Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Roy Martin
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Roy Martin
Artikel ini disusun berdasarkan skripsi Roy Martin untuk persyaratan wisuda
periode September 2013 dan telah diperiksa/disetujui oleh kedua pembimbing
Padang,
Agustus 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
of the community in the study of supervision and control by the civil Service
Police Unit of the street vendors in general are quite going according to Standard
procedures exist. Because the city of Padang municipal police often conduct
surveillance operations and regulating street vendors by conducting regular
patrols and raids and delivery personnel for education and training as well as
working relationships with other agencies. Even so, there are internal and external
constraints in the implementation of surveillance and control, so that the necessary
repairs or improvement to achieve maximum results.
Keywords: Implementation, Policy, street vendors, municipal police
A. Pendahuluan
Kebijakan Publik adalah serangkaian tindakan yang dipilih pemerintah yang
mempunyai pengaruh penting terhadap sejumlah orang Menurut Rae dan Wilde
dalam Rahmadani (2006: 7). Tujuan utama pembuatan suatu kebijakan publik
oleh pemerintah adalah untuk mensejahterakan, memenuhi dan menjaga
kebutuhan masyarakat. Namun pada kenyataannya, sering kali kebijakan publik
yang seharusnya merupakan alat untuk melayani masyarakat malah lebih terasa
berpihak pada kekuasaan (negara). Implementasi kebijakan sesungguhnya
bukanlah sekedar berhubungan dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik dalam prosedur rutin lewat saluransaluran birokrasi, melainkan
lebih dari itu, ia juga menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang
memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Pasalong 2008: 57). Oleh
sebab itu aspek implementasi dari sebuah kebijakan merupakan bagian yang
penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji dalam Solichin (2002 :
3) dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang
penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.
Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang
tersimpan rapi dalam arsip apabila tidak diimplementasikan.
Dalam hal ini menurut Pasalong (2008: 58), seorang administrator mengatur
cara untuk mengorganisir, mengeinterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang
telah diseleksi. Mengorganisir berarti mengatur sumber daya, unit-unit dan
metode-metode untuk melaksanakan program. Melakukan interpretasi berkenaan
dengan mendefenisikan istilah-istilah program ke dalam rencana-rencana dan
petunjuk-petunjuk yang dapat diterima dan feasible. Menerapkan berarti
menggunakan instrument-instrumen mengerjakan atau memberikan pelayanan
rutin melakukan pembayaran-pembayaran, atau dengan kata lain implementasi
merupakan tahap realisasi tujuan-tujuan program. Dalam hal ini yang diperlukan
adalah persiapan implementasi yaitu memikirkan dan menghitung secara matang
berbagai-berbagai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan termasuk hambatan
atau peluang-peluang yang ada dan kemampuan organisasi yang diserahi tugas
melaksanakan program.
Oleh karenanya kebijakan publik dipandang sebagai pedoman atau penuntun
yang dipilih oleh pengambil keputusan untuk mengendalikan aspek tertentu dari
masalah sosial (Finsterbuch dan Motz, 1990, dalam Caroline, 2007: 4).Sebagai
suatu penuntun, maka kebijakan publik memberikan arah tindakan bagi perilaku
di masa depan sekaligus merupakan suatu kesatuan arah bagi sejumlah program
dan proyek yang membutuhkan keputusan-keputusan besar dan kecil. Arah
tindakan ini dihasilkan melalui proses pemilihan oleh pengambil kebijakan dari
sejumlah alternatif pilihan yang tersedia sehingga tindakan ini merupakan
tindakan yang disengaja. Pilihan tersebut tidak bermaksud memecahkan semua
masalah, tetapi memberikan solusi dari suatu situasi yang terbatas. Menurut
pendapat Hoogerwerf (1983 : 4) : kebijakan dapat dilukiskan sebagai usaha untuk
mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dalam urutan waktu tertentu.
Kebijakan merupakan jawaban terhadap suatu masalah
Dengan demikian kebijakan adalah upaya untuk memecahkan, mengurangi
atau mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan yang
terarah sehingga dalam hal ini diharapkan permasalahan publik dapat diatasi
walaupun secara perlahan.
Salah satu kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Padang dalam upaya
memecahkan atau mencegah permasalahan mengenai Pedagang Kaki Lima yaitu
dengan membuat sebuah Peraturan yaitu Perda No 11 Tahun 2005 tentang
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dimana Setiap penertiban dan
pengawasan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Padang terhadap
pelaksanaan Peraturan Daerah ini diwenangkan oleh Pemerintah Daerah kepada
yaitu Satuan Polisi Pamong Praja atau di singkat (Satpol-PP) Kota Padang dan
Tim Razia Gabungan yang melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
terkait seperti Dinas Perhubungan (DisHub) dalam rangka menegakkan ketertiban
umum dan ketetraman masyarakat sesuai Perda No 11 Tahun 2005 khusunya
dalam pengawasan dan penertibakan Pedagang Kaki Lima (PKL) yaitu Pasal 11
ayat 1,2.
Pada prinsipnya Perda tersebut melarang dan tidak membenarkan setiap
orang atau badan untuk melakukan segala aktivitas usaha atau warung dan tempat
berjualan di badan jalan, trotoar, riol, jalur hijau, ruang terbuka hijau, serta tanah
fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya.Pada pasal 2 ayat 4 dalam Perda Nomor
11 Tahun 2005 disebutkan dilarang memakai jalan dan trotoar untuk kepentingan
pribadi atau kelompok yang menghambat kelancaran lalu lintas.
Namun, faktanya ini terlihat di sebagian besar ruas Jalan Kota Padang,
seperti dijalan A.Yani, Jalan Berok Steba, Jalan S.Parman Ulak Karang, Jalan
Perintis Kemerdekaan Jati, dan Jalan Sawahan. Di sepanjang jalan tersebut sangat
banyak PKL dan tempat parkir kendaraan yang semerawut yang melanggar aturan
yang sudah ditetapkan khususnya mengenai Perda Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, PKL tersebut membuat jalan
menjadi tidak teratur dan menghambat pengunjung yang melintasi jalan tersebut,
sehingga pengguna jalan merasa tidak nyaman atas keberadaan Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang telah menguasai trotoar jalan. Akibatnya, masyarakat pengguna
jalan baik yang berjalan kaki maupun berkendaraan roda dua/ empat terpaksa
harus berjalan di badan jalan dengan resiko tertabrak kendaraan dari belakang dan
membuat kemacetan.
Seperti dikutip Harian Padang Ekspres
banyak sorotan dari masyarakat dan media massa baru bergerak, sementara ketika
sorotan tersebut kendur, penertiban itu pun juga perlahan-lahan hilang.
Permasalahan PKL merupakan fenomena yang sangat rumit sekali dihadapi
oleh Satpol PP. Hal ini disebabkan karena keberadaan PKL tersebut semakin
tumbuh subur di perkotaan, sementara Pemerintah Kota Padang tidak dapat
menerima keberadaan mereka di tengah-tengah kota karena PKL pada umumnya
dinilai oleh pemerintah melanggar perundang-undangan dan peraturan daerah
yang telah diberlakukan, seperti menggunakan Fasilitas Umum (Fasum) dan
Fasilitas Sosial (Fasos) yang tidak diperuntukan bagi PKL, sehingga PKL
penyebab terjadinya kemacetan, PKL membuat kota menjadi tidak indah dan
kumuh, serta PKL telah menciptakan kesemerawutan di tengah-tengah kota. Hal
ini menjadi kendala dalam implementasi Perda sebagai sebuah kebijakan publik.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis lebih dalam
tentang penerapan salah satu kebijakan sehingga terwujud pemerintahan yang
mengarah kepada peraturan yang berlandaskan hukum dan taat hukum disetiap
instansi dan kalangan masyarakat. Penelitian tentang ini dilakukan dengan judul:
Implementasi Perda Kota Padang No 11 Tahun 2005 Tentang Ketertiban Umum
Dan Ketentraman Masyarakat (Studi Tentang Pengawasan Dan Penertiban Oleh
Satpol Pp Terhadap Pedagang Kaki Lima Kota Padang)
B. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualtitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Sugiyono (2005 : 213) dalam penelitian kualitatif peneliti dituntut untuk
menggali dan menelusuri berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan oleh
sumber data. Peneliti kualitatif memperoleh data bukan sebagaimana yang terjadi
di laporan yang dialami dirasakan serta dipilarkan oleh sumber data. Dengan
demikian penelitian kualitatif dengan metode deskriptif terhadap fenomena yang
dimiliki.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dan sumber data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data
sekunder. Teknik dan alat pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
terbuka dan mendalam, observasi, serta study Dokumentasi.
Alat pengumpulan data dalam penelitian adalah pedoman wawancara yang
terstruktural sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pedoman wawancara
digunakan untuk memudahkan proses wawancara , sementara itu buku catatan,
pena, dan kamera juga digunakan sebagai alat pengumpul data. Sesuai dengan
jenis penelitian dengan metode deskriptif , maka analisa datanya adalah adat
kualitatif. Menurut Miles dan Hiberman (1999:20) dalam menganalisis data
kualitatif ini ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu : pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian dilakukan dengan
pihak-pihak yang diwawancarai yang menyangkut dengan pengawasan dan
penertiban PKL di Kota Padang Sumatera Barat.
C. Pembahasan
1. Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban Oleh Satpol PP Terhadap
Pedagang Kaki Lima di Kota Padang.
Ada pun bentuk Pelakasanaan Peraturan Daerah ini diwenangkan kepada
Satpol PP sebagai pelaksana langsung serta koordinasi dengan instansi terkait
dalam pengaplikasian Perda No 11 Tahun 2005 ini tentang ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat yaitu dalam bentuk pengawasan dan Penertiban terhadap
PKL.
pemerintah Kota Padang. Oleh karena itu melalui pelaksanaan pengawasan ini
petugas dapat melakukan pendekatan yang sifatnya lebih persuasif dan edukatif
sehingga dapat menghindari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PKL dan
menghindari aksi adu mulut apa lagi kekerasan antara petugas dan PKL.
Dalam mengantisipasi PKL yang dinilai sudah sangat mengganggu
kelancaran arus lalu lintas, keindahan dan ketertiban kota Padang, maka untuk itu
Satpol PP melakukan pengawasan terhadap PKL agar mematuhi dan menaati
Peraturan Daerah, pengawasan yang dilakukan oleh Satpol PP berdasarkan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki oleh Satpol PP.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Rido Satria,SSTP selaku Kasi
Tramtib dalam wawancara pada tanggal 14 Januari 2013 :
Untuk mengantisipasi PKL yang melanggar menurut Perda
No 11 Tahun 2005 ini, Satpol PP telah melakukan pengawasan
terhadap lokasi yang rawan PKL berjualam menggunakan
Fasilitas Umum dan Sosial yang dinilai sudah sangat
mengganggu kelancaran arus lalu lintas, keindahan dan
ketertiban kota Padang yaitu dengan cara melakukan Patroli
serta merazia PKL yang melanggar tersebut.
Setelah melaksanakan pengawasan langsung ke lapangan oleh Satpol PP dan
sudah melakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), namun masih ada
juga PKL yang masih melanggar Perda No 11 Tahun 2005 tersebut, maka
tindakan selanjutnya yang diambil Satpol PP yaitu melakukan penertiban terhadap
PKL yang tidak mengindahkan himbauan dari petugas Satpol PP. Penertiban yang
dilakukan oleh Satpol PP adalah berupa tindakan penggusuran seperti
membongkar
lapak-lapak
dan
mengangkut
lapak-lapak
tersebut
untuk
Satpol PP perlu jumlah personel atau aparat Satpol PP yang ekstra juga. Dimana
saat ini jumlah Satpol PP bagian Trantib hanya 14 orang, maka hal tersebut
menjadi kendala tersendiri bagi jajaran Satpol PP kota Padang, mengingat jumlah
pelanggaran yang terjadi dilapangan cukup tinggi atau selalu ada pelanggaran
yang ditemukan.
Minimnya sarana dan prasaran yang dimiliki kantor Satpol PP kota Padang
juga merupakan kendala bagi jajaran Satpol PP. Dilihat dari alat transportasi dan
bangunan kantor yang ada tentu belum dapat menunjang tugas Satpol PP secara
maksimal dalam melakukan pengawasan dan penertiban terhadap pelanggaranpelanggaran khusunya PKL dilapangan. Ditambah lagi karena begitu banyak
lokasi yang harus dilakukan patroli atau razia sehingga untuk itu Satpol PP
membutuhkan sarana dan prasarana yang mencukupi untuk meningkatkan
pengawasan dan penertiban yang lebih optimal.
Kendala yang juga masih dialami oleh Satpol PP adalah Sumber Daya
Manusia yang belum berkualitas secara merata. Dari sekitar 289 jumlah personel
yang ada hanya 30 orang saja yang dinilai berkualitas serta memiliki
keterampilan, untuk itu perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan kepada personel
Satpol PP untuk dapat meningkatkan Sumber Daya Manuisia yang berkualitas
serta memiliki keterampilan, sehingga hasil yang hendak dicapai dalam
pengawasan dan penertiban lebih efektif.
b. Kendala eksternal
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap Peraturan Daerah yang sudah
ada. Akibatnya, masih banyak PKL yang masih melakukan pelanggaranpelanggaran terhadap Perda yang sudah diimplementasikan tersebut. Dengan
demikian Satpol PP perlu melakukan sosialisasi mengenai Perda tersebut kepada
setiap PKL yang ada di Kota Padang agar dapat memahami maksud dan tujuan
dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Kota Padang, sehingga dengan
upaya tersebut dapat meningkatkan kesadaran PKL. Oleh karena itu melalui
pelaksanaan sosialisasi ini petugas dapat melakukan pendekatan yang sifatnya
lebih persuasif dan edukatif sehingga dapat menghindari aksi adu mulut apa lagi
kekerasan antara petugas dan PKL.
3. Upaya-upaya yang dilakukan Oleh Satpol PP dalam mengatasi kendalakendala dalam pengawasan dan penertiban PKL
Dari wawancara dan penelitian yang dilakukan, ada beberapa tindakan atau
upaya yang dilakukan Satpol PP untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi
dalam melakukan pengawasan dan penertiban khususnya mengenai PKL di Kota
Padang yaitu :
a. Upaya dalam mengatasi kurangnya personel
Banyaknya pelanggaran yang terjadi di Kota Padang, khususnya PKL
memang kerap terjadi. Untuk itu kinerja Satpol PP dibutukan harus lebih ekstra.
Upaya-upaya yang dilkukan guna meningkatkan kinerja Satpol PP dalam
menghadapi kendala seperti kekurangan personel memang sulit untuk diatasi. Hal
ini karena kewenangan dalam menambah atau mengurangi jumlah personel dalam
suatu kantor atau badan berada ditangan pimpinan tertinggi yaitu Walikota Padang
beserta jajarannya dalam mengangkat pegawai baru.
Dalam mengatasi kendala kekurangan personel Satpol PP harus pasrah dan
menunggu respon kebijakan dari pimpinan, meskipun Satpol PP kota Padang telah
mengajukan permohonan untuk penambahan personel namun sampai saat ini
belum mendapatkan respon atau tanggapan yang memuaskan dari pimpinan atau
pihak yang berwenang kepada Satpol PP kota Padang.
tidak
cukup
memang
sangat
kepada
pemerintah
kota,
(b)
upaya
dalam
mengatasi
Daftar Rujukan
Buku
Harbani,Pasolong. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Hoogerwerf. 1983. Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Erlangga
Miles dan Huberman. 1992. Analisis data kualitatif. Jakarta: UI Press
Rahmadani Yusran dkk. 2006. Buku Ajar (Kebijakan Publik). Padang : Fakultas
Ilmu ilmu Sosial
Sugiyono. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, kuantitatif, dan R & D.
Bandung : Alfabeta
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ketertiban Umum
dan Ketentraman Masyarakat
Internet dan Media
BIODATA PENULIS
Nama
: Roy Martin
: 02088/2008
Program Studi
Fakultas
: Ilmu Sosial
IPK
: 3,02
Periode Wisuda
: September 2013
: Roymarbun@rocketmail.com
Alamat
Judul Skripsi
Pembimbing