Você está na página 1de 15

AKUNTANSI PAJAK

NORMA PERHITUNGAN KHUSUS, PPH. FINAL, BUKAN OBJEK PPH

Kelompok X:
Ananda Rizki H
Lisa Jarwati
Wahyu Eko Saputro

D3 AKUNTANSI 2 (2013)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Norma perhitungan khusus, PPh. Final, bukan objek PPh merupakan perhitungan
khusus sesuai ketentuan umum yang berlaku berdasarkan Undang-Undang, merupakan
ketetapan khusus peraturan perhitungan PPh.Final, dan bukan objek PPh.seperti yang
dicantumkan dalam beberapa UU :
a.Pasal 15 UU No.10 Th.1994-UU. No.36 Th.2008 (Tanpa perubahan)
b.Pasal 4 ayat (2) UU. PPh.1984-UU. No.36 Th.2008 (Dengan perubahan)
c.Pasal 4 ayat (3) UU. PPh.1984-UU. No.36 Th.2008 (Dengan perubahan)
d.WP yang dikenakan PPh. Pasal 15 final, dan Pasal 4 ayat (2) final dan bukan objek
pajak.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, kami mengidentifikasikan
masalah sebagai berikut :
1.Pelayaran Dalam Negeri KEP.MKRI No.416/KMK.04/1996 DJP-SE-29/PJ.4/1996
Meliputi ketentuan WP dan OP serta PPh.Terutang beserta lampiran, SPT.PPh.Induk, PPN di
bidang perusahaan pelayaran, jasa di bidang angkutan umum baik darat maupun laut yang
tidak dikenakan pajak pertambahan nilai
2.Pelayaran/Penerbangan LN
3.Kantor Perwakilan Dagang Asing
4.Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto Dan Cara Pembayaran Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional Di Bidang
Produksi Mainan Anak-Anak.
Meliputi surat edaran direktur jenderal pajak nomor SE-02/PJ.31/2003
5.Usaha Jasa Kontruksi
6.Pengalihan Tanah Dan/ Atau Bangunan
Meliputi persyaratan sesuai UU PP.No.48/1994, PP.No.27/1996, PP No.79/1999,
PP.No.71/2008, PPn yang dibebaskan atas penyerahan RUMAH SUSUN SEDERHANA
MILIK (RUSUNAMI), besarnya nilai perolehan OP tidak kena pajak BPHTB, Rumah mewah

terutang PPn dan PPnBM, Serta perlakuan perpajakan bagi perhimpunan penghuni dari rumah
susun yang Strata Title.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan kebijakan PP UU
mengenai norma perhitungan khusus PPh.Final, bukan objek PPh agar kita tahu letak
perbedaan wajib pajak dan objek pajak serta dapat menghitung perhitungan langsung
lampiran kasus yang serupa.

BAB II

PEMBAHASAN
1.Pelayaran Dalam Negeri KEP.MKRI No.416/KMK.04/1996 DJP-SE-29/PJ.4/1996
a.Subjek pajak, WPOP/WP badan yang didirikan di Indonesia yang melakukan usaha
pelayaran dengan kapal baik dalam maupun luar negeri/dengan kapal pihak lain.
b.Objek pajak, penghasilan yang diperoleh dari dalam/luar negeri yang dilakukan dari
pelabuhan Indonesia-Indonesia, Indonesia-LN, LN-LN, LN-Indonesia.
c. PPh Terutang, penghasilan netto 4% dari bruto, PPh terutang sebesar 1.2% untuk
peredaran bruto bersifat final, Pelunasan PPh bisa dibayar langsung oleh wp atau dipotong
dari pemberi penghasilan, SPT PPh induk diisi sesuai identitas apabila tidak diaudit akuntan
publik dan tidak menggunakan konsultan pajak kosongkan.
d. PPN di bidang perusahaan pelayaran, berdasarkan pasal 4A ayat (3) UU PPn 1984
jo. Ps. 13 PP No. 144 th.2000 fasilitas yang dibebaskan dari pemungutan PPN anatara lain,
penyerahan/impor berupa kapal laut, kapal angkutan umum, kapal penyebrangan, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang,pandu,tunda.Suku cadang keselamatan pelayaran dan
manusia juga tidak terkena PPN baik jasa maupunangkutan laut yang disebutkan diatas
tidak termaksud kena PPN.
e. Jasa di bidang angkutan umum baik didarat maupun di air yang tidak terkena PPN,
pengertian disini adalah angkutan yang mengangkut barang/orang dan dapat bergerak atau
jalan menggunakan mesin atau tanpa mesin yang mengerjakan jasa atau non jasa yang
dipergunakan umum baik di darat maupun di air terkecuali terdapat perjanjian lisan atau
tulisan.

2.Pelayaran/Penerbangan LN
KEP. MKRI. No.417/KMK.04/1996 berisi tentang peredaran bruto atau berupa
imbalan nilai uang pengganti yang diterima dan diperoleh dari pengangkutan orang atau
barang yang dimuat baik dari pelabuhan-pelabuhan yang masih sekitar Indonesia/LN.

Pengertian PPh Pasal 15 adalah :


Pajak Penghasilan yang dikenakan Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak
Tertentu, yaitu :

Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional

Perusahaan pelayaran dalam negeri

Perusahaan penerbangan dalam negeri

Perusahaan asuransi luar negeri

Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi

Perusahaan dagang asing

Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau BOT (build,
operate, and transfer).

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan
Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut.

Wajib Pajak Tertentu Pasal 15 :


1.
Wajib Pajak Pelayaran Dalam negeri
* Untuk penghasilan neto = 4% x peredaran bruto
* Untuk PPh terhutang = 1,2% x peredaran bruto dan final
Tertuang dalam KepMenKeu 416/KMK.04/1996
2.
Wajib Pajak Penerbangan Dalam Negeri
* untuk penghasilan neto = 6% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = 1,8% x peredaran bruto dan tidak final
Tertuang dalam KepMenKeu 475/KMK.04/1996
3.
Wajib Pajak Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri
* untuk penghasilan neto = 6% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = 0,44% x Peredaran bruto dan Final
Tertuang dalam KepMenKeu 417/KMK.04/1996
4.
Wajib Pajak Kantor Perwakilan Dagang Asing
* untuk penghasilan neto = 1% x ekspor bruto ke Indonesia
* PPh terhutang = 0,44% x ekspor bruto dan Final
Tertuang dalam KepMenKeu 634/KMK.04/1996.
5.
Wajib Pajak Kerja Sama Telkom
* untuk PPh terhutang = 5% x peredaran bruto dan Final
* Penghasilan Neto = 14,285% x peredaran bruto. Tarif 35%
Tertuang dalam KepMenKeu 88/KMK.04/1994
6.
Wajib Pajak Jasa Maklon Internasional
* untuk penghasilan neto = 7% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = tarif tertinggi pasal 17 x penghasilan neto.
Tertuang dalam KepMenKeu 543/KMK.03/2002.

PPh Pasal 15 untuk pelayaran nasional :


Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 416/KMK.04/1996 tentang
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam
Negeri dijelaskan :
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai
pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar
negeri dan/atau sebaliknya.Pasal 2
(1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebesar 4%
(empat persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1;
(2) Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi
Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari
peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dan bersifat final.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 29/PJ.4/1996 tentang PPh Terhadap Wajib

Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Seri PPh Umum No. 35), angka 6 menjelaskan :
Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib :
a.1. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti;
a.2. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
(Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk
sebagaimana pada Lampiran I;
a.3. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP);
a.4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP
dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
(Final).
b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib
b.1. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
b.2. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dijelaskan bahwa:
1.Atas penghasilan Wajib Pajak Pelayaran Dalam Negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya dikenakan pajak penghasilan sebesar
1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.
2.Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong
pajak, maka pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak adalah
pihak yang membayar atau terutang hasil.

Pasal 15 UU PPh
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang
tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri
Keuangan.
Penjelasan Pasal 15 UU PPh
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak
tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi
luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,

perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and
transfer).
Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan
Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut.

3.Kantor Perwakilan Dagang Asing


Keputusan Menteri Keuangan RI. No.634/KMK.04/1994 yang berlaku mulai 1
Januari 1995 yaitu pelunasan PPh bagi WPLN yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia
sebesar 0,44% dari nilai bruto bersifat final.Serta nilai export bruto yang diterima WPLN.

Pada dasarnya Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing di Indonesia dapat


berbentuk Agen Penjualan (Selling Agent) dan/atau Agen Pabrik (Manufactures
Agent) dan/atau Agen Pembelian (Buying Agent).
Lingkup kegiatan Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing yang
diperkenankan oleh PERMENDAG 10/2006 yaitu :
1.

melakukan kegiatan memperkenalkan, mempromosikan dan memajukan


pemasaran barang-barang yang dihasilkan oleh Perusahaan Asing atau
Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya, serta
memberikan keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk bagi
penggunaan dan pengimporan barang kepada perusahaan/pemakai di
dalam negeri;

2.

melakukan penelitian pasar dan pengawasan penjualan di dalam negeri


dalam rangka pemasaran barang dari Perusahaan Asing atau Gabungan
Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya;

3.

melakukan penelitian pasar atas barang-barang yang dibutuhkan oleh


Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang
menunjuknya dan menghubungkan serta memberikan keteranganketerangan dan petunjuk-petunjuk tentang syarat-syarat pengeksporan
barang kepada perusahaan di dalam negeri

4.

menutup kontrak untuk dan atas nama perusahaan yang menunjuknya


dengan perusahaan di dalam negeri dalam rangka ekspor.

Kantor Pusat Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing wajib memiliki SIUP3A


(Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing).
1. Persyaratan
Pendirian Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing dapat dilakukan apabila
memenuhi persyaratan berikut:

Memiliki Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing


(SIUP3A)

Mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan sesuai ketentuan


dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan.

Menunjuk Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing sebagai


Kepala Kantor Pusat atau Kepala Kantor Cabang.

Dalam hal kegiatan promosi pemasaran barang-barang yang dihasilkan


oleh Perusahaan Asing Wajib menunjuk perusahaan nasional sebagai agen
untuk produk-produk yang dipromosikan;

Dalam hal Kegiatan impor usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan


Asing wajib dilakukan oleh perusahaan nasional yang memiliki Surat Izin
Usaha Perdagangan dan atau Perusahaan dalam rangka penanaman
modal yang memiliki Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT).

2. Prosedur
Permohonan untuk mendapatkan izin mendirikan Perwakilan Perusahaan Asing
(SIUP3A) dilakukan beberapa tahap, yaitu:
1) Mengajukan permohonan secara tertulis dibuat dan ditandatangani oleh
pemohon di atas kertas bermeterai cukup oleh Kepala Kantor Pusat atau Kantor
Cabang Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing atau kuasa yang ditunjuk
kepada Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan selaku pejabat
penerbit SIUP3A dengan mengisi Daftar Isian Permohonan sebagaimana
sebagaimana tercantum dalam Lampiran PERMENDAG 10/2006 dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang meliputi;

Surat Permohonan (Letter of Intent) dari Kantor Pusat atau Kantor Cabang
yang telah dilegalisir oleh Atase Perdagangan/Perwakilan atau Pejabat
Perwakilan KBRI di negara asal.;

Mengisi Daftar Isian Permohonan dengan benar diberi materai


secukupnya;

Asli Surat Persetujuan Sementara Penunjukan Perwakilan Perusahaan


Perdagangan Asing;

Surat Penunjukan (Letter of Appointment) yang telah dilegalisir oleh Atase


Perdagangan/Perwakilan atau Pejabat Perwakilan KBRI di negara asal.;

Copy Izin Mempekerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA) untuk Tenaga Kerja
Aasing (TKA);

Surat Keterangan domisili dari Kelurahan setempat atau surat keterangan


ruang kantor dari pengelola Gedung;

Pas Photo ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2 lembar (berwarna);

Surat Kuasa di atas kertas bermaterai cukup dan ditandatangani oleh


penanggungjawab Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing yang
mengajukan permohonan SIUP3A.(Jika pengurusannya dilakukan oleh
pihak ketiga) .

2) Sebelum SIUP3A diterbitkan, terlebih dahulu diberikan Surat Persetujuan


Sementara yang berlaku selama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal diberikan
setelah memenuhi persyaratan;
3) Paling lambat dalam waktu 2 (dua) bulan sejak diberikan Surat Persetujuan
Sementara, pemegang Surat Persetujuan Sementara Penunjukan Perwakilan
Perusahaan Perdagangan Asing harus sudah memenuhi persyaratan;
4) Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan
secara lengkap dan benar, Pejabat Penerbit menerbitkan SIUP3A.
5) Apabila surat permohonan serta dokumen yang diterima belum lengkap dan
benar, maka paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat

permohonan, Pejabat Penerbit SIUP3A memberitahukan penolakan secara


tertulis disertai alasannya;
6) Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing paling lambat dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkan SIUP3A wajib
mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan sesuai ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
3. Biaya
Berdasarkan Permendag 10/2006, terhadap proses tersebut terdapat kewajiban
pembayaran Uang Jaminan dibebankan kepada Kepala Kantor Pusat dan Kepala
Cabang yang besarnya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) untuk Warga Negara
Asing dan Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Warga Negara Indonesia,
akan tetapi ketentuan ini sudah dihapus dalam Peraturan Perubahannya yaitu
Permendag 28/2010 sehingga ketentuan mengenai uang Jaminan ini sudah tidak
berlaku lagi.
4. Kewajiban Pasca Penerbitan Izin SIUP3A
a) Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan kepada Pejabat Penerbit SIUP3A, Penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan jadwal sebagai berikut:
1.

Laporan Pertama, periode Januari sampai dengan Juni tahun berjalan


disampaikan paling lambat tanggal 31 Juli tahun berjalan;

2.

Laporan Kedua, periode Juli sampai dengan Desember tahun berjalan


disampaikan paling lambat 31 Januari tahun berikutnya.

b) Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing juga wajib memberikan laporan


dan data/informasi mengenai pelaksanaan kegiatan perusahaan apabila
sewaktu-waktu diminta oleh Menteri, atau Pejabat Penerbit SIUP3A.
Dasar Hukum:

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 10/MDAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin
Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing,(Permendag 10/2006)

Sebagaimana telah diubah Peraturan Menteri Perdagangan Republik


Indonesia Nomor 28/M-DAG/PER/6/2010 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10 /M-DAG/PER/3/2006 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perwakilan
Perusahaan Perdagangan Asing (Permendag 28/2010);

Tabel Tarif PPh Pasal 15


No

Uraian

Tarif x DPP

Penyetoran & Pelaporan

Dasar Hukum

Disetor oleh pemotong paling


lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.

Charter
Penerbangan
Dalam Negeri

1,8%x Peredaran Bruto


yang diterima berdasarkan
perjanjian charter.
TIDAK FINAL

Setor dengan menggunakan SSP,

dengan:
KAP: 411129,

KJS: 101

KMK
475/KMK.04/199
SE
35/PJ.4/1996

Dilaporkan dalam SPT Masa PPh


Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
2

Perusahaan
Pelayaran
Dalam Negeri

1,2% x Peredaran bruto


FINAL

Disetor oleh pemotong: disetor


paling lambat tanggal 10 bulan

berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling
lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling

KMK
416/KMK.04/199
SE
29/PJ.4/1996

lambattanggal 20 bulan
berikutnya.
Disetor oleh pemotong:disetor
paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.

Perusahaan
pelayaran dan
penerbangan
Luar Negeri

Disetor sendiri:disetor paling


lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
2,64% x Peredaran Bruto
FINAL

Setor dengan menggunakan SSP,


dengan:

KAP: 411128,

KMK
417/KMK.04/199
SE
32/PJ.4/1996

KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
Untuk negara yang tidak
ada P3B dengan
Indonesia:
0,44% x nilai ekspor
bruto

WPLN yang
mempunyai
kantor
perwakilan
dagang di
Indonesia

Penghasilan neto= 1% x
nilai ekspor bruto
Untuk negara yang
mempunyai P3B dengan
Indonesia:
disesuaikan dengan tarif
P3B, untuk contoh
penghitungan lihat di SE
2/PJ.03/2008.
FINAL

WP yang
melakukan
kegiatan usaha
jasa maklon
(Contract

7% x tarif tertinggi Pasal


17 ayat (1) huruf b UU
PPh x total biaya
pembuatan atau perakitan
barang tidak termasuk

Disetor sendiri paling


lambattanggal 15 bulan
berikutnya setelah bulan diterima
penghasilan.
Disetor dengan menggunakan SSP
dengan:

KAP: 411128
KJS: 413
Dilaporkan paling lambat tanggal
20bulan berikutnya dengan
menggunakan Formulir dalam
Lampiran I KEP
667/PJ./2001 dan dilampiri SSP
lembar ke-3.

Disetor dengan menggunakan SSP


PPh Final paling lambat tgl 15

bulan berikutnya.

KMK
634/KMK.04/199
berlaku mulai 1
Januari 1995
KEP
667/PJ/2001,berl
u mulai 29 Oktob
2001
SE
2/PJ.03/2008,
ditetapkan tgl 31
Juli 2008.

KMK
543/KMK.03/200
SE
02/PJ.31/2003

biaya pemakaian bahan


baku (direct materials).
Manufacturing
) Internasional
di bidang
produksi
mainan anakanak.

Didalam SE
02/PJ.31/2003 disebutkan:
7% x 30% x total biaya
pembuatan atau perakitan
barang tidak termasuk
biaya pemakaian bahan
baku (direct materials).
FINAL

KAP: 411128
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan
secara spesifik ttg jasa maklon ini)
Dilaporkan paling lambat tgl 20
bulan berikutnya. Tetapi tidak ada
formulir khusus utk pelaporannya.

berlaku sejak 1 Januari


2003

4.Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto Dan Cara Pembayaran Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional Di
Bidang Produksi Mainan Anak-Anak.
a.Keputusan MKRI No.543/KMK.03/2002 berdasrkan peratran tersebut WP yang
melakukan kegiatan usaha jasa malkon adalah WP badan DN dalam bidang pembuatan mainan
dengan intruksi yang didapat dari LN dan mempunyai hubungan dengan WP.
b.Norma perhitungan khusus untuk menghitung penghasilan neto di bidang jasa usaha
malkon sebesar 7% dari jumlah seluruh pembuatan (diluar biaya bahan baku)
c.Ketentuan seperti diatas hanya berlaku bagi WP yang tidak terikat perjanjian tertulis
maupun lisan atas perjanjian penentuan harga transfer dengan Direktorat Jenderal Pajak
mengenai imbalan jasa usaha malkon LN.
d.Surat edaran Direktorat Jenderal Pajak No.SE-02/PJ.31/2003, berisi peraturan WP
untuk kegiatan usaha jasa malkon internasional meliputi penghasilan neto berupa imbalan jasa
maklon internasional berdasarkan Pasal 15 UU PPh sebesar 7% termaksud biaya pembuatan
dan bahan baku. Sedangkan hasil dari penjualan neto tersebut dikenakan PPh sesuai tarif pajak
Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh dengan tarif 30% bersifat final dan 2% dari biaya produksi
tetapi belum termaksud biaya bahan baku.Dan untuk pajak terutang wajib dilunasi oleh WP
dengan sistem per/bulan tetapi tidak termaksud biaya pemakaian bahan baku.Pembayaran
pajak maksimal dilakukan tanggal 15 bulan berikut dengan menggunakan SSP Pph Final dan
pelaporannya terhitung setiap tanggal 20 bulan berikut. Dengan ketentuan wajib bagi WP yang
tidak terikat perjanjian penentuan harga transfer oleh Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu
penghasilan lain selama masih memiliki hubungan dengan jasa usaha malkon diberlakukan WP
tetap mendapat PPh atas kegiatan yang dilakukan seperti kegiatan utang/piutang,bank,valuta
asing.Keputusn yang dimuat diatas berlaku sejak tanggal 1 Januari 2003 dalam hal tahun pajak
dan awal tahun pajak dimulai setelah 1 Januari 2003.Kerugian fiskal tidak dapat
dikompensasikan sejak tahun 2003.

5.Usaha Jasa Kontruksi


a. Pengertian berdasarkan PP. No.51 th.2008 yang berisi tentang pengertian jasa
kontruksi yakni layanan jasa pekerjaan kontruksi dan layanan konsultasi pengawasan
pekerjaan kontruksi. Sedangkan pekerjaan nya sendiri adalah kegiatan perencanaan atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
kontraktor, dan tata lingkungan. Defini dari perencanaan sendiri ialah pemberian jasa oleh
OP/badan yang dinyatakan ahli profesional dibidang perencanaan jasa kontruksi yang
mampu meujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan.Untuk definisi dari
pelaksanaan kontruksi ialah pemberian jasa oleh OP/badan yang dinyatakan ahli profesional
dibidang perencanaan jasa kontruksi yang mampu mewujudkan suatu hasil perencanaan
dalam bentuk bangunan. Dan untuk pengertian dari pengawasan kontruksi ialah pelaksanaan
kontruksi ialah pemberian jasa oleh OP/badan yang dinyatakan ahli profesional dibidang
jasa kontruksi yang berkontribusi sejak awal mula perencanaan hingga akhir perencanaan.
Pengguna jasa tersebut OP/badan khususnya yang memerlukan jasa kontruksi, sedangkan
penyedia jasa nya adalah OP/badan termaksud bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya
terdapat jasa kontruksi yang memiliki nilai kontrak, jasa dan waktu kontruksi serta
kualifikasi usaha dan stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan
oleh LPJK. Bagi pemotong pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
bentuk usaha tetap, atau OP yang ditunjuk DJP sebagai pemotong pajak penghasilan, untuk
yang bukan pemotong ialah badan internasional yang bukan subjek pajak, serta perwakilan
negara asing,OP yang tidak ditunjuk KPP.
b.Perlakuan PPh Pariode 1984-1996 dikenakan PPh tidak final berdasarkan metode
presentase penyelesaian.
c. Perlakuan PPh Pariode 1997 s/d. 2000 PP. No. 73 Tahun 1996, SE-42/PJ.4/1996
atas penghasilan WP yang bergerak dibidang jasa pelaksanaan kontruksi dan WP badan
yang bergerak dibidang jasa perencanaan kontruksi, jasa pengawasan kontruksi, dan
konsultan sebesar 4% untuk perencanaan dan 2% untuk pelaksanaan jasa kontruksi.
d. Perlakuan PPh. Pariode 2001-2007, Pengusaha kecil yang dikenai PPh final dengan
ketentuan sertifikasi sebagai usaha kecil, Nilai kontrak per proyek tidak lebih dari
1.000.000.000, dikenakan PPh final dari jumlah bruto termaksud harga
bahan/material.Presentase masing-masing golongan pelaksanaan (2%), perencana (4%), dan
pengawas kontruksi (4%). Untuk PPh ps.22 Import merupakan PPh tidak final dan dapat
diminta SKB PPh.22 import. Bagi yang bukan pengusaha kecil-tidak final pasal 6 PP.
No.138/2000 dan KEP-170/PJ/2000 tentang pemungutan yang bukan usaha kecil dengan
prasyarat laba bruto usaha dihitung dengan metode presantase tingkat penyelesaian,
Penghasilan netto=LBU-Biaya yang dapat dikurangkan sesuai pasal 6 UU. No. 17/2000,
dipotong PPh pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto untuk pelaksanaan konstruksi dan 4%
dari jumlah bruto untuk perencanaan dan pengawasan kontruksi, PPh Pasal 22 import
merupakan kredit PPh.

e. Perlakuan PPh mulai tahun 2008, PP No.51 tahun 2008 tanggal 20 Juli 2008,
berlaku sepenuhnya terhadap kontrak yang ditanda tangani sejak tanggal 1 Agustus 2008
dengan ketentuan sebagai berikut : 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki kualifikasi sedangkan yang tidak memiliki dikenakan 4%,
sedangkan 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilkukan penyedia jasa selain penyedia
jasa seperti yang dimaksud sebelumnya baik usaha menengah maupun besar, 4% untuk
perencanaan konstruksi/ pengawasan konstruksi yang memiliki kualifikasi, dan yang
terakhir sebesar 6% untuk perencanaan konstruksi bagi penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi.

Você também pode gostar