Você está na página 1de 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan


(Soegiarto, 1976 dalam Dahuri R., 2001). Budidaya tambak merupakan salah satu
potensi sektor perikanan yang signifikan di wilayah pesisir. Luas tambak di Indonesia
sebesar 1,2 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,1 persen pertahun.
Salah satu komoditas andalan yang dihasilkan dari tambak adalah udang baik
udang windu (Penaeus monodon) atau udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang
merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia untuk mendapatkan devisa. Selain
itu, produksi udang juga dituntut untuk tujuan konsumsi dalam negeri guna memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan tersebut produksi udang harus
ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Pengembangan kawasan tambak udang telah menimbulkan permasalahan baru
terutama aneka konflik kepentingan penggunaan sumberdaya di antara stakeholders
baik kepentingan pemanfaatan di darat maupun di laut sehingga akan mengancam
keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir. Di pihak lain perluasan kawasan
tambak udang merupakan suatu keharusan sejalan dengan semangat otonomi daerah
(Undang-Undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau Pendapatan Domestik Regional
Bruto (PDRB), pembukaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan
masyarakat termasuk masyarakat pesisir dan pelestarian lingkungan.
Berbagai penyebab rusaknya hutan mangrove di antaranya penggunaan kayu
hutan mangrove untuk kayu bakar, penggunaan kayu mangrove sebagai tangkai
peralatan pertanian dan perambahan hutan mangrove untuk tambak baru (Dinas
Kehutanan Kabupaten Dompu, 2005). Ketentuan luas hutan mangrove sebagai
penunjang pemanfaatan kawasan khususnya kawasan tambak masih menimbulkan
perdebatan. Menurut Dirjen Perikanan dan Pusat Penelitian Perikanan (1985) (dalam
Rachmatun dan Mujiman, 2003) terdapat 10-20 persen cadangan hutan mangrove

yang tidak mengganggu kestabilan ekologi perairan. Menurut Dahuri R. (2003) paling
tidak terdapat 20 persen hutan mangrove untuk mempertahankan keberlanjutan
pengelolaan sumberdaya tambak, sementara menurut Prihatini (2003) dalam
penelitiannya di Delta Mahakam Kalimantan Timur menyimpulkan bahwa satu ha
lahan tambak memerlukan dua ha hutan mangrove.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi dampak yang
ditimbulkan dengan adanya pembukaan tambak udang terhadap demografi, sosialekonomi dan sosial-budaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dampak dalam Bahasa Inggris disebut impact yang bersinonim dengan effect
(akibat) atau consequences (akibat).

Dalam Bahasa Indonesia dampak berarti

pengaruh kuat yang mendatangkan akibat. Berdampak mengandung arti berpengaruh.


Jadi, ketika berbicara dampak pembangunan kita berbicara akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh pembangunan(Elitzen, 1986).
Analisis dampak sosial pembangunan harus meliputi berbagai jenis dampak
tersebut. Kajian tidak hanya terpusat pada dampak positif, tetapi yang lebih penting
mengungkapakan dampak negatif. Kajian tidak hanya fokus pada fungsi manifes,
melainkan juga meliputi fungsi laten. Malah, seharusnya fungsi laten inilah yang
menjadi tekanan kejian dampak. Fokus pada fungsi laten berarti konsentrasi pada
sesuatu yang tidak tampak, tidak diharapkan dan tidak disadari(Dahuri, 1996).
Untuk dapat mengungkan dampak laten, peneliti harus memiliki ketajaman
perspektif dan teori. Dengan menggunakan sudut pandang Disiplin Sosiologi, studi
dampak sosial pembangunan semestinya menerapkan sudut pandang apa yang disebut
sebagai kesadaran sosiologis yang berarti kesadaran bahwa ada realitas sosial dibalik
dari realitas sosial. Analis sosial, oleh sebab itu, di dorong untuk melihat tembus atau
milihat dibalik, dibalik penampakan dan dibalik yang tertulis dalam dokumendokumen resmi (Kasiyanto, 1994).
Pengertian dampak lingkungan adalah pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/ atau kegiatan. Dampak lingkungan
dapat diartikan pula sebagai perubahan yang dialami oleh suatu komponen lingkungan
tertentu pada ruang dan waktu tertentu sebagai akibat adanya kegiatan tertentu.
Perubahan dapat diakibatkan oleh kegiatan yang bersifat alami seperti gempa bumi,
bencana longsor, letusan gunung merapi, tsunami, yang pada dasarnya mengakibatkan
perubahan secara mendasar pada lingkungan (Adiwibowo, 2002).
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya merupakan proses dinamis yang
berkelanjutan, dari masyarakat untuk mewujudkan keinginan dan harapan hidup yang
lebih sejahtera dengan strategi menghindarkan kemungkinan tersudutnya masyarakat

sebagai penangungung ekses dari pembangunan. Pembangunan masyarakat


mengandung makna, betapa pentingnya inisiatif lokal, partisipasi masyarakat sebagai
bagian dari model-model pembangunan yang dapat mensejahterakan masyarakat
(Soelaiman,1998).
Dampak sosial muncul ketika terdapat aktivitas proyek, program atau
kebijaksanaan yang akan ditetapkan pada suatu masyarakat. Bentuk intervensi ini
mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem (masyarakat). Pengaruh ini bisa
positif, bisa juga negatif. Hal ini dapat diuji dari nilai, norma, aspirasi dan kebiasaan
dari masyarakat yang bersangkutan. Ada beberapa tehnik yang digunakan untuk
memperkirakan dampak sosial. Pertama adalah scenario masa depan (future scenario),
kedua adalah tehnik permainan dan simulasi dan ketiga adalah menggunakan tehnik
delphi (Hadi, 2005).
A. Rona Lingkungan Sosial di Gampoeng Alue Naga
Metode yang digunakan dalam pratikum ini adalah metode wawancara dengan
masyarakat setempat. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan
komponen demografi, komponen sosial-ekonomi dan komponen sosial-budaya di
Gampoeng Alue Naga
Waktu dilakukannya praktikum yaitu pada tanggal 8 Desember 2012 pukul
11.00 sampai dengan pukul 14.00 WIB, yang bertempat di Gampoeng Alue Naga
Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.
Adapun beberapa komponen yang ditelusuri dalam rona lingkungan sosial di
Gampoeng Alue Naga diantaranya :
a) Komponen Demografi
Gampoeng Alue Naga adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Syiah Kuala di daerah pinggiran pesisir laut kota Banda Aceh dengan garis pantai 12
kilometer. Secara geografis desa alue naga Kecamatan Syiah Kuala berada pada 0,8 m
di atas permukaan laut dengan luas wilayah 20,39 km2.
Struktur penduduk sebelum tsunami kurang lebih 800 jiwa dan setelah
tsunami, penduduk di Gampoeng Alue Naga semakin meningkat. Hal itu dikarenakan

setelah tsunami semakin bertambahnya pendatang dari luar yang tinggal di Alue
Naga, baik untuk bekerja maupun yang ikut suaminya. Mata pencaharian penduduk
sebelum tsunami kebanyakan adalah petambak udang, pencari tiram, nelayan dan lain
sebagainya. Setelah tsunami banyak lahan kosong yang dimaanfaatkan oleh warga
luar untuk pembangunan rumah sehingga jumlah penduduk semakin meningkat di
daerah tersebut.
Topografi di Alue Naga sebelum tsunami, banyak tambak yang ada pada
daerah tersebut, akan tetapi tidak seluruhnya difungsikan. Hal ini dikarenakan akan
kurangnya akan pengetahuan dan faktor lainnya. Setelah tsunami banyak tambak yang
rusak akibat bencana tsunami dan kurangnya dana untuk memperbaiki tambak
tersebut. Akan tetapi setelah tsunami banyak bantuan dari luar seperti biaya
memperbaiki tambak dan pembangunan rumah penduduk, sehingga mengakibatkan
rumah-rumah penduduk semakin bertambah banyak di sekitar tambak.
b) Komponen Sosial-Ekonomi
Dari hasil wawancara dengan penduduk gampong Alue Naga, didapatkan
informasi bahwa kondisi sosial-ekonomi di gampong Alue Naga setelah tsunami
mengalami penaikkan dibandingkan sebelum tsunami. Hal ini dikarenakan oleh
bantuan-bantuan dari luar baik dari dana perbaikan tambak yang rusak oleh bencana
tsunami maupun bantuan untuk perbaikan rumah penduduk, sumbangan pendirian
rumah bantuan, bantuan pendidikan serta bantuan perbaikan kapal nelayan setempat
yang rusak akibat bencana tersebut.
c) Komponen Sosial-Budaya
Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan warga Alue
Naga bahwa secara adat tidak ada acara khusus yang diadakan di sekitar tambak, akan
tetapi hanya diadakan acara adat tahunan seperti kenduri laot dan kenduri syukuran
memperingati kejadian tsunami yang melanda Aceh 8 tahun silam tepatnya pada
tanggal 26 Desember 2004.
Selain itu juga ada tradisi setempat berupa pantangan-pantangan untuk tidak
dapat melaut pada hari-hari tertentu seperti hari jumat, hari megang, 3 hari di hari raya

idul fitri dan idul adha ditambah 7 hari kemudian terhitung setelah hari peringatan
kejadian tsunami.
Pola hubungan sosial di Alue Naga antara sesama warga sangat baik mulai
dari adanya kegiatan gotong-royong membersihkan kampung, antara penduduk
kampung Alue Naga dengan kampung sebelah juga mempunyai ikatan silaturrahmi
yang baik, saling menghormati satu sama lain walaupun setelah tsunami banyak
warga luar (pendatang) yang tinggal di kampung Alue Naga. Hal tersebut tidak
menjadi suatu masalah yang membedakan latar belakang agama, etnis, ras, kelompok,
gender, ataupun status sosial.
Dari segi pranata sosial daerah Alue Naga warga saling tolong-menolong dan
ikut berpartisipasi antar warga baik pada acara perkawinan, kenduri maulid,
fardhu kifayah seperti pengurusan mayat (memandikan mayat, mengkafankan,
mensholatkan dan menguburkan) semua mayarakat mempunyai rasa empati yang
tinggi antara umat beragama.
Pranata yang memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola
keseimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat di gampong Alue Naga terdiri
dari Pak Geuchik, dan tokoh-tokoh gampoeng lainnya sperti Tuha Peut, Tuha Lapan,
Kepala Duson, Kepala Lorong, dan Kepala Pemuda Gampoeng yang ikut dalam
mentertibkan gampoeng Alue Naga.
B. Dampak Sosial Usaha/Kegiatan Pertambakan di Syiah Kuala
Dari beberapa hasil wawancara yang kami dapatkan dari warga setempat, tidak
ada dampak sosial dari suatu usaha/kegiatan pertambakan di gampong Alue Naga,
apalagi kecemburuan sosial dengan pemilik tambak. Beberapa warga memanfaatkan
tambak yang sudah tidak aktif untuk mencari tiram dan ikan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Pada dasarnya masyarakat Alue Naga mempunyai kesibukan masing-masing,
ada yang bekerja di warung kopi, usaha ikan kayu (keumamah) skala kecil-kecilan,
pencari tiram, nelayan, ibu rumah tangga, penjaga tambak, wiraswasta dan satu
diantaranya yang kami wawancara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Walaupun
status pekerjaan berbeda-beda, semua masyarakat Alue Naga hidup rukun dan damai.

Asal mulanya tambak seluruh tambak daerah ini pada tahun


1964 hanya satu orang yang pemiliknya orang kaya di daerah Alue
Naga ini yaitu juragan (Tuanku),dan beliau menyewakan atau
memberikan

pekerjaan

kepada

masyarakat

sekitarnya,yang

nantinya akan mendapatkan hasil jerih payah mereka dari kerja


tersebut.
Dampak

sosial

adalah

dampak

yang

terjadi

perubahan

lingkuangan sekitarnya yang di sebabkan oleh adanya pembuatan


tambak tersebut.Pada usaha kegiatan tambak di daerah Alue Naga
ini sangat terlihat berubah setelah terjadinya musibah alam yaitu
musibah Tsunami pada tahun 2004 yang lalu,yang mana bahwa
sanya dampak yang terjadi adalah admpak

sosial ekonomi yang

mana dulunya mereka biasa menghasilkan penghasilan dari tambak


tersebut untuk kehidupan sehari-harinya,tetapi saat ini tidak dapat
berpenghasilan lagi dari tambak tersebut yang di sebabkan
tambaknya rusak dan tidak dapat memperbaiki lagi.
Masyarakat di sekitar ini sudah mencoba untuk melakukan
perubahan terhadap tambak yaitu melakuan budidaya kembali ikan
yang ada di tambak tersebut ,tetapi sudah beberapa kali meraka
melakukan

tetep

gagal,yang

artinya

penghasilan

dari

usaha

tersebut tidak seimbang dengan modal yang di keluarkan.Menurut


mereka tambaknya sudah kurang baik untuk melakukan kegiatan
atau melakukan usaha kembali yang di sebeabkan oleah tsunami
yang mana di subtrak tambak tersebut masih banyak mngandung
penyakit terhadap ikan.
Masyarakat

daereah

ini

hanya

bisa

melakukan

pasrah

terhadapa pemerintah Depertemen Kelautan dan Perikanan (DKP)


setempat agar dapat membantu mereka dalam melakukan usaha
budidaya ikan di tambak tersebut kembali.
Hingga

saat

ini

faktor

ini

belum

dapat

bantuan

dari

pemerintah dan mereka sampai saat ini hanya bisa melakukan

mencari

nafkah

sebagai

nelayan

demi

kehidupan

nya

ada juga juga yang sudah berubah atau sudah membangun kembali
beberapa daerah kawassan tambak di Alue Naga ini tetapi tidak
semuanya,hanya sekitar 25% yang sudah berubah

,ini pun hak

yang seperti di jlas kan tadi di atas hanya sebagian yang


mempunyai ekonomi yang lebih atau yang dapat bantuan dari
kalangan sananat keluarganya atau yang di dapatkan dari hasil
permohonan proposal yang dari berbagai lembaga baik dari
pemerintah maupun dari swata.
Jadi, saat ini bisa kita katakan bahwa dampak sosial usaha
kegiatatan tambak di daerah ini salah satunya dampak sosialekonomi yang di sebabkan oleh musibah Tsunami di alami oleh
masyrakat Alue Naga ini sangat rendah, bisa dilihat dari stuktur
kehidupan meraka dan penghasilan sehari yang sangat mencukupi.

C. Alternatif-alternatif penanganan Dampak Sosial yang timbul dari kegiatan


pertambakan.

Memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat Alue Naga untuk


berpartisipasi dalam mengelola tambak bersama, guna untuk kesejahteraan
dan kemajuan gampong Alue Naga kedepan nantinya.

Mengelola tambak yang sudah tidak aktif agar dapat difungsikan kembali,
sehingga membuka peluang kerja baru bagi masyarakat Alue Naga

Dapat

membangun dalam kehidupan masyarkat setempat.


Dan dapt membuat kelompok-kelompok kerja.
Pendekatan Pengembangan Masyarakat daerah ini yakni melalui

membangun

suatu

kegiatan

yang

bersifat

penyediaan kesempatan kerja bagi warga masyarakat sekitar, khususnya


kelompok masyarakat yang terkena dampak, sesuai dengan kebutuhan dari
rencana kegiatan dan kualitas SDM yang tersedia; membuka kesempatan
berusaha bagi warga masyarakat sekitar melalui kegiatan-kegiatan
pemberdayaan atau penguatan ekonomi yang secara sungguh-sungguh
diarahkan kepada kelompok atau golongan masyarakat yang terkena

dampak. Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perlu

menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran partisipatif.


Dapat memberikan bantuan terhap masyrkat yang tidak mempunyai apaapa atau sudah sangat terbagai dari segi ekonomi,supaya mereka dapat
mengembangkan kambeali usaha yang pernah mereka jalani,seprti hal

yang di harapkan warga tersebut dapat bantuan dari pihak DKP


Dapat melakukan bimbingan fasilitator dan penyuluh
program

tersebut

dpat

membantu

mereka

dalam

melakukan kegiatan sosial ekonomi mereka. Dan dapat


memberikan bantuan Walaupun Bantuan untuk kelompok
nelayan hanya mencapai 30 % dari kebutuhan modal kerja
kelompok. Akan tetapi pertambahan modal usaha antara
18 sampai dengan 42 %.
Tentunya hal ini harus di dukung dengan sumber daya manusia (SDM)
dan bantuan dinas terkait dalam membantu dana perbaikan tambak agar dapat
difungsikan kembali guna menkesejahteraan masyarakat di Alue Naga untuk
menuju perubahan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo, Sudharto P.Hadi, Ari Saptari, Tina Artini. 2002. Pelatihan Kajian Aspek
Sosial AMDAL. Jakarta. CEPI-KLH, CIDA Project.
Dahuri, R. Rais, J. Sitepu, M.J. Ginting S. P. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir Lampung. Technical Report CRM Lampung: Bandar Lampung.
Elitzen, SD. 1986. Social Problem. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Kasiyanto, MJ. 1994. Masalah dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara: Jakarta.
Hadi, S. P. 2005. Aspek Sosial Amdal - Sejarah, Teori dan Metode. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Soelaiman,M.M. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi, Mencari Alternatif Teori
Sosiologi dan Arah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Você também pode gostar