Você está na página 1de 14

sumber : NAKITA

Wajar, memang. Tapi, jangan anggap sepele, Bu! Soalnya, bisa berakibat fatal buat masa
depan anak.
Kejedug, begitu orang Jawa menyebutnya, memang sering dialami anak-anak. Entah itu
terjadi ketika mereka sedang main, lari-lari lalu saling bertabrakan, atau ketika si kecil
terjatuh. Terbentur atau kejedug pada kepala bisa juga terjadi karena pukulan dan benturan.
Istilah medisnya adalah trauma kepala (jika mengenai bagian kepala).
Efek samping akibat terjadinya trauma kepala, jelas Dr. Dwi P. Widodo, Sp.A(K), MMed,
dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, sub bagian Neurologi Anak, sering dikhawatirkan para
orang tua. Tapi sebetulnya, pada kasus macam apa orang tua perlu dan boleh was-was?
GEGAR OTAK
Bila dilihat dari jenis cederanya, trauma kepala dibagi menjadi tiga golongan. Yaitu trauma
kepala ringan, sedang, dan berat. Dianggap ringan bila keadaan anak secara keseluruhan
baik. Dalam arti, tidak ada luka, muntah dan kejang.
Saat terbentur, anak memang akan menangis. Bisa juga timbul luka atau benjolan. Tapi
selama kesadarannya bagus, tidak ada tanda-tanda penyakit atau gejala syaraf, seperti
matanya miring, muntah, dan kejang, maka itu dapat dianggap benturan ringan saja, jelas
Dwi.
Kendati ringan, orang tua tetap harus memantau perubahan si anak. Karena mungkin saja
gejala yang dimunculkan datangnya lambat. Misalnya masa krisis baru timbul dalam waktu
24-48 jam. Contohnya pada kasus retak kepala. Mungkin pada awalnya tidak ada benjolan
dan kondisi anak pun baik-baik saja. Tapi dua hari kemudian anak kejang-kejang. Nah,
itulah yang disebut efek yang lambat timbulnya. Biasanya ringan dan merupakan gangguan
karena benturan atau goncangan saja serta akibat perbedaan tekanan. Karena itu anak yang
terjatuh, kendati ringan, perlu diobservasi setiap dua jam.
Sedangkan trauma kepala kategori sedang biasanya disebut gegar otak. Gegar otak terjadi
bila ada benturan disertai kehilangan atau penurunan kesadaran untuk beberapa waktu,
disertai lupa mengenai kejadian tersebut, jelas Dwi. Karena kesadarannya sempat turun,
anak tak bisa menceritakan kejadian tersebut. Keadaan seperti ini timbul karena adanya
gangguan fungsi sel syaraf otak, tapi tanpa disertai kerusakan sel syarafnya.
Kadang, ungkap Dwi lebih lanjut, gegar otak terjadi dengan luka terbuka dan luka tertutup.
Jadi, jangan cepat mengartikan bila tidak luka maka tidak ada perdarahan di otak. Mungkin
saja perdarahan yang terjadi pada gegar otak itu tidak diketahui atau tertutup. Perdarahan
baru bisa dilihat melalui foto rongent atau CT Scan. Menurut Dwi, kita tak perlu cemas jika
perdarahan terjadi di bawah kulit kepala. Tapi jika perdarahan terjadi di dalam otak atau
selaput otak, perlu tindakan operasi.

Sementara itu, pada kasus trauma kepala berat, umumnya anak tidak sadar dalam waktu yang
lama. Kira-kira 5-10 menit. Kemudian ditemui ada luka atau memar, kejang-kejang, dan
muntah-muntah, ujar Dwi. Pada trauma berat, perdarahan yang terjadi bukan hanya di kulit
saja, tapi sudah sampai ke dalam otak atau di tulang tengkoraknya. Dianggap berat bila
kemudian muncul kejang atau bahkan kelumpuhan.
Jadi, bagaimana menentukan berat-ringannya trauma kepala? Indikatornya antara lain dari
kesadarannya, ada lumpuh atau tidak, ada gangguan bola mata atau tidak, dan lain-lain. Kalau
matanya miring sebelah berarti ada sesuatu di kepalanya. Yang dicurigai adalah terjadinya
perdarahan, sebab di dalam otak terdapat serabut syaraf mata. Kelainan pada mata bisa terjadi
karena tekanan dari darah dan bukan kerusakan dari syaraf matanya. Bila perdarahannya
dihilangkan maka bisa diperbaiki atau normal.
PERUBAHAN TINGKAH LAKU
Bila yang terjadi trauma ringan, mungkin tidak akan terjadi gangguan pada kecerdasan
maupun sistem sarafnya. Misalnya, anak tak mengalami gangguan saat belajar, tingkah
lakunya normal saja, dan seterusnya. Adakalanya muncul gangguan sesaat, namun setelah itu
pulih kembali.
Yang jelas, setelah mengalami trauma, akan timbul sindrom pasca trauma. Bentuk yang
paling sering muncul adalah keluhan sakit kepala, dalam waktu 1-2 minggu. Biasanya
berulang dan menghilang dengan sendirinya. Selain itu, ada juga gangguan tingkah laku
seperti anak jadi agresif, maunya tidur saja, gangguan memori, dan sebagainya. Semua ini
merupakan komplikasi.
Pada kasus gegar otak ringan pun, prognosisnya bisa bagus. Sedangkan gegar otak berat,
yang patut diwaspadai adalah terjadinya perdarahan atau terdapat tulang kepala yang patah.
Misalnya saja, bagian dari tulang yang patah itu menusuk otak. Perdarahan dapat terjadi di
selaput otak atau di dalam otak. Operasi biasanya menjadi satu pilihan dan bergantung pada
seberapa berat kerusakan otak.
Gejala sisa dari trauma sedang dan berat biasanya berupa gangguan perkembangan, seperti
motorik kasar (duduk, berdiri, berjalan), motorik halus (pegang benda kecil-kecil),
perkembangan kecerdasan, bicara dan bahasa, perkembangan sosial dan emosi. Derajat
gangguan perkembangan ditentukan oleh sejauh mana dan di bagian mana kerusakan terjadi,
jelas Dwi.
Perlu pula diketahui salah satu komplikasi trauma kepala cenderung menimbulkan
komplikasi epilepsi/ayan. Umumnya komplikasi itu timbul bila benturan terjadi di daerah
temporal atau samping dekat telinga.
RETAK ATAU PATAH
Perlu diketahui, pada bagian kepala belakang terdapat daerah otak kecil untuk keseimbangan,
daerah mata dan daerah yang disebut batang otak. Semua daerah ini mempunyai fungsifungsi vital. Ada fungsi pernafasan, fungsi kesadaran, dan fungsi jantung atau kardiovaskuler.

Jadi, jelaslah benturan itu bisa menimbulkan akibat banyak hal, tergantung pada bagian sisi
mana benturan terjadi.
Biasanya yang paling ditakutkan bila terjadi fraktur (retak atau patah) tulang tengkorak di
daerah belakang kepala. Soalnya, seperti kata Dwi, bagian dari tulang yang patah itu bisa
melukai susunan syaraf pusat. Jika hal ini terjadi dan termasuk kategori berat, maka biasanya
timbul perdarahan dari hidung atau keluar cairan dari telinga.
Bila hal itu terjadi, terutama jika timbul fraktur di daerah leher atau kepala, korban harus
segera dilarikan ke rumah sakit agar mendapat penanganan khusus. Orang tua dalam hal ini
juga tak bisa berbuat banyak, kok. Seandainya dilakukan tindakan sendiri, malah bisa
memperberat keadaan korban, kata Dwi.
Sedangkan pada bayi atau anak kecil, yang kerap dijumpai adalah fraktur diastatik. Di
bagian kepala bayi terdapat ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil, dan bagian depan. Nah, di
antara ubun-ubun tersebut dengan otak terdapat tulang-tulang. Pemisah antar tulang
tengkorak (sutura) itu masih terbuka.
Pada saat bayi, pembatas tersebut belum menyatu dan bisa terpisah. Nah, bila tulang
mudanya ini terkena benturan, bisa lepas atau bergeser. Kalau ini terjadi, tidak perlu tindakan
apa-apa. Lebih baik didiamkan saja, karena nanti akan menyatu lagi mengingat anak masih
dalam perkembangan. Biasanya ubun-ubun besar menutup paling telat umur 18-24 bulan.
Tapi, apa pun yang terjadi, yang paling bijaksana adalah membawa si kecil ke dokter agar
tidak terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Sebelum terlambat, Bu, Pak!

Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)


Dalam menghadapi permasalahan kesehatan pada anak, bukan
hanya orangtua kadangkala dokter juga sering melakukan
tindakan pengobatan dan pemeriksaan berlebihan. Hal ini bukan

hanya terjadi di Indonesia, bahkan juga terjadi di negara maju


seperti Amerika Serikat. Sekitar 25 organisasi profesi medis yang
beranggotakan sekitar 725.000 dokter di AS menyusun daftar
prosedur yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, tapi masih
sering diberikan. Ada lebih dari 130 prosedur yang berhasil
dihimpun. Pemeriksaan CT Scan pada anak termasuk salah satu
tindakan berlebihan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Demikian juga di Indonesia, meskipun belum ada data yang pasti
tetapi seringkali ditemui pemeriksaan CT Scan yang berlebihan
dan tidak perlu yang dilakukan orangtua atau bahkan oleh dokter
sekalipun. Seringkali orangtua sudah merasa panik ketika
anaknya jatuh dari tempat tidur. Bahkan saat anaknya terjatuh
terpeleset lantai dengan kepala terbentur langsung menuntut
dokter untuk memeriksa CT Scan. Seringkali dokter meluluskan
permintaan orangtua tanpa memberi penjelasan perlu tidaknya
pemeriksaan dan dampak pemeriksaan CT Scan. Kekwatiran
orangtua tidak bisa disalahkan apalagi saat mendengar mitos
bahwa saat anaknya jatuh sekarang tanpa gejala tetapi
dampaknya akan terjadi saat besar. Mitos yang tidak benar ini
menghantui para orangtua sehingga melakukan tindakan yang
berlebihan tanpa memahami permasalahan yang terjadi.
Bahkan suatu studi review diterbitkan dalam New England Journal
of Medicine menetapkan bahwa sebanyak sepertiga dari semua
CT scan dilakukan di Amerika Serikat sebenarnya tidak
diperlukan. Sekitar 50 persen anak-anak yang mengunjungi unit
gawat darurat di rumah sakit karena mengalami cedera kepala
menjalani pemeriksaan CT scan. Pemeriksaan ini akan membuat
anak terpapar radiasi yang dapat meningkatkan risikonya
terserang kanker di masa depan. American Academy of Pediatrics
merekomendasikan untuk melakukan pengamatan klinis terlebih
dahulu sebelum memutuskan melakukan pemeriksaan CT scan.
CT (Computed Tomography) Scan merupakan alat diagnostik
radiologi menggunakan komputer untuk melakukan rekonstruksi
data dari daya serap suatu jaringan atau organ tubuh tertentu
yang telah ditembus oleh sinar X sehingga terbentuk gambar. CT
Scan menggabungkan antar sinar-X khusus dengan peralatan
komputer canggih untuk menghasilkan gambar bagian dalam
tubuh. Gambar akan memperlihatkan penampang dari daerah
yang sedang dipelajari dan selanjutnya dapat diperiksa pada
monitor komputer atau dicetak. Hasil gambar dari CT Scan untuk
organ dalam, tulang, jaringan lunak dan pembuluh darah terlihat

lebih jelas dan lebih detail serta menyediakan informasi yang


lebih rinci mengenai cedera kepala, stroke, tumor otak dan
penyakit otak lainnya dibandingkan radiografi sinar-X biasa.
Pemeriksaan CT scan selain mahal juga bisa berdampak meski
sangat ringan. Namun aturan tentang kapan mereka harus dan
tidak boleh dilakukan tidak selalu jelas. Di Amerika Serikat,
sebuah organisasi yang didanai pemerintah federal yang dikenal
sebagai the Pediatric Emergency Care Applied Research Network
memainkan peran utama dalam mengembangkan protokol
penetapan indikasi dan penggunaan CT Scan pada anak.
Penggunaan CT Scan sering digunakan untuk alat diagnosis pada
permasalahan kesehatan anak. Pada umumnya indikasi klinis
pemeriksaan CT Scan sangat ketat kecuali kasus trauma kepala
atau anak yang jatuh dengan trauma kepala. Sebenarnya tidak
semua anak jatuh atau terbentur kepala harus dilakukan CT Scan
kepala. Saat ini sebagian besar orang tua bahkan dokter telah
melakukan pemeriksaan berlebihan pada anak dengan trauma
kepala pada anak. Orangtua seringkali mudah panik saat anak
jatuh dari tempat tidur atau jatuh terbentur terkena kepala.
Padahal pada umumnya trauma kepala yang ringan tidak perlu
pemeriksaan penunjjang seperti CT Scan atau rontgen kepala.
Pemeriksaan CT Scan kepala sangat dianjurkan bila dijumpai:
kelainan neurologis fokal, fraktur atau retak tulang kepala,
adanya kejang, status mental menurun atau hilangnya kesadaran
yang lama. Dalam beberapa kasus lainnya, CT scan mutlak
diperlukan - misalnya, untuk mendiagnosis trauma kepala berat
atau luka, untuk sakit perut akut, atau untuk mendiagnosis
kanker yang ada.
Dampak CT Scan
Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih sensitif
terhadap radiasi karena mereka memiliki harapan hidup lebih
lama dan karena sel-sel mereka membelah lebih cepat, membuat
DNA mereka lebih rentan terhadap kerusakan. Risiko anak
terkena kanker fatal dari satu CT scan setinggi 1 dalam 500.
Meskipun mesin baru dapat disesuaikan untuk memberikan
hingga 50% lebih sedikit radiasi untuk anak-anak dan orang
dewasa kecil, studi tahun 2001 yang diterbitkan dalam American
Journal of Radiasi menunjukkan bahwa teknologi radiologis (RT)
jarang membuat penyesuaian yang diharapkan. Jenis radiasi yang

ditemukan di sinar X dapat menyebabkan sel dalam tubuh


bermutasi dan menyebabkan kanker.
Sebenarnya telah lama timbul kekhawatiran pada masyarakat
akan efek negatif radiasi elektromagnetik terhadap kesehatan,
terutama bagi anak-anak. Bahkan penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan CT Scan yang memancarkan radiasi khususnya pada
anak-anak ternyata berpotensi menimbulkan dampak cukup
serus. Anak-anak yang terpapar CT scan bisa sampai tiga kali
lebih besar risikonya mengidap kanker darah, otak atau tulang di
kemudian hari. Demikian hasil temuan terbaru tim peneliti dari
Kanada, Inggris dan Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam
The Lancet Medical Journal. Para peneliti menegaskan, risiko
kanker secara absolut tampaknya sangat kecil. Meski begitu,
mereka merekomendasikan supaya dosis radiasi dari CT scan
yang diberikan pada anak sebaiknya seminimum mungkin.
Para peneliti mengklaim studi mereka adalah yang pertama untuk
memberikan bukti langsung tentang hubungan antara paparan
radiasi dari CT scan di masa kanak-kanak dan risiko kanker di
kemudian hari. Sebagai teknik diagnostik yang penting,
penggunaan CT scan telah meningkat pesat dalam 10 tahun
terakhir, terutama di Amerika Serikat, kata para peneliti. Risiko
kanker potensial ada karena radiasi ionisasi yang digunakan
dalam CT scan, terutama pada anak yang lebih sensitif terhadap
radiasi daripada orang dewasa, katanya.
Dalam kajiannya, peneliti melibatkan hampir 180.000 pasien yang
menjalani CT scan saat anak-anak atau dewasa muda di bawah 22
tahun di Inggris antara tahun 1985 dan 2002. Dari jumlah
tersebut, 74 orang di antaranya kemudian didiagnosis dengan
leukemia dan 135 dengan kanker otak, menurut data selama
periode 1985 sampai 2008.
Peneliti menghitung, dibandingkan dengan pasien yang
menerima dosis radiasi kurang dari lima mili-grays (mgy), mereka
yang diberi dosis kumulatif 30 mgy memiliki risiko tiga kali lipat
mengembangkan leukemia (kanker darah atau sumsum) di
kemudian hari. Sedangkan partisipan yang menerima 50-74 mgy
memiliki risiko tiga kali lebih besar mengidap tumor otak. Studi
ini tidak membandingkan antara anak yang telah dipindai (scan)
dengan mereka yang belum dipindai. Dapat disimpulkan bahwa di
antara setiap 10.000 pasien yang melakukan sekali CT scan
sebelum usia 10 tahun, akan ada satu tambahan kasus leukemia

dan tumor otak dari setiap 10 mgy radiasi dalam 10 tahun setelah
paparan. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa CT scan
hampir pasti menghasilkan risiko kanker, walaupun kecil.
Namun tidak dianjurkan agar anak-anak menghindari sama sekali
paparan sinar X. Karena alat diagnosis ini penting untuk
pengobatan penyakit lain, seperti radang paru (pneumonia) dan
patah tulang. Mereka juga tidak membuktikan secara definitif
bahwa sinar X langsung meningkatkan risiko leukemia. Para
ilmuwan itu hanya menyarankan agar dokter tidak
merekomendasikan penggunaan sinar X jika tidak benar-benar
diperlukan atau malah melakukan tindakan pencegahan khusus
melalui penggunaan CT scan. Karena alat diagnostik ini lebih
berpotensi memberikan paparan radiasi berbahaya untuk tubuh.
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien seharusnya dapat
memenangkan keinginan berlebihan orangtua untuk melakukan
pemeriksaan CT Scan pada anaknya padahal tidak diperlukan.
Bukan sebaliknya dokter terbawa emosi dan kepanikan
orangtuanya sehingga tetap meluluskan permintaan orangtua
yang sebenarnya tidak perlu. Padahal CT Scan tidak murah dan
bisa berdampak buruk meski sangat jarang.

Gejala Harus Diwaspadai Bayi Jatuh Dari Tempat Tidur dan Penanganannya
Kejadian bayi jatuh dari tidur cukup sering terjadi dialami ketika anak
menginjak usia 6 bulan hingga 1 tahun. Orang tua sering cemas bila hal
itu terjadi pada buah hatinya. Bayi yang jatuh dari tempat tidur biasanya
berjarak sekitar 50 cm dari ujung tempat tidur ke lantai. Meskipun
kepalanya terbentur, selama di dasar lantai tidak ada benda berujung
tajam biasanya tidak berakibat buruk. Karena tulang kepala bayi masih
cukup elastis, ubun-ubun belum menutup hingga perubahan tekanan
tidak memberikan benturan yang keras pada otak.
Bayi terjatuh dari tempat tidur, akan berakibat buruk bila sampai mengganggu
petrsarafan di susunan saraf pusat atau otak. Meskipun gangguan tersebut jaeang
terjadi. Orang tua harus cermat memperhatikan posisi bayi saat jatuh, bagian tubuh
mana yang terbentur lantai. Bila mengganggu susunan saraf pusat atau otak
biasanya terdapat tanda pingsan, muntah berlebihan, gelisah berlebihan atau
sebaliknya anak tidur terus dengan kesadaran menurun. Hal lain yang harus

diperhatikan adalah adanya benjolan di kepala setelah jatuh, adakah tulang kepala,
tulang leher, bahu, tangan atau kaki yang retak, adakah gangguan penglihatan.
Tanda bahaya gangguan susunan saraf pusat saat jatuh yang harus
segera di bawa ke rumah sakit:

Anak menjadi tidak sadar atau tidur terus.

Anak menjadi iritabel, bingung, delirium dengan tampilan mengamuk atau


meracau tanpa sadar.

Kejang atau kelumpuhan pada wajah atau anggota gerak.

Sakit kepala atau muntah yang menetap dan semakin bertambah. Adanya
kekakuan di leher.

Timbul benjolan di kepala terutama di daerah samping.

Penanganan

Meski tidak harus segera di bawa ke dokter, bila perlu segera kontak dokter
keluarga atau dokter anak anda

Bila tidak ada tanda bahaya, anak dapat diobservasi di rumah, diawasi
kesadarannya setiap 2-3 jam selama 3 hari setelah anak jatuh. Selama observasi
tidak boleh diberikan obat muntah karena dapat menghilangkan gejala muntah
yang bertambah.

Observasi kesadaran anak dan gejala yang mengganggu persarafan seperti


yang tersebut dia atas paling tidak 2 x 24 jam.

Bila ada luka di kepala, tekan perdarahan selama 10 menit, bila tidak berhenti
segera bawa ke dokter. Bila ada luka benjol atau memar di kepala, kompres
dengan es. Untuk mengurangi nyeri boleh diberikan obat analgetik seperti
parasetamol.

Meski jarang bila timbul benjolan harus diperhatikan berbagai gejala tersebut
diatas. Namun meski Anak tidak terluka, tidak selalu tidak ada luka dalam.
Trauma kepala dengan luka ringan tidak selalu menimbulkan kegawatan.
Sebaliknya benjolan kecil di kepala akibat terbentur lantai dapat menimbulkan
kegawatan.

Bila terdapat gangguan manifestasi gangguan susunan saraf pusat seperti


yang tersebut diatas perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut khususnya CT scan
atau MRI.

Sebagian besar kasus trauma kepala ringan pada anak tidak memberikan
gejala sisa di kemudian hari.

Sebagian kecil dan sangat jarang sekali terjadi trauma berat dan sedang. Bila
penderita yang sembuh dari trauma kepala berat, umumnya mempunyai
gangguan yang menetap, sedangkan trauma kepala ringan dan sedang memiliki
resiko mengalami gangguan fungsi kognitif dan motorik di kemudian hari.

Waspadai Bayi Aktif Mudah Jatuh Dari Tempat tidur:


Bayi yang jatuh dari tempat tidur beresiko dialami oleh bayi yang banyak bergerak,
sangat aktif dan tidak bisa diam. Tanda dan gejala bayi yang sangat aktif dapat
dikenali sejak dalam kandungan dan bayi usia muda. Dalam keadaan seperti itu
orangtua harus waspada karena bayi sangat besar beresiko jatuh mulai saat usia 6
bulan adalah :

Sejak dalam kehamilan dalam perut saat usia kehamilanm 5 bulan bayi sudah
banyak bergerak dengan trendangan sangat kuat terutama saat malam hari

Usia kurang 1 bulan sudah bisa miring atau membalikkan badan.

Usia kurang 6 bulan mata/kepala bayi sering melihat ke atas. Tangan dan kaki
bergerak berlebihan, tidak bisa diselimuti (dibedong). Kepala sering digerakkan
secara kaku ke belakang, sehingga posisi badan bayi mlengkung ke luar.

Bila digendomg tidak senang dalam posisi tidur, tetapi lebih suka posisi
berdiri.

Usia lebih 6 bulan bila digendong sering minta turun atau sering bergerak
atau sering menggerakkan kepala dan badan atas ke belakang, memukul dan
membentur benturkan kepala. Kadang timbul kepala sering bergoyang atau
mengeleng-gelengkan kepala.

Sering kebentur kepala tempat tidur atau dinding di tempat tidur

Alergi hipersensitiftras saluran cerna, Bayi Aktif dan Mudah jatuh Dari
tempat Tidur
Bayi yang sangat aktif sering dialami oleh bayi dengan riwayat hipersensitif dan
alergi khususnya saluran cerna. Kaitan itu terjadi karena ternyata bayi atau anak
yang mempunyai hipersensitif saluran cerna ternyata dapat merangsang sensitifitas
susunan saraf pusat sehingga menimbulkan berbagai manifestasi khususnya
membuat anak sangat lincah dan sangat aktif. Teori Gut-Brain Axis menjelaskan
hal ini mengapa fenomena tersebut dapat terjadi. Bayi yang sangat lincah dan tidak
bisa diam inilah yang sering membuta mudah jatuh dari tempat tidur
Manifestasi klinis hipersensitif saluran cerna yang sering dikaitkan
dengan bayi sangat aktif dan penderita alergi pada bayi.

GANGGUAN SALURAN CERNA : Sering muntah/gumoh,


kembung,cegukan, sering buang angin, sering ngeden /mulet, sering
REWEL / GELISAH/COLIK terutama malam hari), Sering buang air besar (> 3
kali perhari), tidak BAB tiap hari, BERAK DARAH. Feses cair, hijau, bau tajam,
kadang seperti biji cabe. Hernia Umbilikalis (pusar menonjol), Scrotalis,
inguinalis (benjolan di selangkangan, daerah buah zakar atau pusar atau turun
berok) karena sering ngeden sehingga tekanan di dalam perut meningkat.

Biasanya disertai gejala alergi lainnya

Kulit sensitif. Sering timbul bintik atau bisul kemerahan terutama di pipi,
telinga dan daerah yang tertutup popok. Kerak di daerah rambut.Timbul bekas
hitam seperti tergigit nyamuk. Mata, telinga dan daerah sekitar rambut sering
gatal, disertai pembesaran kelenjar di kepala belakang. Kotoran telinga
berlebihan kadang sedikit berbau.

Kuning Timbul kuning tinggi atau kuning bayi baru lahir berkepanjangan
seharusnya setelah 2 minggu menghilang sering disebut Breastfeeding Jaundice
(kuning karena ASI mengandung hormon pregnandiol). Seringkali jadi
pertanyaan mengapa sebagian besar bayi dengan ASI tidak mengalami kuning
berkepanjangan. Setelah usia 6 telapak tangan dan kaki kadang berwarna kuning,
sampai saat ini seringkali dianggap karena terlalu banyak makan wortel atau
kelebihan vitamin A padahal selama ini hipotesa itu hanya sekedar dugaaan dan
belum pernah dibuktikan dengan pemeriksaan darah. Kuning berkepanjangan
meningkat pada bayi bisa sering terjadi pada bayi dengan gangguan saluran cerna

dengan keluhan obstipasi (sering ngeden/mulet) dan konstipasi. Bila dicermati


saat gangguan saluran cerna meningkat kuning semkai terlihat jelas dan
sebaliknya saat saluran cerna membaik kuning menghilang.

Mulut hipersensitif. Lidah sering timbul putih kadang sulit dibedakan


dengan jamur (candidiasis) atau memang kadang juga disertai infeksi jamur.
Bibir tampak kering atau kadang pada beberapa bayi bibir bagian tengah
berwarna lebih gelap atau biru. Produksi air liur meningkat, sehingga sering
ngeces (drooling) biasanya disertai bayi sering menjulurkan lidah keluar atau
menyembur-nyemburkan ludah dari mulut.

Napas Berbunyi (Hipersekresi bronkus). Napas grok-grok, kadang


disertai batuk sesekali terutama malam dan pagi hari siang hari hilang. Bayi
seperti ini beresiko sering batuk atau bila batuk sering lama (>7hari) dan dahak
berlebihan )

Sesak Saat Baru lahir. Sesak segera setelah lahir. Sesak bayi baru lahir
hingga saat usia 3 hari, biasanya akan membaik paling lama 7-10 hari. Disertai
kelenjar thimus membesar (TRDN (Transient respiratory ditress Syndrome)
/TTNB). BILA BERAT SEPERTI PARU-PARU TIDAK MENGEMBANG (LIKE
RDS). Bayi usia cukup bulan (9 bulan) secara teori tidak mungkin terjadi paru2
yang belum mengembang. Paru tidak mengembang hanya terjadi pada bayi usia
kehamilan < 35 minggu) Bayi seperti ini menurut penelitian beresiko asma
(sering batuk/bila batuk sering dahak berlebihan )sebelum usia prasekolah.
Keluhan ini sering dianggap infeksi paru atau terminum air ketuban.

Hidung Sensitif. Sering bersin, pilek, kotoran hidung banyak, kepala sering
miring ke salah satu sisi (Sehingga beresiko kepala peyang) karena hidung
buntu, atau minum dominan hanya satu sisi bagian payudara. Karena hidung
buntu dan bernapas dengan mulut waktu minum ASI sering tersedak

Mata Sensitif. Mata sering berair atau sering timbul kotoran mata (belekan)
salah satu sisi atau kedua sisi.

Keringat Berlebihan. Sering berkeringat berlebihan, meski menggunakan


AC keringat tetap banyak terutama di dahi

Berat Badan Berlebihan atau kurang. Karena minum yang berlebihan


atau sering minta minum berakibat berat badan lebih dan kegemukan (umur

<1tahun). Sebaliknya terjadi berat badan turun setelah usia 4-6 bulan, karena
makan dan minum berkurang

Saluran kencing. Kencing warna merah atau oranye (orange) denagna


sedikit bentukan kristal yang menempel di papok atau diapers . Hal ini sering
dianggap inmfeksi saluran kencing, saat diperiksa urine seringkali normal bukan
disebabkan karena darah.

Kepala, telapak tangan atau telapak kaki sering teraba


sumer/hangat.

Gangguan Hormonal. Mempengaruhi gangguan hormonal berupa


keputihan/keluar darah dari vagina, timbul jerawat warna putih. timbul bintil
merah bernanah, pembesaran payudara, rambut rontok, timbul banyak bintil
kemerahan dengan cairan putih (eritema toksikum) atau papula warna putih

Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan. Pada


bayi berusia di atas 6 bulan dengan keluhan sering mual, BAB ngeden atau sulit,
BAB > 3 kali seringkali mengakibatkan kesulitan makan atau makan hanya
sedikit yang mengakibatkan gangguan kenaikkan berat badan dan sering
mengalami daya tahan tubuh menurun sejak usia 6 bulan. Pada usia sebelum 6
bulan kenaikkan pesat tetapi setelah usia 6 bulan kenaikkan relatif datar. Pada
penderita hipersensitifitas non alergi (non atopi) biasa nya ghangguan berat
badan dan sulit makan lebih tidak ringan dan timbul sejak usia sebelum 6 bulan
tetapi setelah 6 bulan lebih buruk

PROBLEM MINUM ASI : minum berlebihan, berat berlebihan karena bayi


sering menangis dianggap haus. Haus palsu adalah tampilan bayi sering
menangis, mulutnya sering seperti mau ngempeng atau mencari puting tampak
sucking refleks berlebihan dirangsang pipinya sedikit sudah seperti mencari
puting. Hal itu belum tentu karena haus atau bukan karena ASI kurang. Pada
bayi alergi yang sering rewel seringkali saluran cernanya sedikit sakit sehingga
bila ada perasaan tidak nyaman bayi akan sering seperti ngempeng atau minta
digendong. Sering menggigit puting sehingga luka. Minum ASI sering tersedak,
karena hidung buntu dan napas dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar pada
satu sisi,`karena satu sisi hidung buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara
besar sebelah.

PERILAKU YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI PADA


BAYI

GANGGUAN NEURO ANATOMIS : Mudah kaget bila ada suara yang


mengganggu. Gerakan tangan, kaki dan bibir sering gemetar. Kaki sering
dijulurkan lurus dan kaku. Breath Holding spell : bila menangis napas berhenti
beberapa detik kadang disertai sikter bibir biru dan tangan kaku. Mata sering
juling (strabismus). Kejang tanpa disertai ganggguan EEG (EEG normal)

GANGGUAN TIDUR (biasanya MALAM-PAGI) gelisah,bolak-balik


ujung ke ujung; bila tidur posisi nungging atau tengkurap; berbicara, tertawa,
berteriak dalam tidur; sulit tidur atau mata sering terbuka pada malam hari
tetapi siang hari tidur terus; usia lebih 9 bulan malam sering terbangun atau tbatiba duduk dan tidur lagi,

AGRESIF MENINGKAT, pada usia lebih 6 bulan sering memukul muka


atau menarik rambut orang yang menggendong. Sering menarik puting susu ibu
dengan gusi atau gigi, menggigit, menjilat tangan atau punggung orang yang
menggendong. Sering menggigit puting susu ibu bagi bayi yang minum ASI,
Setelah usia 4 bulan sering secara berlebihan memasukkan sesuatu ke mulut.
Tampak anak sering memasukkan ke dua tangan atau kaki ke dalam mulut.
Tampak gampang seperti gemes atau menggeram

GANGGUAN KONSENTRASI : cepat bosan terhadap sesuatu aktifitas


bermain, memainkan mainan, bila diberi cerita bergambar sering tidak bisa
lama memperhatikan. Bila minum susu sering terhenti dan teralih
perhatiannya dengan sesuatu yang menarik tetapi hanya sebentar

EMOSI MENINGKAT, sering menangis, berteriak dan bila minta minum


susu sering terburu-buru tidak sabaran. Sering berteriak dibandingkan mengiceh
terutama saat usia 6 bulan

GANGGUAN MOTORIK KASAR, GANGGUAN KESEIMBANGAN


DAN KOORDINASI : Pada POLA PERKEMBANGAN NORMAL adalah
BOLAK-BALIK, DUDUK, MERANGKAK, BERDIRI DAN BERJALAN sesuai usia.
Pada gangguan keterlambatan motorik biasanya bolak balik pada usia lebih 5
bulan, usia 6 8 bulan tidak duduk dan merangkak, setelah usia 8 bulan
langsung berdiri dan berjalan.

GANGGUAN ORAL MOTOR: KETERLAMBATAN BICARA: Kemampuan


bicara atau ngoceh-ngoceh hilang dari yang sebelumnya bisa. Bila tidak ada
gangguan kontak mata, gangguan pendengaran, dan gangguan intelektual
biasanya usia lebih 2 tahun membaik. GANGGUAN MENGUNYAH DAN

MENELAN: Gangguan makan makanan padat, biasanya bayi pilih-pilih makanan


hanya bisa makanan cair dan menolak makanan yang berserat. Pada usia di atas
9 bulan yang seharusnya dicoba makanan tanpa disaring tidak bisa harus di
blender terus sampai usia di atas 2 tahun.

IMPULSIF : banyak tersenyum dan tertawa berlebihan, lebih dominan


berteriak daripada mengoceh.

Memperberat ADHD dan Autis. Jangka panjang akan memperberat


gangguan perilaku tertentu bila anak mengalami bakat genetik seperti ADHD
(hiperaktif) dan AUTIS (hiperaktif, keterlambatan bicara, gangguan sosialisasi).
Tetapi alergi bukan penyebab Autis tetapi hanya memperberat. Penderita alergi
dengan otak yang normal atau tidak punya bakat Autis tidak akan pernah
menjadi Autis.

> activate javascript

Você também pode gostar