Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kepergian Claude Makelele dari Real Madrid ke Chelsea pada tahun 2004
meninggalkan lubang yang menganga pada lini tengah klub Spanyol
tersebut dan mengingatkan Madrid betapa pentingnya peran seorang
gelandang bertahan. Sesudah kejadian itu, posisi gelandang bertahan kerap
disebut The Makelele Role sebagai bentuk apresiasi terhadap posisi yang
tadinya kerap sekali diabaikan.
Dengan memakai sentimen dan bentuk apresiasi yang sama, bisakah kita
mulai menyebut posisi deep-lying playmaker dengan sebutan The Pirlo Role?
Dalam 1 dekade terakhir, banyak pemain yang bermain dalam posisi
tersebut termasuk Xabi Alonso dari Spanyol tapi rasanya hanya Pirlo yang
membiarkan alat musik tiup untuk masuk. Jika gilirannya tiba, Pirlo akan
memberikan giliran pada alat musik gesek yang akan menyayat-nyayat lini
pertahanan lawan. Semuanya tergantung pada aba-aba dan gerakan tangan
dari sang dirigen. Andrea Pirlo adalah Zubin Mehta versi sepakbola.
Beberapa orang yang lain menyebutnya sebagai metronom yang memberi
tempo pada permainan tim. Cepat atau lambatnya permainan Italia
tergantung pada seberapa banyak BPM (beat per minute) yang ingin ia
berikan. Kehebatannya memainkan tempo bisa mengejutkan karena Pirlo
kapabel untuk bermain pada tempo trip hop yang lambat sampai drum n
bass yang penuh hentakan cepat. Jika diperlukan, ia bisa sangat-sangat
eksplosif seperti pada pertandingan pertama melawan Spanyol di mana ia
mendribel bola melewati Sergio Busquets dan menjangkau Antonio Di Natale
dengan umpan brilian.
Saya ingin menggambarkan Pirlo, sang maestro dengan sebuah metafora
yang lain. Bagi saya, posisi Pirlo yang mengontrol permainan dari posisi yang
jauh di belakang mirip dengan aktor intelektual kriminal yang mengatur
segala sesuatunya dari belakang layar. Ia bahkan tidak perlu hadir di tempat
kejadian sangat sebuah aksi sedang berlangsung karena ada orang lain yang
akan melakukan aksi tersebut untuk dirinya. Ia bagaikan berada di pusat
jaring laba-laba yang besar, mengontrol dan mengoordinasi kaki tangannya
untuk beraksi. Bagi saya, apa yang dilakukan Pirlo tak ubahnya seperti
Profesor Moriarty, musuh bebuyutan Sherlock Holmes.
Sama seperti Moriarty, Pirlo sangat susah untuk ditangkap karena ia berada
jauh di dalam dan sering kali lawan yang ingin menjeratnya malah
terperangkap dalam sebuah skema yang bisa balik merugikan seperti yang
dialami Jerman.
Moriarty jarang sekali melakukan pekerjaan kotor, anak buahnya yang akan
melakukan tugas tersebut. Yang ia lakukan cukup untuk memberi inspirasi
dan mencetuskan ide kriminal. Sama seperti Pirlo yang praktis tak punya
kewajiban khusus untuk bertahan. Ada pemain lain seperti Daniele De Rossi
dan Claudio Marchisio yang melindunginya. Ia hanya perlu memberi inspirasi
pada Azzuri.
Dalam mini seri Sherlock yang diproduksi BBC, Moriarty menyebut
pekerjaannya sebagai consulting criminal. Ia memberi konsultasi kejahatan
bagi mereka yang memiliki maksud jahat dalam pikirannya. Bagi pemain dan
publik Spanyol, hari Minggu besok Italia mempunyai maksud jahat dalam
pikirannya untuk menggagalkan impian Spanyol merebut menjuarai
turnamen berturut dan Pirlo sebagai seorang konsultan kriminal akan
menginspirasi Gli Azzuri untuk melakukannya.
Siapa yang akan menjadi Sherlock Holmes bagi Spanyol untuk menghentikan
Andrea Moriarty? Xavi? Andres Iniesta? Cesc Fabregas? Siapa pun yang akan
melakukan tugas tersebut, final Spanyol dan Italia tak ubahnya akan menjadi
episode Reichenbach Fall bagi kedua tim.