Você está na página 1de 22

2.

2 Pengertian Antena
antena adalah sebatang logam yang berfungsi menerima getaran listrik dari transmitter dan
memancarkannya sebagai gelombang radio. antena berfungsi pula sebaliknya ialah menampung
gelombang radio dan meneruskan gelombang listrik ke receiver.
Antena didefinisikan sebagai suatu struktur yang berfungsi sebagai pelepas energi
gelombang elektromagnetik di udara dan sebagai penerima/penangkap energi gelombang
elektromagnetik di udara. Antena merupakan perangkat perantara antara saluran transmisi dan
udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan saluran pencatunya.
Secara umum, antena dibedakan menjadi antena isotropis, antenna Omnidirectional, antena
Directional, antena Phase Array, antena Optimal dan antena Adaptif.
1. Antena isotropis (isotropic) merupakan antena seolah-olah seperti sumber titik yang
memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola.
Antena ini tidak ada dalam kenyataan dan hanya digunakan sebagai dasar untuk
merancang dan menganalisa struktur antena yang lebih kompleks.
2. Antena Omnidirectional adalah antena yang memancarkan daya ke segala arah, dan
bentuk pola radiasinya digambarkan seperti bentuk donat (doughnut) dengan pusat
berimpit. Antena ini sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih
kompleks. Contoh antena ini adalah antena dipole setengah panjang gelombang.
3. Antena Directional merupakan antenna yang hanya memancarkan daya ke arah tertentu.
Gain antena ini relatif lebih besar dari antena Omnidirectional.
Ketiga jenis antena di atas merupakan antenna tunggal, dan bentuk pola radiasinya tidak
dapat berubah tanpa merubah fisik antena atau memutar secara mekanik dari fisik antena.
Selanjutnya adalah
4. antena Phase Array, yang merupakan gabungan atau konfigurasi array dari beberapa
antana sederhana dan menggabungkan sinyal yang menginduksi masing-masing antena
tersebut untuk membentuk pola radiasi tertentu pada keluaran array. Setiap antena yang
menyusun konfigurasi array disebut dengan elemen array. Arah gain maksimum dari
antena phase array dapat ditentukan dengan pengaturan fase antar elemen-elemen array.

5. Antena optimal merupakan suatu antena dimana penguatan (gain) dan fase relatif setiap
elemennya diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan kinerja (performance) pada
keluaran yang seoptimal mungkin. Kinerja yang dimaksud antara lain signal to
interference ratio (SIR) atau signal to interference plus noise ratio (SNR). Optimasi
kinerja dapat dilakukan dengan menghilangkan atau meminimalkan penerimaan sinyalsinyal yang tak dikehendaki (interferensi) dan mengoptimalkan penerimaan sinyal yang
dikehendaki
6. Antena adaptif merupakan pengembangan dari antena phase array maupun antena
optimal, dimana arah gain maksimum dapat diatur sesuai dengan gerakan dinamis
(dinamic fashion) obyek yang dituju. Antena dilengkapi dengan Digital Signal
Proccessor (DSP), sehingga secara dinamis mampu mendeteksi dan melacak berbagai
macam tipe sinyal, meminimalkan interferensi serta memaksimalkan penerimaan sinyal
yang diinginkan.
2.3 Teori Tentang Antena Omni Directional
Antena Omnidirectional merupakan antena yang dapat memancarkan sinyal ke segala arah
karena pada umumnya antena Omnidirectional mempunyai pola radiasi 360 apabila pola radiasinya
dilihat pada bidang medan magnet (H). Gain antena Omnidirectional antara 3 dBi sampai 12 dBi.
Antena tersebut menggunakan sambungan Point-to-Multi-Point (P2MP).
Berdasarkan konfigurasinya antena Omnidirectional untuk frekuensi 2,4 GHz, ada antena
Omnidirectional yang terbuat dari kabel coaxial yang elemennya terdiri dari dikenal dengan
Vertical Collinear, ada antena Omnidirectional yang terbuat dari konektor N-type, yang dikenal
dengan Spider Omni. Ada antenna Omnidirectional yang terbuat dari plat PCB, dikenal dengan 2,4
GHz Printed Pole, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2.4 Parameter-parameter Antena
Parameter yang selalu digunakan dalam sistem antena adalah pola radiasi, gain, impedansi
dan VSWR.
2.4.1 Pola Radiasi Antena
Pola radiasi (radiation pattern) merupakan salah satu parameter penting dari suatu antena.
Parameter ini sering dijumpai dalam spesifikasi suatu antena,sehingga pembaca dapat
membayangkan bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena tersebut.

Dalam hal ini, maka pola radiasi disebut juga pernyataan secara grafis yang menggambarkan
sifat radiasi dari antena (pada medan jauh) sebagai fungsi dari arah dan penggambarannya dapat
dilihat pada diagram pola radiasi yang sudah diplot sesuai dengan hasil pengukuran sinyal radiasi
dari suatu antena.

Gambar 2.4 Dimensi pola radiasi


Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern) apabila intensitas radiasi yang
digambarkan adalah kuat medannya dan disebut pola daya (power pattern) apabila intensitas radiasi
yang digambarkan adalah vector poynting-nya.
Apabila dilihat dari penamaan bidang pola radiasi ada 4 macam, yaitu: Bidang H ialah
bidang magnet dari pola radiasi antena, bidang E ialah medan listrik dari pola radiasi antena, bidang
elevasi ialah pola radiasi yang diamati dari sudut elevasi dan bidang azimuth ialah pola radiasi yang
diamati dari sudut azimuth. dimana antara bidang H dan bidang E saling tegak lurus dan antara
bidang elevasi dan bidang azimuth juga sama saling tegak lurus.

Gambar di atas memperlihatkan bentuk koordinat pada bidang pola radiasi,


untuk warna hijau adalah bidang azimuth atau bidang H, sedangkan warna ungu menjelaskan
bidang elevasi atau bidang E.
2.4.1.1 Pola Radiasi Antena Directional
Antena Directional biasanya digunakan oleh client, dikarenakan antena ini mempunyai pola
radiasi yang terarah dan dapat menjangkau jarak yang relative jauh daripada antena lainnya. Ada
beberapa macam antena Directional antara lain:
Yagi, plat panel, parabola, tin can antenna, parabolic reflektor dan lain-lainnya. Pola radiasi antena
ini digambarkan pada gambar 2.6 seperti dibawah ini.

Gambar 2.6 Pola Radiasi Antena Directional

Gambar di atas merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena
Directional, apabila dalam koordinat polar atau grafik pola radiasi seperti gambar 2.7 dibawah ini
Gambar 2.7 Bentuk pola radiasi gelombang antena Directional :
(a) Pola radiasi bidang medan magnet (H)
(b) Pola radiasi bidang medan listrik (E)

2.4.1.2 Pola Radiasi Antena Omnidirectional


Antena Omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 360 derajat apabila pola
radiasinya dilihat pada bidang medan magnet (H). Gain antena Omnidirectional antara 3 dBi sampai
12 dBi. Antena tersebut menggunakan sambungan Point-to-Multi-Point (P2MP).

Gambar di atas merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena
omnidirectional, apabila dalam koordinat polar atau grafik pola radiasi seperti gambar 2.9 dibawah
ini.

(a) Pola radiasi bidang medan listrik(E)


(b) Pola radiasi bidang medan magnet (H)

2.4.2 Gain Antena


Gain (penguatan) bukanlah kuantitas yang bisa didefinisikan dalam bentuk fisik seperti watt
atau ohm, tetapi gain adalah rasio yang tidak berdimensi. Gain diberikan sesuai dengan rujukan
kepada antena standar. Gain antena (Gt) dapat dihitung dengan menggunakan antena lain sebagai
antena yang standar atau sudah memiliki gain yang standar (Gs). Dimana membandingkan daya
yang diterima antara antena standard (Ps) dan antena yang akan diukur (Pt) dari antena pemancar
yang sama dan dengan daya yang sama
Ketika antena digunakan pada suatu sistem, biasanya lebih tertarik pada bagaimana efisien
suatu antena untuk memindahkan daya yang terdapat pada terminal input menjadi daya radiasi.
Untuk menyatakan ini, power gain (atau gain saja) didefinisikan sebagai 4 kali rasio dari
intensitas pada suatu arah dengan daya yang diterima antena, dinyatakan dengan :

G() = 4

U .
Pm

(1.22)

Definisi ini tidak termasuk losses yang disebabkan oleh ketidaksesuaian impedansi (impedance
missmatch ) atau polarisasi. Harga maksimum dari gain adalah harga maksimum dari intensitas
radiasi atau harga maksimum dari persamaan (1.22), sehingga dapat dinyatakan kembali :

= 4

Um
Pm

(1.23)

Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan , dan juga dapat dnyatakan sebagai
suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain
tidak dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan , diasumsikan sebagai gain maksimum.

Direktivatas dapat ditulis sebagai D = 4

Um
Pr

, jika dibandingakn dengan persamaan (1.23) maka

akan terlihat bahwa perbedaan gain maksimum dengan direktivitas hanya terletak pada jumlah daya
yang digunakan. Direktivitas dapat menyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input menjadi
daya radiasi. Dan hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya losses pada daya input. Bagian daya
input (Pin) yang tidak muncul sebagai daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat

dengannya. Hal tersebut menimbulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan efisiensi
radiasi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Pr
Pm

(1.24)

dengan catatan bahwa harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1) atau ( 0 < e < 100%).
Sehingga gain maksimum suatu antena sama dengan direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari
antena, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
G

=eD

(1.25)

Peersamaan di atas adalah persamaan yang secara teoritis bisa digunakan untuk menghitung gain
suatu antena. Namun dalam prakteknya jarang gain antena dihitung berdasarkan direktivitas
(directivity) dan efisiensi yang dimilikinya, karena untuk mendapatkan directivity antena memang
diperlukan perhitungan yang tidak mudah. Sehingga pada umumnya orang lebih suka menyatakan
gain maksimum suatu antena dengan cara membandingkannya dengan antena lain yang dianggap
sebagai antena standard (dengan metode pengukuran). Salah satu metode pengukuran power gain
maksimum terlihat seperti pada gambar 1.5. Sebuah antena sebagai sumber radiasi, dicatu dengan
daya tetap oleh transmitter sebesar Pin. Mula-mula antena standard dengan power gain maksimum
yang sudah diketahui (Gs) digunakan sebagai antena penerima seperti terlihat pada gambar 1.5a.
Kedua antena ini kemudian saling diarahkan sedemikian sehingga diperoleh daya output Ps yang
maksimum pada antena penerima. Selanjutnya dalam posisi yang sama antena standard diganti
dengan antena yang hendak dicari power gain-nya, sebagaimana terlihat pada gambar 1.5b. Dalam
posisi ini antena penerima harus mempunyai polarisasi yang samadengan antena standard dan
selanjutnya diarahkan sedemikian rupa agar diperoleh daya out put Pt yang maksimum. Apabila
pada antena standard sudah diketahui gain maksimumnya, maka dari pengukuran di atas gain
maksimum antena yang dicari dapat dihitung dengan :
P1
Ps

Gt

Gs

(1.26)

Atau jika dinyatakan dalam decibel adalah :


Gt (dB) = Pt (dB) - Ps (dB) + Gs (dB)

(1.27)

Pin

Ps
Gs

(a)

Pin

Pt
Gt

(b)
GAMBAR 1.5
METODE PENGUKURAN GAIN ANTENA DENGAN ANTENA STANDARD
(a) PENGUKURAN DAYA OUTPUT YANG DITERIMA OLEH ANTENA STANDARD (PS)

(b) PENGUKURAN DAYA OUTPUT YANG DITERIMA OLEH ANTENA YANG DI TEST (Pt)
2.4.3 Impedansi Input Antena
Impedansi Input antena adalah impedansi antena di terminal catu (feeder)- nya disebabkan
perbandingan antara tegangan (V) dan arus (I) di terminal input atau catu (feeder).
Dimana: Zin = Impedansi Input ()
V = Tegangan terminal input (Volt)
I = Arus terminal input (A)

Impedansi input suatu antena adalah impedansi pada terminalnya. Impedansi input akan
dipengaruhi oleh antena-antena lain atau obyek-obyek yang dekat dengannya. Untuk mempermudah
dalam pembahasan diasumsikan antena terisolasi.
Impedansi antena terdiri dari bagain riil dan imajiner, yang dapat dinyatakan dengan :
Zin

= Rin + j Xin

(1.29)

Resistansi input (Rin) menyatakan tahanan disipasi. Daya dapat terdisipasi melalui dua cara, yaitu
karena panas pada srtuktur antena yang berkaitan dengan perangkat keras dan daya yang
meninggalkan antena dan tidak kembali (teradiasi). Reaktansi input (Xin) menyatakan daya yang
tersimpan pada medan dekat dari antena. Disipasi daya rata-rata pada antena dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Pin

= R | Iin |2

Iin

: arus pada terminal input

(1.30)

Dimana :
Faktor muncul karena arus didefinisikan sebagai harga puncak. Daya dissipasi dapat diuraikan
menjadi daya rugi ohmic dan daya rugi radiasi, yang dapat ditulis dengan :
Pin

= Pohmic + Pr

Pr

: Rin | Iin |2

(1.31)

Dimana :

Pohmic = Rohmic | Iin |2


Sehingga definisi resistansi radiasi dan resistansi ohmic suatu antena pada terminal input adalah :
Rin

2 Pr
Pm

(1.32a)

Rohmic

2 Pm Pr
Pm

(1.32b)
Resistansi radiasi merupakan relatif terhadap arus pada setiap titik antena. Biasanya digunakan arus
maksimum, dengan kata lain arus yang digunakan pada persamaan 1.30 adalah arus maksimum.
Sifat ini sangat mirip dengan impedansi beban pada teori rangkaian. Antena dengan dimensi kecil
secara listrik mempunyai reaktansi input besar, sebagai contoh dipole kecil mempunyai reaktansi
kapasitif dan loop kecil mempunyai reaktansi induktif,
Untuk memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima, maka impedansi antena
haruslah conjugate match (besarnya resistansi dan reaktansi sama tetap berlawanan tanda). Jika hal
ini tidak terpenuhi maka akan terjadi pemanulan energi yang dipancarkan atau diterima, sesaui
dengan persamaan sebagai berikut :

L
Dengan

e1
Z Zm
1

Z1 Z m
e1
=

(1.33)

e-L = tegangan pantul

ZL = impedansi beban

e+L = tegangan datang

Zin = impedansi input

2.4.4 VSWR
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) adalah rasio tegangan yang berasal pantulan
gelombang akibat ketidaksesuaian impedansi. Pengukuran VSWR berhubungan dengan pengukuran
koefisien refleksi dari antena tersebut. Perbandingan level tegangan yang kembali ke pemancar (V-)
dan yang datang menuju beban (V+) ke sumbernya lazim disebut koefisien pantul atau koefisien
refleksi yang dinyatakan dengan simbol .Hubungan antara koefisien refleksi, impedansi
karakteristik saluran (Z0) dan impedansi beban/antena (Zl) dapat ditulis
Harga koefisien refleksi ini dapat bervariasi antara 0 (tanpa pantulan/match) sampai 1, yang
berarti sinyal yang datang ke beban seluruhnya dipantulkan kembali ke sumbernya semula. Maka
untuk perhitungan VSWR.
Besar nilai VSWR yang ideal adalah 1, yang berarti semua daya yang diradiasikan antena

pemancar diterima oleh antena penerima (match). Semakin besar nilai VSWR menunjukkan daya
yang dipantulkan juga semakin besar dan semakin tidak match.
Sedangkan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), dinyatakan sebagai berikut :
1
1

VSWR =

(1.34)

Dalam prakteknya VSWR harus bernilai lebih kecil dari 2 (dua).

POLARISASI ANTENA
Polarisasi antena didefinisikan
sebagai arah vektor medan listrik yang diradiasikan oleh
y
antena pada arah propagasi. Jika jalur dari vektor medan listrik maju dan kembali pada suatu garis
X

lurus dikatakan berpolarisasi linier. sebagai contoh medan listrik dari dipole ideal.
E2 listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar jalur lingkaran,
Jika vektor medan
dikatakan berpolarisasi lingkaran. Frekuesnsi putaran radian adalah dan terjadi satu dari dua arah
perputaran. Jika vektornya berputar berlawanan arah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kanan
1 dinamakan polarisasi tangan kiri (left hand
(right hand polarize) dan yang searah jarum Ejam
polarize). Suatu gelombang yang berpolarisasi ellip untuk tangan kanan dan tangan kiri.
Secara umum polarisasi berupa polarisasi ellips, seperti pada gambar 1.7 dengan suatu
sistem sumbu referensi. Gelombang yang menghasilkan polarisasi ellip adalah gelombang berjalan
sepanjang sumbu z yang perputarannya dapat ke kiri dan ke kanan, dan vektor medan listrik
sesaatnya e mempunyai arah komponen ex dan ey sepanjang sumbu x dan sumbu y. Harga puncak
dari komponen-komponen tersebut adalah E1 dan E1.

GAMBAR 1.7
POLARISASI ELLIPS SECARA UMUM
Sudut menyatakan harga ralatif dari E1 dan E2, dapat dinyatakan sebagai berikut :

y arctan

E1
E2
(1.35)

Sudut kemiringan ellips adalah sudut antara sumbu x dengan sudut utama ellips. adalah
fase, dimana komponen y mendahului komponen x. Jika komponennya sefase ( =0), maka vektor
akan berpolarisasi linier.
Orientasi dari polarisasi linier tergantung tergantung harga relatif dari E1 dan E2, jika :
E1 = 0 maka terjadi polarisasi linier vertikal
E2 = 0 maka terjadi polarisasi linier horisontal
E1 = E2

maka terjadi polarisasi linier membentuk sudut 450

Untuk memaksimumkan sinyal yang diterima, maka polarisasi antena penerima haruslah
sama dengan polarisasi antena pemancar. Dan kadang terjadi antara antena penerima dan pemancar
berpolarisasi berbeda. Hal ini akan mengurangi intensitas sinyal yang diterima.
Sebuah antena dapat memancarkan energi dengan polarisasi yang tidak diinginkan, yang
disebut polarisasi silang (cross polarized). Polarisasi silang ini menimbulkan side lobe yang
mengurangi gain. Untuk antena polarisasi linier, polarisasi silang tegak lurus dengan polarisasi yang
diinginkan dan untuk antena polarisasi lingkaran, polarisasi silang berlawanan dengan arah
perputarannya yang diinginkan. Ini biasa yang disebut dengan deviasi dari polarisasi lingkaran
sempurna, yang mengakibatkan polarisasinya berubah menjadi polarisasi ellips.
Pada umumnya karakteristik polarisasi sebuah antena relatif konstan pada main lobe. Tetapi
polarisasi beberapa minor lobe berbeda jauh dengan polarisasi main lobe.

Kuat tidaknya pancaran kita yang sampai di pesawat lawan bicara, sebaliknya baik buruknya
penerimaan kita tergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah kondisi propagasi, faktor
kedua adalah posisi stasiun (posisi antena) beserta lingkungannya, faktor ketiga adalah
kesempurnaan antena. Untuk pancaran ada faktor ke-empat ialah kelebaran bandwidth pancaran
kita dan faktor kelima adalah power.

Seringkali agar pancaran kita cukup besar diterima setasiun lawan bicara, kita berusaha menaikkan
power dengan tanpa memperhatikan faktor-faktor lain tersebut di atas. Memang usaha meperbesar
power secara teknis merupakan usaha yang paling mudah, akan tetapi rasanya ini adalah usaha yang
kurang efektif dan cenderung merupakan suatu pemborosan. Mengenai propagasi dan posisi stasiun,
kita cenderung tidak dapat berbuat banyak. Faktor bandwidth pancaran dapat dikatakan bahwa
makin sempit bandwidth makin kuatlah pancaran kita, ini ada batasnya mengingat faktor readibility.
Sebatang logam yang panjangnya Lambda () akan beresonansi dengan baik bila ada
gelombang radio yang menyentuh permukaannya. Jadi bila pada ujung coax bagian inner kita
sambung dengan logam sepanjang dan outer-nya di ground, ia akan menjadi antena. Antena

semacam ini hanya mempunyai satu pole dan disebut monopole (mono artinya satu). Apabila outer
dari coax tidak di-ground dan disambung dengan seutas logam sepanjang lagi, menjadi antena
dengan dua pole dan disebut dipole (di artinya dua).

Antena dipole bisa terdiri hanya satu kawat saja disebut single wire dipole, bisa juga dengan dua
kawat yang ujung-ujungnya dihubungkan dinamakan two wire folded dipole, bisa juga terdiri atas 3
kawat yang ujung-ujungnya disambung dinamakan three wire folded dipole

MENGHITUNG LAMBDA
Cepat rambat gelombang sama dengan cahaya ialah 300.000.000 meter/detik, sedangkan
gelombang tersebut bergetar sejumlah f cycle/detik (f = frekuensi). Misalnya frekuensinya 6 MHz
(mega artinya juta), maka setiap detik ia bergetar 6.000.000 kali. Kita tahu bahwa satu Lambda
() adalah jarak yang ditempuh oleh gelombang selama satu kali getar
LAMBDA ANTENA
Rumus 1) di atas adalah panjang gelombang di udara. Cepat rambat gelombang listrik pada logam
itu lebih kecil, ialah 0.95 kali gelombang radio di udara. Jadi untuk menghitung Lambda antena,
rumus 1) tersebut menjadi :
300
= ___________ x 0.95
f

75
= ___________ x 0.95 .. rumus 2)
f

dimana dinyatakan dalam meter dan f dalam MHz.


Antena dipole untuk frekuensi 7.050 MHz, dengan rumus di atas akan didapatkan panjang setiap
sayapnya 9.99 meter atau dibulatkan 10 meter, panjang 10 meter ini dinamakan panjang theoritis.
Panjang theoritis tersebut belum dapat langsung kita gunakan karena factor pengaruh lingkungan
belum diperhitungkan, kita tahu bahwa pengaruh lingkungan di setiap lokasi itu berbeda.
Perhitungan theoritis ini mutlak diperlukan agar kita bisa memulai percobaan, tanpa perhitungan
theoritis kita tidak akan bisa mengetahui dari mana kita akan memulai percobaan.

Kita ketahui bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap panjang theoritis, terutama apabila
antena itu dipasang rendah. Untuk itu, maka dalam praktek panjang theoritis tersebut harus
diberikan koreksi yang dinamakan koreksi lingkungan. Penyesuaian dengan lingkungan itu
dilakukan dengan metoda trial and error. Metoda trial and error adalah suatu metoda ilmiah yang
digunakan apabila ada dua variabel yang saling tergantung atau bila ada beberapa variabel yang
tidak dapat diukur besarnya.
POLARISASI
Gelombang elektromagnet yang melaju di udara atau di angkasa luar terdiri atas komponen
gaya listrik dan komponen gaya magnet yang tegak lurus satu sama lain. Gelombang radio yang
memancar dikatakan terpolarisasi sesuai arah komponen gaya listriknya. Untuk antenna dipole
maka polarisasinya searah dengan panjang bentangannya, bila antena tersebut dipasang horizontal,
maka polarisasinya horizontal pula.
Agar dapat menerima gelombang radio secara baik, maka antena harus mempunyai
polarisasi yang sama dengan polarisasi gelombang radio yang datang. Arah polarisasi ini akan tetap
sepanjang lintasan gelombang radio kecuali bila gelombang tersebut sudah dipantulkan oleh
ionosphere, maka polarisasinya bisa berubah. Untuk itu, maka antena untuk keperluan komunikasi
jarak jauh pada HF atau MF dapat dibuat vertikal atau horizontal.

Pada band MF dan HF, biasanya kita gunakan polarisasi horizontal sedangkan untuk VHF
(pada radio 2 meteran) biasa digunakan polarisasi vertikal. Kita tahu bahwa pancaran VHF tidak
menggunakan pantulan ionosphere sehingga polarisasinya sampai ke antena pesawat lawan bicara
masih tetap vertikal. Sedangkan pesawat 2 meteran banyak dipasang pada mobil dan antena mobil
hanya bisa vertikal saja.
GAIN ANTENA
Pancaran gelombang radio oleh antena makin jauh makin lemah, melemahnya pancaran itu
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, jadi pada jarak dua kali lipat kekuatannya menjadi
1/22 atau seperempatnya. Angka tersebut masih belum memperhitungkan melemahnya pancaran
karena hambatan lingkungan dalam perjalanannya. Kecuali sifat tersebut di atas, sifat lain dari
antena adalah bahwa kekuatan pancaran ke berbagai arah cenderung tidak sama. Pancaran
gelombang radio oleh antena vertikal mempunyai kekuatan yang sama ke segala arah mata angin,
pancaran semacam ini dinamakan omni-directional. Pada antena dipole, pancaran ke arah tegak
lurus bentangannya besar sedang pancaran ke samping kecil, pancaran semacam ini disebut bidirectional.
Dalam teknik radio kekuatan pancaran ke segala arah digambarkan sebagai pola pancaran
(radiation pattern) seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Pola 1 adalah pola pancaran antena dipole (antena 1), apabila ada antena lain (antena 2) yang
mempunyai pola radiasi seperti pada pola 2, maka titik A akan menerima signal lebih kuat daripada
pancaran antena 1, dikatakan bahwa antena 2 mempunyai GAIN. Gain dinyatakan dengan dB,
sebagai pembanding untuk menentukan besarnya gain adalah dipole.

KONFIGURASI ANTENA DIPOLE


Berbagai macam cara untuk memasang antena tergantung dari tersedianya space yang dapat
diguakan untuk memasangnya. Antena single wire dipole dapat dipasang horizontal (sayap kiri dan
kanan sejajar dengan tanah), dapat pula dipasang dengan konfigurasi inverted V (seperti huruf V
terbalik), dengan konfigurasi V (seperti huruf V), konfigurasi lazy V (ialah berentuk huruf V yang
tidur) atau dapat juga konfigurasi sloper (miring).
ANTENA YAGI
UMUM
Sebelum kita berbicara tentang antena Yagi atau antena pengarah marilah kita menengok terlebih
dahulu antena isotropic. Antena isotropic adalah antena yang memancarkan radiasi ke segala
jurusan ke samping, ke atas dan ke bawah dengan kuat pancaran yang sama. Apabilka kita
gambarkan pola radiasinya maka akan berbentuk bola. Antena ini tidak pernah ada, ini hanya
digunakan untuk pembicaraan theoritis. Antena isotropic ini berbeda dengan antena omni
directional, antena omni directional mempunyai kuat pancar yang sama ke segala penjuru mata
angin akan tetapi ke atas dan ke bawah tidak sama. Antena vertikal Lambda mempunyai sifat ini.
Untuk keperluan terutama komunikasi jarak jauh dan tidak diperlukan QSO dengan stasiun-stasiun
yang berada di berbagai jurusan, maka sering diperlukan antena pengarah agar pancaran pada arah
yang dikehendaki menjadi lebih besar. Tentu saja mengandung konsekuensi bahwa pancaran ke
arah yang lain menjadi relatif mengecil.

POLA 1
TITIK A

POLA 2

POLA PANCARAN
Gambar 1

Kita perhatikan gambar 1, pola 1 adalah pola pancaran antena dipole. Bila pada antenna dipole
diberikan sebuah reflektor dan director, maka akan kita peroleh pola pancaran seperti tergambar
pada sebagai pola 2. Pancaran ke satu arah akan menjadi lebih jauh sedangkan pancaran ke jurusan
lainnya akan menjadi jauh lebih kecil. Antena pengarah dikatakan mempunyai gain, yang
dinyatakan dalam dB. Gain adalah perbandingan logarithmik antara power antena dibandingkan
dengan dipole Lambda. Apabila sebagai pembanding digunakan antena isotropic, maka gain
dinyatakan dalam dBi. Misalnya antena dipole Lambda mempunyai gain sebesar +2.1 dBi
terhadap isotropic. Akan tetapi pada umumnya gain suatu antena yang digunakan pembanding
adalah dipole Lambda. Misalnya power suatu antena pada titik A (periksa gambar 1) adalah Pa
sedangkan power dipole Lambda di tempat itu sebesar Pd , maka gain antena :
Gain = 10 log10 Pd / Pa dB

Mengukur gain suatu antena praktis tidak pernah dilakukan karena untuk pekerjaan ini diperlukan
suatu sangkar Farraday yang cukup besar. Misalnya untuk penelitian gain antena 35 CM perlu
sangkar Farraday sebesar 6 x 6 x 6 meter. Makin rendah frekuensi makin besar ukuran sangkar
Farraday, hal ini tentu memakan biaya yang sangat besar.

Perbandingan kuat pancaran ke arah depan dengan arah belakang disebut front to back ratio.
Sedangkan perbandingan kuat pancaran ke depan dengan kuat pancaran ke arah samping disebut
front to side ratio. Untuk mengetahui keberhasilan kita membuat antena pengarah, secara praktis
dapat kita amati dari front to back rationya. Makin besar front to back ratio menandakan makin
baiknya pengarahan antena tersebut dan umumnya front to side rationya juga menjadi makin kecil.
Dalam praktek kita tidak pernah mengukur besarnya gain antena.

Standing Wave Ratio (SWR)


Sebelum melangkah lebih jauh, kita akan menconba memberiak gambaran mengenai standing wave
ratio. SWR ini harus diamati ada waktu kita memasang antena untuk mendapatkan hasil yang baik
dan menjaga awetnya perangkat transceiver. Apabila sepanjang feeder line ada gelombang listrik
yang mengalir dari transceiver ke antena dan tidak ada aliran balik dari antena ke transceiver, maka
gelombang listrik tersebut, baik voltagenya maupun arusnya akan tetap besarnya. Akan tetapi
apabila ada arus balik yang, maka arus balik ini akan mengadakan interferensi dengan arus yang
pergi ke antena. Sehingga arus yang mengalir sepanjang feeder line tadi pada suatu saat tertentu
menjadi membesar dan pada suatu saat berikutnya menjadi mengecil. Perbandingan antara arus
maksimum dengan arus minimum atau perbandingan antara voltage maksimum dengan voltage
minimum in disebut Standing Wave Ratio (SWR) Standing Wave Ratio ini besarnya tergantung
dari besarnya arus balik, makin besar arus balik maka SWR menjadi makin besar pula. Adanya
standing wave pada feeder line ini tidak dikehendaki karena hal ini memberikan indikasi adanya
mismatch. Arus balik ini akan masuk ke final dan ditransformasikan menjadi panas, dimana panas
ini bila cukup tinggi akan dapat merusak final. Untuk mengukur besarnya SWR suatu transmission

line yang menghubungkan transceiver dan antena digunakan SWR METER yang berisi swr bridge.
Contoh suatu SWR meter terdapat pada gambar 2, biasanya alat semacam ini dilengkapi dengan
power meter dan field strength meter. Field strength meter digunakan untuk mengukur kuat pancar
transceiver dengan antena tertentu suatu antena. Kuat pancar diukur pada suatu jarak tertentu dan
arah tertentu, selanjutnya dibandingkan dengan kuat pancar pada arah lain. Ini dapat digunakan
untuk mengukur besarnya front to back ratio.

Dummy Load
Untuk melakukan penguran SWR pada suatu feeder line, maka pada ujung feeder line diberikan
suatu dummy load sebagai pengganti antena. Dummy load ini berfungsi menyerap RF yang masuk
kepadanya sehingga tidak terjadi RF balik dari luar feeder line (coaxial cable), dengan demikian
SWR feeder line dapat diukur secara murni.

DUMMY LOAD
Gambar 3

Distribusi tegangan dan arus.

Apabila kita ingin melihat suatu gambaran menganai arus dan tegangan pada suatu antenna dipole,
maka distribusi tegangan dan distribusi arus sepanjang antena dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Você também pode gostar