Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KIMIA DASAR I
ARGENTOMETRI
Disusun oleh:
Nama : Gigie Kurniawati Wiyono
NIM : 05.70.0037
Kelompok B.5
1. PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Standarisasi merupakan proses yang digunakan untuk menetukan secara teliti konsentrasi
suatu larutan. Dalam argentometri, larutan standar sekunder perlu distandarisasi dengan
larutan standar primer untuk menentukan ketepatan konsenstrasinya. Larutan standar
primer harus mempunyai syarat sebagai berikut:
1. Mudah didapat dalam bentuk murni;
2. Pengotoran tidalk lebih dari 0,01 % - 0,02 %;
3. Mudah dikeringkan;
4. Tidak berdifat higroskopis sehingga mudah menyerap air;
5. Mempunnyai berat ekivalen yang tinggi;
6. Konsentrasi larutan tidak berubah bila disimpan dalam waktu yang lama.
(Day & Underwood, 1992)
Salah satu hal yang dikaitkan dengan titrasi pengendapan adalah mencari indikator yang
sesuai. Dalam titrasi yang melibatkan garam perak, terdapat tiga indikator yang telah
digunakan dengan berhasil selam bertahun tahun. Metode Mohr menggunakan ion
kromat, CrO43-, untuk mengendapkan Ag2CrO4 yang coklat. Metode Volhard menggunakan
ion Fe
3+
untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat, SCN -. Dan metode
konsentrasi rendah, maka perak klorida akan mengendap terlebih dahulu; perak kromat
baru akan mengendap bila konsentrasi ion perak meningkat cukup tinggi sehingga Ksp
perak kromat akan terlampaui. Dapat dihitung dengan mudah konsentrasi kromat yang
akan mengendapkan perak kromat pada titik kesetaraan, di mana pAg = pCl = 5,00. Karena
Ksp Ag2Cr2O4 adalah 2 . 10-12 dan [Ag+]= 1. 10-5 pada titik kesetaraan, maka
[Ag+]2[CrO42-] = 2 . 10-12
[CrO42-] = 2 . 10-12 / (10-5)2 = 0,02 M
Tetapi konsentrasi setinggi itu tidak dapat digunakan dalam praktek, karena warna kuning
dari ion kromat menimbulkan kesulitan untuk mengamati pembentukan endapan yang
berwarna. Lazimnya digunakan konsentrasi kromat antara 0,005 ke 0,001 M. Galat yang
disebabkan oleh penggunaan konsentrasi ini sangatlah kecil. Hal itu dapat dikoreksi dengan
melakukan suatu blanko indikator atau dengan menstandarkan perak nitrat terhadap garam
klorida murni pada kondisi yang identik dengan yang digunakan dalam analisis.
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 sampai dengan 10. Dalam
larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam, konsentrasi
ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagipula
hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat:
2 H+ + 2 CrO42- 2 HCrO4- Cr2O72- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapakan perak kromat, dan karenanya menimbulkan
galat yang sangat besar. Pada umumnya, garam dikromat cukup dapat larut. Metode Mohr
dapat juga diterapakan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam
larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi dapat menyebabkan titrasi ion iodida dan
tiosianat tidak layak. Perak tidak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan
menggunakan indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada
titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan larutan
klorida standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan menggunakan
indikator kromat.
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam larutan asam nitrat
dengan menggunakan ion besi (III) untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat:
Ag+ + SCN- AgSCN
Fe3+ + SCN- FeSCN2+ (merah)
Metode itu dapat digunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan tiosianat standar
atau untuk titrasi tidak langsung ion klorida. Dalam kasus kedua ini, ditambahkan perak
nitrat standar berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan tiosianat standar. Anion lain,
seperti bromida dan iodida, dapat ditetapkan dengan prosedur yang sama. Anion asam
lemah seperti oksalat, karbonat, dan arsenat, yang garam garam peraknya dapat larut
dalam asam, dapat ditetapak dengan pengendapan pH yang lebih tinggi dan penyaringan
garam peraknya. Endapan itu kemudian dilarutkan dalam asam nitrat dan peraknya dititrasi
langsung dengan tiosianat.
Metode Volhard digunakan secara meluas untuk perak dan klorida karena titrasi itu padat
digunakan dalam larutan asam. Memang diinginkan untuk menggunakan medium asam
untuk mencegah hidrolisis indikator ion - besi (III). Metode metode lain yang lazim
untuk perak dan klorida memerlukan larutan yang hampir netral agar titrasinya sukses.
Banyak kation mengendap pada kondisi semacam ini dan karena itu mengganggu dalam
metode - metode ini. Merkurium merupakan satu satunya kation yang lazim, yang
mengganggu dalam metode Volhard itu. Memang merkurium dapat ditetapkan dengan
titrasi dengan tiosianat, karena merkurium (II) tiosianat merupakan senyawa yang sedikit
sekali terdisosiasi. Konsentrasi yang tinggi dari kation yang berwarna, seperti kobalt (II),
nikel (II), dan tembaga (II) menimbulkan kesulitan dalam menghadapi titik akhir. Asam
nitrit mengganggu dalam titrasi, karena bereaksi dengan tiosianat dengan menghasilkan
warna perak peralihan.
Dalam titrasi langsung perak dengan tiosianat, ada dua sumber galat., keduanya galat yang
ringan. Pertama, endapan perak tiosianat mengadsorpsi ion perak pada permukaannya,
sehingga menyebabkan titik akhir terjadi terlalu dini. Kesulitan ini sebagian besar dapat
diatasi dengan mengaduk kuat kuat campuran itu di dekat titik akhir. Kedua, perubahan
warna yang menandai titik akhir terjadi pada suatu konsetrasi tiosianat yang sedikit
melebihi konsentrasi pada titik kesetaraan. Besaran galat ini adalah dalam orde beberapa
per seratus dari satu persen.
Dalam metode tak langsung dapat dijumpai suatu galat yang lebih serius, jika garam perak
dari anion yang akan ditetapkan itu lebih mudah larut daaripada perak tiosianat. Misalnya,
perak klorida lebih mudah larut daripada perak tiosianat, dan klorida itu cenderung melarut
kembali menurut reaksi.
AgCl + SCN- AgSCN(S) + Cl-
Tetapan reaksi kesetimbangan ini ditentukan, oleh angka bandingan tetapan hasil kali
kelarutan perak klorida terhadap perak tiosianat. Karena tetapan yang pertama lebih besar
daripada yang kedua, maka reaksi tersebut cenderung untuk berjalan dari kiri ke kanan.
Jadi tiosianat dapat dihabiskan tidak hanya oleh ion perak yang berlebih, tetapi juga oleh
endapan perak klorida itu sendiri. Jika ini terjadi, akan diperoleh hasil yang terlalu rendah
dalam analisis klorida. Tetapi reaksi ini dapat dicegah dengan menyaring perak kloridanya
atau dengan menambahkan nitrobenzena sebelum titrasi dengan tiosianat. Tampaknya
nitrobenzena itu membentuk suatu salut minyak pada permukaan perak klorida, sehingga
menghindari adanya reaksi dengan tiosianat. Suatu metode lain untuk mengecilkan galat ini
adalah dengan menggunakan ion besi (III) yang konsentrasinya cukup tinggi (sekitar 0,2
M) sehingga warna titik akhir dapat dicapai pada konsentrasi tiosianat yang lebih rendah.
Maka perak klorida yang melarut kembali lebih seefdikit dan masih terdapat konsentrasi
yang lebih tinggi dari kompleks FeSCN2+ merah untuk bisa tampak.
Dalam penetapan bromida dan iodida dengan metode Volhard yang tak langsung, reaksi
dengan tiosianat tidak menimbulkan kesulitan apapun karena perak bromida kira kira
mempunyai kelarutan yang sama dengan perak tiosianat, dan perak iodida cukup lebih
rendah kelarutannya. (Day & Underwood, 1992)
Argentometri merupakan penntuan kadar suatu zat berdasarkan reaksi pengendapan larutan
standar perak nitrat (AgNO3). Dalam argentometri, yang dimaksud dengan larutan normal
dalah larutan yang ekivalen dengan 1 mol ion Ag+ tiap 1 mol AgNO3. Analisa ini biasanya
digunakan untuk penentuan kadar senyawa halogen (Cl, Br, I) karena reaksi antara
senyawa tersebut menghasilkan suatu endapan. Satu grek dalam metode ini adalah
kemampuan suatu zat untuk mengikat atau melepas 1 ion perak (Ag+). (Ershanggono,
1996)
Argentometri merupakan bagian dari prepitrimetri, yakni titrasi titrasi yang menyangkut
penggunaan larutan AgNO3. Prepitrimetri merupakan suatu cara titrasi di mana terjadi
pengendapan (presipitat = precipitate = endapan). Semakin kecil kelarutan garam yang
dibentu, reaksi yang terjadi makin sempurna. (Harjadi, 1986)
Ada 3 macam cara berdasarkan indikator yang dipakai untuk menentukan titik akhir, yaitu:
1. Cara Mohr
Indikator yang digunakan adalah K2Cr2O4, dan titran yang digunakan AgNO3. Metode
Mohr ini sangat tepat sekali dipakai untuk menentukan garam klorida dengan titrasi secara
langsung seperti NaCl. Metode Mohr ini juga dapat digunakan dalam menentukan garam
perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku NaCl secara berlebih. pH harus
diatur agar tidak terlalu dalam suasana asam maupun terlalu basa (pH antara 6 - 10). Dasar
dari titrasi menurut Mohr adalah presipitasi bertingkat AgCl kemudian Ag2Cr2O4. (Fritz,
1979)
Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal terjadi
kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai
dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian, akibatnya titik akhir titrasi
menjadi tidak tepat.
2. Cara Volhard
Cara ini menggunakan Fe3+ sebagai indikator dan menggunakan KSCN atau NH4SCN
sebagai titran. Cara Volhard ini digunakan untuk menentukan garam perak dengan titrasi
langsung, atau garam garam klorida, bromida, iodida, tiosianat, dengan titrasi kembali
setelah ditambah larutan baku AgNO3 berlebih, juga untuk anion anion lain yang lebih
mudah larut dari AgSCN, tetapi dengan usaha khusus. (Harjadi, 1986)
Cara Volhard menggunakan indikator Fe3+. Titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk
penentuan Ag+ dan SCN-, sedangkan anion anion lain harus ditempuh dengan cara titrasi
kembali. Hal ini disebabkan karena titran yang digunakan adalah SCN dan reaksinya
berlangsung dengan Ag. (Fritz, 1979)
Penerapan terpenting cara Volhard adalah untuk penetapan secara tidak langsung ion ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan pada
sampel dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan larutan triosionat baku.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard adalah keuntungan
dibandingkan dengan cara lain penentuan ion halogenida karena ion ion karbonat,
oksalat, dan arsenat tidak mengganggu. Ha ini disebabkan karena garamnya larut dalam
keadaan asam.
3. Cara Fajans
Indikator yang digunakan adalah salah satu indikator adsorpsi menurut aniuon yang
diendapkan oleh Ag+, dan menggunakan AgNO3 sebagai titran, pH waktu reaksi tergantung
dari macam anion dan indikator yang dipakai. Titrasi yang menggunakan indikator
biasanya cepat, akurat, dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena
memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus terbentuk dengan cepat.(Harjadi,
1986)
Cara penetapan dan suasana cara Fajans ini sama dengan cara Mohr. Yang menjadi
perbedaan diantara keduanya adalah pada penggunaan indikator. Fajans menggunakan
indikator adsorpsi, yaitu fluoroscein, diklorofluoroscein, atau eosin. Indikator adsorpsi
adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Kesulitan dalam indikator adsorpsi adalah bahwa banyak di antara zat warna
tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya dan menyebabkan endapan
terurai. (Fritz, 1979)
Persen berarti bagian dari seratus bagian. Komposisi persen dari campuran adalah persen
massa dari setiap elemen dalam campuran. Massa molar mewakili total massa atau
sejumlah 100% dari campuran. Dengan demikian , komposisi persen air (H2O) adalah
11,19% H dan 88, 79%O dari massa. Mennurut Hukum Definite Composition, persen dari
komposisi harus sama, tanpa memedulikan ukuran sampel yang diambil.
Komposisi persen dari campuran dapat ditentukan jika formulanya diketahui atau jika
massa dari dua atau lebih komponen yang telah berkombinasi dengan yang lain diketahui
atau secara eksperimen ditentukan.
Persen elemen = total massa dari elemen / massa molar
(Hein, 1993)
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar pratikan dapat menentukan kadar CaCl 2
melalui analisa argentometri.
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi
2.1.1.
Alat
Dalam praktikum ini, alat-alat yang digunakan oleh praktikan antara lain adalah gelas ukur
100 ml, labu takar 100 ml, labu erlenmeyer 100 ml, gelas arloji, buret, statip, neraca
analitik, pengaduk, pipet ukur 5 ml, pipet tetes, dan corong.
2.1.2.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan oleh praktikan dalam praktikum ini adalah aquadestilata,
KCl, AgNO3, K2Cr2O4, dan CaCl2.
2.2. Metode
2.2.1.
Standarisasi AgNO3
Mula mula, KCl ditimbang sebanyak 0,14 gram dengan gelas arloji. KCl dimasukkan ke
dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml.
Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. K2Cr2O4 sebanyak
3 tetes ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan dengan
AgNO3 hingga larutan berwarna merah bata. Setelah perubahan warna terjadi, titrasi
dihentikan dan volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat.
2.2.2.
Mula mula, CaCl2 ditimbang sebanyak 0,1 gram dengan gelas arloji. CaCl 2 dimasukkan
ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml.
Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. K2Cr2O4 1,94 %
sebanyak 3 tetes ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan
dengan AgNO3 hingga berwarna merah bata. Setelah perubahan warna terjadi, titrasi
dihentikan dan volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat.
3. HASIL PENGAMATAN
10 ml
15 ml
N AgNO3
0,008659882
Warna
Kuning kuning keruh
merah bata
Kuning kuning keruh
merah bata
Reaksi :
AgNO3 (aq) + KCl (aq) KNO3 (aq) + AgCl (s)
2 AgNO3 (aq) + CaCl2 (aq) Ca(NO3)2 (aq) + 2 AgCl (s)
4. PEMBAHASAN
Warna
Kadar CaCl2
70, 89195%
Pada percobaan standarisasi AgNO3 dengan KCl, larutan stndar yang digunakan harus
distandarisasi terlebih dahulu menjadi larutan standar sekunder. Larutan standar primer
yang digunakan harus memenuhi syarat syarat terlebih dahulu, yaitu mudah didapat
dalam bentuk murni, pengotoran tidak lebih dari 0,01 % - 0,02 %, mudah dikeringkan,
tidak berdifat higroskopis sehingga mudah menyerap air, mempunnyai berat ekivalen yang
tinggi, danonsentrasi larutan tidak berubah bila disimpan dalam waktu yang lama. (Day &
Underwood, 1992)
Pada percobaan menetukan kadar CaCl2, percobaan argentometri inimenggunakan metode
Mohr. Metode ini menggunakan AgNO3 sebagai titran dan K2Cr2O4 sebagai indikatornya.
Metode Mohr ini sangat tepat sekali dipakai untuk menentukan garam klorida dengan
titrasi secara langsung seperti CaCl2. Metode Mohr ini juga dapat digunakan dalam
menentukan garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku CaCl 2
secara berlebih. pH harus diatur agar tidak terlalu dalam suasna asam maupun terlalu basa
(pH antara 6 - 10). Dasar dari titrasi menurut Mohr adalah presipitasi bertingkat AgCl
kemudian Ag2Cr2O4. (Fritz, 1979)
Selama melakukan titrasi, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal
terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen
tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian, akibatnya titik akhir
titrasi menjadi tidak tepat. (Harjadi, 1986)
5. KESIMPULAN
Analisa argentometri digunakan untuk penentuan kadar senyawa halogen (Cl, Br, I).
10
Konsentrasi kromat setinggi 0,2 M itu tidak dapat digunakan dalam praktek, karena
warna kuning dari ion kromat menimbulkan kesulitan untuk mengamati pembentukan
endapan yang berwarna.
Titrasi dengan metode Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 sampai
dengan 10.
6. DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima. Erlangga.
Jakarta.
11
7. LAMPIRAN
7.1. Laporan Sementara
12
7.2. Perhitungan
7.2.1.
N KCl
13
V AgNO3 rata-rata
= 0,018791946 N x 10 ml
N AgNO3
= 0,008659882 N
7.2.2.
Persamaan
= N AgNO3 x V AgNO3 x Fp
= 14,75 ml x 0,008659882 N x 10 ml
mgr CaCl2
= 70,89195902 mg
14