Você está na página 1de 15

PERAN BANK SYARIAH DALAM EKONOMI MASYARAKAT1

ABSTRAK
Fenomena perekonomian dunia telah berubah dari waktu ke waktu sesuai
dengan perkembangan jaman dan perubahan teknologi informasi yang
berkembang pesat. Banyak nilai-nilai baru yang dibentuk namun sulit untuk
menentukan mana yang benar dan mana salah, sehingga terkadang membawa
kebaikan namun adakalanya menyesatkan. Globalisasi ekonomi yang diwarnai
dengan bebasnya arus barang modal dan jasa, serta perdagangan antar negara,
telah mengubah suasana kehidupan menjadi individualistis dan persaingan yang
amat ketat.
Dalam tataran perekonomian dunia, telah terjadi pula kesenjangan ekonomi
yang dialami oleh negara miskin dan negara kaya, serta munculnya jurang
kesenjangan antara masyarakat miskin dan masyarakat kaya yang semakin
besar. Bangsa Indonesia saat ini berada dalam krisis ekonomi yang ditandai
dengan beban utang luar negeri yang besar, sampai dengan akhir tahun 2001
utang luar negeri mencapai 138 milyar dollar AS yang terdiri dari utang
pemerintah 74,56 milyar dollar (53,9%) dan 63,44 milyar dollar (46,1%) adalah
utang swasta. Sistem ekonomi kapitalis membuat bangsa Indonesia terseret
dalam putaran keuangan kapitalis yang dahsyat, ibarat badai tornado yang
memporakporandakan semua benda dan bangunan yang dilaluinya.
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian pula dunia Islam lainnya
menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai dan prinsip syariah
(Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek
kehidupan bisnis dan transaksi umat. Keinginan ini didasari oleh suatu
kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total seperti yang
ditegaskan Allah SWT.
Kata Kunci: Bank Syariah Dalam Ekonomi Masyarakat

Artikel Ini Ditulis Olej Wiwik Anjelina, Nim. 1416142204

PEMBAHASAN
A. Perkembangan Bank Syariah
Sejak awal kelahirannya bank syariah dilandasi dengan kehadiran dua
gerakan renaissance Islam Modern: neorevivalis dan modernis, tujuan utama dari
pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini, tiada lain sebagai upaya
kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya
berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan
loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya
upaya mengelola dana jamaah haji secara non-konvensional. Rintisan
institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun
1963 di Kairo, Mesir.
Berdirinya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah telah
memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah.
Pada awal periode 1980-an bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan,
Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar lembaga
tersebut dapat dibagi dua kategori: bank Islam komersial, dan lembaga investasi
dalam bentuk international holding companies.
Perkembangan bank syariah dipelopori oleh Pakistan, pada tahun 1979 sistem
bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Investment, House
Building Finance Co, dan Mutual Funds of the Investment Corporation of
Pakistan. Pada tahun 1985 seluruh sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan
sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah. Sedangkan di Mesir bank

syariah pertama yang didirikan adalah Faisal Islamic Bank pada tahun 1978,
kemudian diikuti Islamic International Bank for Investment and Development
Bank ini beroperasi sebagai bank investasi, bank perdagangan, maupun bank
komersial. Sementara di Malaysia, Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) yang
didirikan tahun 1983 merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara.
Di Indonesia bank syariah didirikan pertama kali pada tahun 1991 dengan
berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada awal berdirinya keberadaan
bank syariah belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri
perbankan nasional. Kemudian setelah UU No.7/1992 diganti dengan UU No.10
tahun 1998 yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, maka bank
syariah mulai menunjukkan perkembangannya. Undang-undang ini pula
memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau
mengkonversikan diri menjadi bank syariah.
B. Peranan Ekonomi Islam dalam Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat suatu simulasi atau pemisalan jika
model ekonomi Islam diterapkan semenjak 1980 di Indonesia, maka ada hal-hal
yang dapat diatasi yaitu :
a. Sistem ekonomi Islam dapat menjamin distribusi ekonomi yang lebih adil
dan merata.
b. Dapat memperkecil hutang Indonesia terutama himpitan bunga dan tambahan
pokok pinjaman sebab sistem ekonomi Islam adalah bagi hasil

c. Dapat mencegah penyelewengan BLBI dan korupsi.


d. Dapat mencegah gejolak moneter dan melemahnya mata uang Rupiah
terhadap Dollar Amerika pada krisis moneter tahun 1998 sebab dalam Islam
uang tidak boleh diperjualbelikan.
e. Dapat mencegah spekulasi yang menguntungkan pihak tertentu.
f.

Dapat mencegah penumpukan hutang yang amat besar pada tahun 2001
mencapai sekitar Rp 1400 triliun.

C. Peran Bank Syariah Dalam Melaksanakan Fungsi Intermediasi Perbankan.


Secara umum tujuan utama bank Islam adalah mendorong dan mempercepat
kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan semua kegiatan
perbankan, finansial, komersial dan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Jadi kegiatan bank-bank Islam haruslah didasarkan atas :
1. Larangan bunga pada semua bentuk transaksi
2. Pelaksanaan aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar kejujuran dan
keuntungan yang sah.
3. Pemupukan dana serta menggunakannya di negara-negara Islam
4. Pembinaan kebiasaan menabung di kalangan umat Islam
5. Penataan aktivitas bisnis yang dapat diterima oleh umat Islam sesuai dengan
syariah.
Jadi dalam situasi bagaimanapun bank Islam langsung atau tidak langsung
tidak berhubungan dengan bunga misalnya produksi, konsumsi atau distribusi

minuman keras, perjudian, produksi daging babi dan kegiatan non Islam lainnya,
spekulasi yang merugikan ekonomi masyarakat.
1. Mengembangkan kompetisi
2. Pembayaran Zakat
3. Kerja sama

dengan

bank-bank Islam lainnya di luar

negeri untuk

mendorong pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial masyarakat muslim.

D. Instrumen Finasial dalam Perbankan Islam


1.

Kemitraan (Musyarakah)
Yaitu adanya kesepakatan untuk mengerjakan proyek secara bersama-sama
lalu berbagi keuntungan sesuai kesepakatan

2.

Pinjaman

tanpa keikutsertaan dalam manajemen

(Qirad)
Bank menyediakan modal sementara nasabah bertanggung jawab dalam
manajemen. Sebagai imbalannya nasabah menerima proporsi yang disepakati
dari keuntungan bersih.
3.

Kontrak Jual Ulang (Murabahah)


Bank membelikan sebuah barang lalu dijual kepada nasabah dengan
keuntungan yang disepakati kedua belah pihak.

4.

Pinjaman Kebajikan (Qard Hasan)


Yaitu sutau pinjaman yang diberikan oleh Bank lalu nasabah mengembalikan
sejumlah pinjamannya ditambah dengan hasil sekedar tambahan. Biasanya

instrumen ini dalam transaksi antara negara dengan warganya yang kurang
mampu.
5.

Leasing atau sewa peralatannya


Bank membelikan peralatan dan menyewakannya kepada nasabah.

6.

Takaful
Bank Islam bertindak sebagai perusahaan manajemen,

menginvestasikan

dana pada proyek-proyek yang halal.


7.

Penjualan Penyerahan Kemudian


Bank membeli barang tetentu yang diserahkan belakangan, tetapi membayar
harganya segera, menjual barang yang akan disertakan belakangan.
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-

embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan
melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad
El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing
(pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa dengan Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima
bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri
secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat
dengan para penabung.
Di belahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam
kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank

(1975), Faisal Islamic of Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta
Bahrain Islamic Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan
tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri
Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang
ingin menabung untuk memunaikan ibadah haji.
Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada
Bank yang tercermin pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas
Merupakan bank cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank
konvensional, dan sebenarnya kajian tentang perbankan syariah sudah muncul
sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat
Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum
yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank syariah, namun
setelah terjadi revisi muncul UU No 10 Tahun 1998 dan dengan revisi UU
tersebut maka status bank syariah semakin kuat Bank Muamalat Indonesia juga
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan
suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan
menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur
dalam undang-undang yaitu UU No 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No 7
Tahun 1997 tentang Perbankan.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang


Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry
perbankan syariah nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai
dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres
perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset
lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin
signifikan.

Prinsip Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Perbankan Syariah adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. (UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun
1992 tentang Perbankan).
Kegiatan usaha yang dilakasanakan oleh

Perbankan Syariah adalah sebagai

berikut:
1. Mudharabah
Adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal (pihak
pertama) menyediakan modal sedangkan mudharib (pihak kedua) menjadi

pengelola dana dimana keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan


dimuka.
2. Musyarakah
Adalah perjanjian pembiayaan antara Perbankan Syariah dengan nasabah
yang membutuhkan pembiayaan, dimana Bank dan nasabah secara bersama
membiayai suatu usaha atau proyek yang juga dikelola secara bersama atas
prinsip bagi hasil sesuai dengan penyertaan dimana keuntungan dan kerugian
dibagi sesuai kesepakatan dimuka.
3. Murabahah
Adalah suatu perjanjian yang disepakati antara Perbankan Syariah dengan
nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku
atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar
kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin
keuntungan) pada waktu yang ditetapkan.
4. Ijarah
Perjanjian sewa yang memberikan kepada penyewa untuk memanfaatkan
barang yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan
persetujuan dan setelah masa sewa berakhir maka barang dikembalikan
kepada pemilik, namun penyewa dapat juga memiliki barang yang disewa
dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
5. Ar-Rahnu

Adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta (nilai ekonomis)


sebagai jaminan hutang, hingga pemilik barang yang bersangkutan boleh
mengambil hutang. Ar-Rahn berarti juga pledge atau pawn (gadai), yaitu
kontrak atau akad penjaminan dan mengikat saat hak penguasaan atas barang
jaminan berpindah tangan.
6. Hawalah
Adalah akad pemindahan piutang nasabah kepada bank untuk membantu
nasabah mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan
bank mendapat imbalan atas jasa pemindahan piutang tersebut.
7. Istishna
Adalah pembiayaan jual beli yang dilakukan antara bank dan nasabah dimana
penjual (pihak bank) membuat barang yang dipesan oleh nasabah. Bank untuk
memenuhi pesanan nasabah dapat mensubkan pekerjaannya kepada pihak
lain.
8. Mudharabah al-Mutlaqah
Adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal (pihak pertama)
menyediakan modal dan memberikan kewenangan penuh kepada mudharib
(pihak kedua) dalam menentukan jenis dan tempat investasi, sedangkan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan dimuka.
9. Mudharabah Muqqayadah
Adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan modal
dan memberikan kewenangan terbatas kepada mudharib dalam menentukan

jenis dan tempat investasi, dimana keuntungan dan kerugian dibagi menurut
kesepakatan dimuka.
10. Wakalah
Adalah akad perwakilan antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) dimana
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan atau jasa tertentu.

Upaya Menghindari Krisis Moneter


1. Penciptaan ketersediaan likuiditas pasar, melalui: a. upaya Pemerintah memberikan
likuiditas tambahan kepada perbankan nasional melalui penempatan rekening
pemerintah kepada Bank-Bank BUMN; b. penurunan Giro Wajib Minimum
(GWM), GWM Rupiah diturunkan dari 9,01% menjadi 7,5%, 5% cash + 2,5%
secondary reserved, GWM Valas diturunkan dari 3% menjadi 1%. Kebijakan ini
berpotensi menambah likuiditas rupiah sebesar Rp50 triliun dan Valas US$721
juta; c. pemerintah menerapkan Crisis Management Protocol /CMP untuk
pengelolaan SUN dengan membatalkan jadwal program penerbitan SUN mulai
Oktober 2008, termasuk lelang yang dilakukan secara reguler. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah peningkatan tambahan beban utang dalam APBN
maupun potensi kerugian bagi pelaku pasar domestik SUN . d. pembekuan
pemberlakuan Peraturan tentang marked to market terhadap surat berharga/efek
untuk mencegak pembukuan kerugian akibat turunnya harga surat berharga/efek

yang dimiliki oleh perusahaan efek dan reksa dana. e. mempercepat realisasi
belanja kementerian/Lembaga sebesar Rp. 25,9 triliun; f. melakukan pembelian
(buyback) saham BUMN yang telah go public melalui Pusat Investasi Pemerintah
dan beberapa BUMN; g. memberikan kemudahan kepada Emiten untuk
melakukan buy back, misalnya memperbesar jumlah saham yang dapat di buy
back dari 10% menjadi 20%, dan dapat dilakukan tanpa perlu mendapatkan
persetujuan RUPS.
2. Menjaga kesinambungan devisa dan neraca pembayaran, dengan tindakantindakan, seperti: a. mendorong FDI melalui perbaikan iklim usaha secara nyata;
b. mencari pembiayaan defisit anggaran dari sumber non-pasar dari luar negeri:
antara lain melalui Lembaga multilateral (World Bank, IDB, JBIC), Bilateral dan
Sovereign Wealth Fund;
c. mengupayakan swap facility dengan bank sentral negara lain, diantaranya Bank
of China, Bank of Japan, Monetary Authority of Singapore; d. merealisasikan
Asian Bond Arrangement (Chiang May plus refinement); e. memberlakukan
wajib lapor terhadap setiap pembelian USD dalam jumlah besar, dalam rangka
mencegah spekulasi dolar; f. membuat clearing house valas yang berasal dari
valas hasil eksporimpor khusus untuk BUMN; g. mewajibkan pelaporan LC
dengan dokumen dan underlying asset pada setiap Bank; h. mencegah masuknya
short term capital dalam jumlah besar, khususnya Non-Deliverable Forward; i.
memperlambat keluarnya modal dengan mempersempit auto rejection; j.
Mengurangi impor barang konsumsi.

3. Menjaga kesinambungan APBN 2009/2010, melalui langkah-langkah seperti: a.


melakukan redefinisi pembiayaan darurat dalam Pasal 23 UU No. 41 tahun
2008 Tentang APBN 2009. Diamanatkan bahwa dalam keadaan darurat (krisis
sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional), Pemerintah dengan
persetujuan DPR dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya
atau melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN 2009; b. menambah belanja atau
fokus belanja untuk sektor-sektor yang berdampak besar terhadap pertumbuhan
penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan; c. menambah dana risiko
fiskal terhadap deviasi asumsi; d. merancang pembiayaan darurat dari pinjaman
luar negeri antara lain melalui melalui private placement kepada sovereign wealth
funds, lembaga multilateral dan bilateral, serta ASEAN + 3; e. melakukan
relaksasi tarif pajak untuk beberapa sektor, antara lain CPO.
4. Penerbitan dan perbaikan peraturan perundangan di sektor keuangan untuk
mendukung pasar yang kuat dan kondusif, seperti: a. melakukan pelonggaran
peraturan di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan bukan bank
(Perasuransian, Dana Pensiun, Reksa Dana dan Perusahaan Pembiayaan) terutama
untuk penentuan nilai wajar surat berharga; b. melakukan suspensi sementara
terhadap perdagangan di Bursa; c. menetapkan Perppu Bank Indonesia untuk
memperluas jenis aset bank yang dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP); d. menetapkan Perppu LPS dan
peraturan pemerintah untuk meningkatkan besaran nilai penjaminan dari sebesar
Rp100 juta menjadi maksimum Rp 2 miyar untuk setiap nasabah dalam satu bank;

e. menetapkan Perppu JPSK yang mengatur mekanisme pencegahan dan


penanganan krisis sistem keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan
nasional.

Kesimpulan
1. Secara filosofis, model ekonomi Islam memiliki prinsip pemerataan yang adil
dalam distribusi hasil ekononi.
2. Model ekonomi Islam secara konsep sangat baik namun memerlukan
penelitian dan kajian lebih lanjut dalam penerapannya.
3. Keuntungan yang ditarima Bank Islam lebih besar daripada Bank non Islam.
4. Model ekonomi Kapitalis dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang
baik bagi pemilik modal (bagi sikaya) namun dapat membuat kesenjangan
ekonomi yang sangat tajam bagi yang miskin (memilukan).

Reference
Antonio Safii Muhammad, M.Sc.
Indonesia, Jakarta, 2000.

Bank Syariah dari Teori ke Praktik,

Bank

Você também pode gostar