Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme adalah salah satu epidemik akhir abad 20 yang belum dapat
ditemukan penangkalnya oleh lembaga kesehatan dunia WHO dan lembaga
peduli kesehatan lainnya. Penelitian mengenai kelainan pertumbuhan
anaksudah dilakukan oleh Dr. Longdon Down, hasil penelitiannya
dipublikasikan pada tahun 1866 dan tahun 1887, yang memuat gejala umum
kelainan pertumbuhan anak atau sindrom down.
Sebagai orang awam, tidak mudah memahami ciri-ciri penyebab kelainan
pertumbuhan anak tersebut di atas. Yang dapat dilakukan orang tua secara
mudah adalah mengamati pertumbuhan fisik dan tingkat kemampuan gerak
anak (merangkak, berdiri dan berjalan), serta kemampuan anak bercakapcakap dan berinteraksi dengan lingkungan terdekat. Pada anak penyandang
autsime, umumnya pertumbuhan fisik anak terlihat wajar dan normal, hanya
mengalami beberapa keterbatasan dalam memfungsikan organ tubuhnya yang
secara medis dikenal sebagai:
1. Anak yang susah berbicara atau aphasia, umumnya pada usia 14 bulan
anak sudah lancar berbicara,
2. Anak yang tidak dapat atau sulit menggerakkan badannya karena
gangguan saraf motorik atau apraxia,
3. Anak yang sulit menggerakan otot-ototnya atau ataxia,
4. Anak yang tangannya terus menerus bergerak secara tidak terkendali atau
athetoid,
5. Anak yang mengalami kesulitan membaca atau dyslexia,
6. Anak yang mengalami kesulitan mengucapkan kata yang sulit atau kalimat
rumit atau dysphasia,
7. Anak yang mengalami kesulitan menggerakkan kaki dan tangan atau
dyskinesia,
8. Anak yang mengalami kelainan perilaku atau kejiwaan yang berat atau
mental psikotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
pervarsif yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial,
komunikasi, dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang
dalam perilaku, minat dan kegiatan, yang terjadi pada anak sebelum berumur
tiga tahun.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks dan disebabkan
adanya kelainan otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan
komunikasi, perilaku, kemampuan social, sensoris, dan belajar. Biasanya
gejala sudah mulai tampak pada anak berusia dibawah 3 tahun.(Raharjo, 2002)
Gangguan komunikasi ditandai dengan ketidakmampuan menjalin
interaksi sosial seperti kontak mata sangat kurang ekspresif, muka kurang
hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju, tak bisa bermain dengan teman sebaya,
kurangnya empati, serta kurangnya hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik.
Autisme adalah suatu ketidakmampuan anak untuk mengerti perilaku, apa
yang mereka lihat, dengar yang mengakibatkan masalah yang cukup berat
dalam hubungan sosialnya.
Autisme
mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak meraih
yang dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu.
Apabila anak diajak bermain yang melibatkan kontak fisik, anak bisa meminta
anda untuk meneruskan permainan fisik dengan melakukan kontak mata,
senyum, gerak tubuh atau suara.Anak kadang-kadang mengerti perintah
keluarga dan tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.
Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat
berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang
permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda
meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang
sama, suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau
merespon dengan mengulang apa yang anda katakan (echolali).
Anak juga dapat meminta sesuatu dengan menggunakan gambar, gerak tubuh,
atau kata. Anak mulai dapat memprotes atau menolak sesuatu dengan
menggunakan gerak, suara, kata yang sama. Anak pada tahap ini dapat
mengerti kalimat sederhana atau kalimat yang sering digunakan, mengerti
nama benda atau nama orang yang sehari-hari ditemui, dapat mengatakan "hai"
dan "dadah", dapat menjawab pertanyaan dengan mengatakan ya/tidak, dan
dapat menjawab pertanyaan 'apa itu?"
Pada tahap yang paling tinggi yaitu "The Partner Stage, anak dapat
berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain.
Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam
berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu,
bertanya dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan katakata atau metode lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan
datang, menyatakan keinginannya dan meminta sesuatu.
Anak pada tahap ini sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan
percakapan pendek. Kadang-kadang anak mengulanginya membetulkan apa
yang dikatakannya ketika orang lain tidak mengerti. Anak pada tahap ini sudah
lebih banyak mengerti perbendaharaan kata-kata.
Tetapi pada tahap Partner Stage ini, anak masih punya kesulitan dalam
berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila
tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam pemainan imajiner
yang mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak juga
akan menggunakan echolali (menirukan perkataan orang lain) bila dia tidak
mengerti perkataan orang lain atau bila dia tidak dapat membuat kalimat.
Anak pada tahap akhir ini masih mengalami kesulitan dalam mengikuti
percakapan. Cara mengatasi kesulitan ini adalah dengan merespon orang
dengan berinisiatif bercakap-cakap sendiri, berusaha bercakap-cakap dengan
topik yang disukai. Anak mungkin melakukan kesalahan tata bahasa terutama
kata ganti, sepeti kamu, saya, dia. Anak akan bingung bila percakapan terlalu
rumit atau orang tidak berkata langsung padanya.
Anak juga dapat mengalami kesulitan dengan aturan percakapan. Anak tidak
tahu bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan, tidak mendengar
perkataan orang lain, tidak bisa fokus pada satu topik, tidak berusaha
mengklarifikasi perkataan yang tidak dimengerti orang dan memberi terlalu
sedikit detail atau terlalu banyak detail. Anak mungkin tidak paham isyarat
sosial yang diberikan orang lain melalui ekspresi wajah atau bahasa tubuh dan
tidak mengerti humor atau permainan kata-kata.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Seorang anak terlihat menarik-narik tangan ibunya dan menempelkan tangan
ibunya ke kaleng biskuit yang terletak di lemari makanan. Ibunya langsung
paham, dengan cepat sang ibu membuka kaleng biskuit dan memberikannya pada
sang anak.
Sepintas tak ada yang aneh, tapi kalau diperhatikan lebih seksama anak itu tidak
pernah melihat pada wajah atau mata ibunya selama dia menarik-narik tangan.
Juga pada waktu kue itu diberikan kepadanya, anak itu tidak melihat kepada
ibunya atau menunjukkan mimik senang sebagai tanda ucapan terima kasih.
BAB IV
PEMBAHASAN
Gangguan kemampuan berkomunikasi pada anak autisme, biasanya
ditunjukkan dengan keterlambatan bicara, tonggak yang biasanya dipakai para
ahli perkembangan anak adalah 1,6 - 2 tahun anak belum mampu mengucapkan
kurang lebih 25 kata atau dia hanya mampu mengucapkan 'bahasa planet' yang
berupa kata-kata atau kalimat yang tidak ada artinya. Mereka seringkali hanya
mampu membeo, menirukan perkataan orang lain tanpa tahu artinya bahkan
sering mampu menghapal lagu atau iklan yang didengarnya, tetapi tidak
memahami maknannya, tidak mampu merangkai kalimat sendiri, tidak mampu
memulai komunikasi, berkomunikasi timbal balik dan sering tidak memahami
perintah. Intonasi dan ritme vokalnya sering terdengar aneh dan kaku, tidak
seperti yang ditunjukkan anak-anak lainnya. Anak akan didiagnosis autisme bila
minimal memiliki satu gejala dari kelompok ini.
Melihat kasus diatas, anak tersebut tergolong sebagai anak penyandang autisme.
Karena perilaku yang dimunculkan oleh anak tersebut terhadap ibunya merupakan
salah satu ciri atau tanda anak yang menyandang autisme dan ciri diatas
menunjukkan salah satu cara interaksi anak autisme dengan orang lain.
Untuk melakukan komunikasi dengan anak autisme, kita harus menggunakan kata
yang singkat dan simpel sambil memperlihatkan benda konkrit. Kita harus
menggunakan penekanan pada kata kunci, yaitu dengan mengeraskan suara ketika
menggunakan kata kunci, atau dengan menaruh kata kunci di belakang kalimat.
Hal ini karena anak autisme lebih mendengarkan kata-kata terakhir dari kalimat
yang diucapkan. Kita juga harus memperlambat ucapan kita supaya anak
mengerti. Caranya pertama ucapkan kalimat dengan suara normal, lalu ulangi
dengan lambat dan ada jeda. Tetapi usahakan ucapan kita terdengar alamiah,
jangan terlalu lambat dan jangan kaku seperti robot, karena nanti anak akan
meniru. Selain itu kita dapat menggunakan alat bantu visual untuk berkomunikasi
dengan anak autisme, karena alat bantu visual dapat dipakai untuk meningkatkan
cara berkomunikasi anak autisme. Anak yang pasif diharapkan menjadi aktif,
tahap komunikasi anak dapat ditingkatkan. Dan anak yang belum bicara
10
(nonverbal)
dapat
dirangsang
untuk
dapat
mengeluarkan
suara
11
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gejala anak autisme antara lain ; terlambat bicara, banyak meniru perkataan
yang pernah didengarkan, sering menggunakan bahasa yang aneh dan
diulang ulang, menolak dan menghindari tatap mata, cara bermain kurang
variatif, kurang imajinatif dan sukar meniru.
2. Perilaku autistik ditandai dengan adanya keterpakuan pada satu kegiatan
yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya, adanya gerakangerakan aneh yang khas dan diulang-ulang, dan seringkali sangat terpukau
pada bagian-bagian benda.
3. Anak autis berinteraksi dengan menggunakan gerakan atau tingkah laku
yang aneh dan tidak jelas misalnya dengan menarik narik baju orang lain
atau ibunya atau dengan memukul dan sangat sedikit bicara.
4. Strategi berkomunikasi dengan anak autisme adalah
a) Kita harus menggunakan kata yang singkat dan simpel sambil
memperlihatkan benda konkrit.
b) Kita harus menggunakan penekanan pada kata kunci, yaitu dengan
mengeraskan suara ketika menggunakan kata kunci, atau dengan
menaruh kata kunci di belakang kalimat.
c) Kita juga harus memperlambat ucapan kita supaya anak mengerti.
d) Kita menggunakan alat bantu visual untuk berkomunikasi
B. Saran
1. Komunikasi adalah kebutuhan semua orang termasuk anak autisme, jadi
bantulah mereka dalam berkomunikasi dengan baik.
2. Berkomunikasi dengan anak autisme memang sulit, maka gunakanlah
bahasa yang mudah dimengerti oleh mereka.
3. Sebagai orangtua harus sabar, jangan pernah menyerah dan terus berusaha.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. www.Google.com. Berinteraksi Dengan Anak Autisme oleh dr. Gemah
Nuripah Diakses tanggal 25 Januari 2004.
2. www.Google.com. Peduli Autisme.org
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak- rata-rata perkembangan mereka lebih lambat dari anak yang
normal. Kelambatan perkembangan bisa meliputi kemampuan motorik,
berbahasa dan juga kemampuan dalam membina hubungan sosial. anak yang
menderita sindroma Down biasanya cukup mudah dikenali. Mereka
mempunyai berbagai ciri rupa yang berbeda dari orang kebanyakan. Misalnya,
ukuran tubuh mereka biasanya lebih kecil dan mudah menjadi gemuk. Selain
itu, mereka juga memiliki berbagai ciri lain yang cukup mudah dikenali.
Para penderita sindroma Down dapat mengalami berbagai gangguan pada
perkembangan fisik maupun kognisi. Kelainan-kelainan yang diderita bisa
bervariasi antara satu penderita dan penderita lainnya. Tapi umumnya,
kecepatan rata-rata perkembangan mereka lebih lambat dari anak yang
normal. Kelambatan perkembangan bisa meliputi kemampuan motorik,
berbahasa dan juga kemampuan dalam membina hubungan sosial. Seperti
halnya dengan anak yang menderita autisme , anak yang menderita sindrom
down juga memerlukan perhatian khusus dari semua orang.
B. Rumusan Masalah
Dalam laporan ini, penulis meruskan masalah tentang Asuhan Keperawatan
pada anak yang menderita sindrom down.
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran secara umum tentang anak yang menderita sindrom
down.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gejala anak yang menderita sindrom down.
2. Mengidentifikasi penyebab anak yang menderita sindrom down.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1.
Definisi
Sindrom down adalah suatu penyakit individu yang dapat dikenali
Genetik
Adanya resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
sindrom down.
b. Radiasi
Menurut penelitian sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak dengan
sindrom down, pernahmengalami radiasai di daerah perut sebelum
tarjadinya konsepsi.
c. Infeksi
15
menurunnya
konsetrasi
estradiol
sistemik,
16
Pola pertumbuhan fisik anak sindrom down dapat berkisar dari anak yang
sangat pendek sampai yang tinggi diatas rata rata. Dari anak yang beratnya
kurang sampai yang obesitas. Kemampuan intelektual anak yaitu dari anak
yang retardasi mental sampai yang intelegensinya normal. Prilaku dan emosi
juga bervariasi dapat lemah dan tidak aktif, sedangkan yang lainnya agresif
dan tidak hiperaktif.
Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan sindrom down lebih rendah dari
pada anak yang normal. Perlu dilakukan pemantauan pertumbuhannya secara
berkelanjutan pada anak tersebut, karena sering disertai juga hipotiroid. Selain
itu, anak dengan sindrom down yang disertai masalah pada saluran pencernaan
atau dengan penyakit jantung bawaan yang berat, juga lebih pendek jika
dibandingkan dengan yang tanpa komplikasi.
Ganguan makan dengan kelainan konginetal, berat badan anak sulit naik pada
masa bayi atau prasekolah. Tetapi setelah masa sekolah atau pada masa remaja
lebih sering terjadi obesitas. Perkembangan anak dengan sindrom down lebih
lambat dari anak normal.
6. Diagnosis
Diagnosis pada sindom down berdasarkan atas adanya gejala gejala
klinis yang khas, serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Pada
pemeriksaan radiology, didapatkan brachycephalic, sutura dan fontanela yang
terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut
asetabular yang lebih lebar, terdapat pada 87% kasus.
Pemeriksaan kariotiping pada semua penderita sindrom down adalah
untuk mencari adanya translokasi kromosom. Kemungkinan terulangnya
kejadian sindrom down yang disebabkan oleh translokasi kromosom adalah 5
15 %, sedangkan kalau trisomi hanya 1%.
Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vilicorionik,
dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bualn. Diagnosis antenatal perlu
pada ibu hamil yang berumur lebih dari 35 tahun, atau pada ibu yang
sebelumya melahirkan anak dengan sindrom down. Bila didapatkan janin yang
dikandung mangalami sindrom down maka dapat ditawarkan terminasi
17
kehamilan pada orang tuanya. Pemeriksaan sindrom down secara klinis pada
bayi seringkali meragukan , maka pemeriksaan dermatoglifik (sidik jari,
telapak tangan dan kaki) pada sindrom down menunjukkan adanya gambaran
yang khas.
7. Penatalaksanaan
I. Medis
a. Pendengaran
70 80 % dilaporkan terdapat ganguan pendengaran, oleh karenanya
diperlukan adanya pemeriksaan telinga sejak awal kehidupan, serta
dilakukan tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
b. Penyakit jantung bawaan
30 40 % disertai dengan penyakit jantung bawaan. Mereka
memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung anak.
c. Nutrisi
Beberapa kasus, terutam yang disertai kelainan konginetal yang berat
lainnya, akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi atau
prasekolah. Ada juga kasus justru terjadi obesitas pada masa remaja atau
setalah dewasa. Serhingga diperlukan kerjasama dengan ahli gizi.
d. Penglihatan
Anak dengan kelainan ini sering disertai gangguan penglihatan atau
katarak. Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
e. Kelainan tulang
Kelainan tulang mencakup dislokasi platela, subluksasio pangkal paha
atau ketidakswetabilan atlantoaksila.bila keadaan yang terakhir ini
sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, atu apabila anak
memegang kepalanya seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spinaservikalis dan diperlukan konsultasi
neurologist.
f. Lain lain
18
19
Down syndrom adalah indivdu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan yang terbatas, dimana adanya kelebihan kromoson
yang tiap-tiap pecahan sel dari awal tidak lagi be pasangan dengan sempurna.
Syndrom sering di sebut Down syndrom trisomi 21.
B. PENGKAJIAN
1. Selama masa neonatal yang perlu di kaji :
a. Setabilitas suhu
b. Kesulitan pemberian makan .
c. Penyesuaian orang tua terhadap diagnosis
d. Adanya kelainan yang berhubungan dengan system jantung,
pernafasan dan system GI
e. Kemampuan orang tua untuk merawat bayi yang baru lahir.
2. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental menggunakan
standar usia dengan Tes Pendengaran dan penglihatan
3. Pengkajian terhadap kemampuan anak berkomunikasi.
4. Pengkajian terhadap kemampuan motorik
5. Penyesuaian terhadap diagnosis dan kemampuan perkembangan mental
anak
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
4.
20
D. INTERVENSI
1. Anak akan menjaga suhu tubuh normal dan tidak akan menggalami
pernafasan yang membahayakan yang berhubungan dengan hipothemia
2. Anak akan mengkonsumsi nutrisi yang memadai yang ditujukan oleh berat
normal dan hidrasi yang memadai ganti popok / hari, turgor baik
kelembapan membran mukosa
3. Keluarga turut berperan dalam perawatan anak, sikap yg santai dan
kemampuan untuk mendiskusikan rencana realistis untuk masa depan anak
3. Keluarga mengerti kebuthuan bayi dengan down syndrom dan
mendemontrasikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
E. IMPLEMENTASI
1. Menyediakan pengaturan suhu yang memadai
a. Memonitor suhu tubuh tiap jam pada 6 jam pertama setelah kelahiran
dan sesudahnya 4 jam sekali
b. Menempatkan bayi yang baru lahir dalam pemanas sampai suhu tubuh
mencapai 36,6 c
c. Menempatkan bayi dengan selimut yang hangat dan menempatkan
dalam posisi menyamping
d. Memonitor pertambahan angka respirasi, indicator
trauma dingin
lainnya
2. Menyediakan nutrisi yang memadai .
a.
b.
c.
Mendudukan
bayi
dengan
tegak
di
yang sering
21
e.
b.
c.
d.
Mendorong
partisipasi
aktif
orangtua
dalam
BAB III
TNJAUAN KASUS
Satu tahun lamanya Mira mengalami syok karena putri bungsunya menyandang
sindroma down. Bila orang memandang anaknya dengan tatapan aneh, langsung ia
disergap perasaan tak nyaman, bagaimana perjuangan orangtua mendampingi si
kecil dengan kekurangan yang dianggap kutukan itu.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Bagi orang awam kehadiran anak yang menderita sindrom down memang
dirasakan dan dianggap sebagai anak yang aneh. Bahkan mereka menganggapnya
sebagai suatu kutukan. Hal ini tentunya merupakan suatu beban tersendiri bagi
orangtuanya lebih lebih bagi anaknya. Kasus diatas menunjukkan bahwa
bagaimana stressnya sebagai orangtua dari anak yang menderita sindrom down,
yang dianggap orang orang sebagai kutukan.
Berdasarkan teori yang ada, dikatakan bahwa anak yang menderita
sindrom down bukanlah suatu kutukan melainkan karena adanya kelainan biologis
yang terjadi pada anak tersebut. Jadi anggapan orang orang terhadap anak yang
menderita simdrom down adalah suatu kutukan adalah tidak dibenarkan.
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Bahawa
kemungkinan
24
yang berubah seperti lekukan epikantus atau jaringan tebal sekitar leher
akan berkutrang dengan bertambahnya umur anak.
B. Saran
1. Dalam memberiakan asuhan keperawatan pada anak sindom down
seharusnya disesuaikan dengan kemampuan si anak.
2. Sebagai seorang manusia yang mempunyai hati nurani harus pandai
bersyukur.
3. Sebagai orang tua kita harus tabah dan sabar dalam menghadapi segala
cobaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. www.Google.com. Klinikku oleh dr. Iwan S. Handoko. Diakses tanggal
21Januari 2003.
2. www.Google.com. Diakses tanggal 18 Februari 2003. PT. Kompas Cyber
Media.
25