Você está na página 1de 59

01

SYARIAT, AQIDAH, IBADAH, MUAMALAH, AHLAQ,


SUNNAH, dan BIDAH

Syariat secara etimologi berasal dari kata syaraa yang artinya jalan keluarnya air untuk
minum atau tempat berlalunya air di sungai. Dalam perkembangannya, kata syariat di gunakan
oleh orang arab untuk mengkonotasikan jalan yang lurus. Dalam Al Quran surat Al Maidah ayat
48, Al Araf ayat 163, As Syura ayat 13 dan ayat 21 serta Al Jatsiyah ayat 18 syariat
mengandung arti jalan yang lurus dan jelas menuju kebahagian hidup.








Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS. Al Maidah: 48)

Artinya: Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika
mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu,
ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan
mereka berlaku fasik. (QS. Al Araf: 163)









Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. As Syura: 13)



Artinya: Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan
(dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu
akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. As Syura: 21)


Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui. (QS: Al Jatsiyah: 18)
Dari ke lima ayat di atas pengeretian syariat identik dengan pengertian agama. Dimana
hanya agamalah yang dapat membimbing manusia kepada kebenaran yang hakiki untuk

memperoleh kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dalam Al Quran surat Al
Jathiyah ayat 18 dan As Syura ayat 13 ditegaskan bahwa kata syariat tampak identik dengan
agama yang mengandung arti mengesakan Allah, mematuhi, dan mengaimani utusan-Nya, kitabkitab-Nya, hari pembalasan, dan menaati segala sesuatu yang membawa seseorang menjadi
muslim yang sesunguhnya. Sedangkan menurut para ulama syariat adalah Hukum-hukum yang
telah ditetapkan Allah agar manusia beriman dan beramal saleh, yang dapat membuat mereka
bahagia di dunia dan di akhirat.
Hukum-hukum tersebut yang mengatur persoalan-persoalan amaliah yang terdiri dari dua
kategori yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang secara langsung ditetapkan oleh Syariat (Allah
dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur`an dan Sunnah). Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat abadi dan
tidak berubah, karena tidak ada yang punya wewenang merubahnya kecuali Allah. Kedua adalah
ketentuan hukum hasil kajian para ulama mujtahid yang merujuk pada Al Quran dan Sunnah
dengan menggunakan metode-metode istinbath hukum seperti kias, mashlahatul mursalah,
istihsan, sadd al-dzariah ataupun metode ijtihad lainnya. Ketentuan-ketentuan hukum kategori
kedua ini tidak memiliki sifat keabadian dan bisa berubah-ubah dan amat dipengaruhi oleh
keilmuan mujtahid yang bersangkutan serta lingkungan dan dinamika kultur masyarakat.

Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( )yang berarti ikatan. Secara istilah adalah
keyakinan hati atas sesuatu. Kata aqidah tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat
dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Dalam ajaran Islam,
aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam
apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk.
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan
akhlaq, adalah sesuatu yang di bangun di atasnya. Rumah yang di bangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk
sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan. Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal. Allah subahanahu wata`ala berfirman,




Artinya: Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya. (Q.S. al-Kahfi: 110)
Allah subahanahu wata`ala juga berfirman,




Artinya: Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa
jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu
benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S. Az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah
salallahu `alaihi wasalam berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah
dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup
panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum
muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat.
Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga
menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya.
Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam
rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi
pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam
ajaran Islam.

Ibadah ( )secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara,
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain

Ibadah adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya, (yang
digariskan) melalui lisan, contoh dari para Rasul-Nya.

Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah, tingkatan ketundukan yang tinggi disertai
dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang tinggi pula.

Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh yang dicintai dan diridhai Allah, berupa
ucapan, perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah yang paling
lengkap.
Ibadah, menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin

dan manusia agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah. Allah Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena
ketergantungan mereka kepada Allah, mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syariatNya (Quran dan Hadits).
Ibadah adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan mentaati segala
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang
diinginkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada khusus; yang umum ialah segala amalan
yang diizinkan Allah. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincianperinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu. Allah berfirman dalam surat Adz Dzuriat
ayat 56-58 yaitu


Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (QS. Adz Dzuriat: 56)


Artinya: Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi-Ku makan. (QS. Adz Dzuriat: 57)






Artinya: Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi
Sangat Kokoh. (QS. Adz Dzuriat: 58)

Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau hablumminanas.


Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya, tetapi diserahkan
kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi bagian-bagian yang penting dan
mendasar berupa larangan-larangan Allah dalam Al Quran atau larangan Rosul-Nya yang
didapatkan dalam As Sunnah. Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu,
muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus memiliki dua buah pelaku yaitu
yang satu terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif, Pengertian Muamalah dari
segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di
bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamalah:

Menurut Louis Maluf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan
dengan urusan dunia dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain
sebagainya.

Menurut

Ahmad

Ibrahim

Bek,

menyatakan

muamalah

adalah

aturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan serta
semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi,

peradilan,

dan

yang

berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah
ditetapkan dasar dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk
bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.

Arti sempit muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia
dalam hal tukar menukar manfaat.

Ahlaq berasal dari bahasa Arab yang biasa berartikan tabiat, perangai kebiasaan, bahkan
agama, namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al,Quran. Yang ditemukan hanyalah
bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al Quran Surat Al Qalam ayat 4
yaitu:


Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam:
4)

Kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadist-hadist Nabi SAW, dan salah satunya adalah
"Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." Bertolak dari pengertian bahasa
di atas, yakni akhlak sebagai kelakuan, kita selanjutnya dapat berkata bahwa akhlak atau
kelakuan manusia sangat beragam, dan bahwa firman Allah berikut ini dapat menjadi salah satu
argumen keaneka-ragaman tersebut dalam QS Al Lail ayat 4 yaitu:


Artinya: Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (QS. AL Lail: 4)
Adapun pengertian Akhlak Menurut para Ahli adalah sebagai berikut:

Pengertian Akhlak Menurut Abu Hamid Al Ghazali: Akhlak adalah satu sifat yang
terpatri dalam jiwa yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
memikirkan dirinya dan merenung terlebih dahulu.

Pengertian Akhlak Menurut Muhammad bin Ali Asy Syariif Al Jurjani: Akhlak adalah
sesuatu sifat (baik atau buruk) yang tertanam kuat dalam diri yang darinya terlahir
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa perlu berpikir dan merenung.

Pengertian Akhlak Menurut Ahmad bin Mushthafa: Akhlak adalah ilmu yang darinya
dapat diketahui jenis-jenis keutamaan dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan
antara tiga kekuatan; kekuatan berpikir, kekuatan marah, dan kekuatan syahwat.

Pengertian Akhlak Menurut Ibnu Maskawaih: Akhlak adalah 'hal li an-nafsi daa'iyatun
lahaa ila af'aaliha min goiri fikrin walaa ruwiyatin' yakni sifat yang tertanam dalam jiwa
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Jadi, dari beberapa pendapat tentang akhlak di atas pada hakekatnya tidak ada perbedaan

yang mendasar mengenai pengertian tersebut. Akhlak merujuk pada kebiasaan kehendak. Ini
berarti bahwa kalau kehendak itu dibiasakan maka kebiasaan itulah yang dinamakan akhlak.
Misalnya, kalau kehendak untuk membiasakan memberi maka ini dinamakan akhlak dermawan.
Budi adalah sifat jiwa yang tidak kelihatan, sedangkan akhlak adalah kelihatan melalui kelakuan
atau muamalah. Kelakuan adalah bukti dan gambaran adanya akhlak.

Sunnah menurut bahasa Arab adalah ath-thariqah, yang berarti metode, kebiasaan,
perjalanan hidup atau perilaku, baik terpuji maupun tercela. Kata tersebut berasal dari kata assunan yang

bersinonim

dengan

ath-thariq

(berarti

"jalan"). Dalam sebuah hadits

disebutkan,"Barangsiapa melakukan sunnah yang baik dalam Islam, maka selain memperoleh
pahala bagi dirinya, juga mendapat tambahan pahala dari orang yang mengamalkan
sesudahnya, dengan tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barang siapa melakukan
sunnah yang jelek dalam Islam, maka selain memperoleh dosa bagi dirinya, juga mendapat
tambahan dosa dari orang yang melakukan sesudahnya dengan tanpa mengurangi sedkitpun
dosa mereka." (HR Muslim).
Al-Qadli

lyadl

berkata

bahwa

Nabi

Shalallahu

alaihi

wassalam

pernah

bersabda,"Sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah orang sebelum kamu." Tulisan (Sin,
Nun, Nun) dalam kalimat hadits tersebut jika dibaca sananun berarti "jalan" atau "metode."
Adapun jika dibaca sununun atau sanunun keduanya merupakan bentuk jamak dari sunnah maka
artinya "perjalanan hidup"
Menurut lbnul Atsir, kata sunnah dengan segala variasinya disebutkan berulang-ulang
dalam hadits, yang arti asalnya adalah "perjalanan hidup" dan "perilaku" (an-Nihayah 2: 409).
Adapun pengertian sunnah dalam istilah syara', menurut para Ahli Hadits adalah segala
sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Shalallahu alaihi wassalam, yang berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan, karakter, akhlak, ataupun perilaku, baik sebelum maupun sesudah diangkat
menjadi nabi. Dalam hal ini pengertian sunnah, menurut sebagian mereka, sama dengan hadits.
Menurut Ahli Ushul, "Sunnah ialah sesuatu yang dinukil dari Nabi Shalallahu alaihi
wassalam secara khusus. la tidak ada nashnya dalam Alquran, tetapi dinyatakan oleh Nabi
Shalallahu alaihi wassalam dan sekaligus merupakan penjelasan awal dari isi Alquran." (asySyatibi, al-Muwafaqat 4: 47). Adapun menurut Fuqaha, "Sunnah itu berarti ketetapan dari Nabi
Shalallahu alaihi wassalam yang bukan fardhu dan bukan wajib." (asy-Syaukani, lrsyadul
Fuhul, him. 31).

Bidah adalah diambil dari kata bida yaitu al ikhtira mengadakan sesuatu tanpa adanya
contoh sebelumnya. Seperti yang termaktub dalam Kitab Shahih Muslim bi Syarah Imam
Nawawi dijelaskan sebagai berikut:Dan yang dimaksud bidah, berkata ahli Bahasa, dia ialah
segala sesuatu amalan tanpa contoh yang terlebih dahulu, sedangkan jika ditujukan dalam hal

ibadah pengertian-pengertian bidah tersebut diantaranya: Bidah adalah suatu jalan yang
diada-adakan dalam agama yang dimaksudkan untuk taabudi, bertentangan dengan al Kitab
(al qur`an), As Sunnah dan ijma umat terdahulu.
Bidah adalah kebalikannya dari sunnah, dan dia itu apa-apa yang bertentangan dengan
al qur`an, as sunnah, dan ijma umat terdahulu, baik keyakinnanya atau peribadahannya, atau
dia itu bermakna lebih umum yaitu apa-apa yang tidak di syariatkan Allah dalam agama
maka segala dari sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah maka yang demikian adalah
bidah. Bidah dalam syariah adalah apa yang diada-adakan yang tidak ada perintah
Rasulullah shalallahu taala alaihi sallam.

Menurut Al Harawi bahwa bidah ialah pendapat pikiran yang tidak ada padanya dari kitab
(al Qur`an) dan as Sunnah.

Menurut Ibnu Hajar al As Qalani dalam Fathul Bari menjelaskan Dan yang dimaksud
dengan sabdanya Setiap bidah adalah sesat yakni apa yang diadakan dan tanpa dalil
padanya dari syariat baik dengan jalan khusus maupun umum

Menurut Ibnu Taimiyah Bidah dalam agama ialah sesuatu yang tidak disyariatkan oleh
Allah dan rasul-Nya yaitu tidak diperintahkan dengan perintah wajib atau perintah sunnah.
Adapun yang diperintahkan dengan perintah wajib dan sunnah serta diketahui perintahperintah tersebut dengan dalil-dalil syari, maka hal itu termasuk yang disyariatkan oleh
Allah, meskipun terjadi perselisihan diantara ulama di beberapa masalah dan sama saja, baik
hal itu sudah diamalkan pada masa Rasulullah atau tidak.

Menurut As-Syahtibi: Bidah adalah suatu cara di dalam agama yang diada-adakan (baru)
menyerupai agama dan dimaksudkan dalam melakukannya untuk bersungguh-sungguh
dalam beribadah kepada Allah taala.

Menurut Ibnu Rajab: Yang dimaksudkan dengan bidah adalah sesuatu yang diadakan
tanpa ada dasarnya di dalam syariat. Adapun suatu yang ada dasarnya dalam syara, maka
bukan bidah meskipun dikatakan bidah menurut bahasa.

Menurut As-Suyuti: Bidah ialah suatu ungkapan tentang perbuatan yang bertentangan
dengan syariat karena menyelisihinya atau perbuatan yang menjadikan adanya penambahan
dan pengurangan syariat.

Ulama bersefaham bahwa dari beberapa pengertian bidah tersebut diatas yang paling
mengena pada maksud bidah yang dapat dikatakan sesat adalah yang diartikan oleh Iman AsSyathibi. Dari definisi-definisi tersebut dapat diambil pokok-pokok pengertian bidah menurut
syara sebagai berikut:

Bidah ialah sesuatu yang diadakan di dalam agama. Maka tidak termasuk bidah sesuatu
yang diadakan di luar agama untuk kemaslahatan dunia seperti pengadaan hasil-hasil
industri dan alat-alat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi.

Bidah tidak memiliki dasar yang menunjukkannya dalam syariat. Adapun hal-hal yang
memiliki dasar-dasar syariat, maka bukan bidah meskipun tidak ada dalilnya dalam
syariat secara khusus. Contohnya pada zaman kita ini orang yang membuat alat alat seperti
kapal terbang, roket, tank, dll. dari alat-alat perang modern dengan tujuan persiapan
memerangi orang-orang kafir dan membela kaum muslimin. Maka perbuatannya bukan
bidah meskipun syariat tidak menjelaskannnya secara rinci, dan Rasulullah tidak
menggunakan alat-alat tersebut untuk memerangi orang-orang kafir. Begitu pula perbuatanperbuatan lain yang semisal. Maka setiap sesuatu yang memiliki dasar dalam syara, ia
termasuk syariat dan bukan bidah.

Bidah di dalam agama kadang-kadang dikurangi dan kadang-kadang ditambah, sebagaimana


dijelaskan oleh As-Suyuti meskipun perlu pembatasan bahwa sebab menguranginya adalah
agar lebih mantap dalam beragama. Adapun jika sebab menguranginya bukan agar lebih
mantap dalam beragama, maka bukan bidah. Seperti meninggalkan perintah yang wajib
tanpa udzur. Itu disebut maksiat bukan bidah begitu pula meninggalkan perkara sunnat
tidak dianggap bidah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul,

Muhammad

Hadi.

2010.

Definisi

As

Sunnah.

[Online].

Tersedia:

http://hariswanindra.blogspot.com/2010/04/definisi-as-sunnah.html. [06 Maret 2014].


Abdul,

Muhammad

T.

Mengenal

Seluk

Beluk

Bidah.

[Online].

Tersedia:

http://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html. [06 Maret 2014].


Akidah. [Online]. Tersedia: http://www.islamgrid.gov.my/articles/akidah/akidah.php. [06 Maret
2014].
AlFauzan,

Shalih.

2012.

Makna

Dari

Ibadah.

[Online].

Tersedia:

http://kaahil.wordpress.com/2012/08/25/lengkap-definisi-makna-pengertianarti-ibadahyang-benar-dalam-islam-definisi-ibadah-menurut-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah-macammacam-ibadah-syarat-syarat-diterimanya-ibadah-pilar-pilar/. [06 Maret 2014].


Apa

Itu

Syariat,

Tarekat,

Hakikat,

Makfirat.

[Online].

Tersedia:

http://khazanahislamku.blogspot.com/2013/02/apa-itu-syariat-tarekat-hakikat-makrifat.html.
[06 Maret 2014].
Arsip

Penegrtrian,

Dasar,

dan

Tujuan

Akidah

Akhlak.

[Online].

Tersedia:

http://aqidahakhlak4mts.wordpress.com/tag/pengertian-akidah-akhlak/. [06 Maret 2014].Nur


Baits,

Ammi.

2013.

Apa

Itu

Syariah?.

[Online].

Tersedia:

http://www.konsultasisyariah.com/apa-itu-syariah/. [06 Maret 2014].


Aqidah. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Aqidah. [06 Maret 2014].
Dani,

Permana

A.

2009.

Pengertian

Bidah.

http://alhikmah.web.id/2009/06/pengertian-bidah/. [06 Maret 2014].

[Online].

Tersedia:

Definisi Bidah. [Online]. Tersedia: http://pustakaimamsyafii.com/definisi-bidah.html. [06 Maret


2014].
Lambe,

Sawaty.

2014.

Pengertian

Ibadah.

[Online].

Tersedia:

http://sawatyl.blogspot.com/2013/03/bab-i-pengertian-ibadah.html. [06 Maret 2014].


Hukum

Islam

Tentang

Muamalah.

[Online].

Tersedia:

http://nitehawkripper.blogspot.com/2011/06/hukum-islam-tentang-muamalah.html.

[06

Maret 2014].
M, Mursal. 2010. Pengertian Syariat, Fikih, dan Hukum Islam. [Online]. Tersedia:
http://fuadiqudwah.blogspot.com/2010/03/pengertian-syariat-fikih-dan-hukum.html.

[06

Maret 2014].
Mengkaji

Pengertian

Hadist

dan

Sunnah.

[Online].

Tersedia:

http://lebak-

kauman.blogspot.com/2013/02/mengkaji-pengertian-hadits-dan-sunnah_28.html. [06 Maret


2014].
Muamalah

Dalam

Islam.

[Online].

Tersedia:

http://rumahbuku.weebly.com/3/post/2012/12/muamalah-dalam-islam.html.

[06

Maret

2014].
Pengertian Akhlak dalam Islam. [Online]. Tersedia: https://id-id.facebook.com/notes/al-quranislam-yg-bahagia/pengertian-akhlah-dalam-islam/150089633762. [06 Maret 2014].
Pengertian

dan

Kedudukan

Aqidah

Dalam

Islam.

[Online].

Tersedia:

https://id-

id.facebook.com/notes/mencari-cahaya-sunnah/pengertian-dan-kedudukan-aqidah-dalamislam/649128465101581. [06 Maret 2014].


Rara,

Atik

S.P.

Makalah

Agama

tentang

Muamalah.

[Online].

Tersedia:

http://www.academia.edu/4824088/Makalah_agama_tentang_muamalah. [06 Maret 2014].


Said.

2004.

Pengertian

Sunnah.

[Online].

Tersedia:

http://almanhaj.or.id/content/611/slash/0/pengertian-sunnah/. [06 Maret 2014].


Sunnah. [Online]. Tersedia: http://ms.wikipedia.org/wiki/Sunnah. [06 Maret 2014].Pengertian
Akhlak

Menurut

para

Ahli.

[Online].

Tersedia:

http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-akhlak-menurut-para-ahli.html.

[06

Maret 2014].
Yazid.

2007.

Pengertian

Ibadah

Dalam

Islam.

[Online].

Tersedia:

http://almanhaj.or.id/content/2267/slash/0/pengertian-ibadah-dalam-islam/. [06 Maret 2014].


Yazid.

2012.

Pengertian

Aqidah

Ahlus

Sunnah

Wal

Jamaah.

[Online].

Tersedia:

http://almanhaj.or.id/content/3429/slash/0/pengertian-aqidah-ahlus-sunnah-wal-jamaah/. [06
Maret 2014].

02
IBADAH MAHDHOH DAN IBADAH GHOIR MAHDHOH

Ibadah Secara etomologis ibadah diambil dari kata abada, yabudu, abdan, fahuwa
aabidun, abid berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, harta
dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk
memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah Ibaadullaah jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di
tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya.

Artinya: Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepadaKu. (QS. Adz Dzariyat : 56)
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis yaitu Ibadah Mahdhah
dan Ibadah Ghair Mahdhah. Ibadah Mahdhah artinya penghambaan yang murni hanya
merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah Mahdhah memiliki 4
prinsip:

Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al Quran maupun As
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.

Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul SAW. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh: QS. An Nisa: 64 dan QS. Al Hashr: 7.



Artinya: Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin
Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah
mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An Nisa: 64)





Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara

kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya (QS. Al Hashr: 7)

Bersifat suprarasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika
karena bukan wilayah akal melainkan wilayah wahyu. Akal hanya berfungsi memahami
rahasia dibaliknya yang disebut hikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah
mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat atau tidak. Atas dasar ini maka
ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu
misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Contoh ibadah yang termasuk Ibadah Mahdhah, adalah Wudhu, Tayammum, Mandi hadats,

Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca Al Quran, Itikaf, Shiyam (Puasa), Haji, Umrah, Tajhiz AlJanazah.
Ibadah Ghair Mahdhah (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah selain
sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba
dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini ada 4 yaitu

Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan
Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.

Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah
bentuk ini tidak dikenal istilah bidah atau jika ada yang menyebutnya, segala hal yang
tidak dikerjakan rasul bidah, maka bidah disebut bidah hasanah, sedangkan dalam
ibadah mahdhah disebut bidah dhalalah.

Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat


atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika, sehingga jika menurut logika
sehat, buruk, merugikan, dan madharat maka tidak boleh dilaksanakan.

Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Conto Ibadah Ghairu Mahdhah adalah bekerja untuk mencari nafkah, tersenyum dengan

orang lain, saling tolong menolong sesama, menafkahkan harta di jalan Allah, membangun
sekolahan, madrasah, jembatan, dll.
Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah Tawhiedul ilaah (KeEsaan Allah) dan ibadah
mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan KeEsaan Allah itu, sehingga
dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:

Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke


arah kabah, itu bukan menyembah Kabah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan
tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk
menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun
orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).





Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al Baqarah: 144)

Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama,
terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku), sujud dan duduk. Demikian halnya
ketika thawaf dan sai, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang
diibadati hanya satu.

c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah
(diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu
yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu
bahasa, demikian juga membaca Al Quran, dari sejak turunnya hingga kini Al Quran adalah
bahasa Al Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca Al Quran.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Muhammad T. 2010. Ibadah Mahdhoh dan Ghairu Mahdhoh. [Online]. Tersedia:
http://mintlisim.wordpress.com/2010/11/15/ibadah-mahdhoh-dan-ghairu-mahdhoh/.

[07

Maret

2014].
Antara

Ibadah

Mahdhoh

dan

Ibadah

Ghoiru

Mahdhoh.

[Online].

Tersedia:

http://abunamira.wordpress.com/2012/07/09/antara-ibadah-mahdhoh-dan-ibadah-ghoiru-mahdhoh/.
[07 Maret 2014].
Hilya, Abu. 2013. Penjelasan Tentang Ibadah Mahdhoh dan Ibadah Ghoiru Mahdhoh. [Online]. Tersedia:
http://www.islam-institute.com/penjelasan-tentang-ibadah-mahdhoh-dan-ibadah-ghoirumahdhoh.html. [07 Maret 2014].
Ibadah

Mahdhoh

dan

Ghoiru

Mahdhoh.

[Online].

Tersedia:

http://udayefri.wordpress.com/2013/10/08/ibadah-madhoh-dan-ghoiru-mahdhoh/. [07 Maret 2014].


M,

Umay

Djafar.

2008.

Ibadah

Mahdhah

dan

Ghairu

Mahdhah.

[Online].

Tersedia:

http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/. [07 Maret 2014].

03
ZAKAT

Istilah zakat berasal dari kata Arab yang berarti suci atau kesucian, atau arti lain yaitu
keberkahan. Menurut istilah Agama Islam zakat adalah ukuran/ kadar harta tertentu yang harus
dikeluarkan oleh pemiliknya untuk diserahkan kepada golongan/orang-orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Jadi seorang muslim yang telah memiliki harta
dengan jumlah tertentu (nisab) sesuai dengan ketentuan dan waktu tertentu (haul) yaitu satu
tahun, wajib mengeluarkan zakatnya. Oleh sebab itu Hukum dari melaksanakan zakat adalah
Fardhu Ain (wajib bagi setiap orang) bagi oarang yang mampu. Adapun Tujuan zakat adalah
sebagaimana firman Allah dalam surat At- Taubah ayat 103






Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi
mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.(QS. At Taubah: 103)
Jadi tujuan Allah memerintahkan umat Islam untuk membayar zakat adalah agar harta
yang dimilikinya menjadi bersih dan suci. Karena kalau tidak dibayarkan zakatnya, harta yang
dimiliki menjadi kotor dan haram karena tercampur hak orang lain yang dititipkan kepada orang
yang berhak mengeluarkan zakat. Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 19 yaitu


Artinya: Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang
miskin yang tidak meminta. (Q.S. Adz-Dzariyat: 9)
Macam-macam Zakat
Zakat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

Zakat Fitrah
Zakat fitrah juga disebut zakat jiwa yaitu setiap jiwa/orang yang beragama Islam harus
memberikan harta yang berupa makanan pokok kepada orang yang berhak menerimanya,
dan dikeluarkan pada bulan Ramadhan sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri pada bulan
Syawal

Zakat Maal
Zakat Maal juga disebut zakat harta yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda
tertentu untuk diberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran
banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu. Penjelasan rinci mengenai
Zakat Fitrah merupakan salah satu bagian dari zakat, dimana kewajibannya dibebankan

kepada semua orang yang beragama Islam, baik yang baru lahir sampai yang sakaratul maut. Jadi
siapapun baik kaya, miskin, laki-laki maupun perempuan, tua, muda maupun bayi, semuanya

harus membayar zakat fitrah. Mengapa disebut Zakat Fitrah? karena fitrah berarti suci, sehingga
tujuan kegiatan itu untuk mensucikan setiap jiwa seorang muslim pada setiap tahunnya.
Ketentuan bagi orang yang wajib membayar zakat fitrah (Muzaki) adalah :
Orang tersebut beragama Islam
Orang tersebut, ketika sebelum matahari terbit pada Hari Raya Idul Fitri masih hidup (yang
baru lahir maupun dalam sakaratul maut)
Orang tersebut pada waktu itu mampu menafkahi dirinya dan keluarganya
Orang yang tidak berada di bawah tanggung jawab orang lain
Untuk lebih jelasnya kita perhatikan hadis dari Rasulullah berikut: Rasulullah saw.
mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari hal-hal yang tidak
bermanfaat, kata-kata kotor, dan memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa
mengeluarkannya sebelum shalat Idul Fitri , zakatnya diterima , dan barang siapa yang
mengeluarkannya setelah shalat idul fitri, hal itu merupakan salah satu dari sedekah. (Hadits
Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas)
Sekarang kita pelajari apakah yang dapat kita berikan dalam zakat fitrah ini? Berikut hadis
Rasulullah mengenai hal ini: Dari Ibnu Umar bahwasannya, Rasulullah saw. mewajibkan zakat
fitrah pada bulan Ramadlan kepada semua orang Islam, orang yang merdeka, atau hamba
sahaya laki-laki atau perempuan, sebanyak 1 sha (3,1 liter) kurma atau gandum.(HR.Muslim:
1635)
Jadi jelaslah bagi kita dari hadits Rasulullah di atas apa yang harus diberikan dari
kewajiban zakat fitrah ini, yaitu gandum atau tamar ataupun makanan pokok pada suatu daerah
tertentu seperti beras di Indonesia pada umumnya, jagung di Madura, sagu di Paupua dan lainlain. Kemudian banyaknya yang harus kita berikan perorang/jiwa sebanyak 3,1 Liter atau sekitar
2,5 Kg dan hanya diberikan dalam setahun sekali. Melihat ketentuan yang harus diberikan adalah
makanan pokok berarti pemberian lain tidak diperkenankan seperti memberikan suatu benda
elektronik, baju, kendaraan bahkan uang atau yang lainnya.
Zakat Maal memang berbeda dengan zakat fitrah. Zakat fitrah hanya diberikan dalam
setahun sekali yaitu sebelum salat Idul fitri dan dengan jumlah yang sama setiap jiwanya yaitu
2,5 kg atau 3,1 liter beras (makanan pokok) tetapi ketentuan zakat maal berbeda-beda jumlahnya,

antara satu benda dengan benda yang lainnya. Zakat maal yaitu kewajiban umat Islam yang
memiliki harta benda tertetu untuk memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan
nisab (ukuran banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hadits Rasulullah
menjelaskan sebagai berikut: Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat pada harta orang-orang
kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin di antara
mereka. Fakir miskin itu tiadalah menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang,
kecuali perbuatan golongan orang kaya. Ingatkan Allah akan mengadili mereka nanti secara
tegas dan menyiksa mereka dengan pedih. (Hadist Riwayat at-Tabrani)
Dalam Al Quran surat At Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa Allah hanya mewajibkan
kepada kaum muslim yang kaya saja untuk melaksanakan zakat maal itu, hal ini menunjukkan
bahwa ketentuan agama Islam tidak memberatkan bagi umat Islam yang kurang mampu.
Adapun tujuan dari pada zakat maal adalah untuk membersihkan dan mensucikan harta benda
mereka dari hak-hak kaum miskin diantara umat Islam.
Ketentuan-Ketentuan Zakat Maal
Dari pengertian zakat maal yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertetu
untuk memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran banyaknya) dan
dalam jangka waktu tertentu, Hal diatas menimbulkan pertanyaan, apakah setiap umat islam
wajib mengeluarkan zakat maal ini? Apakah setiap harta yang kita miliki harus dizakati? Apakah
yang dimaksud dengan ukuran banyaknya harta/nisab itu? Apakah yang dimaksud dengan jangka
waktu tertentu/haul itu?
Adapun harta benda yang wajib dizakati adalah :

Binatang Ternak (zakat Anam)


Binatang ternak yang wajib dizakati adalah :
Unta
Jumlah peling sedikit yang harus dizakati bagi yang memiliki unta adalah 5 unta dan
kelipatannya dengan zakat seekor kambing dan kelipatannya seperti pada tabel berikut
ini:
No.
1

Jumlah Unta
5 - 9 unta

Jumlah Zakat
1 ekor kambing

Usia
2 tahun lebih

2
3
4
5
6

10 - 14 unta
15 - 19 unta
20 - 24 unta
25 - 35 unta
Dan seterusnya

2 ekor kambing
3 ekor kambing
4 ekor kambing
1 ekor unta

2 tahun lebih
2 tahun lebih
2 tahun lebih
1 tahun lebih

Contoh :
Pak Karta memiliki unta 6 ekor dan kepemilikannya lebih dari 1 tahun, maka pak
Karta wajib berzakat 1 ekor kambing usia 2 tahun lebih.
Pak Husen memiliki unta 21 ekor dan kepemilikannya lebih dari 1 tahun, pak Husen
wajib mengeluarkan zakat 4 ekor kambing.
Sapi/Kerbau
Jumlah minimal seseorang wajib mengeluarkan zakat sapi/kerbau yang kepemilikannya
lebih dari 1 tahun adalah 30 sapi, maka wajib mengeluarkan zakat 1 ekor sapi/kerbau
usia 1 tahun. Lihat tabel berikut :
No.
1
2
3
4
5

Jumlah Sapi/ Kerbau


30 - 39 ekor sapi/kerbau
40 - 59 ekor sapi/kerbau
60 - 69 ekor sapi/kerbau
70 - 79 ekor sapi/kerbau
Dan seterusnya

Jumlah Zakat
1 ekor sapi/kerbau
1 ekor sapi/kerbau
2 ekor sapi/kerbau
2 ekor sapi/kerbau

Usia
1 tahun lebih
2 tahun lebih
1 tahun lebih
2 tahun lebih

Kambing/domba
Jumlah minimal kepemilikan kambing yang harus dizakati adalah 40 ekor dengan zakat
1 ekor kambing dengan usia 2 tahun lebih atau domba dengan usia 1. lebih jelasnya lihat
daftar berikut :

No.

Jumlah Kambing/ Domba

1 40 - 120 ekor kambing/domba


2 121 - 200 ekor Kambing/domba

Jumlah Zakat
1 kambing
1 domba betina
2 ekor kambing
2 domba betina

Usia
2 tahun lebih
1 tahun lebih
2 tahun lebih
1 tahun lebih

3 Dan seterusnya

Unggas
Untuk ketentuan zakat unggas ini disamakan dengan batas nisab emas yaitu 93,6 gram.
Jika harga emas Rp. 65.000/gram maka emas 93,6 gr x Rp. 65.000 = Rp. 6.084.000,00.
Apabila seseorang memiliki usaha unggas dalam satu tahunnya memiliki keuntungan Rp.
6.084.000,00 maka yang bersangkutan telah wajib membayar zakat 2,5 % dari total
keuntungan selama 1 tahun.
Contoh :
Pak Irfan memiliki usaha ayam potong 4.000 ekor. Setiap penjualan memiliki keuntungan
rata-rata Rp. 2.000.000. dalam 1 tahun dapat menjual sebanyak 8 kali. Jadi total
keuntungan dalam 1 tahun Rp. 16.000.000. Zakat yang dikeluarkan adalah Rp.
16.000.000 X 2,5 % = Rp. 400.000

Emas dan perak (zakat nuqud)


Apabila kita memiliki emas yang dipakai untuk perhiasan sebagian

besar ulama

berpendapat tidaklah dizakati, emas yang dimaksud disini adalah emas yang disimpan untuk
kekayaan maka wajib dikeluarkan. Adapun zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.
Nisab barang mewah ini sebesar 93,6 gram.
Contoh:
Ibu Siti Khotijah memiliki emas untuk simpanan seberat 250 gr dan dimiliki lebih dari 1
tahun, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah: 250 grm X 2,5 % = 6,25 grm

Harta perniagaan/perusahaan/perdagangan ( Zakat Tijarah)


Nisab harta dagangan ini disamakan dengan kekayaan emas seberat 93,6 grm, apabila
seseorang dalam berdagang selama satu tahun keuntungannya minimal seharga emas 93,6
gram maka berdagang apapun seseorang telah wajib mengeluarkan 2,5 %.

Hasil pertanian dan perkebunan ( zakat Ziraah)


Zakat hasil pertanian dan perkebunan ini apabila hasilnya minimal seharga emas 93,6 gram,
Apabila hasilnya lebih dari itu maka petani wajib zakat dengan ketentuan.

Apabila pertanian airnya alami (tadah hujan) atau sumber yang didapatkan dengan tidak
mengeluarkan biaya maka zakatnya 20 %.

Apabila pertanian atau perkebunan irigaisi dan ada pengeluaran biaya untuk
mendapatkan air tersebut maka zakat yang harus dikeluarkan adalan 5 %.

Barang Temuan ( Zakat Rikaz)


Yang dimaksud barang temuan/ rikaz adalah barang-barang berharga yang terpendam
peninggalan orang-orang terdahulu. adapun jumlah nisabnya seharga emas 93,6 gram. Bagi
seseorang yang menemukan emas maka minimal nisabnya adalah 93,6 gram dan dizakati 20
% dari nilai emas tersebut.
Contoh:
Pak Arman menemukan arca mini emas seberat 2 ons, maka zakat yang harus dkeluarkan
adalah 2 x 20 %= 40 gram.
Bila yang ditemukan perak maka nisabnya seberat 624 gram dan nilai zakatnya sama dengan
emas yaitu 20 %.
Yang Berhak Menerima Zakat
Yang berhak menerima zakat tergolong menjadi 8 golongan/kelompok, seperti yang yang
difirmankan Allah dalam surat At Taubah ayat 60:









Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat,
yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan hamba sahaya), untuk membebaskan
orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 60)
Penjelasan dari ayat diatas yang menyebutkan tentang orang yang berhak menerima zakat
diatas, dapat dirinci sebagai berikut :

Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan tidak memiliki pekerjaan untuk
mencarinya

Miskin adalah orang yang memiliki harta tetapi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya

Amil adalah orang yang mengelola pengumpulan dan pembagian zakat

Muallaf adalah orang yang masih lemah imannya karena baru mengenal dan menyatakan
masuk Islam

Budak yaitu budak sahaya yang memiliki kesempatan untuk merdeka tetapi tidak memiliki
harta benda untuk menebusnya.

Garim yaitu orang yang memiliki hutang banyak sedangkan dia tidak bisa melunasinya.

Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah sedangkan dalam


perjuangannya tidak mendapatkan gaji dari siapapu

Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, sehingga sangat
membutuhkan bantuan

Manfaat pemberian zakat antara lain:

Mempererat hubungan si kaya dan si miskin.

Agar tidak terjadi kejahatan dari orang orang miskin dan susah yang dapat merusak
ketertiban masyarakat. Firman Allah SWT, Sekali-kali janganlah orang orang yang
bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka,
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka.
(Q.S. Ali Imran : 180)

Guna membersihkan diri. Firman Allah SWT, Ambillah zakat dari sebagian harta meraka.
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakanlah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman mereka dan Allah Maha
mendengar lagi mengetahui. (Q.S. At Taubah: 103).

Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta
penderitaan,

Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil, dan
mustahiq lainnya,

Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada
umumnya,

Menghilagkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta,

Membersihkan diri dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dalam hati orang-orang
miskin,

Menjembatani jurang pemisah antara orang yang kaya dengan yang miskin dalam suatu
masyarakat.,

Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang
mempunyai harta kekayaan,

Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain
yang ada padanya,

Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

Zakat Ditinjau dari Aspek Ekonomi


Zakat

berfungsi

sebagai

pembersih

dan

pensuci

jiwa,

juga

berfungsi

untuk

mengembangkan harta muzakki (yang mengeluarkan zakat), sebagaimana sabda Rasulullah


SAW : "Jika engkau telah menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya maka

sesungguhnya engkau telah membuang dari dirimu kejahatan darinya" (Hadits dari Jabir yang
diriwayatkan oleh Tabrani dalam kitab Al Mujam al Ausat jilid 4 bab man ismuhu Asmad
h. 99 no. hadith 1639).
Harta zakat yang diperoleh seorang fakir akan membantu memberikan kemampuan
berbelanja bagi dirinya, demikian juga sebaliknya bagi orang kaya, maka pertambahan demand
terhadap barang pokok akan berakibat kepada pertambahan produk bahan pokok tersebut. Selain
dari itu harta tidak boleh hanya beredar di sekitar orang kaya saja (lihat QS. Al-Hashr: 7), dan
perpindahan harta dari orang kaya ke orang miskin berakibat kepada pertambahan manfaat
penggunaan harta tersebut yaitu jika di tangan orang kaya harta tersebut memiliki manfaat yang
banyak tetapi akan lebih banyak lagi jika harta tersebut berpindah ke tangan orang miskin karena
akan meningkatkan kesejahteraan tarap hidup masyarakat secara umum.
Zakat pada tingkat mikro ekonomi memiliki implikasi ekonomi terhadap perilaku
konsumsi dan tabungan individu serta perilaku produksi dan investasi perusahaan tanpa
berpengaruh negatif pada insentif bekerja. Dalam perekonomian Islam dimana zakat diterapkan,
maka muzakki akan menyalurkan pendapatannya kepada mustahiq. Hal ini akan membuat
pendapatan mustahiq akan meningkat, peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan pula
konsumsi dan sekaligus akan memberikan kesempatan mustahiq untuk menabung.
Zakat pada tingkat makro ekonomi memiliki implikasi ekonomi terhadap efisiensi alokatif,
penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, stabilitas makro ekonomi, distribusi
pendapatan, pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial. Zakat yang menyalurkan
sebagian pendapatan muzakki kepada mustahiq akan berakibat meningkatkan permintaan barang
dan jasa dari mustahiq, yang umumnya adalah kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan
papan. Permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan dasar masyarakat yang terkait zakat ini,
akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian,
sehingga akan membawa pada alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih
diinginkan secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.
Zakat dalam perspektif sistem perekonomian Islam adalah sistem yang ramah terhadap
dunia usaha (market friendly), karena zakat memiliki tarif yang rendah dan tetap serta tidak
berubah karena sudah diatur dalam syariat. Contoh, zakat yang diterapkan pada basis luas seperti
zakat perdagangan, tarifnya hanya 2,5 persen. Ketentuan tarif zakat ini tidak diubah oleh

siapapun. Karena itu tidak akan mengganggu insentif investasi dan produksi serta memberikan
kepastian usaha.
Kerangka sosial ekonomi perekonomian Islam mendorong penciptaan lapangan kerja
melalui dua jalur, yaitu penciptaan pekerjaan dengan upah tetap dan penciptaan peluang
wirausahawan. Dan salah satu kerangka institusional penting dalam perekonomian Islam untuk
penciptaan lapangan kerja ini adalah zakat. Islam memberi jalan bagi entrepreneurial resources
untuk terlibat dalam kegiatan di sektor riil dengan menyediakan kerangka kerja sama atau
kemitraan seperti mudarabah, musharakah, dan muzaraah.
Program pengentasan kemiskinan adalah wajib dalam perekonomian Islam. Dampak zakat
terhadap upaya pengentasan kemiskinan adalah sesuatu yang signifikan dan berjalan secara
otomatis di dalam sistem Islam. Dalam surah At-Taubah ayat 60, disebut delapan golongan yang
berhak menerima zakat. Fakir dan miskin adalah kelompok pertama dan kedua yang menerima
zakat. Mereka yang mendapatkan prioritas dan pengutamaan mendapatkan zakat. Ini
menunjukkan bahwa mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama dari zakat.
Karakteristik ini membuat zakat sangat efektif sebagai instrumen pengentasan kemiskinan karena
sangat inheren bersifat pro-poor.

DAFTAR PUSTAKA
Fungsi

Zakat

dalam

Kehidupan

Sosial

Ekonomi.

[Online].

Tersedia:

http://forum.kompas.com/ekonomi-umum/139935-fungsi-zakat-dalam-kehidupan-sosialekonomi.html. [12 Maret 2014].


Hidayat, Arif. 2013. Pengertian, Jenis, dan Golongan Penerima Zakat dan Ruang Lingkupnya.
[Online]. Tersedia: http://basicartikel.blogspot.com/2013/03/pengertian-jenis-dan-golonganpenerima_24.html. [12 Maret 2014].
Mardani. 2010. Aspek Ekonomi dari Zakat dan Wakaf. [Online]. Tersedia:
http://drmardani.blogspot.com/2010/05/aspek-ekonomi-dari-zakat-dan-wakaf.html. [12
Maret 2014]. Rajafi, Ahmad. 2011. Penjelasan Tentang Zakat. [Online]. Tersedia:
http://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/02/16/penjelasan-tentang-zakat/. [12 Maret 2014].
Ubay.

2011.

Zakat

Ditinjau

dari

Aspek

Ekonomi.

[Online].

Tersedia:

http://ubayorengkampoeng.blogspot.com/2011/08/zakat-ditinjau-dari-aspek-ekonomi.html.
[12 Maret 2014].

Pengertian

Zakat

dan

Macam-macamnya.

[Online].

Tersedia:

http://azurahkio.wordpress.com/2008/09/22/pengertian-zakat-macam-macamnya/. [12 Maret


2014].

04
PUASA

Puasa adalah peperangan melawan kejahatan metafisik yaitu hawa nafsu dan penyakitpenyakit hati. Puasa ini termasuk sulit dilakukan,karena musuh kita yang sebenarnya kebanyakan
berada dalam diri kita sendiri. Oleh karena itu, dalam puasa ini terjadi peperangan yang maha
dahsyat antara hamba dan hawa nafsunya. Maka, Rasulullah SAW bersabda ketika pulang dari
perang Badar Kalian baru saja kembali dengan sebaik-baik kepulangan, kalian baru saja
kembali dari satu jihad kecil (perang), untuk menuju ke jihad yang lebih besar, yaitu
pertempuran hamba melawan hawa nafsunya. Rasulullah s.a.w. juga menegaskan bahwa

Sebaik-baik jihad adalah perang seorang lelaki melawan nafsunya di jalan Allah SWT. (H.R.
Ibnu Najjar).
Pengertian puasa atau shiyam/shaum secara bahasa berarti menahan diri dari sesuatu.
Secara Istilah/SyarI puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan puasa
(misalnya makan, minum, mutah dengan sengaja, hubungan suami istri, onani dll) sejak fajar
terbit hingga matahari terbenam. Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 183 dijelaskan

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah: 183)
RUKUN PUASA
Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan (puasa wajib) atau hari
yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai dari pada terbenamnya
matahari sehingga terbit fajar.
Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.
SYARAT WAJIB PUASA

Islam
Artinya bagi orang non-Muslim tidak diwajibkan berpuasa dan tidak diwajibkan pula untuk
mengqadhaa(mengganti)-nya,begitulah menurut mayoritas ulama. Bahkan apabila nonMuslim ini ikut berpuasa, maka puasanya itu tetap dianggap tidak sah.

Aqil (Berakal) dan Baliqh (Sudah Melewati Masa Pubertas)


Artinya tidak diwajibkan berpuasa bagi anak kecil, karena meraka belum baliqh. Juga bagi
orang gila dan orang mabuk. Karena mereka tidak termasuk ke dalam golongan orang yang
sudah masuk ke dalam kostitusi hokum (mukallaf) seperti yang disebutkan dalam hadist
Seseorang tidak termasuk mukallaf pada saat belum baliqh,hilang ingatan dan dalam
keadaan tidur.

Mampu

Artinya mampu melakukan puasa, dalam hal ini lebih di beratkan ke arah kemampuan
fisiknya untuk berpuasa. Maka bagi orang sakit tidak diwajibkan untuk berpuasa tetapi
diwajibkan untuk mengqadhanya ataupun bisa juga dengan mambayar fidyah.

Menetap
Menetap dalam hal ini artinya sedang bepergian jauh, maka tidak diwajibkan untuk
berpuasa, tetapi diwajibkan Mengqadha nya.



Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang
yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (QS. Al Baqarah: 184)
SYARAT SAH PUASA

Menurut ulama Hanafiyah ada 3 yaitu


Niat
Tidak ada yang menghalanginya (seperti haid dan nifas)
Tidak ada yang membatalkannya

Menurut ulama Malikiyah ada 4 yaitu


Niat
Suci dari haid dan nifas
Islam
Pada waktunya dan juga disyaratkan orang yang berpuasa berakal.

Menurut ulama Syafi'iyah ada 4 yaitu


Islam
Berakal
Suci dari haid dan nifas sepanjang hari
Dilaksanakan pada waktunya.
(Sedangkan "niat", menurut Syafi'iyah, dimasukkan ke rukun puasa)

Menurut ulama Hambaliyah ada 3 yaitu


Islam
Niat
Suci dari haid dan nifas

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

Makan atau Minum dengan sengaja, namun apabila dilakukan dengan tidak sengaja maka
tidak membatalkan puasa. Seperti sabda Rasulullah SAW yaitu Barang siapa lupa bahwa
ia puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah disempurnakan puasanya;
sesungguhnya Allah yang mmeberi makan dan minum. (HR. Bukhari dan Muslim)

Melakukan Jima(hubungan suami istri pada siang hari di bulan ramadhan). Bagi siapa yang
melanggarnya, maka wajib membayar denda sesuai dengan kemampuanya. Boleh memilih
salah satu dari tiga denda yaitu memerdekakan seorang budak, puasa dua bulan beturutturut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin dengan liter per orangnya.

Mengeluarkan air mani dengan cara onani atau masturbasi, mencium, memeluk, merangkul,
menghayal dan lain-lainnya, serta memandang segala sesuatu yang dapat menggugah nafsu
syahwat.

Keluar darah haidh dan nifas. Maka wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Dari
Aisyah ra: Kami disuruh oleh Rasulullah saw mengganti puasa, dan tidak disuruhya
mengganti sholat. (HR. Bukhari)

Mengeluarkan darah dengan jalan hijamah (membekam) atau yang serupa. Sedangkan keluar
darah dengan sendirinya atau karena mencabut gigi dan yang semisalnya, tidak
membatalkan puasa, karena hal tersebut tidak termasuk dalam pengertian hijamah.

Muntah disengaja, tetapi jika muntah tanpa disengaja atau dibuat-buat, maka tidak batal
puasanya. Sabda Rasulullah saw: Barangsiapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengganti
puasanya, dan barangsiapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah ia mengganti
puasanya (pada hari yang lain). (HR. Abu Daud, Tirmidzi)

HAL-HAL YANG DAPAT MELENYAPKAN PAHALA PUASA


Berikut ini adalah hal-hal yang tidak membatalkan puasa, namun apabila kita melakukannya,
maka akan menghilangkan pahala puasa kita. Sehingga sia-sia saja kita berpuasa.

Mengatakan tentang hal yang sia-sia atau tercela


Tentunya tidak jarang dari kita yang berpuasa berkata hal-hal yang sia-sia, contohnya adalah
mengumpat. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya puasa adalah tabir penghalang
(dari perbuatan dosa). Apabila seseorang di antara kamu sedang berpuasa, janganlah ia
mengucapkan sesuatu yang keji dan berbuat jahil. Andai ada orang lain yang mengajak
berkelahi atau menunjukkan cercaan kepadanya, hendaknya ia berkata: aku sedang
berpuasa, aku sedang berpuasa. (HR. Bukhari dan Muslim)

Mendengarkan segala sesuatu yang dibenci agama


Dalam hal ini segala sesuatu yang dilarang mengucapkannya,maka dilarang pula
mendengarkannya,seperti sabda Rasulullah saw. yang artinya: Orang yang menggungjing
dan mendengarkan gunjingan, sama dosanya. (HR. Thabrani)

Melakukan perbuatan tercela


Tentunya sudah kita ketahui hal-hal yang tercela tersebut. Contohnya adalah berjudi, pergi
ke tempat maksiat dan lain-lain.

Hakekat Puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah:

Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan)


Keinginan atau kemauan merupakan fitrah manusia. Tapi tidak jarang kemauan atau

keinginan yang dimiliki manusia tidak selamanya baik dan tidak pula selamanya buruk. Karena
itu puasa dapat mendidik atau membimbing kemauan manusia baik yang positif maupun yang
negatif. Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih berkembang dan

meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan membimbing dan mengarahkan agar kemauan
tersebut tidak terlaksana.
Adapun yang menyebabkan kamauan seseoarang ada yang positif dan yang negatif, sesuai yang
diungkapkan oleh Imam Al-Gazali bahwa di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat sebagaimana
berikut ini:

Sifat Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat baik.

Sifat Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk berbuat kesalahan dan
kejahatan.

Sifat Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan pada manusia sebagai
mahluk biologis.

Sifat Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam diri manusia.

Thariqat almalaikat
Malaikat merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh terhadap segala perintah

Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya merupakan suatu bukti bahwa jiwanya tidak
dikuasai oleh hawa nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami iklim kesucian laksana seorang
bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan kesalahan. Inilah janji Allah yang
akan diberikan untuk orang yang berpuasa dan melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan
ramadhan.

Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan)

Puasa merupakan sistem pendidikan Allah SWT dalam rangka mendidik atau membimbing
manusia. Sistem pendidikan ini mengandung dua fungsi yaitu:

Sebagai sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi hamba tuhan yang taat
dan patuh.

Sebagai suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah (ketuhanan) manusia untuk
dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan perbuatan baik lainnya.

Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa)

Hakekat puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al Jauzi. Puasa dapat
menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat buruk yang terdapat dalam jiwa manusia.
Adakalanya jiwa manusia akan kotor bahkan sampai berkarat terbungkus oleh noda dan sikap
keburukan yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa dapat menjadi penyuci jiwa.
Dalam ayat Al Quran surat Al Baqarah ayat 183 dijelaskan bahwa puasa berkaitan dengan
keimanan dimana orang yang merasa di dalam dirinya ada iman, tentu akan bersedia mengubah
kebiasaannya, menahan nafsunya, bersedia bangun malam untuk shalat tarawih dan makan sahur.
Kemudian bersedia menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami isteri, sejak terbit fajar
hingga maghrib. Dengan demikian, perintah berpuasa adalah perintah khusus untuk orang-orang
beriman. Bahkan dalam hadist Bukhari yang diriwayatkan oleh Abu Said r.a disebutkan tentang
penyelamatan dari neraka akibat adanya keimanan yang hanya sebesar biji sawi - alat untuk
menunjukkan tingkatan iman. Iman adalah sumber keselamatan, maka Allah SWT
memerintahkan kepada orang beriman bukan orang bertakwa untuk melakukan ibadah puasa.
Perintah puasa pun ditempatkan dalam keutamaan ibadah paling spesial, dengan menempatkan
puasa sebagai sarana untuk menuju ketakwaan. Dengan meningkatnya derajat keimanan
seseorang maka tingkat ketakwaan akan meningkat pula. Dengan puasa maka ketika keimanan
meningkat yang berakibat kepada peningkatan ketakwaan manusia, pada titik itu akan timbul
keseimbangan antara iman dan takwa.
Puasa adalah sarana untuk melakukan penyadaran akan pentingnya memelihara iman
dengan cara mengetahui tubuh karena tubuh adalah alat paling dekat untuk mendekati hati yang
merupakan alat untuk melayani jiwa. Dalam konteks ini puasa menjadi sarana untuk memelihara
dan meningkatkan hubungan dengan Allah SWT sekaligus alat untuk meningkatkan ketakwaan
untuk menuju iman tertinggi yakni pembebasan jiwa.
Hubungan antara shaum dan iman, pertama, shaum adalah pilar penting bagi tegaknya
iman seseorang. Kedua, mengabaikan shaum Ramadhan akan merusak nilai iman seseorang di
hadapan Allah azza wa jalla. Hal ini mengingat sangat personalnya hubungan seorang hamba
dengan Allah SWT dalam melakukan aktivitas shaumnya. Semua amal perbuatan Bani Adam
adalah kepunyaan Bani Adam sendiri, kecuali puasa. Puasa itu kepunyaan-Ku, dan Aku yang
akan memberikan balasan(HR. Muslim). Ketiga, hanya orang beriman yang sanggup
menyambut seruan Allah ini dengan konsisten karena keyakinan di qalb dan ikrar di lisan serta

seluruh gerak raga seorang mukmin telah bersatu untuk selalu siap tunduk dan taat pada perintah
dan menjauhi larangan Allah walau berat dan berisiko tinggi sekalipun. Keempat, hanya orang
yang berimanlah yang ditolong Allah untuk mampu ihsan (menyembah Allah walau tak melihat
Allah dan merasa yakin bahwa Allah memperhatikan semua ibadahnya walau ia tak dapat
melihat Allah) dalam shaum. Sebab, tak akan mampu seorang hamba untuk ihsan kepada Allah
tanpa pertolongan Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rokhman R. 2011. Puasa Membina Kepribadian Utama. [Online]. Tersedia:
http://pakroli.blogspot.com/2011/08/puasa-membina-kepribadian-utama.html.

[13

Maret

2014].
Aiqon. 2012. Pengertian Puasa. [Online]. Tersedia: http://aiqonganteng.blogspot.com/. [13
Maret 2014].
Hadi,

Abdul.

2013.

Pengertian

Puasa.

[Online].

Tersedia:

http://softilmu.blogspot.com/2013/12/pengertian-puasa.html. [13 Maret 2014].

N, Karundeng Ninoy. 2013. Puasa, Sarana Mencapai Iman Tertinggi dalam Hablumminallah.
[Online]. Tersedia: http://filsafat.kompasiana.com/2013/07/07/puasa-sarana-mencapai-imantertinggi-dalam-hablumminallah-575007.html. [13 Maret 2014].
Nasir,

Bachtiar.

2011.

Hubungan

Iman

dan

Shaum.

[Online].

Tersedia:

http://jalmilaip.wordpress.com/2011/08/04/hubungan-iman-dan-shaum/. [13 Maret 2014].


Pengertian,

Syarat,

dan

Rukun

Puasa.

[Online].

Tersedia:

http://risalahrasul.wordpress.com/2008/09/20/pengertian-syarat-dan-rukun-puasa/. [13 Maret


2014].

05
SHALAT

Shalat merupakan ibadah yang penting dan utama bagi umat Islam. Begitu pentingnya
shalat sehingga untuk memberikan perintah shalat Allah mengutus sendiri Rasulullah SAW untuk
menghadap-Nya secara langsung. Sedangkan untuk perintah-perintah Allah yang lain selalu
disampaikan kepada Rasulullah melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena shalat merupakan
ibadah yang terpenting bagi kehidupan umat, maka tentulah banyak mengandung hikmah baik
ditinjau secara moral (rohani) maupun fisik (jasmani).
Diantara hikmah disyariatkannya shalat adalah untuk mensucikan jiwa dan menyebabkan
seorang hamba merasa dekat dengan Allah SWT. Shalat juga dapat menghindarkan pelakunya
dari perbuatan keji dan mungkar, seperti dalam Firman Allah SWT dalam surat Al Ankabut ayat
45 yaitu





Artinya: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar."
(QS. Al Ankabut 45)
Shalat yang khusu mewujudkan suatu ibadah yang benar-benar ikhlas, pasrah terhadap zat
Yang Maha Suci dan Maha Mulia. Di dalam shalat tersebut kita meminta segala sesuatu dariNya, memohon petunjuk untuk mendapatkan jalan yang lurus, mendapat limpahan rahmat, rizki,
barokah dan pahala dari-Nya. Oleh karena itu orang yang shalatnya khusu dan ikhlas karena
Allah SWT akan selalu merasa dekat kepada-Nya dan tidak akan menghambakan diri, tidak akan
menjadikan panutan selain daripada Allah SWT. Dengan kata lain segala sesuatu yang dilakukan

hanyalah karena Allah dan hanya untuk mendapatkan ridlo dari Allah. Maka pantaslah jika Allah
berfirman:



Artinya: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang
khusu dalam sembahyangnya". (QS. Al Muminuun 1-2)

Di samping itu shalat juga membersihkan jiwa dari sifat-sifat yang buruk, khususnya caracara hidup yang materialis yang menjadikan urusan duniawi lebih penting dari segala-galanya
termasuk ibadah kepada Allah. Kebersihan dan kesucian jiwa ini digambarkan dalam sebuah
hadits: "Jikalau di pintu seseorang diantara kamu ada sebuah sungai dimana ia mandi lima
kali, maka apakah akan tinggal lagi kotorannya (yang melekat pada tubuhnya) ? Bersabda
Rasulullah saw: Yang demikian itu serupa dengan shalat lima waktu yang (mana) Allah
dengannya (shalat itu) dihapuskan semua kesalahan."(HR. Abu Daud)
Yang dimaksud kesalahan disini adalah yang berupa dosa-dosa kecil, sedangkan yang
berupa dosa besar tetap wajib dengan bertaubat kepada Allah. Jadi pada hakekatnya shalat itu
mendidik jiwa kita agar terhindar dari sifat-sifat takabur, sombong, tinggi hati, dan sebagainya,
serta mengarahkan kita agar selalu tawakal dan berserah diri kepada Allah SWT. Hal ini karena
pada dasarnya manusia selalu berkeluh kesah apabila ditimpa kesusahan dan bersifat kikir
apabila mendapat kebaikan, ini sesuai dengan salah satu firman Allah :






Artinya: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan, maka ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya" (QS. Al
Maaarij: 19-23)

Apabila kita mendapat suatu musibah maupun kesulitan, maka kita harus memohon
pertolongan kepada Allah dengan mengerjakan shalat dan bersabar serta tawakal.





Artinya: "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu." (QS. Al Baqarah 45)




Artinya: "Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah 153)

Di dalam salah satu firman-Nya Allah juga menegaskan nilai positif dari shalat:


Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar
Rad: 28)
Disamping hal-hal di atas, shalat juga membina rasa persatuan dan persaudaraan antara
sesama umat Islam. Hal ini dapat kita lihat antara lain, apabila seseorang shalat tidak dalam
keadaan yang khusus pasti selalu menghadap kiblat yaitu Kabah di Masjidil Haram Mekah.
Umat Islam di seluruh dunia mempunyai satu pusat titik konsentrasi dalam beribadah dan
menyembah kepada Khaliq-nya yaitu Kabah, hal ini akan membawa dampak secara psikologis
yaitu persatuan, kesatuan, dan kebersamaan umat. Contoh lain adalah pada shalat berjamaah,
shalat berjamaah juga mengandung hikmah kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan
kepemimpinan dimana pada setiap gerakan shalat mamum mempunyai kewajiban mengikuti
gerakan imam, sedangkan imam melakukan kesalahan, maka mamum wajib mengingatkan.
Sehingga pada shalat berjamaah keabsahan maupun kebenaran dalam shalat lebih terjamin, dan
diantara jamaah akan timbul rasa kebersamaan dan persatuan untuk menyelamatkan jamaah

mereka. Ibarat orang berkendaraan, penumpang akan selalu ikut menjaga keamanan dan
keselamatan kendaraan yang ditumpanginya. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika shalat
berjamaah mendapatkan tempat yang lebih dibandingkan dengan shalat sendiri. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW: "Shalat berjamaah lebih utama (pahalanya) dua puluh derajat"
(HR. Bukhary & Muslim dari Ibnu Umar)
Shalat disamping mengandung hikmah secara moral seperti diuraikan diatas, juga
mengandung hikmah secara fisik terutama yang menyangkut masalah kesehatan. Hikmah shalat
menurut tinjauan kesehatan ini dijelaskan oleh DR. A. SABOE yang mengemukakan pendapat
ahli-ahli (sarjana) kedokteran yang termasyhur terutama di barat. Mereka berpendapat sebagai
berikut :

Bersedekap, meletakkan telapak tangan kanan diatas pergelangan tangan kiri merupakan
istirahat yang paling sempurna bagi kedua tangan sebab sendi-sendi, otot-otot kedua tangan
berada dalam posisi istirahat penuh. Sikap seperti ini akan memudahkan aliran darah
mengalir kembali ke jantung, serta memproduksi getah bening dan air jaringan dari kedua
persendian tangan akan menjadi lebih baik sehingga gerakan di dalam persendian akan
menjadi lebih lancar. Hal ini akan menghindari timbulnya bermacam-macam penyakit
persendian seperti rheumatik. Sebagai contoh, orang yang mengalami patah tangan, terkilir
maka tangan/lengan penderita tersebut oleh dokter akan dilipatkan diatas dada ataupun perut
dengan mempergunakan mitella yang disangkutkan di leher.

Ruku yaitu membungkukkan badan dan meletakkan telapak tangan diatas lutut sehingga
punggung sejajar merupakan suatu garis lurus. Sikap yang demikian ini akan mencegah
timbulnya penyakit yang berhubungan dengan ruas tulang belakang, ruas tulang pungung,
ruas tulang leher, ruas tulang pinggang, dsb.

Sujud, sikap ini menyebabkan semua otot-otot bagian atas akan bergerak. Hal ini bukan saja
menyebabkan otot-otot menjadi besar dan kuat, tetapi peredaran urat-urat darah sebagai
pembuluh nadi dan pembuluh darah serta limpa akan menjadi lancar di tubuh kita. Dengan
sikap sujud ini maka dinding dari urat-urat nadi yang berada di otak dapat dilatih dengan
membiasakan untuk menerima aliran darah yang lebih banyak dari biasanya, karena otak
(kepala) kita pada waktu itu terletak di bawah. Latihan semacam ini akan dapat
menghindarkan kita mati mendadak dengan sebab tekanan darah yang menyebabkan
pecahnya urat nadi bagian otak dikarenakan amarah, emosi yang berlebihan, terkejut dan

sebagainya yang sekonyong-konyong lebih banyak darah yang di pompakan ke urat-urat


nadi otak yang dapat menyebabkan pecahnya urat-urat nadi otak, terutama bila dinding uraturat nadi tersebut telah menjadi sempit, keras, dan rapuh karena dimakan usia.

Duduk Iftrasy (duduk antara dua sujud & tahiyat awal), posisi duduk seperti ini
menyebabkan tumit menekan otot-otot pangkal paha , hal ini mengakibatkan pangkal paha
terpijit. Pijitan tersebut dapat menghindarkan atau menyembuhkan penyakit saraf pangkal
paha (neuralgia) yang menyebabkan tidak dapat berjalan. Disamping itu urat nadi dan
pembuluh darah balik di sekitar pangkal paha dapat terurut dan tirpijit sehingga aliran darah
terutama yang mengalir kembali ke jantung dapat mengalir dengan lancar. Hal ini dapat
menghindarkan dari pengakit bawasir.

Duduk tawaruk (tahiyat akhir), duduk seperti ini dapat menghindarkan penyakit bawasir yang
sering dialami wanita yang hamil. Kemudian duduk tawaruk ini juga dapat untuk
mempermudah buang air kecil.

Salam, diakhiri dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini sangat berguna untuk
memperkuat otot-otot leher dan kuduk, selain itu dapat pula untuk menghindarkan penyakit
kepala dan kuduk kaku.
Dari penjelasan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa sholat di samping merupakan

ibadah yang wajib dan istimewa ternyata juga mengandung manfaat yang sangat besar bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA
B,

Umar.

2010.

Hikmah

Shalat.

[Online].

Tersedia:

http://puskafi.wordpress.com/2010/04/28/hikmah-shalat/. [18 Maret 2014].


Beragam Manfaat dan Hikmah Shalat. [Online]. Tersedia: http://www.anneahira.com/hikmahshalat.htm. [06 Maret 2014].
Filosofi Shalat. [Online]. Tersedia: https://id-id.facebook.com/notes/indahnya-islam-dan-manisnyaiman/filosofi-sholat/152466374918. [06 Maret 2014].

Kusuma, Fajar Adi. Hikmah Shalat Dalam Kehidupan Umat. [Online]. Tersedia: http://fadikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/hikmah2.html. [18 Maret 2014].

06
IBADAH HAJI

Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke lima. Banyak orang yang menginginkan untuk
pergi beribahah haji ke Mekkah. Adapaun sebelum seseorang pergi berhaji harus mengetahui apa
tujuannya melakukannya selain tujuan utamanya adalah menyempurnakan rukun islam yang
kelima. Al Quran telah dengan jelas menerangkan apa tujuan dari ibadah haji dalam surat Al
Baqarah ayat 125 dan 197 yaitu




Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul
bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat
shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku dan yang sujud.(QS. Al Baqarah:
125)







Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat
fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al
Baqarah: 197)
Tujuan dari ibadah haji adalah untuk meraih ketakwaan, dengan menapaktilasi perjalanan Nabi
Ibrahim dan keluarganya, agar kita merenungkan apa hikmah dibalik semua itu. Simbol dan
Makna yang terkandung di dalam ibadah Haji. Ibadah Haji seluruhnya adalah simbol dan makna
yang harus diketahui oleh calon jamaah Haji yang akan melaksanakannya. Salah satunya Haji
sebagai Simbol perjuangan kemanusiaan. Mari kita cermati mulai dari cara Ihram, Thawaf
mengelilingi ka'bah, Sa'i, Wuquf di Arafah, Melontar jumrah, Hajar Aswad, Qurban dan
Tahallul. Semuanya merupakan ibadah yang penuh hikmah, makna dan simbolik.

Ihram
Ihram yakni pakaian yang terdiri dari hanya selembar kain, tanpa sepatu dan tutup kepala.

Pakaian ini seperti pakaian pengemis yang menjadi simbol dari peminta-minta, pengemis tidak
pantas menggunakan pakaian yang menggambarkan kehebatan manusia dari sisi duniawi.
Karena itu, pada diri seorang jamaah haji, tidak boleh lekat tubuhnya simbol kesombongan dan
pada saat menunaikan haji itu. Manusia tidak boleh memiliki kesibukan lain kecuali kesibukan
dalam rangka mencari perhatian dari Allah. Di hadapan Allah, semua manusia sama, kecuali
ketakwaannya. Sementara pakaian sering kali bisa menjadi simbol perbedaan dan
menggambarkan status sosial dan pengaruh kejiwaan.
Ini berarti, seorang haji harus menanggalkan segala macam perbedaan, keangkuhan dan
status sosial dalam berinteraksi dengan kebenaran yang datang dari Allah. Karena itu sebagai

seorang muslim kita tidak boleh mengukur kebenaran dari jabatan status sosial, harta dan
sebagainya. Ihram dalam simbol persamaan derajat manusia dalam menghadap Allah SWT.
Pakaian seperti itulah yang akan dikenakan setiap Muslim dalam menghadap Allah sesudah
kematiannya. Dan itu pula sebabnya mengapa ibadah haji disebut juga dengan latihan untuk mati
atau kembali kepada Allah. Karena itu, seorang haji semestinya telah memilki kesiapan yang
lebih baik dalam bentuk amal saleh yang banyak untuk menghadapi kematian, kapan pun,
dimana pun dalam kondisi keadaan pun juga. Allah berfirman dalam surat Al Kahfi ayat 110
yaitu




Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS. Al
Kahfi: 110)

Thawaf mengelilingi ka'bah


Thawaf Secara harfiah berarti berkeliling atau mengitari sesuatu. Dalam Haji berarti

prosesi mengelilingi, mengitari bangunan Ka'bah sebanyak tujuh kali. Ka'bah menurut Al Quran
adalah rumah paling awal dibangun manusia. Ia sengaja dibangun sebagai symbol pusat rotasi
kehidupan semesta. Ka'bah bagai matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh
planet-planet. Ini sesungguhnya hendak menggambarkan bahwa seluruh alam semesta berputar
tak pernah berhenti mengitarinya, sambil menyenandungkan pujian dan memahasucikan Allah,
Penciptanya. "Yusabbihu Lahu ma fi al Samawati wa al Ardh".
Thawaf adalah simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah,
menyatukan langkah, pikiran dan hati manusia dalam nuansa hati yang sepenuhnya pasrah
kepada dan menuju ke satu titik dari mana mereka berasal dan ke mana pula mereka akan
kembali. Titik itu tidak lain adalah Allah. Dia adalah pusat eksisensi kepada siapa seluruh alam

semesta, termasuk manusia harus mengabdidan menghambakan diri, karena Dialah Penciptanya.
Perjuangan hidup manusia seharusnya memang di arahkan dalam kerangka ini dan bukan ke arah
dan dalam kerangka yang lain. "Siapa yang mencari cara hidup selain menundukkan dan
memasrahkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan diterima, dan dia akan sengsara di hari
kemudian".

Sa'i/Berlari Kecil
Sa'i secara literal berarti berusaha dan bekerja keras. Dalam ibadah haji berarti prosesi

berjalan kaki dan kadang-kadang berlari kecil, dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Ini adalah
simbol perjuangan manusia untuk mempertahankan eksistensi (hidup) yang tak pernah berhenti.
Tujuh sering kali adalah angka kiasan untuk arti banyak dan tak terbatasi. Simbol ini pada
mulanya ditampilkan melalui kisah seorang perempuan bernama Siti Hajar. Ia mencari air di
lembah yang tandus untuk Ismail, seorang bayi yang baru saja dilahirkannya. Bayi ini anak hasil
perkawinanya dengan Nabi Ibrahim As. Kelahirannya sudah lama diidamkan ayahnya. Sayang
begitu lahir, atas perintah Allah, Ibrahim harus meninggalkan sang anak dan ibunya ke Palestina.
Di tanah yang tandus, kering kerontang, tanpa tumbuhan itu, kedua anak manusia yang lemah itu
harus berjuang untuk hidup. Sesuatu yang dicari sang ibu adalah air, karena air adalah sumber
utama kehidupan, sekaligus kesuburan bagi manusia dan alam. Allah mengatakan:




Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman. (QS.Al Anbiya: 30)
Allah lalu menganugerahi nya air Zam-zam. Ada bilang "Tham-Tham" (Tha'am = makanan).

Wuquf di Arafah
Wuquf di Arafah. Makna harfiyahnya adalah berhenti, berdiam diri sejenak di area tanah

yang maha luas dan kering, di Arafah yang konon merupakan bertemunya kembali nabi Adam As

dan Siti Hawa. Dalam ibadah haji Wuquf berarti berada di Arafat untuk berizikir, berdoa, dan
berkontempelasi. Wukuf adalah kegiatan yang paling utama. "Al Hajj Arafah", kata Nabi. Begitu
utamanya sehingga para jamaah yang tidak sempat berada di tempat ini, belum dianggap telah
melaksanakan haji. Dia harus mengulangi hajinya pada kesempatanyang lain. Prosesi ini
merupakan contoh atau gambaran keberadaan manusia yang dicita-citakan Allah. Di tempat ini
semua manusia dari berbagai pelosok dunia dengan berbagai bahasa, suku, warna kulit, tradisi,
aliran keagamaan, kebangsaan, jabatan, pangkat dan lain-lain bersatu dan bersama-sama
menghadap Allah sebagai penguasa alam semesta satu-satunya. Kedudukan mereka di hadapan
Allah adalah sama. Orang yang paling dimuliakan dan dihargai Allah adalah orang yang paling
taqwa, orang yang paling ikhlas mengesakan Allah dan paling banyak amal baiknya. Arafah juga
merupakan gambaran di dunia bagaimana kelak di hari kiamat semua manusia akan dikumpulkan
dan menunggu keputusan Allah akan nasib sesudahnya, apakah akan dimasukkan ke dalam surga
atau ke neraka. Sama seperti di tempat ini, semua manusia di padang Mahshyar kelak, dalam
keadaan tanpa membawa apa-apa dan hanya akan membawa iman dan amalnya masing-masing
sekaligus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah. Di Mahsyar kelak, tidak adalagi
harta, kekuasaan, kekerabatan, pertemanan dan keluarga yang bisa menolongatau membantunya.
Allah berfirman:



Artinya: "Hari di mana harta dan anak-anak tak akan berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan di hari itu didekatkanlah surga kepada orangorang yang bertaqwa, dan diperlihatkan dengan jelas neraka kepada orang-orang yang sesat.
(QS.Ash Syu'ara: 88-89).
Di Arafah, 15 abad yang lalu, Nabi besar Muhammad saw, menyampaikan pidato sebagai pesan
terakhirnya yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Pidato Nabi yang disampaikannya di
atas untanya tersebut dihadiri oleh sekitar100 ribu orang. Isi dari pidato tersebut antara lain
sebagai berikut: "Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak tahu apakah
aku dapat menjumpaimu lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini.
"Wahai manusia. Sesungguhnya darah kamu dan harta kekayaan kamu merupakan
kemuliaan bagi kamu sekalian, sebagaimana mulianya hari ini di bulanyang mulia ini, di negeri
yang mulia ini. Ketahuilah sesungguhnya segal atradisi jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku

lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan (seperti pembunuhan,
dendam, danlain-lain) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya batal dan tidak boleh
berlaku lagi. "Wahai manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan
baik.

Kalian

sering

memperlakukan

mereka

seperti

tawanan.

Kalian

tidakberhak

memperlakukan mereka kecuali dengan baik (kesantunan)".


"Wahai manusia, aku berwasiat kepadamu, perlakukan isteri-isterimu dengan baik. Kalian
telah mengambilnya sebagai pendamping hidupmu berdasarkan amanat Allah, dan kalian
dihalalkan berhubungan suami-isteri berdasarkan sebuah komitmen untuk kesetiaan yang
kokoh". Dan masih banyak Pidato Rasulullah ketika di arafah.

Melontar jumrah
Jumrah adalah melempar batu di tiga tempat di Mina, masing-masing tujuh kali. Pada

tanggal 10 Dzulhijah para haji hanya dibolehkan melempar 7 batu di satu tempat saja, yang
disebut Jumrah Aqabah/Kubra. Tanggal 11 dan 12 Dzulhijah, mereka wajib melakukannya di tiga
tempat: Ula, Wusta, dan Aqabah. Jumrah adalah simbol perjuangan manusia untuk
membersihkan hati dengan membuang dan melemparkannya jauh-jauh kecenderungankecenderungan egoistik yang seringkali menyesatkan bahkan menyengsarakan manusia yang
lain. Jumrah sering digambarkan bagai mengusir setan, karena makhluk inilah punya karekter
yang selalu ingin menyesatkan manusia. Angka tujuh menunjukkan sekali lagi bahwa perjuangan
ini tidak boleh berhenti. Ini karena dalam diri manusia ada kecenderungan melampiaskan
nafsunya secara tak terkendali dan acapkali diarahkan untk menghancurkan kemanusiaan. Allah
menyatakan:







Artinya: "Sesungguhnya hawa nafsu selalu menggerakkan manusia ke arah tindakan-tindakan
yang buruk". (QS.Yusuf: 53).

Tahallul
Tahalul artinya halal. Bagi jamaah haji, setelah tahalul dengan menggunting atau mencukur

rambut, berarti apa-apa yang semula tidak diperbolehkan untuk dilakukan, sekarang menjadi
boleh. Ini berarti, seorang haji hanya malakukan hal-hal yang dibolehkan oleh Allah dan Rasul-

Nya, hal-hal yang diharamkan, baik itu yang menyenangkan atau menguntungkan, maka dia
tidak akan melakukannya. Dengan demikian, setelah seorang muslim menunaikan ibadah haji,
dia dituntut membuktikan kemabruran hajinya itu dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan
ajaran Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Hajar Aswad
Mengapa Tuhan memilih Hajar sebagai simbol. Hajar diindentifikasi dengan sejumlah

identitas sosial-kultural-politik. Hajar adalah perempuan, berkulit hitam, budak dan berkasta
rendah. Seluruh identitasnya adalah rendah dalam pandangan masyarakatnya ketika itu. Akan
tetapi ia adalah seorang perempuan yang bertanggung jawab. Ali Syari'ati mengatakan: "Ia
seorang ibu yang mencinta,sendirian, mengelana, mencari dan menanggungkan penderitaan
dan kekhawatiran,tanpa pembela dan tempat berteduh, terlunta-lunta, terasing dari
masyarakatnya,tidak mempunyai kelas, tidak mempunyai ras dan tidak berdaya. Ia seorang
yangkesepian, seorang korban seorang asing yang terbuang dan dibenci". (AliSyari'ati, Haji,
hlm.47)
Melalui Hajar, Tuhan tengah memperlihatkan pembelaan dan perhatian-Nya kepada nya
justru manakala masyarakat manusia mencampakkannya hanya karena jenis kelaminnya yang
perempuan. Tuhan juga membelanya karena dia dilekati identitas-identias sosial yang juga sering
dipandang rendah, kelas dua, tak berharga oleh masyarakatnya. Tetapi Allah justru
menghargainya. Melalui Siti Hajar, Tuhan sedang menunjukkan bahwa manusia adalah sama di
hadapan-Nya dan harus dihormati, apapun jenis kelamin dan apapun identitas sosialnya. Allah
menyatakan: "Dan Sungguh, Kami (Allah), memuliakan Anak-anak Adam". Yang menarik lagi
adalah bahwa Siti Hajar, isteri nabi Ibrahim, bapak para Nabi itu, sungguh, tidak berjuang hanya
untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk seorang anak manusia yang tidak berdaya, seorang
bayi,yang kelak menjadi Nabi dan utusan Tuhan dan demi keluarganya. Maha Suci dan Maha
Agung Allah, sangat menakjubkan, karena sampai hari ini air zam-zam terus mengalir deras,
tanpa pernah kering sampai hari ini. Ia adalah air yang bersih dan jernih. Bermiliar orang dari
seluruh dunia telah meminumnya. Zam-zam melambangkan sumber kehidupan yang bersih,
sehat dan halal. Ini sesungguhnya mengarahkan manusia agar mencari sumber kehidupan yang
bersih dan halal. "Tuhan adalah Maha Bersih dan hanya merestui makanan yang bersih (halal)",
kata Nabi.

Qurban saat Haji


Simbol Haji yang Selanjutnya adalah Qurban. Secara harfiah qurban berarti dekat atau

mendekatan diri. Dalam Haji qurban berarti mendekatkan diri kepada Allah, melalui
penyembelihan ternak. Memenuhi seruan Tuhan dengan cara menyembelih hewan pada peristiwa
ini adalah salah satu bentuk ketaqwaan kepada-Nya. Al Quran menyebutkan:





Artinya: "Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itusebagai bagian dari syiar Allah,
kamu memperoleh kebaikan yang banyak dari halitu. Dan daging-daging unta dan darahnya
sama sekali tidak akan dapat mencapaiTuhan. Tetapi ketaqwaan kamulah yang dapat
mencapainya". (QS.Al Hajj: 36-37).
Qurban adalah simbol perjuangan manusia mewujudkan solidaritas social ekonomi demi
kesejahteraan bersama. Allah menyatakan: "Kemudian bila (hewan itu) telah roboh, maka
makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan keberadaannya
(kemiskinannya) dan orang yang minta-minta". Seorang penafsir modern Rasyid Ridha
menyatakan bahwa ibadah qurban melambangkan perjuangan kebenaran yang menuntut tingkat
kesabaran, ketabahan dan pengorbanan yang tinggi. Pandangan ini mengajak kita untuk
menaruh perhatian yang tinggi kepada dimensi moral dan perjuangan kemanusiaan ini. Dan
semua harus terus diperjuangkan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial.
Kepemihakan Islam terhadap komunitas manusia yang miskin atau dimiskinkan oleh struktur
sosialnya merupakan komitmen utama Islam. Menyembelih hewan adalah menyembelih sifatsifat kebinatangan yang menyesatkan dan yang sering kali tidak peka dan tak peduli terhadap
penderitaan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. 2012. Ibadah Haji Penuh Simbol dan Makna. [Online]. Tersedia:
http://www.travelhajiumroh.web.id/2012/07/ibadah-haji-penuh-simbol-makna.html.

[14

Maret 2014].
Arifin, Muhammad. 2001. Hikmah dan Makna Simbolik Ibadah Haji. [Online]. Tersedia:
https://www.mail-archive.com/rantau-net@rantaunet.com/msg03619.html. [14 Maret 2014].
Diedit,

Cita.

2014.

Makna

Ibadah

Haji.

[Online].

Tersedia:

http://www.lebaran.com/kisah/item/391-makna-ibadah-haji.html. [14 Maret 2014].


Subakir.

2011.

Makna

dan

Hikmah

Dalam

http://www.jernih.net/?p=528. [14 Maret 2014].

Cara Melaksanakan Shalat Fardu

Ibadah

Haji.

[Online].

Tersedia:

Bila kamu hendak menjalankan shalat, maka bacalah: "Allahu Akbar" (1) dengan ikhlas
niyatmu karena Allah (2) seraya mengangkat kedua belah tanganmu sejurus bahumu,
mensejajarkan ibu jarimu pada daun telingamu (3) Lalu letakkanlah tangan kananmu pada
punggung telapak tangan kirimu di atas dadamu (4) lalu bacalah do'a iftitah:"Alla-humma ba-'id
baini-wa baina khatha-yaya-kama-ba-'adta bainal masyriqi wal maghrib. Alla-humma naqqiniminal-khatha-ya- kama-yunaqqats tsaubul abyadlu minad danas. Alla-hummaghsil-khatha-ya-ya
bilma-i wats tsalji wal barad." (5) atau: "Wajjahtu wajhiya lilladzifatharas-sama-wa-ti wal ardla
hani-fan musliman wa ma- ana minal musyriki-n. Inna shala-ti wa nusuki- wa mahya-ya wa
mama-ti lillahi-hi rabbil 'a-lami-n. Lasyari-kalahu- wa bidza-lika umirtu wa ana awwalul
muslimi-n (wa ana minal muslimi-n." Alla-humma antal maliku la-ila-ha illa-anta, anta rabbiwa ana-'abduka, dlalamtu nafsi- wa'taraftu bidzambi- fagh firli- dzunu-bi- jami-'an. Layaghfirudz dzunu-ba illa- anta, wah dini-liahsanil akhla-qi la-yahdil liahsanihailla-anta. Washrif
'anni- sayyiaha- la-yashrifu 'anni- sayyiaha- illa- anta. Labbaika-wa sa'daika wal khairu
kulluhu- fi-yadaika, wasysyarru laisa ilaika. Ana bika wailaika. Taba-rakta wa ta'a-laita
astaghfiruka wa atu-bu ilaika." (6) Lalu berdo'a mohon perlindungan dengan membaca: "A'udzu billa-himinasy syaitha-nir raji-m" (7) dan membaca: "Bismilla-hirrahmani-nirrahi-m" (8)
lalu bacalah surat al-Fatihah (9) dan berdo'alah sesudah itu :a-mi-n" (10)Kemudian bacalah salah
satu surat daripada al-Qur'an (11) dengan diperhatikan artinya dan dengan perlahan-lahan (12)
Kemudian angkatah kedua belah tanganmu seperti dalam takbir permulaan (13) lalu ruku'lah (14)
dengan bertakbir (15) seraya melempangkan (meratakan)punggungmu dengan lehermu,
memegang kedua lututmu dengan dua belahtanganmu (16) , sementara itu berdo'a: "Subhanakalla-humma rabbana- wa-bihamdikalla-hummaghfirli." (17), atau berdo'alah dengan salah
satu do'a dari Nabi saw. (18) Kemudian angkatlah kepala untuk i'tidal (19) dengan mengangkat
kedua belah tanganmu seperti dalam takbiratul ihram dan berdo'alah: "Sami'allahu iman haidah"
dan bila sudah lurus berdiri berdo'alah: "Rabbana- wa lakalhamd" (20). Lalu sujudlah (21)
dengan bertakbir (22) letakkanlah kedua lututmu dan jari kakimu di atas tanah, lalu kedua
tanganmu, kemudian dahi dan hidungmu (23) dengan menghadapkan ujung jari kakimu ke arah
Qiblat serta merenggangkan tanganmu daripada kedua lambungmu dengan mengangkat sikumu
(24). Dalam bersujud itu hendaklah kamu berdo'a: "Subha-nakalla-humma rabbana- wa
bihamdikalla-hummaghfirli." (25) atau berdo'alah dengan salah satu do'a daripada Nabi saw.
(26). Lalu angkatlah kepalamu dengan bertakbir dan duduklah tenang dengan berdo'a: "Alla-hum

maghfirli- warhamni- wajburni- wahdini- warzuqni-"(27). Lalu sujudlah kedua kalinya dengan
bertakbir dan membaca "tasbih" seperti dalam sujud yang pertama. Kemudian angkatlah
kepalamu dengan bertakbir (28) Dan duduklah sebentar, lalu berdirilah untuk raka'at yang kedua
dengan menekankan (tangan) pada tanah (29) Dan kerjakanlah dalam rakaat yang kedua ini
sebagaimana alam raka'at yang pertama, hanya tidak membaca do'a iftitah (30). Setelah selesai
dari sujud kedua kalinya, maka duduklah di atas kaki kirimu dan tumpukkan kaki kananmu serta
letakkanlah kedua tanganmu di atas kedua lututmu. Julurkanlah jari-jari tangan kirimu, sedang
tangan kananmu menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah serta mengacungkan
jari telunjukmu dan sentuhkan ibu jari pada jari tengah (31). Duduk ini bukan dalam raka'at
akhir. Adapun duduk dalam raka'at akhir maka caranya memajukan kaki kiri, sedang kaki kanan
bertumpu dan dudukmu bertumpukan pantatmu (32) Dan bacalah tasyahud begini "attahiyya-tu
lilla-h washshalawa-tu waththayyiba-t, assala-mu 'alaika ayyuhan Nabiyyu warahmatulla-hi wa
baraka-tuh. Assala-mu 'alaina wa 'ala- 'iba-dilla-hish sha-lihin. Asyahadu alla- ila-ha illalla-h
wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu- wa rasuluh (33) Lalu bacalah shalawat pada Nabi saw.:
"Alla-humma shalli 'ala- Muhammad wa 'ala- a-li Muhammad, kama- shallaita 'ala- Ibrahi-m
wa a-li Ibrahim, wa ba-rik 'ala- Muhammad wa a-li Muhammad, kama- ba-rakta 'ala- Ibrahim
wa a-li Ibra-him, innaka hami-dum maji-d.(34) Kemudian berdo'alah kepada Tuhanmu,
sekehendak hatimu yang lebih pendek daripada do'a dalam tasyahhud akhir (35) Kemudian
berdirilah untuk raka'at yang ketiga kalau shalatmu itu tiga atau empat raka'at, dengan bertakbir
mengangkat tanganmu (36) dan kerjakanlah dalam dua raka'at yang akhir atau yang ketiga,
seperti dalam dua raka'at yang pertama, hanya kamu cukup membaca Fatihah saja (37). Dan
sesudah raka'at yang akhir, bacalah tasyahhud serta shalawat kepada Nabi saw., lalu hendaklah
berdo'a mohon perlindungan dengan membaca: "Alla-humma inni- a'udzu bika min 'adza-bi
jahannama wa min 'adza-bil qabri wa min fitnatil mahya- wal mama-ti wa min syarri fitnatil
masi-hid dajja-l

(38)Kemudian bersalamlah dengan berpaling ke kanan dan ke kiri, yang

pertama sampai terlihat pipi kananmu dan yang kedua sampai terlihat pipi kirimu oleh orang
yang dibelakangmu (39) sambil membaca: "Assalamu'alaikum warahmatulla-hi wa barakatuh."(40) Jika shalatmu dua raka'at, maka letak do'a isti'adzah (a'udzubilla-h) setelah nembaca
"shalawat kepada Nabi", sesudah raka'at yang kedua, lalu bersalamlah sebagai yang tersebut (41)
Perhatian: Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam cara melakukan shalat sebagai yang
tersebut di atas (44)

Cara Menghilangkan Najis


Apabila sebagian dari badanmu, pakaianmu dan tempatmu sholat terkena najis hendaklah
dibasuh (dengan menggosok dan menghilangkannya kalau itu darah haid) (53), sehingga
hilanglah sifat-sifatnya, bau dan rasanya, dengan air yang suci (54), dan tidak mengapa tertinggal
bekas salah satu sifat najis tadi (55). Dan untuk menghilangkan najis kencing anak laki-laki yang
belum makan-makanan, percikkan dengan air sampai basah (56). Dan apa yang terkena oleh liur
anjing cucilah tujuh kali, salah satunya dengan debu yang bersih (57).
Cara Wudhu
Apabila kamu hendak berwudhu, maka bacalah: Bismillahirrahmanirrahim. (1) Dengan
mengikhlaskan niatnya karena Tuhan Allah (2) Dan basuhlah telapak tanganmu tiga kali (3)
Gosoklah gigimu dengan Kayu arok atau sesamanya. (4) Kemudian berkumurlah dan isaplah air
daritelapak tangan sebelah dan berkumurlah; kamu kerjakan yang demikian 3 kali (5)
Sempurnakanlah dalam berkumur dan mengisap air itu, apabila kamu sedang tidak berpuasa (6)
Kemudian basuhlah mukamu tiga kali (7) Dengan mengusap dua sudut matamu (8) Dan
lebihkanlah membasuhnya (9) Dengan digosok (10) Dan selai-selailah jenggotmu (11)
Kemudian basuhlah (kedua) tanganmu dan kedua sikumu dengan digosok tiga kali (12) Dan
selai-selailah jari-jarimu (13) Dengan melebihkan membasuh kedua tanganmu mulai tangan
kanan (15) Lalu usaplah ubunmu dan atas surbanmu (16) Dengan menjalankan kedua telapak
tangan (17) Dari ujung muka kepala sehingga tengkuk dan di kembalikan lagi pada permulaan
(18) Kemudian usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua ibu jari dan sebelah
dalamnya dengan telunjuk (19) Lalu basuhlah kedua kakimu beserta kedua mata kaki dengan
digosok tiga kali (20) Dan selai-selailah jari-jari kakimu dengan melebihkan membasuh
keduanya (21) Dan mulailah dengan yang kanan (22) Dan sempurnakanlah membasuh kedua
kaki itu (23) Kemudian ucapkan Asyhadu allaila-ha-ilallah wahdahu-la-syari-kalah, wa asyhadu
anna Muhammadan abduhuwa rasu-luh (24).
(sumber : hpt_muhammadiyah.pdf)
Cara Tayamum

Dan jika kamu berhalangan menggunakan air atau sakit atau khawatir mendapat madlarat
(46), atau kamu di dalam bepergian, kemudian tidak mendapat air, maka tayammumlah dengan
debu yang baik, untuk mengganti wudlu dan mandi (47), maka letakkanlah kedua tanganmu ke
tanah kemudian tiuplah keduanya (48) dengan ikhlas niatmu karena Allah (49) dan bacalah
:Bismillahirrahmanirrahim (50) kemudian usaplah kedua tanganmu pada mukamu dan kedua
telapak tanganmu (51). Dan apabila kamu dapat menggunakan air maka bersucilah dengan air itu
(52).
(sumber : hpt_muhammadiyah.pdf)
Cara Mandi Wajib
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan mani atau bertemunya kedua persunatan
atau kamu hendak menghadiri shalat Jumah atau kamu baru selesai dari Haid atau Nifas, maka
hendaklah kamu mandi dan mulailah dengan membasuh (mencuci) kedua tanganmu dengan
ikhlas niatmu karena Allah, lalu basuhlah (cucilah) kemaluanmu dengan tangan kirimu dan
gosoklah tanganmu dengan tanah atau apa yang menjadi, lalu berwudlulah, kemudian ambillah
air dan masukkanlah jari-jarimu pada pangkal rambut dengan sedikit wangi-wangian, sesudah
dilepaskan rambut-nya , Dan mulalilah dengan yang kanan, lalu tuangkan air ke atas kepalamu
tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu semuanya, serta di gosok, kemudian basuhlah (cucilah)
kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri), dan jangan berlebihlebihan dalam menggunakan air.
(sumber : hpt_muhammadiyah.pdf)
Shalat Idain
Tata Cara Shalat Ied
Jumlah rakaat shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua rakaat. Adapun tata caranya
adalah sebagai berikut: [26] Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalatshalat lainnya. Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir
-selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan
ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu Umar. Ibnul Qayyim
mengatakan, Ibnu Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu alaihi wa sallam
biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir. [27] Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir

zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu
Masud, ia mengatakan, Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah. [28]
Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,

.
Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war
hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk
disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku). Namun ingat sekali lagi,
bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di
dalamnya berisi pujian pada Allah Taala. Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah,
dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu alaihi wa
sallam adalah surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al Qomar pada rakaat kedua. Ada
riwayat bahwa Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat
apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika shalat Idul Adha dan Idul
Fithri. Ia pun menjawab,

( ) ( )
Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa membaca Qaaf, wal quranil majiid (surat Qaaf)
dan Iqtarobatis saaatu wan syaqqol qomar (surat Al Qomar). [29] Boleh juga membaca
surat Al Alaa pada rakaat pertama dan surat Al Ghosiyah pada rakaat kedua. Dan jika hari ied
jatuh pada hari Jumat, dianjurkan pula membaca surat Al Alaa pada rakaat pertama dan surat
Al Ghosiyah pada rakaat kedua, pada shalat ied maupun shalat Jumat. Dari An Numan bin
Basyir, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

) - -
(

) (

.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ied maupun shalat
Jumat Sabbihisma robbikal ala (surat Al Alaa) dan Hal ataka haditsul ghosiyah (surat
Al Ghosiyah). An Numan bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ied bertepatan
dengan hari Jumat, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat. [30] Kelima:

Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, itidal, sujud,
dst). Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua. Ketujuh: Kemudian
bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujudsebelum memulai membaca Al Fatihah. Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan
surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kesembilan: Mengerjakan gerakan
lainnya hingga salam.
Khutbah Setelah Shalat Ied
Dari Ibnu Umar, ia mengatakan,




Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula Umar biasa melaksanakan
shalat ied sebelum khutbah. [31] Setelah melaksanakan shalat ied, imam berdiri untuk
melaksanakan khutbah ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jumat). [32]
Nabi shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai
mimbar. [33] Beliau pun memulai khutbah dengan hamdalah (ucapan alhamdulillah)
sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya. Ibnul Qayyim mengatakan, Dan tidak
diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
membuka khutbah iednya dengan bacaan takbir. Namun beliau memang sering mengucapkan
takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu
memulai khutbah iednya dengan bacaan takbir. [34] Jamaah boleh memilih mengikuti
khutbah ied ataukah tidak. Dari Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri
shalat ied bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tatkala beliau selesai menunaikan
shalat, beliau bersabda:


Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah,
silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.[35]
(sumber: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-shalat-idul-fithri-dan-idul-adha.html)
Cara Shalat Jumat

Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian
memberi salam dan duduk.

Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.

Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan
hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
Kemudian memberikan nasehat kepada para jamaah, mengingatkan mereka dengan suara
yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan RasulNya, mendorong
mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan
mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah
Subhannahu wa Taala. Kemudian duduk sebentar.

Khutbah kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian
kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan
khutbah pertama sampai selesai

Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk
melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjamaah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan.

(sumber : http://www.solusiislam.com/2012/12/tata-cara-pelaksanaan-khutbah-jumat.html)

Você também pode gostar