Você está na página 1de 5

Andrea Pirlo: Profesor Moriarty Sepakbola Italia

By Pangeran Siahaan, Sabtu, 18/08/2012 12:54


Share on facebook Share on twitter Share on email Share on print More
Sharing Services 2

Kepergian Claude Makelele dari Real Madrid ke Chelsea pada tahun 2004
meninggalkan lubang yang menganga pada lini tengah klub Spanyol
tersebut dan mengingatkan Madrid betapa pentingnya peran seorang
gelandang bertahan. Sesudah kejadian itu, posisi gelandang bertahan kerap
disebut The Makelele Role sebagai bentuk apresiasi terhadap posisi yang
tadinya kerap sekali diabaikan.
Dengan memakai sentimen dan bentuk apresiasi yang sama, bisakah kita
mulai menyebut posisi deep-lying playmaker dengan sebutan The Pirlo Role?
Dalam 1 dekade terakhir, banyak pemain yang bermain dalam posisi
tersebut termasuk Xabi Alonso dari Spanyol tapi rasanya hanya Pirlo yang

bisa menggambarkan betapa elegan dan mematikannya peran seorang


deep-lying playmaker.
Di Euro 2012 ini, Pirlo adalah momok bagi semua tim yang menghadapi
Italia. Bagaimana cara mematikan aliran bola dari Pirlo menjadi agenda yang
utama. Secara mengejutkan, Inggris cuek bebek dengan kehadiran Pirlo dan
membiarkannya bebas menerima bola dan mendistribusikannya ke seluruh
area lapangan. Saking bebasnya, Inggris nampak seperti tidak tahu siapa itu
Andrea Pirlo dan apa yang bisa ia lakukan. Sebuah kejahatan yang harus
dihukum.
Sebaliknya ada tim seperti Jerman yang terlalu banyak berpikir mengenai
cara mengatasi Pirlo. Jogi Low sangat khawatir dengan potensi yang dipunyai
Pirlo sehingga ia menyesuaikan line-up pemainnya untuk beradaptasi
terhadap Pirlo dengan memasukkan Toni Kroos sebagai gelandang
tambahan. Untuk ukuran Pirlo, ia tampil relatif jinak pada pertandingan
tersebut tapi strategi Low mengganggu keseimbangan dan aliran bola
Jerman yang menjadi kekuatan mereka selama ini. Sejinak-jinaknya Pirlo, gol
pertama Mario Balotelli tercipta bermula dari kejeliannya untuk mengoper
bola ke sayap kiri.
Kita sudah sering mendengar banyak sebutan yang disematkan pada diri
Pirlo. Beberapa orang menyebutnya sebagai dirigen, menggambarkan peran
gelandang Juventus ini sebagai seorang pemimpin orkestra yang besar. Pirlo
tahu kapan harus membiarkan alat musik tabuh untuk dibunyikan dan kapan

membiarkan alat musik tiup untuk masuk. Jika gilirannya tiba, Pirlo akan
memberikan giliran pada alat musik gesek yang akan menyayat-nyayat lini
pertahanan lawan. Semuanya tergantung pada aba-aba dan gerakan tangan
dari sang dirigen. Andrea Pirlo adalah Zubin Mehta versi sepakbola.
Beberapa orang yang lain menyebutnya sebagai metronom yang memberi
tempo pada permainan tim. Cepat atau lambatnya permainan Italia
tergantung pada seberapa banyak BPM (beat per minute) yang ingin ia
berikan. Kehebatannya memainkan tempo bisa mengejutkan karena Pirlo
kapabel untuk bermain pada tempo trip hop yang lambat sampai drum n
bass yang penuh hentakan cepat. Jika diperlukan, ia bisa sangat-sangat
eksplosif seperti pada pertandingan pertama melawan Spanyol di mana ia
mendribel bola melewati Sergio Busquets dan menjangkau Antonio Di Natale
dengan umpan brilian.
Saya ingin menggambarkan Pirlo, sang maestro dengan sebuah metafora
yang lain. Bagi saya, posisi Pirlo yang mengontrol permainan dari posisi yang
jauh di belakang mirip dengan aktor intelektual kriminal yang mengatur
segala sesuatunya dari belakang layar. Ia bahkan tidak perlu hadir di tempat
kejadian sangat sebuah aksi sedang berlangsung karena ada orang lain yang
akan melakukan aksi tersebut untuk dirinya. Ia bagaikan berada di pusat
jaring laba-laba yang besar, mengontrol dan mengoordinasi kaki tangannya
untuk beraksi. Bagi saya, apa yang dilakukan Pirlo tak ubahnya seperti
Profesor Moriarty, musuh bebuyutan Sherlock Holmes.

Sama seperti Moriarty, Pirlo sangat susah untuk ditangkap karena ia berada
jauh di dalam dan sering kali lawan yang ingin menjeratnya malah
terperangkap dalam sebuah skema yang bisa balik merugikan seperti yang
dialami Jerman.
Moriarty jarang sekali melakukan pekerjaan kotor, anak buahnya yang akan
melakukan tugas tersebut. Yang ia lakukan cukup untuk memberi inspirasi
dan mencetuskan ide kriminal. Sama seperti Pirlo yang praktis tak punya
kewajiban khusus untuk bertahan. Ada pemain lain seperti Daniele De Rossi
dan Claudio Marchisio yang melindunginya. Ia hanya perlu memberi inspirasi
pada Azzuri.
Dalam mini seri Sherlock yang diproduksi BBC, Moriarty menyebut
pekerjaannya sebagai consulting criminal. Ia memberi konsultasi kejahatan
bagi mereka yang memiliki maksud jahat dalam pikirannya. Bagi pemain dan
publik Spanyol, hari Minggu besok Italia mempunyai maksud jahat dalam
pikirannya untuk menggagalkan impian Spanyol merebut menjuarai
turnamen berturut dan Pirlo sebagai seorang konsultan kriminal akan
menginspirasi Gli Azzuri untuk melakukannya.
Siapa yang akan menjadi Sherlock Holmes bagi Spanyol untuk menghentikan
Andrea Moriarty? Xavi? Andres Iniesta? Cesc Fabregas? Siapa pun yang akan
melakukan tugas tersebut, final Spanyol dan Italia tak ubahnya akan menjadi
episode Reichenbach Fall bagi kedua tim.

Você também pode gostar