanium dioksida 0,01%
ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek
berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan transparan
(Wasitaatmadja, 1997).
f. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai
pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda
pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabunbergantung pada

10

permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. Biasanya dibutuhkan


wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masingmasing (Wasitaatmadja, 1997).
g.Pengontrol Ph
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat,
dapat menurunkan pH sabun (Wasitaatmadja, 1997).
h.Bahan tambahan khusus
Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai bahan tambahan untuk
memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat
dimasukkan ke dalam formula sabun. Dewasa ini dikenal berbagai
macam sabun khusus, misalnya:
1.Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.
2.Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
3.Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen,
diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal.
4.Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan
antiseptic, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

11

6.Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif. Sabun


netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang
berbeda.
7.Apricot, dengan sabun menambahkan apricot atau monosulfiram.
2. 4

Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan


pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga
memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif,
sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak
dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, 1980).
Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak
dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non
polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit
tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus R yang akan mengikat
kotoran, dan gugus COONa yang akan mengikat air karena sama-sama
gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun
terikat pada air (Qisti, 2009).

12

2. 5

Efek Samping Sabun pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa


kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun
dengan penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit,
pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan
ionisasi, antimikrobial, antiperspiral, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja,
1997).
a.

Daya Alkalinisasi Kulit


Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting
dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun
konvensional yang melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun
ini berada antara 9-12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit.
Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit
setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.
Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit
pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan
kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang
cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH sabun yang sangat
tinggi. Efek alkalinisasi pada sabun sintetik sudah jauh berkurang
karena sabun sintetik memakai berbagai bahan yang tidak alkalis.
Berbagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada kulit akibat
pH sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-tahun

13

terakhir beberapa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun


berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap
sabun (Wasitaatmadja, 1997).
b.

Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit


Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan
lapisan tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit
terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan
mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan
sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini
dan Schade (1928), yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa
kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit
dengan pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak
asam. Seperti air dan

sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak


permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan sabun, deterjen
sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit
dalam kapasitas yang lebih kecil. Besarnya kerusakan lapisan
lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi,
waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit
dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah
benda asing menembus ke dalamnya. Bergantung pada lama

14

kontak dan intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat


diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam
kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah
kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air.
Pembengkakan kulit inisial akan menurunkan pula kapasitas sel
untuk menahan air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan
diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit.
Kulit tampak kasar dan tidak elastis. Terjadi pula peningkatan
permeabilitas stratum korneum terhadap larutan kimia yang iritan.
Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh mereka yang sering dan
lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan
sabun/deterjen dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat
mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).

c.

Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi


Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan
magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang
kehilangan lapisan tanduk, pengendapan K+ dan Mg+ akan
mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan
epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit.
Sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam
minyak.

Berbeda

dengan

sabun,

deterjen

sintetik

tidak

15

menimbulkan pengendapan itu, namun iritasi kulit dapat terjadi


karena adanya gugus SH akibat denaturasi keratin. Pada keratin
normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya deterjen
dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin (Wasitaatmadja, 1997).
d. Daya Antimikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation,
mempunyai daya antimikroba, apalagi bila ditambah bahan
antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi pula akibat kekeringan
kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah
surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).
e. Daya Antiperspirasi
Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada
percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan
produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).
f. Lain-lain
Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis
kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan
lemah. Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan
iritasi, biasanya mulai di bawah cincin yang tidak dicuci bersih, dan
terjadi di dalam rumah tangga, bartender, hairdresser, sehingga
disebut sebagai soap atau housewife contact dermatitis. Pembuktian
efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional dengan

16

larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema


monomorfik. Dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi
terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara
kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif
(Wasitaatmadja, 1997).

2. 6

Proses Pembuatan Sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu:


1. Saponifikasi
Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang
menghasilkan pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan
gliserol. Garam dari asam lemak berantai panjang adalah sabun
(Stephen, 2004).
2. Netralisasi
Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas
dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak
bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun
(Ketaren, 2008).

17

2. 7

Mekanisme Kerja Sabun

Kotoran yang melekat pada kulit atau pakaian ataupun benda-benda


lainnya, pada umunya berasal dari lemak, minyak dan keringat, butirbutir
tanah dan sebagainya.
Zat- zat tersebut sangant sukar larut dalam air karena bersifat non
polar. Untuk itu diperlukan sabun untuk membersihkanya.
Suatu gugus sabun terdiri dari bagian muka berupa gugus COONa yang
polar serta bagian ekor berupa rantai alkyl yang bersifat non polar. Ketika
sabun dimasukkan ke dalam air maka sabun akan mengalami ionisasi. Gugus
gugus ini akan membentuk buih , dimana akan mengarah kepada air (karena
sama- sama polar), sedangkan bagian yang lain akan mengarah kepada
kotoran (karena sama-sama non polar). Karena itu kotorankotoran terikat
pada sabun dan terikat pada air, maka dengan adanya gerakan tangan atau
mesin cuci, kotoran tersebut akan tertarik atau terlepas. Jika berupa minyak
atau lemak, maka akan membentuk emulsi minyak dalanm air dan sabun
sebagi emulgator.
Jika sabun bertemu dengan kotoran tanah, maka akan diabsorbsi oleh
sabun dan membentuk suspensi butiran tanah, air dimana sabun sebagai zat
pembentuk suspensi.
Kegunan

sabun

adalah

kemampuannya

mengemulsi

kotoran

berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini


disebabkan oleh 2 sifat sabun, yaitu:

18

1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam molekul nonpolar


seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun yang tertarik pada air ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak
dapat bergabung tetapi tetap tersuspensi.
2. 8

Produk-produk Sabun

Produk-produk sabun diatas setidaknya dapat digolongkan ke dalam beberapa


kategori sabun berikut ini :
1. Sabun cair
2. Sabun padat
3. Sabun transparan

2.8. 1. Sabun Cair


Sabun cair mengandung asam lemak garam alkali dan
deterjen. Deterjen dalam sabun tersebut disebut surfactant. Zat ini
bertugas membawa minyak dan kotoran yang hilang bersama
siraman air mandi. Sabun tidak terlepas dari fungsi utama dari sabun
sebagai zat pencuci adalah sifat surfaktan yang terkandung di
dalamnya. Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar
yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak

19

(lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang


terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 064085-1996, sabun cair didefinisikan sebagai sediaan pembersih
kulit berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun atau
deterjen dengan penambahan bahan lain yang diijinkan dan
digunakan tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun cair yang
memiliki kriteria yang sesuai dengan standar aman bagi kesehatan
kulit. Syarat mutu sabun cair menurut SNI 06-4085-1996 dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 1.
Tabel 5. Syarat mutu sabun cair
Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan

Keadaan
Cairan homogen

- Bentuk

Khas

- Bau

Khas

- Warna
pH, 25 oC
Kadar Alkali Bebas
Bobot Jenis Relatif, 25oC

6-8
%

Tidak dipersyaratkan

g/ml

1,01-1,10

Koloni/ml

maks. 1 x 105

Cemaran Mikroba:
- Angka Lempeng Total

20

Keunggulan Sabun Cair :


1.Praktis
2.Mudah larut di air sehingga hemat air
3.Mudah berbusa dengan menggunakan spon kain
4.Terhadap kuman bisa dihindari (lebih higienis )
5.Mengandung lebih banyak pelembab untuk kulit
6.Memiliki kadar pH yang lebih rendah dibanding sabun padat
7.Lebih mudah dan efisien untuk digunakan
Kelemahan sabun cair:
1.Cenderung boros dipakai
2.Non ekonomis
a. Formulasi Sabun Cair
Secara garis besar, bahan-bahan pembuat sabun terdiri
dari bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar merupakan
pelarut atau tempat dasar bahan lain sehingga umumnya
menempati volume yang lebih besar dari bahan lainnya.
Bahan tambahan merupakan bahan yang berfungsi untuk
memberikan efek-efek tertentu yang diinginkan oleh konsumen
(Wasitaatmadja 1997).

21

Hal-hal
memformulasikan

yang
sabun

harus
cair

diperhatikan

dalam

antara lain karakteristik

pembusaan yang baik, tidak mengiritasi mata, membran mukosa


dan kulit, mempunyai daya bersih optimal dan tidak
memberikan efek yang dapat merusak kulit serta memiliki bau
yang segar dan menarik (Fahmitasari 2004).
Dalam memformulasikan sabun cair terdapat dua jenis
bahan, yaitu bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar
sabun adalah bahan yang memiliki sifat utama sabun yaitu
membersihkan dan menurunkan tegangan permukaan air.
Sedangkan bahan tambahan berfungsi untuk memberikan efekefek tertentu yang diinginkan konsumen seperti melembutkan
kulit, aseptik, harum dan sebagainya.
Bahan-Bahan yang dibutuhkan :
1. Minyak atau Lemak
2. NaOH / KOH
3. Air
4. Essential dan Fragrance Oils
5. Pewarna
6. Zat Aditif
Reaksi Sabun Cair :

22

Trigliserida + Alkali ==> Sabun + Gliserol

2.8. 2. Sabun Transparan


Sabun transparan itu adalah sabun yang terlihat bening,
biasanya di pasaran harganya mahal. Karena pH-nya netral, jadi
seringkali dipakai untuk sabun muka. pH itu adalah derajat keasaman,
kalau semakin asam pH-nya semakin kecil. pH yang netral itu adalah
7.
Sabun transparan sering disebut sebagai sabun gliserin. Disebut
demikian

karena

pada

proses

pembuatan

sabun

transparan

ditambahkan sekitar 10-15 persen gliserin. Jenis sabun ini memiliki


tampilan yang transparan dan lebih berkilau dibandingan jenis sabun
lainnya serta mampu menghasilkan busa yang lebih lembut di kulit.
Tampilan dari sabun transparan yang menarik, berkelas dan mewah
membuat sabun transparan dijual dengan harga yang relatif lebih
mahal dan dikonsumsi oleh kalangan masyarakat ekonomi menengah
ke atas. Jenis bahan baku yang digunakan untuk memproduksi sabun
transparan diantaranya adalah asam stearat, minyak, natrium
hidroksida (NaOH), gliserin, gula pasir, etanol dan coco dietanolamida
(coco-DEA).
Kelebihan sabun transparan dibandingkan dengan sabun biasa,
antara lain :

23

1. Sabun transparan lebih netral pHnya.


2. Sabun transparan sangat sensitive pada ketelitian proses dan
kemurnian bahan, sehingga sabun yang bening dapan dijamin
kualitasnya
Bahan-bahan pembuatannya :
1. NaOH
2. Air
3. Gliserin
4. Alkohol
5. Minyak goreng
6. Asam stearat
7. Tetra Etil Asetat
8. Pewarna dan pewangi
Pembuatan sabun transparan diawali dengan pencairan asam
stearat dengan suhu 60 derajat Celcius, sebelum dicampur dengan
minyak kelapa dan natrium hidroksida. Untuk menghasilkan khasiat

24

dalam menghaluskan kulit konsumen, campuran tersebut ditambah


dengan gliserin, gula dan asam sitrat. Kemudian diaduk bersama
campuran etanol, protein nabati, garam dan air murni. Selanjutnya
untuk memberi daya tarik campuran itu ditambah dengan pewarna dan
pewangi. Semua campuran itu kemudian diaduk di atas api kecil
sehingga menjadi cair dan bercampur rata. Jika ditambah ekstrak
tumbuhan sabun tersebut bisa bermanfaat lebih seperti menghilangkan
jerawat atau memutihkan kulit
2.8. 3. Sabun Padat
Sabun padat merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam
lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak
dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan
tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan
gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol dan sabun
yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak
mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang
berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek
dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan
rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada
suhu kamar.

25

Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang


besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu
terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut
penyabunan (latin, sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah
digunakan sejak zaman Romawi kuno untuk mengubah lemak dan
minyak menjadi sabun.
Jika lemak/minyak dihidrolisis, akan terbentuk gliserol dan asam
lemak yang dengan adanya Na(NaOH) akan terbentuk sabun karena
sabun merupakan garam Na atau K dari asam lemak. Sabun Na dan
K larut dalam air, sedangkan Ca dan Mg tidak larut. Sabun Na
(sabun keras) digunakan untuk mencuci dan sabun K (sabun lunak)
digunakan untuk sabun mandi (Panil, 2008).
Sabun padat merupakan hasil reaksi dengan sodium hidroksida
(NaOH) biasanya lebih keras dibandingkan dengan penggunaan
Potasium Hidroksida (KOH).
Reaksi ini biasa disebut reaksi penyabunan (saponifikasi)
[saponification reaction] :
Oil + 3 NaOH > 3 Soap + Glycerol
Komposisi normal dari suatu sabun mandi sebagai berikut :
Asam-asam lemak (sebagai garam Na)....78-80%

26

Gliserol ....................................................0-1 %
Garam biasa.............................................0,2-0,5 %
Alkali bebas.............................................0,03-0,05 %
Rosin........................................................0-2 %
Superfatting agents.................................0-2 %
Parfum....................................................0,5-3,0%
Antioxidant, pigmen pemutih..................q.s
Aquadest

ad 100%

Keunggulan Sabun Padat


1.Lebih ekonomis
2.Lebih cocok untuk kulit berminyak
3.Kadar pH lebih tinggi dibanding sabun cair
4.Lebih mudah membuat kulit kering
5.Sabun padat memiliki kandungan gliserin yang bagus untuk mereka
yang punya masalah kulit eksim
Kelemahan Sabun Padat:
1.Boros air

27

2.Jika untuk penyembuhan luka, sabun padat lebih menghambat proses


tersebut
3.Ada kemungkinan terkontaminasi bakteri sehingga kemungkinan
timbul penyakit lebih besar
4.Kurang praktis
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

4. 1 Kesimpulan
1. Sabun merupakan produk pembersih yang diperoleh dari reaksi safonifikasi
(reaksi antara lemak yang berupa gliserida dengan basa).
2. Pembuatan berbagai produk sabun pada dasarnya sama yaitu

melalui

reaksi safonifikasi, hanya saja ditambah dengan bahan-bahan tertentu


sesuai dengan tujuan pembuatan dan jenis sabun yang diinginkan.

28

DAFTAR PUSTAKA

Fresenden & Fresenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2, Edisi Tiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Harold Hart, Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition, Michigan State
University, 1983, Houghton Mifflin Co.
Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden, Organic Chemistry, Third Edition,
University Of Montana, 1986, Wadsworth, Inc, Belmont, Califfornia 94002,
Massachuset, USA
http://www.proses penyabunani.com/content/tentang sabun cair/
http://www.asam lemak. com/content/
http://www.sabun.com/content/sejarah-1/
http://id.m.wikipedia.org/wiki/kimia/

29

30

Você também pode gostar