Você está na página 1de 17

A.

JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian ini adalah: Kesenian Tayub Khas Nganjuk
B. KATEGORI PENELITIAN DAN BIDANG ILMU
1. Kategori Penelitian
Kategori penelitian ini adalah Kategori I: Pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan maksud untuk
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan (body of knowledge) sebagai jawaban atas
pertanyaan mengapa (why).
2. Bidang Ilmu
Bidang ilmu penelitian ini adalah bidang seni yaitu kesenian Tayub yang ada di
wilayah Kabupaten Nganjuk.
C. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Tayub merupakan tari pergaulan, tari rakyat yang ditarikan pria dan wanita.
Penari wanita biasanya disebut dengan ledhek atau waranggana Tayub, sedangkan
penari pria disebut pengibing. Pertunjukan Tayub saat ini masih diminati
masyarakat, hal tersebut dapat dilihat dari antusias dan semangat masyarakat
daerah-daerah di Jawa bTimur bila mempunyai hajat mempergelarkan kesenian
Tayub. menyaksikan pertunjukan Tayub. Profesi waranggana Tayub juga masih
diminati terbukti dari pendidikan waranggana Tayub di Nganjuk tiap tahun selalu
mengadakan Gembyangan Isemacam wisuda) lulusannya. Selain itu pengibing
Tayub masih selalu membludak bila ada pergelaran kesenian Tayub, dan mereka
rela antri atau menunggu giliran mendapatkan sampur atau giliran mengibing/
menari bersama waranggana Tayub.
Tayub merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang hidup secara turun
temurun. Kesenian Tayub hidup dan berkembang di daerah-daerah pedesaan yang
masyarakatnya berkehidupan sebagai petani. Seni Tayub Tayub merupakan bagian
dari seni tari, dari adat dan tayub berasal dari kata ditata (ta) dan ben guyub (yub)
yang artinya diatur agar tetap rukun bersahabat dengan rasa persaudaraan. Pada
kenyataannya diantara para waranggana Tayub dan para pengibing tanpa ada
persaingan dan tanpa ada aturan menari yang dibakukan namun tidak membatasi
kreatifitas penari masing-masing yang sesuai dengan iringan musik gamelan (alat
musik Jawa).
Diringi dengan gamelan, waranggana Tayub menari bersama para tamu
pengibing sambil menyanyikan tembang. Tembang adalah lagu-lagu tradisional

Jawa. Ada juga yang diambil dari lagu-lagu populer baik campur sari, pop, dangdut
bahkan rock dan sebagainya. Tentu saja iramanya dimodifikasi menjadi irama
gamelan. Memang pada jaman dulu, sekitar dua puluh tahunan yang lalu, ada
praktek yang kurang pantas pada pentas tayub. Yaitu tamu memberikan tips uang
kepada waranggana Tayub dengan cara dijejalkan ke dalam kembennya (kain
penutup dada) waranggana Tayub, yang berkonotasi menaruh uang pada
payudaranya. Namun sekarang hal tersebut sudah tidak ada lagi.
Begitu juga dengan praktek mabuk-mabukan. Namun, praktek demikian
sekarang sudah tidak ada lagi. Justru pada pentas tayub sekarang nampak lebih
aman teratur daripada pentas orkes dangdut. Pada pentas orkes dangdut di
kampung-kampung sering terjadi ekses berupa tawuran antar remaja, tawuran antar
geng. Namun pada pentas kesenian Tayub hal tersebut tidak ada. Lazimnya
Kesenian Tayub diselenggarakan pada acara hajatan pernikahan, sunatan dan
hajatan desa berupa nyadran atau bersih desa (bersih desa).
Di daerah Kabupaten Nganjuk kesenian Tayub masih sering dipergelarkan.
Kesenian Tayub di wilayah Kabupaten Nganjuk mempunyai cirri khas yang tidak
didapatkan pada kesenian Tayub di daerah lain diantaranya para pengibing
diwajibkan member tip kepada seluruh waranggana Tayub yang menari. Di tempat
lain biasanya pengibing hanya member tip kepada waranggana Tayub yang menjadi
favoritnya, atau meletakkan uang di nampan yang disediakan di dekat pengendang.
Gending untuk mengiringi kesenian Tayub juga mempunyai kekhasan sendiri.
Hal ini sangat menarik untuk di teliti, karena sepengetahuan peneliti kesenian
Tayub khas Nganjuk ini belum pernah diteliti. Pendekatan penelitian yang paling
sesuai adalah pendekatan kualitatif.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bentuk kesenian Tayub yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.
2. Fungsi kesenian Tayub yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.
3. Makna kesenian Tayub yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan secara tertulis dengan disertai
dengan data-data tentang:
1. Bentuk kesenian Tayub yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.
2. Fungsi kesenian Tayub yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.

3. Makna kesenian Tayub yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.


4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka tentang kesenian
tradisi daerah-daerah di Indonesia, khususnya kesenian Tayub di daerah
Nganjuk yang mempunyai ciri-ciri khas lain dengan kesenian Tayub di daerah
lain.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan tentang materi
pembelajaran matakuliah Kesenian Tradisi Daerah, khususnya tentang kesenian
Tayub khas daerah Nganjuk.
D. KAJIAN PUSTAKA
1. Kesenian Tayub
a. Sejarah Kesenian Tayub
Tayub mulai dikenal sejak jaman Kerajaan Singosari. Pertama kali digelar
pada waktu Jumenengan Prabu Tunggul Ametung. Kemudian Tayub
berkembang ke Kerajaan Kediri dan Mojopait. Pada Jaman Kerajaan Demak,
kesenian Tayub jarang dipentaskan. Pada waktu Jaman Kerajaan Demak,
kesenian Tayub hanya dapat dijumpai di daerah pedesaan-pedesan yang jauh
dari pusat kota kerajaan.
Seiring berjalannya waktu, sejak berdirinya kerajaan Pajang dan Mataram,
kesenian ini mulai digali kembali. Malahan pada waktu itu Tayub dijadikan
Tarian Beksan di Keraton yang digelar hanya pada waktu acara-acara khusus.
Namun disayangkan, penjajah Belanda memasukkan unsur negatif yang dikenal
dengan 3C, yaitu Cium, Ciu dan Colek. Dalam tarian tersebut dimasukkan
minuman keras, tujuannya agar mengacaukan rasa persatuan. Dengan mabuk,
orang kemudian bisa gampang tersinggung, bertengkar, dan sebagainya. Sejak
saat itulah penilaian terhadap tayub menjadi negatif, katanya.
Tayub yang telah terkena pengaruh negatif dari penjajah belanda terus
terpelihara hingga pemerintahan dipegang oleh Sunan Pakubuwono III. Sewaktu
pemerintahan dipegang oleh Sunan Pakubuwono ke IV, beliau tidak berkenan
dengan adanya pengaruh negatif tersebut. Akhirnya Tayub ditetapkan sebagai
tari Pasrawungan

di masyarakat. Selanjutnya kesenian tayub mengalami

perkembangan di daerah Sragen, Wonogiri dan Purwodadi. Di daerah Sragen


sendiri, kesenian Tayub banyak berkembang di Kecamatan Jenar, Gesi,
Sukodono, Mondokan dan Ngrampal. Citra kesenian tayub pada waktu itu,

diperburuk ulah para penari pria atau penonton. Dulu, para penari ini biasa
memberi sawer dengan cara memasukkannya ke kemben atau kain penutup
dada. Dengan demikian muncul kesan bahwa penayub itu murahan. Tetapi, di
era sekarang hal semacam itu sudah amat jarang terjadi.
Seni pertunjukan Tayub merupakan pertunjukan seni yang diadakan untuk
ungkapan rasa syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa melalui media sedekah
bumi (bersih desa), ataupun pada saat masayrakat punya hajat yang biasannya
diselenggarakan pada saat musim panen. Unsur yang tidak bisa dipindahkan dari
seni pertunjukan langgeng tayub adalah:
1) Waranngana Tayub (Sindhir): Penari putri yang mengawali acara dengan
jogged gambyong, sampai selesai pertunjukan
2) Pramugari: Orang yang mengatur jalannya pertunjukan.
3) Pengibing: Tamu yang mengikuti jogged bersama denga waranggana
4) Pengrawit : Orang yang menabuh (memainkan) gamelan.
5) Gending (lagu) eling-eling adalah gending pakem pedayangan sebagai awal
pertunjukan yanh merupkan symbol dalam keprasahan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan menghormati leluhur-leluhur yang ada di suatu wilayah.
Di daerah Sragen setelah selesai pendenyagan rangkaian acara dilanjutkan
pramugari ngedhok (Joged) dengan gending ayak, mulai mengatur pengibing
yang di awali dari tuan rumah/tali waris semua tamu yang hadir kemudia n
semua tamu yang hadir sampai acara selesai.
b. Menepis Kesan Miring
Kesan miring para penari tayub, dahulu memang sangat terasa. Namun
seiring dengan perkembangan jaman,

kebiasaan yang tinggalan penjajah

tersebut kian lama kian menipis. Bahkan sekarang ini kebiasaan negatif 3C
pada tayub tidak pernah ada, ungkap Suparno. Pakaian yang dikenakan para
penari pun seiring perjalanan waktu, juga mengalami pergeseran. Kalau dulu
pakaian yang dikenakan penari, biasanya hanya mengenakan kemben sebatas
dada. Saat ini tampak lebih sopan. Pakaian yang dikenakan tidak ubahnya
seperti pakaian wanita adat Jawa kebanyakan.
c. Tolak Image Negatif
Image negatif yang melekat pada para penari tayub ini ditepis oleh para
penari tayub. Menurut Juniati (27), salah seorang penari Tayub asal Jenar, dilihat
dari pakaiannya saja penari tayub jauh lebih sopan dibandingkan penyanyi
dangdut atau campur sari. Pakaian penari tayub sekarang sudah jauh berbeda
dengan penari tayub dijaman dulu. Sementara para penyanyi dangdut ataupun
penyanyi campursari yang

sering kali tampil

di televisi, kadang masih

mengenakan pakaian yang seksi. Para penari Tayubpun juga tidak rela bila

penari dikonotasikan negatif. Tayub sekarang sudah berbeda dengan tayub


jaman penjajah dulu, sekarang sudah tak ada kebiasaan-kebiasaan yang negatif
seperti pada jaman dulu, tegas Juniati.
Meski berkembang dalam lingkungan musik modern, popularitas Tayub
tidak kian redup. Kesenian ini masih banyak dijumpai pada acara-acara hajatan
di beberapa desa di wilayah Kabupaten Sragen. Tantangan yang kini dihadapi
tidak ringan. Perkembangan musik-musik modern dikawatirkan

akan dapat

menenggelamkankan kesenian Tayub, bila tidak diuri-uri sedini mungkin.


Namun, menurut Suparno, di Kabupaten Sragen ada seniman-seniwati yang
masih masih peduli terhadap kesenian ini. Saya sendiri dan beberapa rekan
seprofesi telah beberapa kali menciptakan syair-syair gendhing pengiring tarian
tayub, tujuannya adalah agar kasenian ini tetap lestari terang Suparno. Salah
satu upaya untuk melestarikan kesenian tayub, pada acara-acara resmi di kantor
kecamatan, tak jarang kesenian tayub tersebut di pentaskan.
Regenerasi penari Tayub di Kabupaten Sragen sendiri telah berjalan
dengan cukup baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya penari yang mayoritas
berusia muda antara 20 hingga 30 tahunan. Biasanya mereka memiliki paras
yang cantik dan berbadan bagus. Penari yang usianya telah menginjak paroh
baya, biasanya mewariskan kesenian ini pada anak ataupun kerabatnya, jadi
saya kira tidak perlu dikawatirkan bila regenerasi kesenian ini akan mati
jelasnya. Meskipun kesenian ini tidak bisa dijadikan tumpuan hidup, ternyata
perkembangan kesenian ini tidak mati. Karena biasanya Tayub dipentaskan
pada malam hari, sehingga pada siang hari para group kesenian ini bisa mencari
penghasilan lain, biasanya mereka adalah petani, tukang atau wirausawan yang
mempunyai usaha kecil dan menengah lainnya terang Suparno. (N.Hart
Humas Sragen).
d. Tayub Bukan Tarian Mesum
Anggapan Tayub sebagai tarian mesum merupakan penilaian yang keliru.
Sebab, tidak seluruh tayub identik dengan hal-hal yang negatif. Dalam tayub,
ada kandungan nilai-nilai positif yang adiluhung. Selain itu, tayub juga menjadi
simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan dan punya bobot
filosofis tentang jati diri manusia. Kesan tayub sebagai tarian mesum muncul
pada abad 19. Pada 1817, GG Rafles dari Inggris, dalam bukunya berjudul
History of Java, menulis tayub sebagai tarian ronggeng mirip pelacuran
terselubung. Kesan sama juga dituliskan oleh peneliti asal Belanda, G Geertz
dalam bukunya The Religion of Java.

Tapi, menurut koreografer Tayub Wonogiren, S Poedjosiswoyo orang Jawa


akan protes bila kesan Rafles dan Gertz itu diterima secara utuh. Sebab, kata dia,
kesan mesum yang diberikan pada tayub hakikatnya terbatas pada pandangan
sepintas yang baru melihat kulitnya saja, tanpa mau mengenali isi maupun
kandungan nilai filosofisnya. R Harmanto Bratasiswara dalam buku Bauwarna
Adat Tata Cara Jawa disebutkan, tayuban adalah tari yang dilakukan oleh wanita
dan pria berpasang-pasangan. Keberadaan tayub berpangkal pada cerita
kadewatan (para dewa-dewi), yaitu ketika dewa-dewi mataya (menari berjajarjajar) dengan gerak yang guyub (serasi).
Menurut Poedjosiswoyo, berdasarkan sejarahnya, tayub lahir sebagai
tarian rakyat pada abad Ke XI. Waktu itu, Raja Kediri berkenan mengangkatnya
ke dalam puri keraton dan membakukannya sebagai tari penyambutan tamu
keraton. Betapa tayub memiliki kandungan nilai adiluhung, kiranya dapat
disimak dari tulisan dalam buku Gending dan Tembang yang diterbitkan
Yayasan Paku Buwono X. Selanjutnya dalam buku itu disebutkan, tayub telah
dipakai untuk penobatan Prabu Suryowiseso sebagai Raja Jenggala, Jawa Timur,
pada abad XII. Keraton Jenggala kemudian kemudian membakukan tayub
sebagai tari adat kerajaan, yang mewajibkan permaisuri raja menari ngigel
(goyang) di pringgitan untuk menjemput kedatangan raja.

e. Nilai Agamis
Tayub juga diyakini memiliki kandungan nilai agamis. Hal itu terjadi
pada abad XV, ketika tayub digunakan sebagai media syiar agama Islam di
pesisir utara Jawa oleh tokoh agama Abdul Guyer Bilahi, yang selalu mengawali
pagelaran ayub dengan dzikir untuk mengagungkan asma Allah. Budaya
kejawen penganut paham tasawuf menilai tayub kaya kandungan filosofis akan
gambaran jati diri manusia lengkap dengan anasir keempat nafsunya. Dalam
tarian itu selalu ada penari pria yang menjadi tokoh sentral, sebagai visualisasi
keberadaan Mulhimah. Kemudian dilengkapi dengan empat penari pria
pendamping, yang disebut sebagai pelarih, sebagai penggambaran anasir empat
nafsu manusia, terdiri atas aluamah (hitam), amarah (merah), sufiah (kuning)
dan mutmainah (putih).
Poedjosiswoyo, selain itu pemeran penari tledhek wanita sebagai
penggambaran dari cita-cita keselarasan hidup yang diidamkan manusia. Yang
inti kesimpulannya, untuk meraih cita-cita, harus terlebih dahulu mampu

mengendalikan anasir empat nafsu. Yang ini identik dengan pakem wayang
lakon Harjuno Wiwoho-Dewi Suprobo (N.Hart Humas Sragen).
2. Penelitian Sebelumnya tentang Tayub

a. Penelitian Bagus Tri Wulansari, tahun 2006 dalam bentuk tesis S2 Pendidikan
Seni PPs Universitas Negeri Semarang dengan judul: Seni Pertunjukan Tayub
Sebagai Tari Pergaulan (Kajian Pada Pengibing Di Desa Pelem Kecamatan
Gabus Kabupaten Grobongan). Garis besar isinya adalah: Tari Tayub
merupakan tari pergaulan, tari rakyat yang ditarikan pria dan wanita. Penari
wanita biasanya disebut dengan ledhek sedangkan penari pria disebut
pengibing. Pertunjukan Tayub saat ini masih diminati masyarakat, hal tersebut
dapat dilihat dari antusias dan semangat penduduk dalam menyaksikan
pertunjukan Tayub. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap pengibing
terhadap pertunjukan Tayub di Desa Pelem Kecamatan Gabus Kabupaten
Grobogan dan mengetahui motivasi pengibing menari bersama penari Tayub.
Ada bermacam-macam sikap pengibing terhadap pertunjukkan Tayub. Secara
garis besar sikap pengibing terhadap pertunjukkan Tayub di Desa Pelem dapat
dibedakan menjadi beberapa hal antara lain; Pengibing senang dengan
pertunjukan Tayub, Pengibing tidak merasa malu dalam menari, Pengibing
mampu menunjukan sikap aktif, Pengibing setia menanti dan tidak bosan
menunggu giliran untuk menari bersama ledhek, dan pengibing tidak marah
bila tidak kebagian sampur. Ada beberapa hal yang memotivasi pengibing
untuk mengibing dalam pertunjukkan Tayub di desa Pelem. Motivasi pengibing
untuk mengibing dalam pertunjukkan Tayub dapat dibedakan menjadi dua
kategori yaitu faktor intern atau faktor yang berasal dari dalam diri Pengibing
itu sendiri dan faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar diri pengibing.
Faktor intern meliputi; pengalaman dan sex, sedangkan faktor ekstern meliputi;
penari, adatistiadat, lingkungan dan iringannya. Berdasarkan hasil penelitian
peneliti memberi saran agar pemerintah hendaknya melakukan pembinaan
terhadap pertunjukkan Tayub, supaya pertunjukan Tayub dapat terjaga
kelestariannya.

b. Penelitian Aguswati,

tahun 2007 dalam bentuk Skripsi Jurusan Sendratasik,

Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, dengan judul:


Motivasi Dan Keterlibatan Penonton Dalam Pertunjukan Tayub di Desa
Tunggak, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Garis besar isinya adalah:

Tayub merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang hidup secara turun


temurun. Kesenian Tayub hidup dan berkembang di daerah-daerah pedesaan
yang masyarakatnya berkehidupan sebagai petani, seperti di Desa Tunggak,
Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Desa Tunggak merupakan salah satu
desa yang masyarakatnya mempunyai antusias tinggi terhadap Tayub. Hal ini
terlihat setiap ada pertunjukan Tayub selalu sukses dengan kehadiran penonton
yang tumpah ruah. Berdasarkan kenyataan tersebut tujuan dari penelitian ini
adalah ingin mengetahui motivasi penonton dan bagaimana keterlibatan
penonton dalam pertunjukkan Tayub di Desa Tunggak, Kecamatan Toroh,
Kabupaten Grobogan. Temuan dalam penelitian ini: (1) Yang memotivasi
penonton dalam menikmati pertunjukan Tayub di Desa Tunggak, Kecamatan
Toroh, Kabupaten Grobogan dikategorikan menjadi dua yaitu faktor dari dalam
(faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). Faktor internal yang
memotivasi penonton adalah kesenangan/hoby, keinginan untuk mengibing dan
keinginan untuk berinteraksi sosial. Faktor eksternal yang memotivasi
penonton adalah lingkungan dan tradisi atau adat istiadat. (2) Keterlibatan
penonton dalam pertunjukan Tayub di Desa Tunggak, Kecamatan Toroh,
Kabupaten Grobogan merupakan partisipan yang terlibat atau ikut berperan
serta baik sebagai pemain dalam pertunjukan Tayub yaitu sebagai pengibing
atau penayub yang menari bersama ledhek maupun sebagai penikmat.

c.

Penelitian Sri Purwatiningsih, tahun 2008 dalam bentuk tesis S2 Pendidikan


Seni PPs Universitas Negeri Semarang dengan judul: Perkembangan
Pertunjukan Kesenian Tayub Di Desa Crewek Kecamatan Kradenan Kabupaten
Grobogan Tahun1965-2002. Garis besar isinya adalah: Seni Tayub Tayub
merupakan bagian dari seni tari, dari adat dan tayub berasal dari kata Tata dan
Guyub yang artinya bersahabat dengan rasa persaudaraan tanpa persaingan dan
tanpa ada aturan menari yang dibakukan namun tidak membatasi kreatifitas
penari masing-masing yang sesuai dengan iringan musik gamelan. Hasil
penelitian: (1) Perkembangan pertunjukan seni tari tayub di desa Crewek
kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan tahun 1965-2002 maju dengan
pesat, karena pada zaman dahulu dalam pertunjukan tayub ledheknya hanya
dua orang dan ledhek tersebut membawa sampur dan mencari penayub sendiri
di tengah-tengah para tamu undangan yang hadir, tetapi dengan adanya
perkembangan zaman dan maraknya aturan-aturan yang dicantumkan

pemerintah maka cara-cara tersebut ditinggalkan sejak tahun 1990-an dan


pakaiannya juga masih mengenakan rompi. (2) Kehidupan para penari tayub di
desa Crewek lebih dihormati dibandingkan dengan masyarakat biasa dan dalam
perekonomian juga lebih menonjol dari masyarakat sekitar. (3) Pendapat
masyarakat terhadap pertunjukan tari tayub adalah ada yang setuju dan ada
yang tidak setuju. Penggemar pertunjukan tari tayub yang setuju mereka
berpikiran bahwa dengan nanggap pertunjukan tayub akan mendatangkan tamu
yang banyak sedangkan yang tidak setuju karena dipandang oleh agama sekitar
yang kuat. Berdasarkan simpulan yang diperoleh melalui penelitian, maka
dapat diberikan saran sebagai berikut : (1) Pihak Instansi P & K untuk
memasukkan tari tayub yang merupakan tari asli Grobogan agar mampu
memperbaiki anggapan masyarakat Desa Crewek terhadap pertunjukan tari
tayub kelak dikemudian hari. (2) Pihak yang terkait seperti dinas Pariwisata
diharapkan dapat tetap mempertahankan pertunjukan tayub sebagai obyek
pariwisata. (3) Pelestarian tari tayub melalui festival tari.

d. Penelitian

Sudarsih, tahun 2011, dalam bentuk skripsi S1 Sosiologi Unair,

dengan judul: Fungsi Ritual, Sosial dan Politik Seni Tayub dalam Kehidupan
Masyarakat Di Desa Ngadiboyo Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk yang
garis besar hasilnya adalah: (1) Pelaksanaan seni tayub di Desa Ngadiboyo
Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk ada tiga bentuk pelaksanaan seni tayub
yaitu: a) Pelaksanaan dalam kerangka ritual bersih desa, b) pelaksanaan seni
tayub dalam kerangka hiburan(pernikahan, khitanan), c) pelaksanaan dalam
kerangka politik. (2) Fungsi ritual, sosial dan politik seni tayub dalam
kehidupan masyarakat di Desa Ngadiboyo Kecamatan Rejoso Kabupaten
Nganjuk ada tiga fungsi yaitu : a) fungsi seni tayub sebagai sarana ritual dan
kesuburan, b) Fungsi seni tayub sebagai hiburan pagelaran(sosial), dan c)
fungsi seni tayub sebagai media politik.
e. Penelitian Susana Kurniawati, 2005. Dalam bentuk skripsi S1 Pendidikan
Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, dengan
judul: Mitos Tayub dalam Upacara Ritual Nguras Sendang Dusun Mrayun Desa
Termas Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan. Hasil penelitian
adalah: Tayub dalam upacara Nguras Sendang adalah cerita rakyat legendaris
atau tradisional tentang keberadaan tarian yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan dengan diiringi gamelan dan tembang dalam sebuah upacara
ritual Nguras Sendang. Oleh masyarakat setempat, cerita ini dianggap sebagai

ceritayang benar-benar terjadi dan dianggap suci, sekaligus sebagai cerita yang
mengukuhkan.

Sendang

Penganten

sebagai

tempat

keramat,

karena

keyakinannya menyebabkan adanya suatu mitos. Pertunjukan tayub hanya


diadakan setahun sekali, yaitu dalam upacara ritual Nguras Sendang. Menurut
masyarakat setempat pertunjukan tayub memiliki mitos yang masih dipercaya
oleh

masyarakat

secara

turun-temurun.

Bahwa,

mitos

tayub

dalam

upacara Nguras Sendang. Desa Termas Kecamatan Karangrayung Kabupaten


Grobogan memiliki latar belakang pertunjukan tayub yang berawal dari sejarah
pada jaman dahulu, di dalamnya terdapat beberapa unsur yaitu tempat upacara,
waktu upacara, peserta upacara, perlengkapan upacara, maksud dantujuan
upacara, prosesi dan larangan upacara serta rangkaian pertunjukan tayub. Dari
beberapa unsur dapat dinyatakan sebagai mitos yang tidak boleh dilanggar dan
ditinggalkan. Tayub dalam upacara Nguras Sendang memiliki beberapafungsi
sebagai sarana penyembuhan orang sakit, sebagai sarana pemenuhan janji
(nadzar), sebagai persembahan leluhur, serta sebagai hiburanatau tontonan.
f. Penelitian Pramita Maya Puspita, dalam bentuk skripsi S1 Pendidikan
Sendratasi FBS Unesa dengan judul: Kesenian Tayub Di Kecamatan Kerek
Kabupaten Tuban, Garis besar hasilnya adalah: Tayub merupakan suatu
kesenian rakyat yang masih eksis, baik di wilayah Kecamatan Kerek
Kabupaten Tuban maupun daerah yang lainnya. Keberadaan kesenian Tayub di
wilayah Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban sampai saat ini masih digandrungi
oleh segala lapisan masyarakat. Tayub di wilayah Kecamatan Kerek Kabupaten
Tuban mempunyai nilai jual yang sangat tinggi. Sampai saat ini kesenian Tayub
di Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban masih digemari dan menjadi
kebanggaan masyarakat. Bentuk penyajian Tayub di wilayah Kecamatan Kerek
dapat ditinjau dari beberapa elemen bentuk penyajian meliputi elemen
pendukung, cara/struktur penyajian, deskripsi pola gerak, iringan, busana,
waktu pelaksanaan, dan tempat pentas. Proses pertunjukan berjalan tertib dan
memiliki struktur yang baku. Secara estetis memiliki keunikan dan
menyiratkan simbol-simbol budaya yang didukungnya. Makna simbolis yang
terkandung dalam pertunjukan Tayub dapat dilihat pada tata hubungan dari
keseluruhan faktor-faktor pementasan dalam kesenian Tayub di Kecamatan
Kerek Kabupaten Tuban dari elemen pendukung, tata cara/struktur penyajian,
gerak, iringan dan pola lantai. Secara fungsional, kehidupan kesenian Tayub di
Kecamatan Kerek memiliki fungsi bermacam-macam yaitu: Fungsi upacara

(ritual), fungsi hiburan, fungsi sarana pencari nafkah, fungsi sosial, fungsi
pelestarian budaya, fungsi prestis dan pelepas nadzar.
g. Penelitian Agung Hariyanto, denga judul: Makna Kesenian Langen Tayub Bagi
Remaja Anggota Paguyuban Kerawitan Setyo Budoyo (Studi Di Desa Wangi,
Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban), yang hasilnya adalah: Di Kabupaten
Tuban Tayub banyak menarik perhatian dari semua kalangan baik muda
maupun tua, laki-laki maupun perempuan. Bahkan para remaja pun sudah
menggemari seni budaya Langen Tayub sehinggan secara tidak langsung
Langen Tayub membawa dampak perubahan kehidupan masyarakat serta
remajanya, khususnya masyarakat Desa Wangi baik itu dampak ekonomi
maupun sosial budaya. Langen Tayub dapat mengajak para remaja untuk lebih
mendekatkan diri pada Sang Pencipta serta menghormati budaya sakral yang
ada di daerahnya masing-masing untuk melestarikan budaya peninggalan nenek
moyang kita. Serta mengajak generasi remaja untuk mendekatkan diri pada
Sang Pencipta. Seni budaya Langen Tayub juga bisa meningkatkan potensi
wisata budaya yang akhirnya dapat merubah potensi pertumbuhan ekonomi
masyarakat Tuban, khususnya masyarakat dan remaja Desa Wangi untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup.
h. Penelitian Anik Juwariyah, Setyo Yanuartuti, Bambang Sugito, dosen
Sendratasik FBS Unesa tahun 1999 dengan judul: Studi perbandingan kesenian
langen tayub pada beberapa etnis kebudayaan di Jawa Timur.
i. Penelitian Diah Ayu Kumala Dewi, tahun 2010, Skripsi, Jurusan Seni dan
Desain, Program Pendidikan Seni Tari, Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang, dengan judul: Kesenian Tayub di Desa Bener Kecamatan Saradan
Kabupaten Madiun (Kajian Fungsi Dalam Komunikasi Etika Moral Pandangan
Ulama di Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun. Garis besar hasilnya adalah:
(1) Kesenian Tayub di desa bener difungsikan sebagai hiburan dan upacara
bersih desa yang dipercaya bisa mendatangkan berkah (2) Ulama menyatakan
bahwa di dalam agama Islam diperbolehkan menari asal tidak menyimpang
dari ajaran agama, seperti tari saman, dll. (3) Penari lelaki dan penari
perempuan tidak diperbolehkan menari bersama, kecuai muhrimnya (4)
Kesenian Tayub yang difungsikan sebagai upacara ritual dan hiburan dipandang
ulama kurang layak, karena menyimpang dari ajaran agama, seperti minumminuman keras, sawer-menyawer dll (5) Para pengguna Kesenian Tayub tetap
ingin melestarikan, karena Kesenian Tayub adalah seni yang indah dan

dipercaya masyarakat setempat bisa memberi berkah dalam acara bersih desa.
(6) Para pengguna Kesenian Tayub berupaya untuk mengemas kesenian tayub
menjadi sebaik mungkin agar kesenian tersebut sesuai dengan etika moral dan
bisa diterima dengan baik oleh semua pihak.
j. Penelitian Retnayu Prasetyanti; Enie Wahyuning Handayani, tahun 2003,
dengan judul:

Pendidikan Waranggono Tayub Di Desa Ngadiluwih,

Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro. Hasilnya adalah: Di Jawa Timur


ada dua buah pendidikan waranggana tayub yaitu di Nganjuk dan Bojonegoro.
Pendidikan waranggana tayub di Desa Ngrajek Kecamatan Tanjunganom
Kabupaten Nganjuk, telah banyak diketahui masyarakat dan sudah sering
diteliti. Di desa Ngadiluwih Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, belum
banyak diketahui masyarakat, serta belum pernah diteliti oleh pihak perguruan
tinggi. (1) Keberadaan pendidikan waranggana tayub di Desa Ngadiluwih
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, dimulai tahun 1982. Suwito
seniman tari dan karawitan, terpilih menjadi kepala desa Ngadiluwih, mengajak
Supardi, yang pandai menari tari klasik Jawa, untuk mendirikan pendidikan
Waranggana tayub di Desa Ngadiluwih.
k. Penelitian Wara Suprihatin, dengan judul Bentuk Penyajian Tari Tayub, dengan
hasil: Rumaningsih adalah seorang penari tayub atau waranggono yang populer
di daerah Malang. Penyajian tayub berkaitan dengan bentuk sajian gerak, pola
lantai, waktu penyajian, serta tata rias dan busaya yang dikenakannya.
Penelitian ini mnggunakan pendekatan kualitatif dengan Rumaningsih sebagai
subjek penelitian. Dari hasil penelitian ini, tampaknya bahwa bentuk sajian
tayub tidak ada hubungannya dengan makna filosofis melainkan lebih
cenderung kepada pelayanan fungsi sosial terhadap masyarakat pendukungnya,
yaitu penggemar seni tayub.
Dari berbagai penelitian tersebut ternyata belum ada yang meneliti kesenian
Tayub khas Lamongan.
E. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha
mendeskripsikan secara tertulis kesenian Tayub khas Nganjuk yang meliputi:
bentuk kesenian Tayub, fungsi kesenian Tayub, dan makna kesenian Tayub.
2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian tentang kesenian Tayub khas Nganjuk ini meliputi:

a. Bentuk kesenian Tayub, yang dimaksudkan bentuk kesenian Tayub dalam


penelitian ini yaitu bentuk penyajian, bentuk panggung, bentuk busana
waranggana tayub, bentuk busana pengrawit, bentuk busana pengibing, bentuk
perlengkapan dan penunjang yang ada pada pergelaran kesenian Tayub.
b. Fungsi kesenian Tayub, yang dimaksudkan fungsi kesenian Tayub pada
penelitian ini yaitu fungsi seni, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi politik,
fungsi pendidikan, fungsi religious, fungsi penegakan nilai, norma, etika, dan
estetika.
c. Makna kesenian Tayub, yang dimaksudkan makna kesenian Tayub dalam
penelitian ini adalah makna kesenian tayub, makna gerak tari, makna gendhing
iringan, makna perlengkapan pendukung, baik makna maknawi maupun makna
simbolis.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah kesenian Tayub yang ada di daerah Kabupaten
Nganjuk yang dipergelarkan pada saat upacara adat atau upacara tradisi daerah
maupun di rumah warga masyarakat yang mempunyai hajat pernikahan maupun
khitanan, atau mempunyai hajat lain yang mempergelarkan kesenian Tayub.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa
Timur.
5. Sumber Data
Sumber data dibedakan menjadi sumber data manusia dan non-manusia.
Sumber data manusia meliputi waranggana kesenian Tayub, pramugari kesenian
Tayub, pengibing kesenian Tayub, pengrawit kesenian Tayub, pemangku hajat
kesenian Tayub, tokoh masyarakat, dan tokoh agama setempat. Sumber data nonmanusia meliputi peralatan pendukung kesenian Tayub, dokumen berupa foto dan
surat ijin mementasan dan dokumen lain yang dianggap perlu.
Penentuan informan menggunakan teknik bola salju (snow ball), yaitu setelah
salah satu informan diwawancarai diminta menunjukkan informan lain, begitu
seterusnya sampai data dirasakan jenuh, artinya tidak mendapatkan data baru lagi.
6. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi secara
langsung pergelaran kesenian Tayub, wawancara mendalam, dan studi dokumen.
7. Keabsahan Data
Untuk pengabsahan data digunakan review hasil wawancara, yaitu membaca
catatan hasil wawancara atau memutar rekaman hasil wawancara di depan
informan agar bila ada salah ucap dan atau kesalahan informasi informan dapat
meralat langsung. Selain itu juga digunakan triangulasi yang meliputi: (a)

triangulasi sumber, yaitu untuk mendapatkan data yang sama menggunakan sumber
lebih dari satu/berbeda; triangulasi metode, yaitu untuk mendapatkan data yang
sama digunakan lebih dari satu metode, triangulasi waktu, yaitu mengadakan
observasi dengan waktu yang berbeda dengan harapan dapat memahami apakah
ada perbedaan pergelaran kesenian Tayub dalam kurun waktu yang berbeda.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis domain yang meliputi domain-domain:
a. Domain jenis (strictinclution), untuk menganalisis data tentang jenis panggung,
jenis busana waranggana tayub, jenis busana pengrawit, jenis pengibing, jenis
perlengkapan dan penunjang yang ada pada pergelaran kesenian Tayub.
b. Domain ruang (statial), untuk menganalisis ruang panggung, ruang karawitan,
ruang rias dan busana waranggana kesenia Tayub.
c. Domain sebab-akibat (cause-effect), untuk menganalisis data tenytang akibat
yang ditimbulkan oleh gending iringan tertentu terhadap tingkah laku
pengibing dalam menari, dan akibat yang ditimbulkan setelah pengibing mabuk
minuman keras.
d. Domain rasional atau alas an (rationale), untuk menganalisis alasan
waranggana tayub menekuni profesinya, alasan pengibing mengikuti pergelaran
kesenian Tayub.
e. Domain lokasi untuk melakukan sesuatu (location for action), untuk
menganalisis lokasi tempat diselenggarakannya kesenian Tayub dan sekitarnya.
f. Domain cara ke tujuan (mean-end), untuk menganalisis tentang cara pengibing
member uang waranggana, cara pramugari tayub membagi sampur kepada
pengibing, cara pramugari tayub/waranggana menyajikan minuman keras, cara
pengibing meminta gending iringan untuk menari.
g. Domain fungsi (function), untuk menganalisis fungsi seni, fungsi sosial, fungsi
ekonomi, fungsi politik, fungsi pendidikan, fungsi religious, fungsi penegakan
nilai, norma, etika, dan estetika kesenian Tayub.
h. Domain urutan (sequence), untuk menganalisis tentang urutan dan struktur
pergelaran kesenian Tayub.
i. Domain atribut atau karakteristik (atribution), untuk menganalisis karakteristik
tari, karakteristik gending, karakteristik busana, yang ada pada kesenian Tayub.
j. Domain makna (meaning), untuk menganalisis makna gerak tari, makna
gendhing iringan, makna perlengkapan pendukung, baik makna maknawi
maupun makna simbolis yang ada pada kesenian Tayub.
F. GAMBARAN LUARAN PENELITIAN
Luaran penelitian tentang kesenian Tayub khas Nganjuk ini berupa:
1. Laporan penelitian tentang bentuk, fungsi, dan makna kesenian Tayub khas
Nganjuk yang dapat menambah pustaka tentang kesenian tradisi daerah khususnya

kesenian Tayub, dan dapat dijadikan bahan ajar di Jurusan Pendidikan Sendratasik
FBS Unesa, atau dapat diterbitkan sebagai buku.
2. Artikel ilmiah yang dapat dimasukkan ke dalam jurnal ilmiah local, nasional,
maupun internasional.
G. PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. NIM/Angkatan
c. Alamat
d. No. HP
e. Fakultas/Program Studi
f. Waktu untuk penelitian ini

: Anggraditya Bima Suwindra


: 102134042
: Ds. Watudandang Kec. Prambon Nganjuk
: 082456376576
: FBS/Pendidikan Sendratasik
: 8 jam/minggu

2. Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. NIM/Angkatan
c. Alamat
d. No. HP
e. Fakultas/Program Studi
f. Waktu untuk penelitian ini

: Aziz Prasetya
: 1023344565
: Ds. Watudandang Kec. Prambon Nganjuk
: 081368786554
: FBS/Pendidikan Sendratasik
: 8 jam/minggu

H. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN


No.
1.
2.

Kegiatan
Penyusunan Proposal
Pengumpulan Data

3.

Analisis Data

4.

Penyusunan Draf Laporan

5.

Seminar Draf Laporan

6.
7.
8.

Revisi Draf Lapaoran Penelitian


Penggandaan dan Penjilidan
Penyerahan Laporan Penelitian

Bulan ke
3
4
5

xxx
x
xxx
x

xxx
x

xxxx
xxxx

xxxx
xxxx

xxx
x
xxx
x

xxx
x
xxx
x
xx

x
xx
x
x

I. PRAKIRAAN ANGGARAN PENELITIAN


Rincian anggaran penelitian direncanakan sebagai berikut.
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kebutuhan
Penyusunan Proposal
Transport pengumpulan data 2 orang 6X
Penginapan pengumpulan data 6 X
Analisis data
Tinta printer
Kertas dan alat tulis kantor (ATK)
Penyusunan laporan penelitian
Penggandaan laporan penelitian

Biaya
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

250.000,00
100.000,00
200.000,00
500.000,00
250.000,00
200.000,00
100.000,00
200.000,00

Jumlah
Rp. 200.000,00
Rp. 1.200.000,00
Rp. 1.200.000,00
Rp. 500.000,00
Rp. 200.000,00
Rp. 200.000,00
Rp. 100.000,00
Rp. 200.000,00

Total seluruh biaya

Rp. 3.800.000,00
(Tiga Juta Delapan
Ratus Ribu Rupiah)

J. DAFTAR PUSTAKA
Cassirer, Ernst. 1987. Manusia dan Kebudayaan; Sebuah Esei tentang Manusia
(Judul Asli: An Essay on Man). diIndonesiakan Alois A. Nugraoho,
Jakarta: Gramedia.
Edi sedyawati. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/19/16
Hughes-Freeland, F. 1990. Tayuban: Kebudayaan Tersisih. dalam CITRA YOGYA,
No. 13/TH. III (Januari-Pebruari 1990), hal. 33-52.
Langer, Susanne. K. 1976. Philosophy in A New Key. A Study in The Symbolism of
Reason, Rite & Art. Third Edition. Cambridge: Harvard Univ. Press.
Soedarsono, RM. 1985a. Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kehidupan Manusia.
Kontinuitas dan Perubahannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Sastra UGM. Yogyakarta, 9 Oktober 1985.
Soedarsono, RM. 1985b. Pola Kehidupan Seni Pertunjukan Masyarakat Pedesaan.
Djoko Suryo dkk. (eds.). dalam Gaya Hidup Masyarakat Jawa di
Pedesaan. Pola Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Budaya,Departemen P
dan K. Yogyakarta, hal. 47-105.
Soedarsono, RM. 1991. Tayub di Akhir Abad ke-20. Soedarsono SP (ed.), dalam
Beberapa Catatan tentang Perkembangan Kesenian Kita. BP ISI
Yogyakarta. Yogyakarta, hal. 33-52.
Soedarsono, RM. 1992. Traditional Performing Arts in Indonesia. Makalah,
Disampaikan dalam International Meeting On The Establishment Of A
Unesco Video Collection Of Traditional Performing Arts. Yogyakarta, 2128 September 1992.
Tabloid Online, tayub Bagian Humas & Protokol Setda Sragen. Jl. Raya Sukowati
255 Sragen Email: humassragen@yahoo.com Web Development by
N.Hart.
Van Peuersen, CA. 1976, Strategi Kebudayaan. (Judul Asli: Cultuur in
Stroomversnelling -- Een Gegheel Bewerkte uitgave van Strategie van de
Cultuur). diIndonesiakan oleh Dick Hartoko. Yogyakarta: Kanisius.

K. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup Ketua Peneliti

2. Daftar Riwayat Hidup Anggota Peneliti

Você também pode gostar