Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
4,5
penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta
yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Jumlah penderita diabetes melitus di Amerika
Serikat pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang da pada tahuun 2003 meningkat menjadi
13,8 juta orang. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes
tersbesar didunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun
2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Penelitian epidemiologis di
Manado mendapat prevalensi DM 6,1%. Penelitian terakhir tahun 2005 prevalensi DM tipe
dikota Makassar mencapai 12,5%. 3
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus dibeberapa negara berkembang, akibat
peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan. Perubahan gaya hidup terutama di kota
kota besar, menyebabkan peningkata prevalensi penyakit degeneratif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Bedah panggul
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Kontraindikasi absolut:5
Pasien menolak
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quinckebacock) atau
jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).
4. Teknik analgesia spinal:
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.5
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap
baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.
Hipotensi berat
Efek samping penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah
terjadinya hipotensi. Kejadian hipotensi pada tindakan anestesi spinal
merupakan manifestasi fisiologis yang biasa terjadi. Hal ini terjadi karena : (1)
Penurunan darah balik, penurunan secara fungsional volume sirkulasi efektif
karena venodilatasi, dan penumpukan darah. (2) Penurunan tahanan pembuluh
darah sistemik karena vasodilatasi dan (3) Penurunan curah jantung karena
penurunan kontraktilitas dan denyut jantung.5
Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal adalah
blok simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena. Dilatasi arteri
menyebabkan penurunan tahanan perifer total dan tekanan darah sistolik
sampai 30%. Dilatasi vena dapat menyebabkan hipotensi yang berat sebagai
akibat penurunan aliran balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini
tidak boleh terjadi karena ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak
adekuat sehingga oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat berbahaya pada
pasien dengan kelainan pembuluh coroner (misalnya pada geriatri). Dikatakan
hipotensi jika terjadi penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100
mmhg, atau penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan lamanya
perubahan bervariasi dari 3 sampai 10 menit.Oleh karena itu kejadian
hipotensi harus dicegah.5
Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi akibat
spinal anestesi adalah dengan pemberian cairan prabeban yaitu Ringer Laktat
(RL) dan atau obat vasopressor salah satunya dengan pemberian efedrin.
Efedrin merupakan vasopresor pilihan yang digunakan pada anestesi obstetric
sebagai obat yang diberikan untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal.
Efedrin adalah obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung
Bradikardia5
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah
perubahan fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal.
Pemahaman
tentang
mekanisme
homeostasis
yang
bertujuan
untuk
Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4.
5.
Trauma saraf
6.
Mual-muntah
7.
Gangguan pendengaran
8.
Volume obat analgetik lokal makin besar makin tinggi daerah analgesia
headache (PSH) ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan
pada 80% kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi
postspinal headache dapat dilakukan pencegahan dengan :
Kejadian post spinal headache10-20% pada umur 20-40 tahun; >10% bila
dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas.
Wanita lebih banyak yang mengalami sakit kepala daripada laki-laki.
4. Retensio urine
5. Meningitis.
6.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat
huruf E (E = EMERGENCY).
hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama-sama
mempunyai
karakteristik
hiperglikemia
kronis
tidak
dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol, dan menurut ADA diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karasteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.7
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu
penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh menggunakan insulin
normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l. Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150
mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih
rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l)
seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering
sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya
membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat
glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan
kehilangan kesadaran.8
dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosaObesitas
ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2
kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di
dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja
dan anak-anak.8
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.
Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik
(olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan
berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika
kerugian berat/beban adalah rendah hati. 8
bahu.8
c. Faktor genetis7
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes
mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun
resikonya sangat kecil.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan8
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh
termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang
lama dapat mengiritasi pankreas.
e. Penyakit dan infeksi pada pancreas8
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan
radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga
tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk
insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan
resiko terkema diabetes mellitus.
f. Pola hidup8
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika
orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang
berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor
utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) mengatakan, kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga
90 persen dalam 20 tahun ke depan. Dalam 10 tahun belakangan, jumlah
penderita diabetes di Hanoi, Vietnam, berlipat ganda. Sebabnya? Di kota ini,
masyarakatnya lebih memilih naik motor dibanding bersepeda, kata Dr Gauden
Galea, Penasihat WHO untuk Penyakit Tidak Menular di Kawasan Pasifik Barat.
Kesimpulannya, mereka yang sedikit aktivitas fisik memiliki risiko obesitas lebih
tinggi dibanding mereka yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas lainnya.
5. Patofisiologi8
Yg terjadi
Komplikasi
Pembuluh darah
Sirkulasi
Dinding
kerusakan
pembuluh
sehingga
darah
kecil
pembuluh
mengalami
tidak
dapat
yg
jelek
menyebabkan
kebocoran
Mata
Ginjal
Gagal ginjal
Darah tidak disaring secara normal
Kelemahan tungkai yg terjadi secara
tiba-tiba atau secara perlahan
Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir
Saraf
Sistem
saraf
otonom
Kulit
Darah
Jaringan ikat
Kontraktur Dupuytren
Sindroma
terowongan
karpal
Ulkus atau luka kaki dapat menjadi masalah yang sangat serius bagi penderita
diabetes. Penting untuk menyembuhkan ulkus secepatnya.Kerusakan saraf pada diabetes
dapat mengurangi nyeri sehingga ulkus kaki kadang tidak menimbulkan rasa nyeri jadi
sering diabaikan. Sejalan dengan waktu ulkus kaki atau gejala-gejala penyakit dapat
merusak kaki secara serius. 8
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir. Ulkus bisa
dikatakan kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus kaki
diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat diabetes
mellitus. 8
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. D.M
Umur
: 45 tahun
Alamat
: Polimak
BB
: 65 Kg
TB
: 162 cm
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
Suku bangsa
: Biak
Ruangan
: 07 Februari 2015
Tanggal operasi
: 16 Maret 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Luka di jari jempol kaki kiri sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan luka di jari jempol kaki kiri sejak 6 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Luka yang dialami pasien terjadi akibat tertusuk paku tindis,
sehingga lama kelamaan luka menjadi besar dan tidak sembuh - sembuh. Kemudian
pasien di antar oleh anaknya ke Poli penyakit dalam RSU Jayapura untuk berobat dan
akhirnya pasien dianjurkan untuk di rawat inap di ruang penyakit dalam wanita.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
DM (+) pasien baru mengetahui kalau menderita DM sejak 1 tahun yang lalu; Riwayat
operasi (debridement) pada tahun 2013 pada punggung kaki kanan; Hipertensi disangkal,
Asma disangkal, penyakit jantung disagkal, riwayat alergi obat disangkal.
Kesadaran
Tinggi Badan
: 162 cm
Berat Badan
: 65 kg
: Compos Mentis
Tanda-tanda vital :
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 70 x/m
Respirasi
: 20 x/m
Suhu badan
: 36.80C
: Mata
: Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Hidung
: Deformitas (-)
Telinga
: Deformitas (-)
Mulut
: Deformitas (-)
: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
: Paru
: Suara napas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada,
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada
: Agak Cembung, supel, bising usus (+), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada
Refleks
: Refleks patella +/+
Status Anestesi
PS. ASA
: II
Hari/Tanggal
: 16/03/2015
Ahli Anestesiologi
Ahli Bedah
Makan terakhir
sinistra
: 12 jam yang lalu
TB
: 162 cm
BB
: 65 Kg
TTV
SpO2
B1
: 100 %
: Airway bebas, thorax simetris, ikut gerak napas, RR: 16
B4
B5
jernih.
: Perut agak cembung, nyeri tekan (-), BU (+) normal, hepar
B6
fraktur (-),
: -
Jenis Pembedahan
: Debridement
Lama Operasi
Jenis Anestesi
Anestesi Dengan
: Decain 0,5% 20 mg
Teknik Anestesi
Pernafasan
Posisi
: Tidur terlentang
Infus
Penyulit pembedahan
: -
Tanda vital pada akhir : TD: 150/90 mmHg, N:68 x/m, SB: 36,8, RR: 18 x/m
pembedahan
Medikasi
: Durante operasi:
-
13 Maret 2015
10,1 g/dl
Leukosit
12.390/mm3
Trombosit
221.000/mm3
CT
900
BT
200
160
158
150
140
98
120
80
60
70
130
90
100
68
150
88
72
40
90
Nadi
62
67
72
Sistole
Diastole
20
0
11.20
11.30
11:40
11.50
12.00
Balance Cairan
Waktu
Pre operasi
Input
RL : 500 cc
Output
IWL : 700 cc
Urin : 200 cc
Durante operasi
RL : 1000 cc
Urin : 100 cc
Perdarahan : 50 cc
Total
1500 cc
1050 cc
3.6 RESUME
Seorang pasien, wanita46 tahun, datang dengan keluhan luka di jari jempol kaki kiri
sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Luka yang dialami pasien terjadi
akibat tertusuk paku tindis, sehingga lama kelamaan luka menjadi besar dan tidak
sembuh - sembuh. Kemudian pasien di antar oleh anaknya ke Poli penyakit dalam RSU
Jayapura untuk berobat dan akhirnya pasien dianjurkan untuk di rawat inap di ruang
penyakit dalam wanita. Riwayat Penyakit Sebelumnya: DM (+) pasien baru mengetahui
kalau menderita DM sejak 1 tahun yang lalu; Riwayat operasi (debridement) pada tahun
2013 pada punggung kaki kanan. Pasien akhirnya menjalani debridement pada tanggal
16 Maret 2015 dengan anestesi blok subaraknoid dengan decain 5% dan menjalani
operasi selama 25 menit. Salah satu efek samping anestesi blok subaraknoid adalah
hipotensi. Untuk mencegah hipotensi pasien diberi cairan pre operasi yaitu Ringer Laktat
sebanyak 500 ml.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosa dengan ulkus
diabtes melitus. Sehingga pada pasien ini dilakukan debridement dengan anestesi blok
subaraknoid berupa decain 5%. Pemilihan jenis anestesi pada pasien ini dianggap sudah tepat
karena relatif murah, pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan
kemampuan mencegah respon stress lebih sempurna
Pada persiapan pra anestesi diketahui bahwa pasien tidak mempunyai riwayat
penyakit asma, alergi dan uper respiratory infection. Namun pasien memiliki penyakit
metabolik berupa diabetes melitus tipe 2. Pasien sebelumnya sudah menjalani operasi berupa
debridement sebanyak satu kali pada satu tahun yang lalu di kaki kanan. Pasien berpuasa
sekitar 12 jam sebelum pembedahan.
Dari anamnesis didapatkan pada pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi,
dan tidak adanya upper respiratory infection. Namun pasien mengalami gangguan metabolic
berupa diabetes melitus tipe 2. Pasien kemudian dipuasakan sekitar 12 jam sebelum
pembedahan. Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien
yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan dari masukan oral
(puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi.
Pada pemeriksaan fisik, pada umumnya kondisi pasien dalam keadaan baik. Namun
sesuai dengan pemeriksaan laboratorium dimana kadar hemoglobin 10,1 gr%. Pada kasus ini,
klasifiksai status penderita digolongkan dalam PS ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan
sistemik ringan sampai sedang, karena pada pasien ini terdapat gangguan metabolik berupa
diabetes melitus tipe 2 disertai dengan kadar HB 10,1 mg/dl. Medikasi prabedah pada pasien
ini adalah Cairan RL 500 cc. Pemberian cairan RL 500 ml secara intravena sebelum anestesi
spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi.
Obat anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah Bupivacaine 0,5% 15 mg.
Bupivacaine adalah agen anastesi lokal yang sering digunakan, sering digunakan untuk
injeksi spinal pada tulang belakang untuk anestesi total bagian pinggul kebawah. Efek
bupivacaine untuk anestesi spinal adalah 2-3 jam. Efek blokade motorik pada otot perut
menjadikan obat ini sesuai untuk digunakan pada operasi-operasi perut yang berlangsung
sekitar 45 - 60 menit. Lama blokade motorik ini tidak melebih durasi analgesiknya.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok
influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan
serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak
memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut
saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai
selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal. Dosis yang digunakan pada pasien ini
10 mg, sudah sesuai dengan literatur yaitu 3-4 mg/Kg BB. Anestesi spinal tinggi atau total
dapat terjadi akibat dari kesalahan perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan.
Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran,
paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung.9,10
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah, denyut nadi serta pernapasan
selalu dimonitor. Pada pasien ini juga diberikan ranitidin dan ondansentron. Ranitidin
merupakan golongan obat antihistamin reseptor 2 (AH2). Mekanisme kerja ranitidin adalah
menghambat reseptor histamin 2 secara selektif dan reversibel sehingga dapat menghambat
sekresi cairan lambung. Ranitidin mengurangi volume dan kadar ion hidrogen dai sel parietal
akan menurun sejalan dengan penurunan volume cairan lambung. Ondansetron suatu
antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja secara selektif dan kompetitif dalam mencegah
maupun mengatasi mual dan muntah. Pemberian obat-obat ini untuk mencegah mual serta
muntah yang dapat terjadi pada anestesi spinal. Kemudian diberikan antrain sebagai
analgesia.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam persiapan operasi, dilakukan evaluasi dan persiapan untuk mengetahui dan
menganalisis jenis operasi, memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai, dan
meramalkan penyulit yang mungkin akan terjadi selama operasi dan atau pasca bedah,
serta mempersiapkan obat / alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan. Setelah
dilakukan langkah langkah diatas, pasien kemudian diklasifikasikan dalam The
American Society of Anesthesiologists (ASA). Pada Pasien ini, digolongkan dalam PS
ASA 2.
Medikasi prabedah pada pasien ini adalah Cairan RL 500 cc. Obat anestesi yang
digunakan pada pasien ini adalan Bupivacaine 0,5 % 20 mg. Bupivacaine bekerja dengan
cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam
inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Selain itu juga pasien diberikan
ranitidin dan ondansentron untuk mencegah maupun mengatasi mual dan muntah. Pada
tahap akhir pembedahan, pasien diberikan analgesik yang menghambat transmisi rasa
sakit ke susunan saraf pusat dan perifer.
Kebutuhan cairan pasien sebelum, selama dan sesudah operasi ialah 2174 cc
hingga pukul 22.00. Sehingga instruksi pasien post operasi ialah:
1. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak
boleh duduk.
2. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin 10
mg, bila N<60 beri SA 0,5 mg
3. Bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok
4. Bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi.
Untuk cairan post op diberikan cairan rumatan 2600 cc/hari serta dianjurkan minum
banyak: 3 ltr/hari untuk mencegah hipotensi pasca anstesi spinal.
1. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam buku< Sudowo A W. Dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi % Jilid 3. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2010.h. 1873-1877
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A.S, Suryadi A.K, Dachlan R.M. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua.
Jakarta. FK UI, 2002
2. Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam buku. Sudowo AW. Dkk. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi % Jilid 3. Jakarta; Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2010.h.1873-1877
4. Vama R, Smith CSS. Management of women with previous caesarean section. In:
Warren R, Arulkumaran SS, editors. Best practice in labour and delivery. Chapter 22.
New York: Cambridge University Press; 2009. h. 241-51.
5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan R. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
6. Diabetes Melitus. [serial online]. [Diunduh 20 Maret 2015]. Tersedia dari: URL:
http://library.unpnvj.ac.id/pdf/.
7. Diabetes Melitus. [serial online]. [Diunduh 20 Maret 2015]. Tersedia dari: URL:
http://repository.usu.ac.id/.../Chapter%2011.pdf.
8. Diabetes Melitus. [serial online]. [Diunduh 23 Maret 2015]. Tersedia dari: URL:
http://scribd.ac.id/pdf/.