Você está na página 1de 11
Re eta reine Sere [ETIKA KEDOKTERAN DAN HUKUM KESEHATAN. 23 Ole: Prof M,Juuf Huma, p06; Dr. Ams Ami, pF iettan pera al oleh ener Bu Kecoeran OC © 1959 Perri Buku Kedokran EGC Telepn: 650 63 Anggyta IKAPI Destin lit mk: Samion Paras Hak ep dtindung Undang-Undang Dian engin memperburyak fan menejemahansebgin aaa sel tuk np in tei dar penesit Perposahans Nai sf: Katalog Daas Terbitan (KOT) ara M, suf arash, Ai Ari Iakarta EGC, 1999, ISBN 979448-459-8 |. Bua kein. 2. Keehtn— Apa hom, {dada Ami Ant 1142 Hak serta Kewaiiban Pasion dari Dokter 45 HAK SERTA KEWAJIBAN PASIEN DAN DOKTER ‘Akhir-akhir ini keluhan masyarakat terhadap paradokter makin sering ter- ddengar, antara lain mengenai kurangnya waktu dokter yang disediakan un- tuk pasiennya, kurang lancamya komunikasi, kurangnya informasi yang diberikan dokter kepada pasien/keluarganya, tingginya biaya pengobatan dan sebagainya, Hal ini disebabkan meningkatnya taraf pendidikan dan kesadar- an hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya seiring dengan munculnya kepermukaan masalah-masalah hak asasi manu- sia diseluruh dunia, lebih-lebih dalam dasawarsa terakhir ini. Memang suatu masyarakat akan tertib dan tenteram, jika setiap anggotanya memahami, menghayati dan mengamalkan hak dan kewajibannya masing-masing. Demikian pula dalam suatu kontrak terapeutik antara dokter dengan pasien, maka masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. KODEKI sekarang ini, hanya berisikan kewajiban-kewajiban dokter dan belum me- muat hak dokter, begitu pula belum termasuk semua hak dan kewajiban pasien, Karena itu perlu dikaji hal-hal tersebut, yang menyangkut hubungan dokter dengan pasien, sehingga tidak selalu menimbulkan konflik yang meri- saukan kedua belah pihak. Hak pasien Rumusan hak pasien tidaklah sekali jadi, melainkan melalui tahap-tahap perkembangannya. Dalam Perang Dunia Il banyak orang-orang Yehudi di- bbunuh oleh orang-orang Jerman dan orang orang Asia dibunuh oleh orang- ‘orang Jepang secara kejam dan tidak berperikemanusiaan. Setelah perang ‘hak asasi manusia menjadi pusat perhatian, seiring dengan banyaknya nega- ra-negara terjajah yang menjadi merdeka. DalamPembukaan Undang-Undang Dasar R.1. 1945 dengan tegas di- cantumkan Sila II Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam “Declaration of Human Rights” Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB, 1948) dengan jelas dirumuskan hak-hak asasi manusia, yang antara lain berbunyi sebagai berikut: Setiap orang dilahirkan merdeka dan mempunyai hak-hak yang sama Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan, 43 Etika Kedoktaran dan Hukum Kasehatan ~ manusia dihormati sebagai manusia tanpa memperhatikan wilayah asal dan keturunannya. setiap orang tidak boleh diperlakukan secara kejam. setiap orang diperlakukan sama di depan hukum dan tidak boleh dianggap bersalah, kecuali pengadilan telah menyalahkannya. = _ setiap orang berhak mendapat pendidikan, pekerjaan dan jaminan sosial. = _setiap orang berhak memberikan pendapat. setiap orang berhak mendapat pelayanan dan perawatan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya, juga jaminan ketika menganggur, sakit, cacat, ‘menjadi janda, usia lanjut atau kekurangan nafkah yang disebabkan oleh hal-hel diluar kekuasaannya. Beberapa keputusan pengadilan telah pula memberi bentuk pada hak- hak pasien yang dipedomani dewasa ini, yaitu 1. Kasus Schloendorf vs. Society of New York Hospitals (1914). Dalam kasus ini, dokter telah lancang mengangkat suatu tumor fibroid, sedangkan pasien hanya memberi izin untuk pemeriksaan abdomen, yang pada waktu itu dilakukan dengan memberikan anestesi (examination un- der anaesthesia). Walaupun pasien dengan tegas telah menyatakan bah- wa ia tidak mau dibedah, namun dokter itu telah melakukannya juga, mungkin karena menganggap untuk kepentingan pasien sendiri. Atas ‘gugatan itu hakim Benyamin Cordozo yang menjadi terkenal ucapannya dan sampai kini masih sering dikutip adalah: "Setiap manusia yang de- wasa dan sehat berhak menentukan apa yang hendak dilakuken tethadap badannya sendiri, seorang spesialis bedah yang melakukan suatu pem- bedahan tanpa izin pasicn, dianggap telah melakukan pelanggaran hu- kum, untuk mana ia harus bertanggung jawab atas kerugiannya.”” 2. Kasus Salgo vss. Leland Stanford Jr, University Board of Trustees (1987). Dalam kasus ini pengadilan berpendapat bahwa dokter mempunyai ke wajiban untuk mengungkapkan setiap fakta yang penting untuk menjadi dasar pembuatan suatu izin (persetujuan) oleh pasien terhadap pengobatan yang disarankan. 3. Kasus Natanson v.s. Kline (1960) Oleh hakim dikatakan, bahwa dokter berkewajiban untuk mengungkap- kan dan menjelaskan kepada pasien dalam bahasa sesederhanamungkin, sifat penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternatif pengobatan, kemungkinan berhasil dan resiko yang dapat timbul, serta kompliks komplikasi yang tak dapat diduga. Begitulah dalam hubungan dokter dengan pasien, pasien mempunyai hak- haknya yang harus dihormati oleh para dokter. Hak-hak asasi itu dapat di- Hak serta Kewajiben Pasien dari Dokier a7 batasi atau dilanggar apabila tidak bertentangan dengan peraturan perun- dangan-undangan yang berlaku, misalnya persetujuan untuk tindakan medik, persetujuan menjadi donor dalam tindak transplantasi (untuk kepentingan rang lain) atau kesediaan ikut dalam penelitian biomedik. Kadang-kadang atas perintah undang-undang hak asasi itu dilanggar, seperti wajib berperan serta dalam kegiatan imunisasi, karena adanya wabah. Dalam KODEKI terdapat pasal-pasal tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang merupakan pula~ hak-hak pasien yang perlu diperhatikan. Pada dasarnya hak-hak pasien adalah sebagai berik 1. hak untuk hidupjhak atas tubuhnya sen wajar. 2.-mempercleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi kedokteran. 3. memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokier yang. mengobatinya. 4. menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkar dapat menarik diri dari kontrak terapeutik. 5. memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya. 6. menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran. 7. dirujuk:kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setclah selesai konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau tindaklanjut. 8. kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi. 9. memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit. 10. berhubungan dengan keluarga,penasihat atau rohaniwan dan lain-lainnya yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit. dan hak untuk mati secara 11. memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Rontgen, Ultrasonografi (USG), CT-scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan sebagainya, (kalau dilakukan) biaya kamar bedah, kamar bersalin, imbalan jasa dokter dan lain-lainnya. Dari uraian diatas jelastah bahwa hak memperoleh informasi atau pen- jelasan, merupakan hak asasi pasien yang paling utama bahkan dalam tinda- kan-tindakan khusus diperlukan Persetujuan Tindakan Medik (PTM) yang ditandatangani oleh pasien dan atau keluarganya. Tidak dapat disangkal, bahwa dalam hubungan dokter dengan pasien, posisi dokter adalah dominan, jika dibandingkan dengan posisi pasien yang awam dalam bidang kedokteran. Dokter dianggap mempunyai kekuasaan tertentu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Namun de- rngan berkembangnya era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya kema- 48 tka Kedokteran dan Hukum Kesehatan juan dalam bidang informasi, komunikasi dan transportasi, masyarakat telah bertambah pengetahuannya tentang kesehatan dan bagaimana caranya un- tuk tetap hidup sehat. Dalam memberikan informasi kepada pasien, kadangkala agak sulitme- nentukan informasi yang mana yang harus diberikan, karena sangat bergan- tung pada sia, pendidikan, keadaan umum pasien dan mentainya. Namun pada umumnya dapat dipedomani hal-hal berikut: 1. informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien. 2. pasien harus dapat memperoleh informasi tentang penyakitnya, tindakan- tindakan yang akan diambil, kemungkinan komplikasi dan resiko- resikonya. 3. untuk anak-anak dan pasien penyakit jiwa, maka informasi diberikan kepada orang tua atau walinya. Siapakah yang berkewajiban memberikan informasi? Yang paling tepat tentulah yang paling mengetahui keadaan pasien, dalam hal ini dokter yang bertanggung jawab terhadap perawatan pasien. Dalam kasus perawatan di- lakukan oleh lebih dari satu dokter, misalnya pada persalinan dengan Seksio ‘Sesarea, maka mengenai persalipan dijelaskan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi, mengenai anestesi oleh dokter spesialis anestesi, dan menge- nai bayinya setelah lahir oleh dokter spesialis anak. Penandatanganan PTM ppada kasus ini, juga dipisahkan antara PTM untuk pembedahan dan untuk anes- tesi, Untuk tindakan Seksio Sesarea harus diinformasikan pula,bahwa kadang- kadang terpaksa dilakukan tindakan Histerektomi langsung setelah tindakan Seksio, misalnyakarena perdarahan, sehingga dalam PTM yang ditandatangani itu sekaligus telah dicantumkan kemungkinan tindakan Histerekiomi, ‘Apakah pasien yang menderita tumor ganas misalnya, juga diberitahu- kan keadaan yang sebenarnya kepada pasien? Scharusnya diberitahukan, baik secaralangsung maupun tidak langsung. Tujuannya adalah agar pasien dapat berobat dengan cepat dan tepat jika stadium tumornya masih dini dan jika stadium lanjut dengan prognosis yang. buruk, maka pasien dapat mem- persiapkan diri menghadap Tuban, Maha Penciptanya, Sclain itu di negara- ‘negara maju dan juga di Indonesia telah ada rumah-rumah sakit khusus untuk penyakit kanker, sehingga jika pasien dirujuk kesana, maka dengan sendi- rinya pasien mengetahui penyakit yang dideritanya; jadi lebih balk diberi- tahu saja lebih dahulu. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus kurangnya perhatian dokter tethadap hak-hak pasien dan kurang harmonisnya hubungan antar dokter. 1. Ny.A.,berumur 35 tahun, isteri muda scorang pedagang, menderita gangguan psikosomatik. Ia telah melakukan “doctor shopping”, berobat Hak serta Kewajban Pasian dari Dokter 49 dari satu dokter ke dokter yang lain, dianteranya 2 Dokter Spesialis Penyakit Dalam (SpPD) dan 4 Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG). Keluhannya banyak tetapi yang utama adalah rasanyeri di perut bagian kiri bawah.Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan ginekologik. jaboratorium, pemeriksaan dengan USG dan Pap's Smear, telah pernah dilakukan oleh berbagai dokter itu. Seorang SpOG menganjurkan untuk pembedahan, Dokter-dokter spesialis lainnya tidak memberikan penjelasan apapun kepadanya dan hanya memberikan resep. Obat-obat yang diberikan banyak jenisnya dan sebagian dibawa ke prakiek kami. Setelah anamnesis yang memakan waktu panjang (ciri khas penderita gangguan psikosomatik), dilakukan pemeriksaan fisik umum dan ginekologik; temyata tidak dijumpai kelainan. Pasien diberikan penjelasan seperlunya. Kepadanya tidak diberikan resep baru dan dirujuk ke SpPD, Sub Bagian Psikosomatik. Pada kasus tersebut diatas, tidak diberikannya informasi kepada pasien baik mengenai keadaan penyakitnya, maupun tentang obat-obat yang di- terimanya dapat menimbulkan kecemasan dan interaksi obat yang dapat merugikan pasien. Tetapi mungkin juga ada dokter yang memberikan penjelasan kepadanya, namun pasien tidak berterus terang kepada dok- ter berikutnya (takut dokternya marah), schingga banyak pemeriksaan diulang kembali dan diberikan obat-obat yang bersamaan. 2. Seorang pasien menderita diare pada suatu malam, tanggal 23 uli 1992, dan karena disertai kepala rasa berputar ia jatuh di kamar mandi, dibawa ke UGD-RSCM. Seorang dokter muda (Ko-asisten) yang tugas jaga memeriksanya, disusul seorang perawat dan seorang dokter-muda lain yang mengukurulang tekanan darahnya. Hasil pengukuran tekenan darah tersebut berbeda beda. Perawat mengatakan normal, sedangkan 2 orang dokter muda tidak memberikan informasi. Tanpa melihat dan apalagi memeriksa pasien, dokter jaga yang menerima laporan dari dokter-muda, langeung memerintahkan mereka memasang infus dan sonde lambung. Pasiendianjurkan rawat inap. Karena tidak ada tempat tidur yang kosong. maka pasien dibawa ke RSGS. Pasien berjalan ke mobil dengan infus dan sonde lambung dan selanjut- nya diantar ke RSGS. Setibanyadi RSGS pasien diperiksa langsung oleh dokter yang bertugas. Setelah dibaca pula surat rujukan dari RSCM, maka dokter menjelaskan bahwa pasien dalam keadaan baik, infusnya tidek perlu dilanjutkan dan sonde lambungnya dikeluarkan. Pasien dibenar- kan untuk pulang. (Media Indonesia, 27 Juli 1992). Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa pasien tidak memperoleh pelayan- an kedokteran sesuai standar medik di RSCM; antara dokter dan pasien 50 Eka Kedokteran dan Hukum Kesehatan tidak pula terdapat komunikasi, apalagi memperoleh informasi tentang penyakitnya. 3.. Satu pasangan suami-isteri infertil berobat pada SpOG karena belum ‘mempunyai anak setelah nikah selama 3 tahun. Pada analisis semen suami dijumpai oligospermi dan lekospermi. Pasien dikonsul kepada seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (SpKK). Setelah sebulan berobat, pasangan suami isteritersebut datang kembali ke SpOG dan menceritakan bbahwa sang suai mendapat suntikan obat mahal 3 X seminggu (temyaia perawat yang menyuntik menunjukkan ampul Amikin kepadanya, tetapi tidak, mengetahui sakit apa). Ketika ditanyakan balasan konsul dari SpKK, pasien menyatakan bahwa SpKK tersebut tidakmau memberinya, bahkan berkata: "Kalau tidak mau terus berobat pada saya, kembali saja ke SpOG.” Dalam hal ini SpOG tidak dapaf mencruskan pemeriksaan dan pengobatan pada pihak isteri, karena tidak ada informasi tentang penyakit suaminya dari SpKK yang telah memeriksanya lebih lanjut. Dari kasus diatas ini dapat dilihat bahwa SpKK tidak-memperhatikan hak pasiennya untuk memperoleh ihformasi dan juga tidak etis terhadap sejawatnya SpOG, karena tidak memberikan jawaban konsul yang meru- pakan kewajibannya terhadap teman sejawatnya, Kewajiban Pasien Jika ada hak, tentu ada kewajiban. Dalam kontrak terapeutik antara pasien dengan dokter, memang dokter mendahulukan hak pasien karena tugasnya merupakan panggilan perikemanusiaan. Namun pasien yang telahmengikat- kan dirinya dengan dokter, perlu pula mempethatikan kewajiban-kewajiban- nya sehingga hubungan dokter dengan pasien yang sifatnya saling hormat menghormati dan saling percaya mempercayai terpelihara baik. Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai beri- eat: 1. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter. ‘Masyarakat perlu diberi penyuluhan, bahwa pengobatan penyakit pada stadium dini akan lebih berhasil dan mengurangi komplikasi yang merugi- kan, Penyakit kanker stadium dini jelas pada umumaya dapat sembuh, jika diberikan terapi yang tepat, sedangkan pada stadium lanjut progno- sisnya lebih buruk. Kadangkala pasien/keluarganya membangunkan dok- ter pada tengah malam buta, padshal ia telah menderita penyakit beberapa hari sebelumnya. Walaupun dokter harus siap melayani_pasien setiap waktu, alangkah baiknya jika pasien dapat berobat pada jam kerja. Se- 6 Hak serta Kewaiban Pasien dati Dokter 51 bagai seorang manusia biasa dokier memerlukan juga istirahat yang cu- kup. Lain halnys dengan kasus gawat darurat (emergency case) 2. Memberikan informasi ying benar dan lengkap tentang penyakitnya, ang benar dan lengkep dari pasien/keluarga merupakan hal nnyakit. Bila dokter dituntut malprakiek, tuntutan dapat gugur jika ter- bukti pasien telah memberikan kelerangan yang menyesatkan atau menyembunyikan hal-hal yang pernah dialaminya,tidak memberitahu- ‘kan obat-obat yang pernah diminumaya, schingga terjadi interaksi obat misalnya. 3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter Pasien berkewajiban mematuhi petunjuk dokter tentang makan berpan- tang, minum, pemakaian obat-obat, istirahat, kerja, saat berobat berulang dan lain-lainnya, Pasien yang tidak mematuhi_ petunjuk dokternya, ke- berhasilan pengobatannya akan menjadi berkurang. 4, Menandatangani surat-surat PTM, surat jaminan dirawat di rumah sakit dan lain-lainnya. Dalam kontrak terapeutik ada tindakan medik, baik untuk tujuan diagno- sis maupun untuk terapi yang harus disetujui oleh pasien atau keluarge- nya, selelah diberi penjelasan oleh dok ter. Surat PTM yang sifatnya tulisan, harus ditandatangani oleh pasien dan atau keluarganya. 5. Yakin pada dokternya, dan yakin akan sembub. Pasien yang telah mempercayai dokier dalam upaya penyembuhannya, berkewajiban menyerahkan dirinya untuk diperiksa dan diobati sesuai kemampuan dokter. Pasien yang tidak yakin lagi pada kemampuan dok- tern, dapat memutuskan kontrak terapeutik atau dokternya sendiri yang menolak meneruskan perawatan. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan pengobatan serta honorarium dokter. Perlu ditekankan disini, bahwa imbalan untuk dokter merupakan peng- hargaan yang sepantasnya diberikan oleh pasien/keluarga atas jerih payah seorang dokter. Kewajiban pasien ini haruslah disesuaikan dengan ke- ‘mampuannya dan begar kecilnya honorarium dokier tidak boleh mem- pengaruhi dokter dalam memberikan pelayanan kedokteran yang bermutu, sesuai standar pelayanan medik. Memang ada juga pasien yang main kucing kucingan, terutama pasien yang dirawat di rumah sakit, imana ia ingin dirawat di Kelas VIP atau Kelas 1, tetapi honorarium untuk dokter minta dikurangi seperti untuk pasien di Kelas TI, Ini tentulah kurang fair 82 Etika Kedoktoran dan Hukum Kesehatan Kewajiban Dokter Dokier yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentulah akan selalu lebih mengutamakan kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya. Dalam menjalankan tugasnya, bagi dokter berlaku “Aegroti Sa- lus Lex Suprema”, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang ter- tinggi (yang utama), Kewajiban dokter yang terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewa- jiban terhadap diri sendiri telah dibahas secara terinci dalam Bab III tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia. Hak Dokter Sebagai manusia biasa dokter mempunyai tanggung jawab terhadap pribadi dan keluarga, disamping tanggung jawab profesinya terhadap masyarakat. Karena itu dokter juga mempunyai hak-hak yang harus dihormati dan dipa- hami oleh masyarakat sekitarnya. Hak-hak dokter adalah sebagai berikut: 1, Melakukan praktek dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID) dan Surat Izin Praktek (SIP). Dalam PP Nomer 58 tahun 1958 telah ditetapkan tentang wajib daftar ijazah dokter dan dokter gigi baru, yang disusul dengan Peraturan-Per- aturan Menteri Kesehatan R.I. Nomer 560/Menkes/Per/X/181 tentang. pemberian izin menjalankan pekerjaan dan izin praktek. bagi dokter umnum dan nomor 561/Menkes/Per/X/181 tentang pemberian izin menjalankan pekerjaan dan izin praktek bagi dokter spesialis. Dengan demikian bagi dokter yang telah memperoleh izin tersebut berhak menjalankan praktek sesuai dengan izin yang-diberilkan oleh pemerintah (Depkes). 2. Mempervleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/ keluarga tentang penyakitnya. Informasi tentang penyakit terdahulu dan keluhan-keluhan pasien yang. sekarang dideritanya, sertariwayat pengobatan sebelumnya sanget mem- bantu dokter untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Setelzh diperolch anamnesis, dokter berhak melanjutkan pemeriksaan dan pengobatan wa- Jaupun untuk prosedur tertentu memerlukan PTM. 3. Bekerja sesuai standar profesi. Dalam upaya memelihara keschatan pasien, seorang dokter berhak un- tuk bekerja sesuai standar (ukuran) profesinya s diyakini oleh masyarakat, bahwa dokter bekerja secara profesional. Hak serta Kewaliban Pasion dari Doktor 53 4. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum, agama dan hati nuraninya. Hak ini dimiliki dokter untuk menjaga martabat profesinys. Dalam hal ini berlaku “Sa science et sa conscience”, ya ilmu pengetahuan, dan ya hati nurani. 5, Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien, jika menurut penilaiannya kerjasama pasien dengannya tidak ada gunanya lagi, ‘kecusli dalam keadaan gawat darurat. Dalam hubungan pasien dengan dokter haruslah saling harga menghar- ‘gai dan saling percaya mempercayai. Jika instruksi yang diberikan dok- ter, misalnya untuk meminum obat berkali kali tidak dipatuhi oleh pasien dengan alasan lupa, tidak enak dan sebagainya, sehingga jelas bagi dok- ter bahwa pasien tersebut tidak kooperatif, maka dokter mempunyai hak * ‘memutuskan kontrak terapeutik. 6. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu mena- nganinya. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Dengan demikian seorang dokter yang telah menguasai sesuatu bidang spesi tentunya tidak mampu memberikan pelayanan ke- dokteran dengan standar tinggi kepada pasien yang bukan bidang spe- sialisasinya. Karena itu dokter berhak menolak pasien tersebut, namun untuk pertolongan pertama pada kecelakaan ataupun untuk pasien-pasien ‘gawat darurat setiap dokier berkewajiban menolongnya, apabila tidak ada dokter lain yang menanganinya. 7. Hak atas “privacy” dokter. Pasien yang mengetahui kehidupan pribadi dokter, perlu menahan diri untuk tidak menyebarluaskan hal-hal yang sangat bersifat pribadi dari dokternye. 8. Ketenteraman bekerja. Seorang dokter memerfukan suasana tenteram, agar dapat bekerja de- ‘ngan baik. Permintaan yang tidak wajar yang sering-sering diajukan oleh pasien/ keluarganya, bahkan disertai tekanan psikik atau fisik, tidak akan membantu dokter dalam memelihara keluhuran profesinya. Sebaliknya juga dokter akan dapat bekerje dengan tenteramn, jika dokter sendirime- ‘megang teguh prinsip prinsip ilmiah dan moral/ctika profesi. 9. Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter. Hampir setiap hari kepada dokter diminta surat keterangan tentang kela- hiran, kematian, keschatan, sakit dan scbagainya. Dokter berhak mener- bitkan surat-surat keterangan tersebut yang tentunya berlandaskan 54 tka Kedoktoran dan Hukum Kesohatan kebenaran. Mengenai hal ini dibahas secara mendalam dalam Bab X tentang Surat-Surat Keterangan Dokter. 10.Menerima imbalan jasa. Dokter berhak menerima imbalan jasa dan pasien/keluarganya berkewa- jiban memberikan imbalan jasa tersebut sesuai kesepakatan, Hak dokter ‘menerima imbalan jesa bisa tidak digunakan pada kasus-kasus tertentu, misalnya pasien tidak mampu, pertolongan pertama pada kecelakaan, dari teman sejawat dan keluarganya dan lain-lainnya. 11. Menjadi anggota perhimpunan profesi, Dokter yangmelakukan pekerjaan profesi perlu menggabungkan dirinya dalam perkumpulan profesi atau perhimpunan seminat, dengan tujuan untuk meningkatkan iptek dan karya dalam bidang yang ditekuninya ser- ta menjalin keakraban antara sesama anggota. 12.Hak membela diri, Dalam hal menghadepi keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap- nya, atau dokter bermasalah, maka dokter mempunyai hak untuk mem- bela diri dalam lembaga dimana ia bekerja (misalnya rumah sakit), dalam perkumputan dimana ia menjadi anggota (misalnya IDI), atau di penga- dilan jika telah diajukan gugatan terhadapnya. Hak serta kewajiban pasien dan dokter perlu disosialisasikan di kalang- an dokter dan di tengah-tengah masyarakat, agar masing-masing pihak da- pat memahami. menghayati, menghormati dan mengamalkannya. Dengan

Você também pode gostar