Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STATUS PASIEN
I.
II.
Identitas
1. Nama
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Alamat
5. Tanggal periksa
: Sudah menikah
:5
: Cukup
: Rumah panggung berlantai kayu
IV.
VI.
: Simetris, normocephal
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Vesikuler +/+, Rhonki +/+, wheezing -/BJI dan II regular, BJ III (-), bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar, sikatriks (-).
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani (+)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
: Akral hangat +/+, edema -/VII. Pemeriksaan anjuran
Pemeriksaan Sputum
Darah Lengkap
Rontgen
VIII. Diagnosa
Bronkitis Kronis
IX.
Diagnosa Banding
1. TB paru
2. Asma
X.
-
Manajemen
Promotif :
Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta
Kuratif
Non Farmakologi
1. Istirahat di rumah
2. Menggunakan masker
3. Makan makanan yang bergizi untuk menjaga imunitas tubuh,
bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
4. Berolahraga ringan dan teratur untuk memperbaiki pernapasan
dan memperbanyak oksigen masuk ke paru-paru
F armakologi
Dexametason tablet 0,5 mg 3 x sehari
Amoxicilin tablet 500 mg 3 x sehari
OBH sirup 3 x 1 sendok makan
Tradisional
Rebus 30 gram seledri, 10 gram kulit jeruk mandarin kering
dengan 3 gelas air,tambahkan 25 gram gula aren. Angkat
rebusan jika air tersisa setengahnya,saring dan tiriskan. Ramuan
siap di gunakan. Minum ramuan pagi dan sore, masing-masing
bergizi tinggi
Jika keluhan tidak membaik dan dirasa semakin sesak segera
berobat ke RS/Puskesmas terdekat
XI.
Resep
No IX
3 dd tab I
R/Amoxicilin tab 500 mg
No IX
3 dd tab I
R/Vitamin B Comp tab
No III
1 dd tab I
R/ OBH Syr
No X
3 dd C I
Pro
: Tn R
Umur : 72 tahun
Alamat : Rt. 03 Olak Kemang
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan
dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bronkitis Kronik
Bronkhitis kronis adalah suatu bentuk penyakit obstruksi paru kronik, pada
keadaan ini terjadi iritasi bronkhial dengan sekresi yang bertambah dan batuk
produktif selama sedikitnya tiga bulan atau bahkan dua tahun berturut-turut,
biasanya keadaan ini disertai emfisema paru.1
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis secara pasti.
Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics ) diperkirakan
sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka ini pun
diduga masih di bawah angka kesakitan yang sebenarnya (underestimate)
dikarenakan tidak terdiagnosanya Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula
overdiagnosis bronkitis kronis pada pasien-pasien dengan batuk non spesifik
yang self-limited (sembuh sendiri). Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras
tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih kerap
terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka
perbandingan yang pasti.1,2,3
2.3 Etiologi4
1.
2.
3.
4.
5.
Asap rokok.
Polusi udara.
Pekerjaan : lebih umum pada perempuan terkena debu atau gas beracun.
Infeksi: serangan berulang bronkitis akut.
Perokok pasif dan perokok aktif.
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak.
Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan
akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krokkrok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan
adanya dahak di saluran napas.
2.5 Patofisiologi
Bronkitis Kronik berhubungan dengan berlebihnya mukus trakeobronkial,
cukup membuat batuk dengan dahak selama 3 bulan dalam setahun sekurangnya
2 tahun berurutan. Gambaran histopatologinya menunjukkan hipertrofi kelenjar
mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan
lumen bronkus berupa metaplasia skuamos, silia yang abnormal, hiperplasia sel
otot polos saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa bronkus.
Ditemukan banyak sel neutrofil pada lumen bronkus dan infiltrat neutrofil pada
submukosa.1,3,5
Terjadi peradangan hebat pada bronkiolus respiratorius, banyak sel
mononuklear, sumbatan mukus. Semua hal diatas menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan. Sel epitel pada saluran pernapasan melepaskan mediator mediator
inflamasi sebagai respon dari zat toksik,infeksi, ditambah lagi berkurangnya
pelepasan dari produk regulatori seperti ACE (angiotensin-converting enzym)
dan neutral endopeptidase.1,2
Bronkitis kronik dapat dikategorikan sebagai bronkitis kronik sederhana,
bronkitis kronik mukopurulent, atau bronkitis kronik dengan obstruksi. Bronkitis
kronik dengan ditandai oleh produksi mucoid sputum. Produksi sputum yang
2.6
Klasifikasi6,7
1.
2.
dengan
batuk
berdahak
kental,
purulen
(berwarna
kekuningan).
3.
10
a.
Memiliki 1 ruang tamu, 4 ruang kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang makan, 1
ruang dapur dan ada kamar mandi. Kamar mandi menggunakan wc jongkok.
Sumber air dari sumur dan PDAM. Rumah memiliki ventilasi pertukaran udara
yang cukup dan cukup pencahayaan. Sekitar rumah cukup padat, dan saling
berdekatan dengan rumah lain.
Penyakit bronkitis kronis dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang
berdebu dan berpolusi. Biasanya pada daerah perkotaan atau tempat tinggal yang
dekat dengan jalan raya maupun dekat dengan pabrik.
Rumah pasien tidak terletak di jalan raya yang padat. Pasien juga tidak
tinggal di daerah perkotaan. Di sekitar tempat tinggal pasien juga tidak terdapat
pabrik ataupun bangsal kayu yang menghasilkan banyak debu. Sehingga pada
pasien ini tidak ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan
sekitar.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.
Keadaan keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga tergolong baik.
Anak pasien merupakan perokok akitf sehingga sering merokok di rumah. Selain
11
itu Hubungan antar keluarga pun harmonis. Istri dan anak pasien selalu
mendukung pasien untuk rutin melakukan pengobatan.
Penyakit bronkitis dipengaruhi oleh keadaan keluarga maupun hubungan
antar keluarga karena faktor resiko terjadinya bronkitis kronik adalah paparan
debu, asap, kebiasaan merokok. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan
diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.
c.
usia 20 tahun. Dalam 1 hari pasien bisa menghabiskan sekitar 1 bungkus rokok.
Walaupun sejak dahulu pasien sudah mulai merasakan batuk dan sedikit sesak
namun pasien tetap mengkonsumsi rokok. Hal ini menandakan pasien tidak
memiliki kepedualian terhadap perilaku kesehatan dirinya.
Lingkungan sekitar pasien juga tidak sehat. Dahulu kebanyakan teman
teman pasien adalah perokok aktif, hal ini menyebabkan pasien sering terkena
paparan asap rokok dari lingkungan sekitar. Pada pasien ini ada hubungan antara
perilaku kesehatan dalam keluarga dan dengan lingkungan sekitar.
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit
pada pasien ini
Kemungkinan faktor resiko terjadinya bronkitis kronis pada pasien ini
adalah kebiasaan merokok dan paparan asap dari lingkungan sekitar. Merokok
merupakan penyebab tersering bronkitis kronis karena komponen asap rokok
menstimulasi perubahan pada selsel penghasil mukus bronkus dan silia.
Komponenkomponen tersebut juga menstimulasi inflamasi kronis. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi kronis.
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
12
resiko atau etiologi pada pasien ini adalah dengan cara berhenti merokok, tidak
berada didekat orang yang sedang merokok, tidak berada di tempat yang banyak
debu serta menghindari terkena penyakit inflamsi paru lainnya. Selain itu pasien
juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi zat gizi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, karena penyakit bronkitis kronis juga sering
mengenai mereka yang daya tahan tubuhnya sedang tidak baik. Pasien juga
disarankan untuk rutin berobat ke puskesmas dan mengkonsumsi obat secara
teratur.
13
DAFTAR PUSTAKA
1.
Snell, SR. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.
hal. 88-90.
2.
3.
4.
5.
Santoso BI, editor. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi ke-dua.
Terjemahan Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. Jakarta:
EGC; 2001. hal. 410-35.
6.
PDT Ilmu Penyakit Paru FK Unair, RSU Dr. Soetomo, edisi 3, 2005.
7.
8.
14
DOKUMENTASI
15