Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Perkosaan yang dalam bahasa Inggris disebut rape berasal dari kata rape-re
(bahasa latin) yang berarti to steal, seize atau carry away.
Perkosaan didefinisikan sebagai:
the use of threat, physical force, or intimidation in obtaining sexual relation with
another person against his or her own will.
Penggunaan ancaman, kekuatan fisik, atau pemaksaan untuk melakukan hubungan
seksual dengan orang lain yang tidak mereka inginkan
Senada dengan pengertian diatas, Kilpatrick, Thornhill dan Palmer mendefinisikan
perkosaan sebagai penggunaan kekuatan dan ancaman untuk mendapatkan
layanan seksual (penetrasi penis pada vagina) dari perempun tanpa kemauan
korbannya (Kilpatrick et al., Thornhill & Palmer, dalam McKibbin et al.2008). Definisi
ini juga diamini dalam hukum di Indonesia. Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan
bahwa:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Belakangan, definisi perkosaan
diperluas tidak hanya tentang penetrasi penis terhadap vagina.
Encyclopedia of Rape
mengemukakan bahwa realitas fisik perkosaan tidak berubah dari waktu ke waktu:
penetrasi dari vagina, atau lubang lainnya, dengan penis (atau benda lain) tanpa
persetujuan dari wanita atau pria yang ditembus (Smith, ed., 2004). Polaschek, Ward
& Hudson, memberi definisi perkosaan sebagai the penetration of the anus or vagina
by a penis, finger or object or the penetration of the mouth by a penis.If a person is
forced to penetrate someone in the anus, mouth or vagina with their penis, this is
also regarded as rape (Polaschek, Ward & Hudsondalam McCabe dan Wauchope,
2005). Menurut definisi ini, perkosaan adalah penetrasi pada anus, vagina oleh
penis, jari atau benda lain atau penetrasi penis pada mulut. Bahkan memaksa orang
lain melakukan hal itu juga disebut sebagai perkosaan.
Komnas Perempuan mendefiniskan perkosaan sebagai serangan yang diarahkan
pada bagian seksual dan seksualitas seseorang dengan menggunakan organ
seksual (penis) ke organ seksual (vagina), ke anus atau mulut, atau dengan
menggunakan bagian tubuh lainnya yang bukan organ seksual atau benda benda
lainnya. Serangan itu dilakukan dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan
ataupun dengan pemaksaan sehingga mengakibatkan rasa takut akan kekerasan, di
bawah paksaan, penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan
atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang koersif, atau serangan
atas seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya
Jenis-Jenis perkosaan
Berdasar motif perkosaan dapat digolongkan sebagai berikutnya.
Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, dimana pelaku perkosaan menikmati kesenangan erotik tidak
pada hubungan seksnya ,melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat
kelamin dantubuh korban.
Anger Rape
Perkosaan karena kemarahan. Perkosaan yang terjadi dengan motif utamanya
bukanlah pemenuhan kebutuhan seksual. Perkosaan menjadi sarana untuk
menyatakan dan melampiaskan rasa geram dan marah yang tertahan. Korban
dianggap sebagai obyek pemecahan atas frustasi frustasi, kelemahan, kesulitan dan
kekecewaan hidupnya. Dan hal ini dinyatakan sebagai motif paling sering pada
perkosaan.
Domination Rape atau Power Rape
Yaitu suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas
kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual,
pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual.
Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi yang merangsang yang tercipta oleh
kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal
harus dibatasi tidak sampai sejauh persenggamaan. Pelaku pada umumnya
mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tidak
mempunyai perasaan bersalah yang menyangkut seks.
Victim Precipitated Rape
Yaitu perkosaan yang terjadi dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya.
Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan
hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang
berlawanan dengan posisi perempuan yang bergantung padanya secara ekonomis
dan sosial. Misalnya istri yang diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah
tangga yang diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak
mempersoalkan atau mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.
Namun demikian dilihat dari perspektif kriminologi, kekerasan ini menunjuk kepada
tingkah laku yang berbeda beda baik mengenai motif maupun mengenai
tindakannya, seperti perkosaan dan pembunuhan, kedua macam kejahatan ini di
ikuti dengan kekerasan.
Dalam penanganan korban (hidup) perkosaan, dokter memiliki peran ganda yaitu
sebagai pemeriksa yang membuat visum et repertum (VeR) serta tenaga medis
yang mengobati dan merawat korban.
Pemeriksaan korban perkosaan.
Lakukan secara cepat dan diam-diam dalam tempat pemeriksaan terpisah. Segera
tangani korban dengan keadaan kritis dan lakukan pemeriksaan forensik setelah
keadaan stabil. Korban sebisanya tidak pergi ke kamar mandi, mandi, makan, atau
minum sampai pemeriksaan selesai. Keluarga, teman, perawat, atau petugas dapat
menemani bila perlu. Yang penting, korban tidak ditinggalkan sendirian, tetapi
ditemani orang yang juga berperan sebagai saksi dalam pemeriksaan. Yakinkan
korban tentang keamanannya dan jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan.
Pembuatan VeR.
Harus ada permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang dan korban harus
diantar polisi. Buat visum berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban
saat surat permintaan VeR diterima dokter. Hasil pemeriksaan korban yang diperiksa
datang atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, tidak dapat dijadikan VeR,
tetapi hanya sebatas surat keterangan. Untuk membuat VeR, korban harus datang
dengan polisi yang membawa surat permintaan VeR. VeR dibuat berdasarkan
keadaan yang ditemukan saat permintaan diajukan.
Tugas dokter.
Tugas dokter bukan menentukan apakah korban telah diperkosa, melainkan mencari
ada atau tidaknya bukti berupa tanda tanda persetubuhan, kekerasan dan jenis
kekerasan yang menyebabkannya sesuai kejadian. Dokter harus teliti, waspada, dan
curiga, namun tetap obyektif dan tidak memihak. Catat setiap penemuan, termasuk
hal hal yang tidak ditemukan, tetapi relevan dengan keterangan korban. Jangan
menyampaikan kesimpulan atau opini. Simpan bukti-bukti yang diperoleh dalam
tempat terpisah, disegel, dan diberi label dengan jelas berisi nama korban, tanggal,
nama pemeriksa, dan dari mana bukti diperoleh. Di atas segel tulis inisial pemeriksa
secara melintang sehingga bila telah dibuka akan diketahui. Barang bukti diserahkan
secara langsung pada polisi (dengan tanda terima) atau disimpan di tempat terkunci.
Hal ini untuk menjamin bukti dapat digunakan dengan sah di pengadilan.
Dasar Hukum
Agar kesaksiannya dalam perkara pidana dapat membantu pengadilan dengan
sebaik baiknya, dokter perlu mengetahui undang-undang yang berkaitan dengan
tindak pidana tersebut. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur
undang-undang tentang kejahatan terhadap kesusilaan, yaitu:
Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahuinya bahwa
pasal 27 BW berlaku padanya;
1b. Seorang wanita telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahuinya bahwa
pasal 27 BW berlaku padanya;
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bersalah telah kawin;
2b. Seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku
baginya;
(2) Tidak dilakukan penuntutan, melainkan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan
diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur karena alasan
itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
(5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan diancam karena melakukan perkosaan
dengan penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun,
atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawini, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan kecuali jika umur wanita itu belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan
pasal 294.
Pasal 291
(1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 296, 287, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
(2) Jika salah satu kejahatan yang di dalam pasal 285, 286, 287, dan 290 itu
mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Burgerlyk Wetboek (BW) pasal 27 berisi: Dalam waktu yang sama seorang laki
hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang
perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.
Penanganan medis kedokteran wanita korban perkosaan meliputi :
1. Pencatatan anamnesis secara lengkap.
2. Pemeriksaan fisik dengan hati-hati.
3. Penatalaksanaan medis cedera fisik.
4. Pengumpulan bukti-bukti hukum.
5. Pencegahan kehamilan.
6. Pencegahan penyakit menular seksual.
7. Penanganan psikologis atau psikiatri selanjutnya
1. Anamnesis
Tanyakan apakah pasien telah mandi, membersihkan diri, mengganti pakaian,
Pemeriksaan Genitalia
Pasien diminta berbaring dalam posisi litotomi.
Lakukan inspeksi genitalia eksterna untuk melihat adanya deflorasi himen,
laserasi vulva atau vagina. Selaput darah yang utuh dapat dibagi dalam 3
golongan utama berdasar bentuk dan tepi lubangnya.
a. Bentuk teratur dengan tepi yang teratur dan utuh: hirnen anularis, himen
semilunaris, himen labiiformis.
b. Bentuk teratur dengan tepi tidak teratur: himen lobatus, himen dentatus,
himen fimbriatus, himen koroliformis.
c. Bentuk tidak teratur dengan tepi teratur atau dengan tepi tidak teratur:
himen imperforatus, himen bipartitus/septus, himen partim septus (sulit
dibedakan dengan himen yang telah mengalami deflorasi), himen
multipleks/koroliformis, himen kribrosus.
Sisir rambut pubis (pemeriksaan seperti rambut kepala). Bila terlihat
menggumpal, dicurigai terdapat noda semen. Rambut harus digunting dan
diperiksa sebagai bukti. Periksa dan catat adanya memar, laserasi, dan
daerah yang nyeri. Lampu Woods dapat dipakai untuk mencari adanya
bercak semen. Daerah yang paling sering cedera adalah introitus
posterior, himen, dan forniks posterior.
Untuk memeriksa serviks dan vagina gunakan spekulum tanpa pelicin,
cukup dengan dibasahi dengan air. Sperma dapat ditemukan dalam
vagina dalam keadaan motil sampai 12 jam, sedangkan dalam serviks
sampai 7 hari. Ambil spesimen untuk mencari sperma dengan kapas lidi
dari daerah-daerah berikut:
1. Labia minor.
2. Forniks vagina untuk mencari sperma.
Pada masing-masing daerah diusapkan 2 kapas lidi. Satu kapas lidi langsung
diusap di kaca obyek, keringkan, lalu tutup dengan kaca obyek lagi dengan
diganjal lidi di antara kedua kaca tersebut (sehingga tidak saling bersentuhan
maupun tergores dalam penyimpanan). Masukkan kaca objek dalam amplop.
Kemudian, keringkan kapas lidi dan simpan pula dalam amplop. Kedua
amplop tersebut dikirim ke laboratorium forensik terdekat untuk pemeriksaan
lebih lanjut. Dalam bentuk ini, spesimen dapat bertahan sekitar 1 bulan.
Usapkan kapas lidi kedua di kaca obyek, tambahkan 1 tetes NaCl 0,9%, lalu
lakukan pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mencari adanya sperma.
Dapat dipakai pewarnaan Giemsa (fiksasi dalam metil alkohol selama 3
menit) atau Papanicolau (fiksasi dalam alkohol 95% selama 15 menit), atau
lainnya. Kemudian, masukkan kapas lidi dalam tabung berisi 1 ml NaCl 0,9%
dan simpan dalam suhu 4-6oC jika akan dilakukan pemeriksaan kimiawi.
Dapat dilakukan bilas vagina dengan NaCl 0,9% (4 ml) untuk mencari
semen dengan alat khusus berbentuk seperti penyemprot/vaginal douche
applicator atau dengan pipet.
Selain untuk mencari sperma, dari apusan kapas lidi lakukan pemeriksaan
Gram secara langsung dan kultur gonore pada perbenihan Thayer Martin
atau New York City Medium bila fasilitas memungkinkan.
Pemeriksaan terhadap anak kecil harus ditemani orang dewasa yang
dipercayainya, bila perlu dapat dilakukan dalam pembiusan umum. Dapat
dilakukan dalam posisi litotomi, atau knee chest
Pemeriksaan Rectal
Dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis pasien. Dilakukan
inspeksi, apusan kapas lidi yang sudah dibasahi NaCl 0,9%, dan kultur
gonore. Kapas lidi diusapkan terutama pada lipatan-lipatan mukosa (kripti),
bukan di tengah anus.
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan di atas, dapat dilakukan tes penentuan golongan darah,
tes kehamilan, tes serologi untuk sifilis (VDRL, Wasserman, Kahn), dan tes
toksikologi bila terdapat indikasi.
3. Penatalaksanaan medis
Secara garis besar meliputi 3 tujuan, yaitu pencegahan infeksi penyakit
menular seksual, pencegahan kehamilan, dan penatalaksanaan trauma
korban.
Infeksi yang dideteksi dalam 24 jam setelah kejadian sebagian besar telah
diderita sebelum kejadian. Untuk mencegah penyakit menular seperti gonore
dan sifilis, berikan penisilin 4,8 juta unit atau amoksisilin 3 g dan probenesid 1
g atau seftriakson 250 mg intramuskular. Bila alergi penisilin, berikan
spektinomisin 2 g intramuskular diikuti doksisiklin 100 mg 2 kali sehari peroral
selama 7 hari. Wanita hamil diberikan eritromisin 500 mg 4 kali sehari selama
7 hari, sedangkan anak-anak 30-50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis.
Pemberian tergantung pula pada hasil sensitivitas bakteri lokal. Untuk
klamidia dapat diberikan azitromisin 1 g dosis tunggal oral. Untuk anak-anak
tidak direkomendasikan profilaksis, kecuali tersangka diketahui infeksi.
Pemeriksaan dan penatalaksanaan HPV, HIV, hepatitis dan hespes simpleks
masih menjadi kontroversi karena masa latennya yang panjang.
4. Pencegahan Kehamilan
Untuk mencegah kehamilan dapat diberikan pil kontrasepsi pasca senggama
bila masih dalam waktu yang ditentukan (keterangan mengenai pil yang
digunakan dapat dibaca dalam subbab Kontrasepsi). Lakukan tes kehamilan
yang efektif sebelum dilakukan pengobatan bila dicurigai terdapat kehamilan
sebelumnya.
Trauma fisik umumnya. Bila perlu diberikan suntikan tetanus toksoid pada
luka yang cukup dalam. Yang paling penting adalah trauma psikologis yang
diderita, biasanya terdiri dari fase akut dan fase jangka panjang. Mula-mula
pasien dapat bersikap ekspresif, termasuk marah, sedih, dan ansietas, atau
bersikap terkontrol. Gangguan paling umum diderita adalah somatisasi dan
dapat berlangsung selama 3-6 bulan. Fase jangka panjang dapat
berlangsung bertahun-tahun, termasuk depresi, disfungsi seksual,
penyalahgunaan zat, percaya diri yang rendah, obesitas, dan nyeri panggul
kronik.
Dilakukan pemeriksaan ulang 7-14 hari kemudian untuk tes serologi dan
kultur gonore tetap negatif, pasien tidak hamil, dan terapi psikologis yang
diperoleh sesuai.