Você está na página 1de 25

ATONI UTERI

(CASE REFERAT)

Oleh:
Rudi C. Lado, S.Ked

PEMBIMBING:
Dr Jansen L, SpOG

BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Case Referat ini diajukan oleh:


Nama

: Rudi C. Lado, S.Ked

Fakultas

: Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian

: Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik di Bagian/SMFObstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

PEMBIMBING KLINIK

1. Dr Jansen, Sp. OG

Ditetapkan di

: Kupang

Tanggal

2015

BAB I
PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target
yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu.
Angka kematian ibu (AKI) diperkirakan terjadi 287.000 di seluruh dunia pada
tahun 2010, dengan angka kematian ibu yaitu 210 kasus per 100.000 kelahiran hidup.
Sebagian besar kematian ibu terjadi di negara- negara berkembang, Berdasarkan
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), survey terakhir menunjukan
adanya peningkatan signifikan AKI dari 228 (tahun 2007) menjadi 359 (tahun 2012)
per 100.000 kelahiran hidup. Sungguh mengenaskan, AKI yang sangat tinggi itu
artinya Indonesia bahkan jauh lebih buruk dari negara-negara paling miskin di Asia,
seperti Timor Leste, Myanmar, Bangladesh dan Kamboja.

Indonesia kini telah

berpredikat terbelakang di Asia dalam melindungi kesehatan Ibu. Darurat kematian


ibu ini harus diakhiri dengan keseriusan dan tindakan segera.
Beberapa penyebab kematian maternal di Indonesia yang paling sering adalah
perdarahan pasca persalinan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), abortus (5%),
partus lama/macet (5%), emboli obstetri (3%), trauma obstetri (5%), komplikasi
puerperium (8%), dan lain lain (11%). Pendarahan menempati persentase tertinggi
penyebab kematian ibu Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh pendarahan. Tiga penyebab terbesar perdarahan pasca
salin diantaranya atonia uteri, laserasi jalan lahir, dan sisa-sisa jaringan . Atonia uteri
menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock
hypovolemik, dari semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70 % disebabkan oleh
atonia uteri. 1,2

Page 3

Perdarahan akibat atonia uteri dapat menjadi ancaman, sehingga pencegahan,


diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi
dampak tersebut.

Page 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Uterus


Uterus berbentuk seperti buah advokad atau buah pir yang sedikit gepeng,
kearah depan, belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. 2,5
cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan normal adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan
korpus uteri ke depan dan membentuk dengan serviks uteri)3
Uterus terdiri atas 1) fundus uteri 2) korpus uteri dan 3) serviks uteri. Fundus
uteri adalah bagian dari uterus yang proksimal, sedangkan korpus uteri adalah bagian
dari uterus yang paling terbesar, pada suatu kehamilan bagian ini memiliki fungsi
sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut
kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas 1) pars vaginalis servisis uteri
yang dinamakan porsio; 2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang
berada di atas vagina. 3
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk
seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjarkelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum
seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu
di vagina disebut ostium uteri eksternum. 3
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas (1) endometrium di
korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; 2) otot-otot polos; dan 3) lapisan serosa,
yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar
dan jaringan dengan banyak mengandung pembuluh darah yang berkelok-kelok,
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus
haid perempuan dalam masa reproduksi. 3
Vaskularisasi uterus oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka Interna
Page 5

(disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke
dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina.
Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah arteria ovarika kiri
dan kanan. Pembuluh darah lain yang memberi darah ke uterus adalah arteri ovarika
kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari lateral

dinding pevis melalui ligament

infundibulo-pelvikum mengikuti tuba fallopi, beranastomose dengan ramus asenden


arteri uterine di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama- sama dengan arteri
diatas terdapat pembuluh darah vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena
hipogastrika. 3
Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik, sistem
parasimpatetik dan serebrospinal. System parasimpatetik berada di dalam panggul
sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf 2,3,4 kemudian selanjutnya
memasuki pleksus frankenhauser. System simpatik masuk ke rongga panggul sebagai
pleksus hipogastrik melalui bifurcatio aorta dan promontorium kemudian menuju ke
pleksus frankenhausser. Serabut- serabut saraf tersebut diatas meberikan inervasi
pada miometrium dan endometrium. Saraf simpatik menimbukan kontraksi dan
vasokonstriksi, sedangkan parasimpatik sebaliknya yaitu mencegah kontraksi dan
menimbulkan vasodilatasi.3
Tiga lapisan otot pada uterus yaitu lapisan luar longitudinal, lapisan dalam
sirkular, dan diantara dua lapisan ini terapat lapisan dengan otot beranyaman tikar.
Berbeda dengan otot polos lain, pemendekan otot rahim lebih besar, tenaga dapat
disebarkan ke segala arah karena susunannya tidak terorganisasi secara memanjang
sehingga memudahkan terjadi pemedekan, meningkatkan kapasitas tekanan dan
menyebabkan tidak bergantung pada letak atau presentasi janin. His yang sempurna
bila terdapat kontraksi yang simetris, kontraksi paling kuat pada fundus uteri dan
sesudah itu terjadi relaksasi. 3
His yang paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan
puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Aktifitas miometrium
dimulai saat kehamilan. His pada usia kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan
Page 6

lebih sering. Sesudah 36 minggu aktifitas uterus akan lebih meningkat sampai
persalinan mulai. Amplitudo uterus meningkat sampai 60 mmHg pada akhir kala 1
dan frekuensinya menjadi 2-4 kali tiap 10 menit. Dan juga durasinya dari 20 detik
pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala 1 atau pada permulaan
kala II. His yang sempurna dan afektif bila ada kontraksi simetris dengan dominasi
di fundus uteri dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berdurasi 60 sampai 90
detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4 menit, dan pada relaksasi
tonus uterus kurang dari 12 mmHg. 4
Beberapa faktor diduga berpengaruh dalam kontraksi rahim yaitu besar rahim,
besar janin, berat badan ibu dan lain- lain. Pada kala II ibu menambah kekuatan
uterus yang sudah optimum dengan adanya peningkatantekanan intra abdomen. Pada
kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitude his masih tinggi
+ 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekuensinya berkurang. Sesudah 24 jam persalinan
intensitas dan frekuensi his menurun.4
Ditingkat sel, mekanisme kontraksi ada dua yaitu akut dan kronik. Yang akut
disebabkan masuknya ion kalsium (Ca 2+) kedalam sel yang dimulai dengan
depolarisasi membrane sel. Meningkatnya kontraksi Ca2+ bebas dalam sel memicu
satu reaksi berantai yang menyebabkan pebentukan hubungan (cross-bridge) antara
filament aktin dan myosin sehingga sel berkontraksi. Sementara itu, mekanisme yang
kronik diakibatkan pengaruh hormon yang memediasi transkripsi gen yang menekan
atau meningkatkan kontraktilitas sel yaitu CAP (Contraktion Associated- proteins).
Yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi belum diketahui sampai saat ini.
Diperkirakan adanya sinyal biomolekular dari janin yang diterima oleh otak ibu akan
memulai kaskade penurunan progresteron, estrogen dan peningkatan prostaglandin
dan oksitosin sehingga terjadi tanda- tanda persalinan. 4

Page 7

2.2 Atonia Uterus


2.2.1 Definisi
Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri setelah plasenta lahir, hal ini disebabkan
karena kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus
dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya
perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang
terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas seluruhnya.
Atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock
hypovolemik. 5

2.2.2 Faktor Risiko


Pada banyak perempuan, atonia uterus paling tidak dapat diantisipasi dengan
baik jauh sebelum pelahitan. Meskipun faktor risiko diketahui dengan baik,
kemmpuan untuk mengetahui perempuan mana yang akan mengalami atonia masih
terbatas. Rouse dkk(2003) meneliti 23.900 perempuan yang mengalami pelahiran
Caesar untuk pertama kalinya dan melaporkan bahwa separuh antara mereka yang
mengalami atonia tidak memiliki faktor risiko5
Baberapa factor yang dapat menyababkan Atonia uteri5
1. Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau
anak terlalu besar
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
3. Kehamilan grande multi para
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek anemis atau menderita penyakit
menahun
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
6. Infeksi intrauterine (korioamnionitis)
7. Ada riwayat pernah atonia uterus sebelumnya
Page 8

8. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.

2.2.3 Diagnosis
Tanda dan Gejala6
1

Perdarahan pervaginam adalah perdarahan Aktif yang sangat banyak dan


bergumpal

Konsistensi rahim lunak. (Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia


dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya)

Fundus uteri naik

Terdapat tanda-tanda syok


a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat

itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 CC yang sudah keluar dari pembuluh
darah tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti. Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan
darah secara tepat Karena darah seringkali bercampur dengan air ketuban atau urin
dan mugkin terserap handuk, kain atau sarung. Menggunakan pispot di bokong ibu
untuk menumpulkan darah juga bukanlah cara yang efektif.cara tak langsung untuk
mengukur kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah.
Apabila kehiangan darah menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun
serta tekanan darah sistolik turun 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah
terjadi perdarahan > 500 ml. bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah
mengalami kehilangan darah 50 % dari jumlah darah ibu (2000-2500). 6
Page 9

2.2.5 Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah 5
Manajemen aktif kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk
mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus dan untuk
mencegah perdarahan postpartum dengan menghindari atonia uteri. Atonia uteri dapat
dicegah dengan Manajemen aktif kala III, yaitu:
1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;
3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap
berkontraksi.
Melakukan penegangan tali pusat terkedali meliputi 7
1. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm dari vulva.
2. Meletakkan 1 tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
3. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati
(untuk mencegah inversion uteri) jika plasenta tidal lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu,
suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
4. Mengeluarkan Plasenta7
a.

Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,


minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetaplakukan
tekanan dorso-kranial). Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak sekitar 5-10cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
Page 10

b.

Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua


tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

c.

Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

5. Pemeriksaan Plasenta
a.

Selaput ketuban utuh atau tidak

b.

Plasenta : ukuran plasenta, bagian maternal: jumlah kotiledon, keutuhan


pinggir kotiledon, bagian fetal : utuh atau tidak

c.

Tali pusat : jumlah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta
suksenturia. Insersi tali pusat apakah sentral, marginal, serta panjang tali
pusat

6. Menilai perdarahan
a.

Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantong
plastik atau tempat khusus.

b.

Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan


penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang
menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

2.2.4 Penanganan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.
Pasien masih bisa dalam keadaan sadar, sediit anemis, atau ampai syok berat
hipovolemik.
tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Pada
umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok)
1. sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen
2. sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara
Page 11

Masase fundus uteri dan merangsang putting susu

Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara i.m, iv atau s.c

Memberikan derivate prostaglandin F2a yang kadang memberikan efek


samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris dan takikardi

Pemberian misoprostol 800-1200 per rektal

Kompresi bimanual eksternal dan atau internal

Kompresi aorta abdominalis

Pemasangantampon kondom, kondam dalam cavum uteri disambung


dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200ml
yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.

Bila semua tindakan gagal maka dipersiapkan untuk tindakan operatif laparotomy
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan
histerektomi, Alternatifnya berupa
-ligasi arteri uterine atau arteri ovarika
-operasi ransel B Lynch
-histerektomi supravaginal
-histerektomi total abdominal2

Perdarahan yang tidak berespon terhadap oksitosik


Perdarahan yang berlanjut setelah pemberian berulang oksitosik dapat disebabkan
oleh robekan jalan lahir yang terlewatkan, termasuk dalam beberapa kasus ruptur
uterus1
Jadi jika perdarahan berlanjut, tidak boleh ada waktu yang terbuang karena
melakukan upaya serampangan untuk mengendalikan perdarahan tetapi langkahlangkah tatalaksana berikut harus dimulai4
1. Mulai

kompresi

bimanual

uterus,

prosedur

sederhana

yang

dapat

mengendalikan sebagian besar perdarahan uterus. Teknik ini terdiri atas


pemijatan sisi posterior uterus dengan tangan yang diletakan pada abdomen

Page 12

dan pemijatan dinding anterior uterus melalui vagina dengan tanganlai yang di
kepalkan.
2. Panggil bantuan
3. Pasang kanula intravena berdiameter besar kedua sehingga kristaloid dan
oksitosin dapat dilanjutkan bersama-sama dengan pemberian darah
4. Mulai tranfusi darah
5. Eksplorasi kavitas uteri secara manual untuk mencari fragmen plasenta yang
tertinggal atau laserasi
6. Inspeksi serviks dan vagina secara menyeluruh untuk mencari laserasi setelah
divisualisasikan setelah adekuat
7. Pasang kateter foley untuk memantau keluaran urin, yang merupakan ukuran
yang baik untuk perfusi ginjal
8. Mulai resusitasi volume1
Dengan tranfusi darah sekaligus kompresi uterus manual dan pemberian oksitosin
intravena jarang diperlukan tindakan tambahan.1

Tatalaksana bedah atoni uterus


Pada atonia uterus yang tidak terkendali dan tidak berespons terhadap
tindakan-tindakan diatas, intervensi bedah dapat menyelamatkan jiwa. Menurut
pengalaman kami, ligase arteria uterine kurang bermanfaat untuk perdarahan akibat
atonia uterus dibandingkan dengan manfaatnya untuk memperpanjang waktu jika
dilakukan histerektomi saat pelahiran Caesar. Hal lain yang juga diperdebatkan
adalah apakah ligase arteri iliaka interna bermanfaat untuk atonia uterus. Dari india
Jashi dalam Ilmu Kebidanan Prawiroharjo S, memaparkan mengenai 36 perempuan
yang pernah mengalami prosedur ini untuk atonia pasca partum, sepertiganya
memerlukan hsterektomi. Selain tingginya angka kegagalan, kekhawatiran kami
adalah prosedur ini, memiliki teknik yang sulit dan memerlukan banyak waktu jika
akhirnya diperlukan histerektomi5

Page 13

Penjahitan Kompresi uterus


Pada tahun 1997, B-Lynch, menggambarkan suatu teknik bedah untuk atonia
pascapartum berat, yang dilakukan dengan memasangkan sepasang penopang vertical
yaitu jahitan khromik #2 di sekeliling uterus. Saat diketatkan dan diikat, jahitan ini
tampak seperti bretel atau brace yang menekan

dinding anterior dan posterior

menjadi satu. Price dan B-lynch (2005) merangkum 17 laporan dan melaoprkan
bahwa 44 di antara 46 prosedur bermanfaat. Pada laporan pendahuluan lainnya, BLynch 2005 mengutip 948 kasus dengan hanya 7 kegagalan. Pengalaman kami tidak
sesukses ini, tapi jelas teknik ini efektif Pada sejumlah kasus. Laporan mengenai
komplikasi akibat jahitan kompresi lambat laun bermunculan. Padaa saat ini, insiden
komplikasi tidak dketahui, tetapi kemungkinan rendah, nekrosis iskemik uterus
disertai peritonitis pernah dipaparkan dalam beberapa laporan kasus. 1

Packing Uterus
Teknik ini harus dipertimbangkan pda perempuan dengan perdarahan pascapartum
refrakter yang berkaitan dengan atonia uterus dan bergharap dapat memperahankan
kesuburannya. Teknik yang sempat popular pada paruh pertama abad ke 20 ini
kemudian tidak banyak lagi dilakukan karena kekhawatiran akan terjadinya infeksi
dan perdarahan terselubung. Namun teknik yang lebih baru telah mengurangi
sebagian kekhawatiran ini. Dalam satu teknik, ujung kateter foley 24 F dengan balon
30 ml dimasukan ke dalam cavitas uteri dan diisi dengan 60-80 ml salin, ujung yang
terbuka memungkinkan drainase uterus terus menerus. Jika perdarahan berhenti,
kateter umumnya dikeluarkan setelah 12-14 jam, alternative lain uterus atau pelvis
dapat dipak secara langsung dengan kassa5

Page 14

BAB III
LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN

I.

Identitas

Nama

: Ny Florida Fobia

Umur

: 37 Tahun

Agama

: Protestan

Alamat

: IRT

Pekerjaan

: Penfui

MRS

: 10 Maret 2015

II.

Jam 1.43

Anamnesis:
Pasien merupakan psien rujukan dari RSIA, diagnose P1-1 A1 post SC Hari 0

( 12 Jam SMRS) dengan hemoragic post partum Atonia uteri + post laparotomy
miomektomi terpasang infus 1 jalur drip oxyosin dan terpasang DC. SC a.i post
miomektomi. Setelah operasi pasien mengatakan terus terjadi perdarahan lewat
vagina, pasien juga merasa lemas dan pusing. Sebelum dirujuk perdarahan sedikit
berkurang namun tetap tidak berhenti.
Riwayat penyakit dahulu

: mioma Uteri 2013 dan dioperasi desember

2013 di Bali, ukuran 9X9 cm. tidak ada komplikasi


Riwayat ANC

: (5 X di dr SpOG)

Riwayat persalinan

1. 2007/abortus/ 2 bulan
2. Hamil ini
Riw Obstetric
HPHT : 30 5 2014
TP

: 6- 3 2015

UK 40-41 minggu
Outcome Bayi laki-laki 2800 gr sehat Rawat gabung
Page 15

III.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran Compos Mentis


TD 110/ 60 mmHg
N 90x / m
T: 36,7
RR : 20x/m
Mata : Conj Anemis +/+
Sklera ikt -/Cor

: S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

Pulmo : Bnd Vesiculer +/+ rhonky -/- wheezing -/Abd

IV.

: TFU 2 Jari bawah Pusat, kontraksi (+)

Pemeriksan Penunjang

DL Sebelum Operasi SC (09/03/15)


RBC

: 3,58

HGB : 10,0
HCT

: 30,0

MCV : 83,8
MCH : 27,9
WBC : 27,2
PLT

: 194

Sesudah operasi SC (10/03/15)


RBC

: 2,91

HGB : 7,7
HCT

: 24,5

MCV : 84,2
MCH : 26,1
Page 16

WBC : 18,0
PLT

: 55

USG

: Perdarahan Aktif

DIAGNOSIS
-Post SC hari 0 + HPP ec atonia uteri+ riw laparotomy miomektomi
-Anemia

PENATALAKSANAAN
Tindakan Operasi Laparotomi Eksploratif

Laporan Operasi
Ahli Bedah

dr Unedo Sp.OG

dr Agus SpOG

Diagnosa Pre operatif : perdarahan pervaginam e.c susp atoni uteri


Diagnosis post operatif : post total abdominal histerektomi
Operasi : Total Abdominal Histerektomi
Tanggal operasi : 10/03/2015
Jam 03.00-04.00
Laporan operasi

prosedur operasi rutin

dilakukan insisi L. mediana(re-operasi L . Mediana)

identifikasi- uterus tampak perdarahan pasca miomectomi, uterus calvulare

diputuskan dilakukan total abdominal histerektomi

kontrol prdarahan (-)

diding abdomen dijahit lapis demi lapis

Page 17

Tanggal Perjalanan penyakit

Instruksi

10/3/15
ICU

P/
RL : D5 1:1 20 tpm
Cefotaxim 2x1 vial iv
Ketorolac 3x1 amp iv
Kalnex 3x1 amp
Tranfusi s/d Hb 10 g/
dl

11/3/15
ICU

Keluhan (-)

Td :138/90
N : 88
S : 37,6
RR : 18
Mata : Conjungtiva anemis +/+
Sklera Ikterik -/Cor S1S2 reg, m(-), gall (-)
Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing
-/Laktasi : (+)
Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,
rembesan darah/ pus (-) perut cembung, Bising
usus (+), supel, nyeri tekan (+)
Gin perdarhan/ lokia rubra (+)
Extremitas edema (-)
A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia
Keluhan : P/
RL : D5 1:1 20 tpm
Td : 100/60 mmHg
Cefotaxim 2x1 vial iv
N : 82 x/ m
Ketorolac 3x1 amp iv
S : 37,2 C
Kalnex 3x1 amp
RR : 18x/ m
Tranfusi s/d Hb 10
Mata : Conjungtiva anemis +/+
Sklera Ikterik -/Pindah ruangan
Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)
Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing
-/Laktasi : (+)
Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,
rembesan darah/ pus (-) perut cembung, Bising
usus (+), supel, nyeri tekan (+)
Gin perdarhan (-)
Extremitas edema (-)
A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia
dalam tranfusi

Page 18

12/3/15

Keluhan : batuk, dan nyeri perut jika batuk

P/
RL : D5 1:1 20 tpm
Cefadroxil 2 x1 tab
As. Mefenamat 3x1 tab
Tranfusi s/d Hb 10
OBH 3 x CI

Td : 120/80 mmHg
N : 98x/m
S : 37,5 C
RR : 20x/m
Mata : Conjungtiva anemis +/+
Sklera Ikterik -/Aff DC
Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)
Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing
-/Laktasi : (+)
Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,
rembesan darah/ pus (-) perut cembung, Bising
usus (+), supel, nyeri tekan (+)
Gin perdarhan (-)
Extremitas edema (-)
Lab
Hb : 7,8
Wbc : 17,99
Plt : 142
A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia
Perbaikan
13/3/15

Keluhan : -

Cefadroxil 2 x1 tab
As. Mefenamat 3x1 tab

Td : 100/60
N : 68x/m
S : 37,4 C
RR : 16x/m
Mata : Conjungtiva anemis +/+
Sklera Ikterik -/Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)
Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing
-/Laktasi : (+)
Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,
rembesan dara/ pus (-) perut cembung, Bising
usus (+), supel, nyeri tekan (+)

Page 19

Gin perdarahan (-)


Extremitas edema (-)
Lab
Hb : 8,3
Wbc : 14,55
Plt : 85

14/3/15

A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia


Perbaikan (Hb 8,3)
Keluhan : batuk

Cefadroxil 2 x1 tab
As. Mefenamat 3x1 tab

Td : 129/ 70
N : 76 x/m
S : 37 C
RR : 16x/m
Mata : Conjungtiva anemis +/+
Sklera Ikterik -/Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)
Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing
-/Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,
rembesan dara/ pus (-) perut cembung, Bising
usus (+), supel, nyeri tekan (+)
Gin perdarhan (-)
Extremitas edema (-)
A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia

Page 20

PEMBAHASAN
A. Hasil Pemeriksaan

1. Setelah operasi pasien mengatakan terus terjadi perdarahan lewat vagina


Ruptur pembuluh darah, yang sering terjadi di tempat perlekatan plasenta pada kala
tiga persalinan normal, tidak terkompressi oleh gerakan ligasi serabut miometrium
dan perdarahan tidak terkontrol. Kontraksi yang buruk setelah pengeluaran plasenta,
akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah di sekitar tempat melekatnya plasenta
tetap terbuka. Sehingga atonia dapat menyebabkan kehilangan darah yang cepat dan
hebat jika gerakan uterus yang efisien tidak segera terjadi.

2. TFU 2 Jari bawah Pusat, kontraksi (+)


kontraksi yang buruk setelah pengeluaran plasenta akan menyebabkan uterus lembek,
sehingga fundus tidak dapat diraba. hal ini tidak sesuai karena seharusnya fundus
tetap tinggi dan merupakan tanda khas atonia uteri. Hal ini dapat disebabkan karena
telah diberikan oxytosin ada penanganan awal rujukan

3. Riwayat Abortus, multigravida, UK 40-41 minggu, Bayi tunggal berat 2800gr


Detail semua kehamilan, persalinan, dan masa nifas sebelumnya sangat penting.
Pengalaman kehamilan dan persalinan ibu sebelumnya dapat memiliki implikasi
dengan kehamilan saat ini dan jenis perawatan yang harus diterima ibu. Pengalaman
tersebut juga memiliki implikasi dengan tempat kelahiran. Contohnya seorang ibu
dapat memiliki riwayat bayi besar . dan kelahiran sebelumnya yang dipersulit distosia
bahu. Namun, tidak berarti bahwa ibu dapat ditempatkan dalam kategori resiko
rendah atau tinggi pada permulaannya. Harus ada pengkajian berkelanjutan selama
kehamilan dan persalinan

4. Pada

pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

penurunan

hemoglobin,

hematokrit, leukosit, trombosit dan eritrosit.


Page 21

Kontraksi yang buruk setelah pengeluaran plasenta, akan menyebabkan pembuluhpembuluh darah di sekitar tempat melekatnya plasenta tetap terbuka. Sehingga
perdarahan akan terus terjadi, kehilangan banyak darah tersebut akan mengakibatkan
ibu anemia.

5. Riwayat mioma Uteri 2013 dan dioperasi desember 2013


Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma
intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi
uterus berkontraksi. Pada pasien mioma sudah dioperasi, namun menyebabkan uterus
calvulare. Riwayat operasi sbelumnya juga dapat

berpengaruh pada kehamilan

selanjutnya dengan adanya jaringan parut didalam uterus.

B. Penanganan

1.

Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc


Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin.
terrpasang infus 1 jalur drip oxyosin
Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau
untuk transfuse darah. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV dengan cepat merangsang
kontraksi uterus.
2. Rujuk segera
Pasien dirujuk ke RS dengan fasilitas dan tenaga ahli yang lebih memadai
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, hal ini bukan atonia
uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang
mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfuse darah.

Page 22

3. siapkan transfusi darah


Pada Pasien disiapkan 3 bag darah untuk mengganti kehilangan darah yang
terjadi,
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi setelah pengeluaran plasenta
akan menyebabkan tubuh kehilangan banyak darah. Untuk menggantikan darah
yang hilang selama proses penatalaksanaan sampai tempat rujukan, maka
diperlukan transfuse darah. Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih
terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis
pasien menunjukkan tanda-tanda syok.Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4
unit

untuk

menggantikan

pembawa

oksigen

yang

hilang

dan

untuk

mengembalikan volume sirkulasi. Selain itu juga supaya kadar Hb yang semula
turun akibat perdarahan, bisa normal kembali dan suplai O2 dan nutrisi ke organorgan tetap terjaga.
4. laparotomi ligasi arteri hipogastrika / arteri uterina dan arteri ovarika
Pada pasien dilakukan tidak dilakukan ligase arteri hipogastrika karena
didapatkan uterus calvulare, Sehingga diputuskan untuk dilakukan histerektomi
Pengikatan arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara
bermakna, perdarahan akibat atonia uterus. Ligasi arteri iliaka interna mengurangi
tekanan nadi di arteri sebelah distal dari ikatan, sehingga mengubah system
tekanan arteri menjadi tekanan yang mendekati tekanan disirkulasi vena yang
lebih mudah dihentikan melalui pembentukan bekuan biasa. Ligasi bilateral kedua
arteri tampaknya tidak secara serius mengganggu kemampuan reproduksi
selanjutnya. Pengikatan arteri uterine pada perbatasan serviks dan segmen bawah
rahim, serta pengikatan arteri utero-ovarika akan menghentikan perdarahan,
karena pembuluh darah ini-lah yang memberi aliran darah ke uterus. Sehingga
ketika pembuluh darah ini diikat, darah tidak akan lagi keluar.

5. Perdarahan tetap, histerektomi.

Page 23

BAB IV
KESIMPULAN

Seorang wanita berusia 37 tahun dirujuk dengan, diagnose P1-1 A1 post SC


hari 0( 12 Jam SMRS) dengan hemoragic post partum Atonia uteri + post laparotomy
miomektomi Pasien juga mengeluh nyeri pada bagian perut, lemah dan keluar darah
terus menerus lewat vagina. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit dan eritrosit sehingga dilakukan
penanganan dengan Laparotomi Histerektomi.
Penanganan yang dilakukan sudah sesuai dan pasien dirawat hingga sembuh
dan tidak ada komplikasi.

Page 24

DAFTAR PUSTAKA

1. Prakarsa Police review.angka kematian ibu melonjak, Indonesia mundur 15 tahun.


[cited 4 April 2015] Didapat dari: URL: http://theprakarsa.org/new/ck_
uploads/files/Prakarsa%20Policy_Oktober_Rev3-1.pdf.
2. Ngurahanom I G. Jahitan B-Lynch Sebagai Manajemen Alternatif Bedah
Konservatif Pada Atonia Uteri. Desember 2011 [cited 20 Maret 2015]Didapat
dari:

URL:

http://igustingurahanom.blogspot.com/2011/12/jahitan-b-lynch-

sebagai-manajemen_2333.html
3. Rachimhadi T. Anatomi Alat Reproduksi. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo.

Edisi

Keempat. Jakarta:

PT. Bina Pustaka Sarwono

Praworohardjo 2009. h 115-29


4. Joewono T H. His dan Tenaga Lain Dalam Persalinan. Dalam: Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Praworohardjo 2009. h 288-95.
5. Prawirohardjo S, Perdarahan Post Partum Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. hal : 523-528.
6. Cunningham F G, leveno K J, bloom S L et al. William Obstetrics. 23rd Edition.
Oxford: Mc Graw Hill Medical; 2010
7. Mose J C, Pribadi A. Asuhan Persalinan Normal.

Dalam: Ilmu Kebidanan

Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Praworohardjo 2009. h 334-47
8.

Boyle, Maureen. 2007. Kedaruratan dalam Persalinan. Jakarta : EGC.

Page 25

Você também pode gostar