Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I.
TUJUAN PERCOBAAN
II.
III.
DASAR TEORI
Pengendalian PID
PID (ProportionalIntegralDerivative controller) merupakan kontroler untuk
menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan
balik pada sistem tesebut. Pengontrol PID adalah pengontrol konvensional yang
banyak dipakai dalam dunia industri. Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada
Control Valve berdasarkan besar error yang diperoleh. Control valve akan menjadi
aktuator yang mengatur aliran fluida dalam proses industri yang terjadi Level air yang
diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah perbedaan dari Set Point dengan
level air aktual.
PID Blok Diagram dapat dilihat pada gambar dibawah :
Keterangan :
mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated Variable
Kp
= konstanta Proporsional
Ti
= konstanta Integral
Td
= konstanta Detivatif
e(t)
dengan :
jika
G(s)
kp,
dengan
adalah
konstanta.
1.
kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat (menambah
rise time).
2.
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.
4.
Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi
tidak menghilangkannya.
2. Kontrol Integratif
Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak
memiliki unsur integrator, pengontrol proporsional tidak mampu menjamin keluaran
sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol.
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral
e(t)dT]Ki dengan Ki adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat
dinyatakan sebagai u=Kd.[delta e/delta t]. Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol)
maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki error.
Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat
memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang
tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat
menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system
Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus
dari perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka
keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva
kesalahan / error.
Ciri-ciri pengontrol integral :
Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada
Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
3.
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan
menjadi sangat besar. Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan,
memberikan aksi yang bersifat korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.
4.
mengurangi overshoot.
Berdasarkan karakteristik pengontrol ini, pengontrol diferensial umumnya
dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil
kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja pengontrol diferensial hanyalah efektif pada
lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu pengontrol
diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lainnya.
Efek dari setiap pengontrol Proporsional, Integral dan Derivatif pada sistem
lup tertutup disimpulkan pada table berikut ini :
2.
Menghilangkan offset.
3.
tersebut dapat disetel lebih menonjol disbanding yang lain. Konstanta yang menonjol
itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.
Adapun beberapa grafik dapat menunjukkan bagaimana respon dari sitem
terhadap perubahan Kp, Ki dan Kd sebagai berikut :
PID Controler adalah controler yang penting yang sering digunakan dalam
industri. Sistem pengendalian menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam
proses kehidupan ini khususnya dalam bidang rekayasa industri, karena dengan
bantuan sistem pengendalian maka hasil yang diinginkan dapat terwujud. Sistem
pengendalian dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem dinamik agar didapat
sinyal keluaran seperti yang diinginkan. Sistem kendali yang baik mempunyai
tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang beragam.
K u ra n g R e a d a b ilit y
L e b ih R e a d a b ility
beda 1 skala
beda 0,5 skala
3. Sensitivity ( Kepekaan )
Perbandingan antara gerakan linier jarum penunjuk pada instrumen dengan
perubahan variable yang di ukur yang menyebabkan gerakan jarum itu.
Contoh :
Suatu recorder 1 mV mempunyai skala yang panjangnya 25 cm maka
kepekaannya adalah 25 cm / mV.
Kepekaan alat ukur dapat digambarkan sebagai berikut :
A
P e n u n ju k k a n S k a la
Objek Ukur X
Y
X
X
A re a y a n g d iu k u r
kepekaan au. A =
kepekaan au. B =
Y A
X
Y B
X
4. Hysteresis ( Histerisis )
Penyimpangan yang timbul sewaktu melakukan pengukuran secara kontinyu dari
dua arah yang berlawanan (dari atas ke bawah lalu dari bawah ke atas). Histerisis
disebabkan pada umumnya oleh adanya deformasi elastis atau efek termal pada
komponen mekanisme alat ukur.
Contoh : Penggunaan jam ukur
= H is te r is is
K u rv a P e m b a c a a n d a r i 0 - 7 ( n a ik )
Keterangan :
X = Harga sebenarnya ( mm )
Y = Kesalahan ( m )
5. Passivity ( Kepasivan / kelambanan reaksi )
Suatu kejadian dimana suatu perubahan kecil dari harga yang diukur (yang
dirasakan sensor) tidak menimbulkan perubahan apapun pada jarum penunjuk.
Kepasifan sering terjadi pada alat ukur.
a. Mekanik
Contoh pegas yang tidak elastis sempurna
b. Pneumatis
Pengukur tekanan / manometer ( ruang / volume udara terlalu besar )
6. Shiffting ( Pergeseran )
Suatu kejadian dimana terjadi perubahan harga yang ditunjukkan pada skala
sedang sesungguhnya sensor tidak mengisyaratkan perubahan.
Contoh :
Sering terjadi pada Alat Ukur pengubah elektrik digital dimana perubahan kecil
pada temperatur dapat mempengaruhi sifat sifat komponen elektroniknya
7. Zero Stability ( kestabilan Nol )
Kemampuan Alat Ukur menunjukkan posisi nol, jika dikembalikan pada posisi
semula atau waktu di ambil seketika. Kestabilan nol ditentukan oleh keausan dan
erat hubungannya dengan histerisis
8. Floating ( Pengambangan )
Apabila jarum penunjuk selalu berubah pada posisi ( bergetar ) disebabkan oleh
terlalu pekanya Alat Ukur untuk merasakan perubahan yang kecil pada sensor.
9. Accuracy ( Ketelitian )
Persesuaian antara hasil pengukuran dengan harga sebenarnya dari objek ukur
( harga yang dianggap benar )
N ila i y a n g d ia n g g a p b e n a r
A
1
P e n g u k u ran
L e b ih T e liti
B
2
P e n g u k u ran
Keterangan :
= sistematik error
1 < 2
10. Precision ( Ketepatan )
Kemampuan proses pengukuran untuk menunjukkan hasil yang sama dari
pengukuran yang dilakukan berulang ulang dan identic.
Contoh :
Pengukuran panjang benda yang sudah diketahui panjangnya = 100 mm.
Diambil 5x bacaan ( pengukuran ) dan didapat nilai 103, 105, 104, 103, 105
Maka : Ketelitian instrumen tidak lebih dari 5 % ( 5 mm ) dan presisinya 5 %.
Faktor Faktor yang mempengaruhi Proses Pengukuran
Pengukuran tidak teliti dan tidak tepat dapat bersumber pada beberapa factor
berikut:
1.
2.
Obyek Ukur
Sering terjadi pada benda benda elastis atau tabung tabung berdinding tipis
yang bisa berdeformasi akibat tekanan sensor instrumen
3.
Posisi Pengukuran
Garis pengukuran tidak berhimpit atu sejajar dengan garis dimensi benda ukur
4.
Pengaruh Lingkungan
Lingkungan berdebu
kesalahan sistematis
Lingkungan gelap
kesalahan pembacaan
Lingkungan bergetar
Temperatur
5.
pada avometer
Jarum
Pengubah
Adalah bagian terpenting dari Alat Ukur. Isyarat dari sensor diubah terlebih
dahulu sebelum diteruskan pada penunjuk atau pencatat, seperti fungsi CPU pada
computer.
Tujuan digunakannya pengubah adalah :
Untuk memperbesar dan memperjelas perbedaan yang kecil dari geometri objek ukur
Penunjuk / Pencatat
Adalah bagian dari Alat Ukur, melalui yang mana dari hasil pengukuran
ditunjukkan atau dicatat
Penunjuk dapat dikategorikan menjadi 2 macam :
1. Penunjuk berskala
2. Penunjuk berangka ( digital )
PENGENDALIAN PH
Kendali pH merupakan kendali jenis yang tak linear, sehingga untuk
mengatasinya
juga
diperlukan
kendali
kendali nonlinear merupakan sistem kendali yang kompleks dan agak rumit serta
lebih mahal. Sehingga pada tugas ahkir ini digunakan kendali linear yang mampu
untuk mengatasi karakteristik nonlinear pH. Teknik kendali konvensional seperti PI
merupakan sebuah teknik kendali yang banyak diterapkan dibidang industri pada saat
ini, namun kendala dari sistem kendali konvensional ini membutuhkan pengetahuan
tentang parameter-parameter sistem terlebih dahulu. Pada sistem yang kompleks
terdapat kendala dalam menentukan parameter-parameter yang sesuai agar
mendapatkan respon keluaran yang stabil. Salah satu solusi terhadap kesulitan
tersebut
adalah
dengan
melakukan
penalaan
PI
secara
otomatik
pada
= [H+] [OH-]
Kw
Maka :
pKw = pH + pOH
**Pada temperatur kamar : pKw = pH + pOH = 14
Atas dasar pengertian ini, maka :
1. Netral : [H+]
[OH-]
2. Asam : [H+]
[OH-]
3. Basa : [H+]
[OH-]
1 x 10-3
b. 5 x 10-6
B.
Penghitungan pH
Telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya bahwa asam terbagi
menjadi dua, yaitu asam kuat dan asam lemah. Begitu juga pada larutan basa
terbagi menjadi dua, yaitu basa kuat dan basa lemah. Pembagian ini sangat
membantu dalam penentuan derajat keasaman (pH).
1. Asam kuat
Disebut asam kuat karena zat terlarut dalam larutan ini mengion
seluruhnya ( = 1). Untuk menyatakan derajat keasamannya, dapat
ditentukan langsung dari konsentrasi asamnya dengan melihat valensinya.
Rumus : [H+]
= x . [HA]
pH
= - log [H+]
Contoh :
1. Hitung pH larutan dari 100 ml larutan 0.01 M HCl!
Jawab :
HCL H+ + Cl[H+]
= x . [HA]
= 1 x 0.01 M
= 10-2 M
pH
= - log 10-2
pH
=2
2. Berapa pH dari :
a. Larutan HCL 0,1 M
b. Larutan H2SO4 0,001 M
Jawab
HCL H+ + Cl-
a.
[H+]
b. H2SO4 2 H+ + SO42-
= x . [HA]
[H+] = x . [HA]
= 2 . 0,001 = 2 x 10-3 M
= 1 . 0,1 = 0,1 M
pH
pH
= - log 2 x 10-3
= 3 log 2
[H+]
= x . [HA]
= 2 . 0.05
= 0,1 = 10-1 M
pH = - log 10-1
=1
2. Asam lemah
Disebut asam lemah karena zat terlarut dalam larutan ini tidak mengion
seluruhnya, 1, (0 < < 1). Penentuan besarnya derajat keasaman tidak
dapat ditentukan langsung dari konsentrasi asam lemahnya (seperti halnya
asam kuat). Penghitungan derajat keasaman dilakukan dengan menghitung
konsentrasi [H+] terlebih dahulu dengan rumus :
[H+] = Ka . [HA] atau
[H+] = M x
pH = - log [H+]
Ket :
Ka
Contoh :
1. Hitunglah pH dari 0,025 mol CH3COOH dalam 250 mL
larutannya, jika Ka =10-5 !
Jawab :
Molaritas = mol/v = 0,025/0,25 = 0.1
[H+]
= Ka . [HA]
= 10-5 . 0,1
= 10-6
= 10-3 M
pH
= - log 10-3
=3
pH = - log 3 x 10-3
= 3 log 3
= 9 x 10-6
= 3 x 10-3 M
3. Hitunglah pH larutan H2S 0,01 jika diketahui Ka1 = 8,9 x 10-8 dan
Ka2 = 1.2 x 10-13 !
Jawab :
[H+] = Ka . [HA]
= 8,9 x 10-8 x 0,01
= 3 x 10-5 M
pH
= -log 3 x
= 5 log 3
= 4,52
Cat : Perhatikan bahwa asam yang dinyatakan ( S) mempunyai
nilai yang relatif kecil (kurang dari 1 x , maka konsentrasi
ion praktis hanya ditentukan oleh ionisasi tahap pertama. Oleh
karena itu, tinggal memasukkan data yang ada (konsentrasi dan )
ke dalam rumus yang digunakan untuk asam lemah.
4. Hitunglah pH dari HCOOH 0,1 M ( = 0,01)
Jawab :
[H+ ]
=M x
= 0,1 x 0,01
= 0,001 = 10-3 M
pH
= - log 10-3
=3
3. Basa kuat
Disebut basa kuat karena zat terlarut dalam larutan ini mengion
seluruhnya ( = 1). Pada penentuan derajat keasaman dari larutan basa
terlebih dulu dihitung nilai pOH dari konsentrasi basanya.
Rumus : [OH-] = x. [M(OH)]
pH = 14 pOH
pH larutan basa kuat dapat ditentukan dengan alur sebagai berikut :
Contoh :
Hitung pH dari :
a.
b.
Jawab :
a.
= 14 pOH
= 14 1
= 13
b.
= 14 - pOH
= 14 (3-log 2)
= 11 + log 2
4. Basa lemah
Disebut basa lemah karena zat terlarut dalam larutan ini tidak mengion
seluruhnya, 1, (0 < < 1). Penentuan besarnya konsentrasi OH - tidak
dapat ditentukan langsung dari konsentrasi basa lemahnya (seperti halnya
basa kuat), akan tetapi harus dihitung dengan menggunakan rumus :
Rumus :
[OH-] = Kb . [M(OH)]
atau [OH-] = M x
pH = -14 - pOH
Contoh :
1. Hitung pH dari larutan 500 mL amonia 0,1M (Kb= 4 x 10-5
Jawab
:
NH4OH NH4+ + OH[OH- ]
= Kb . [M(OH)]
= 4x 10-5 . 0,1
= 4 x 10-6
= 2 x 10-3 M
pOH
= - log 2 x 10-3
= 3 log 2
pH
= 14 pOH
= 14 (3 - l0g 2)
= 11 + log 2
Series
AA
Data
Capacity: 1.6 LPH to 7.6 LPH, Pressure: 3.5 Bar to
Sheet
17.3 Bar;
Series B
Data
Capacity: 6.1 LPH to 26.5 LPH, Pressure: 2.1 Bar
Sheet
to 10.3 Bar;
Series C
Data
Capacity: 4.9 LPH to 95.0 LPH, Pressure: 2.1 Bar to
Sheet
20.7 Bar;
Series G
Data
Capacity: 82 LPH to 1,200 LPH, Pressure: 3.5 Bar
Sheet
to 10 Bar;
Series P
Data
Capacity: 0.79 LPH to 12.1 LPH, Pressure: 1.5 Bar
to 17.3 Bar;
Sheet
SPESIFIKASI ALAT
IV.
LANGKAH KERJA
a. Pengendalian on/off
1. Memipet NaOH sebanyak 6 ml dan HCl 3 ml.
2. Memasukan aquadest masing-masing sebanyak 9 Liter pada kedua tangki.
Untuk tangki bagian atas di tambahkan HCl, sedangkan tangki bagian bawah
3.
4.
5.
6.
7.
8.
di tambahkan NaOH.
Mengaduk hingga homogen.
Mengambil sampel dari tangki masing-masing sebanyak 15 ml.
Menyalakan PC, sehingga terhubung dengan alat PH Control.
Memilih Didatec Control, sehingga akan muncul tampilan pada layar.
Menyalakan alat PH Control
Memasukan elektroda dalam gelas kimia berisi aquadest dan mengecek harga
pH-nya.
9. Memasukan elektroda pada larutan buffer HCl dan mengecek harga pH-nya.
10. Memasukan elektroda pada larutan buffer NaOH dan mengecek harga pH-nya.
11. Memasukan elektroda pada larutan HCl dan mengecek harga pH-nya.
12. Menekan mixer dengan kecepatan 350 rpm.
13. Menghidupkan pompa sentrifugal dengan mengatur laju alir = 2 L/Min
14. Mengatur harga setpoint 7
15. Menyalakan Dosing Pump (perhatikan ada tidaknya tetesan yang keluar) pada
saat harga telah mencapai setpoint maka pompa akan secara otomatis mati.
b. Penentuan PID
1. Memasukan harga set point 7
2. Memasukan harga P = 6, I = 1, dan D = 0.
3. Menekan start acquisition, maka akan terbaca pengukurannya berbentuk
grafik. ( garis merah = pengukuran), (garis hitam = set point), (garis hijau =
output aliran).
V.
DATA PENGAMATAN
a. Penentuan PH pada Pengendalian ON/OFF
PH Aquadest
PH larutan Buffer HCL
PH larutan Buffer NaOH
PH larutan HCl
PH larutan NaOH
PH terukur pada Dosing Pump
b. Pengendalian PID
= 6.89
= 6.28
= 8.98
= 3.56
= 11,48
= 8.2
Percobaan
Batas
proportiona
Integral
Derivatif
l band
time
time
60
25
10
10
25
Grafik
Atas
Bawah
8.1
6.7
8.0
67
8
8
7.7
6.8
6.8
6.9
3
4
5
7.5
7.3
7.5
6.9
6.9
6.9
5
6
6
7.4
7.4
6.9
6.9
6-7
7
7.4
6.9
7.5
7.5
6.9
6.9
8
8
7.7
6.9
7.7
6.9
VI. Grafik
VI.
PERHITUNGAN
1. 9 Liter aquadest + 3 mL HCl 30% berapa pH-nya?
Penyelesaian :
Diketahui :
PH HCl (praktek)
= 3.56
V1
= 0,003 L
V2
=9L
= 1,99 gr/ml
BM
= 36,5 gr/mol
Ditanya : pH = ...?
Jawab :
gr
0.3 x 1.99
x 1000
ml
M
=
gr
36.5
mol
= 9.7808 mol/L
M1.V1
9.7808 mol/L x 0,003 L
M2
= M2.V2
= M2 x 9 L
= 0.0032 mol/L
= - Log H+
= - Log 0.0032
= 2,4
praktekteori
x 100
% kesalahan =
praktek
pH
3.562,4
x 100
3.56
= 32.58 %
= 2.13 gr/ml
BM
= 39.997 gr/mol
Ditanya : pH = ...?
Jawab :
gr
x 1000
ml
gr
39.997
mol
0.6 x 2.13
M
= 15.9761 mol/L
M1.V1
15.9761 mol/L x 0,006 L
M2
P0HPH
= M2.V2
= M2 x 9 L
= 0.0106 mol/L
= - Log H+
= - Log 0.0106
= 1.974
= 14 - 1.974
= 12.026
% kesalahan =
praktekteori
x 100
praktek
12.02611.48
x 100
12.026
= 45,4 %
VII.
ANALISA DATA
Setelah dilakukan praktikum tentang pengendalian pH ini, dapat
diketahui bahwa kendali pH merupakan kendali jenis yang tak linear, sehingga
untuk mengatasinya juga diperlukan kendali jenis non linear. Pengendalian ini
bertujuan untuk menjaga nilai pH agar berada pada nilai kisaran yang
diinginkan.
Output dari controller kemudian diberikan ke pompa dosing yang akan
memompa sejumlah larutan NaOH sehingga pH didalam tangki akan mendekati
harga set point yang telah ditetapkan sebelumnya. Di personal computer akan
terlihat grafik yang menunjukkan jalannya proses. Pada perilaku proses yang tidak
stabil akan terlihat pada pH meter. Sehingga output dari controller berwarna hijau
yang diterima pompa dosing harus berusaha keras agar proses tetap berada pada
set point. Sedangkan pada perilaku proses yang stabil. Output dan pH meter tetap
berada pada set point.
Apabila variabel terukur (ditunjukkan pada garis warna merah) tidak
seperti yang diinginkan (set point) maka controller akan melakukan aksi yaitu :
menambah asam jika pH medium terlalu tinggi dan menambah basa jika medium
terlalu asam. Perbedaan grafik dipengaruhi oleh sistem pengendali yang
digunakan dan perbedaan nilai pada setiap pengendalinya.
Pada praktikum ini menggunakan pengendali Proportional Integral
Derivative (PID) yang merupakan pengendalian jenis kontinyu. Dengan jenis
pengendalian ini, sinyal akan lebih proporsional terhadap perbedaan dengan
adanya aksi derivatif. Dalam pengendalian Proportional Integral Derivative
(PID) dapat diatur parameter seperti set point (SP), Proportional Band (PB),
Integral Time (IT), dan Derivative Time (DT) untuk mengetahui nilai optimum
masing-masing sehingga didapatkan respon pengendalian yang cepat, tepat dan
stabil. Pada pengendalian pH ini, yang menjadi variabel proses (PV) adalah pH
larutan sedangkan variable termanipulasi (MV) adalah aliran masuk larutan asam
dan basa. Nilai Set point (SP) yang diinginkan pada percobaan ini adalah 7.
Pada percobaan pertama ini dengan menggunakan proporsional band 60,
integral time 1, dan derivative time 0 (set point 7) didapatkan kurva dengan
waktu 20 menit 29 detik dan masih belum mendekati set point. Sebelumnya
proporsional band menyatakan persentase perubahan error atau pengukuran
yang menghasilkan perubahan sinyal kendali atau manipulated variable sebesar
100%. Dikurva pada Pb 60% ini, garis merah (nilai pengukuran pH) naik turun,
dimana batas atas tertinggi itu 8.1 dan batas bawah terendah 6,7. Disini
menggunakan integral time 1 menit. Dimana integral ini merupakan kelambatan
sehingga output respon yang terjadi (garis hijau) berlangsung lambat.
Kemudian pada kurva dengan Pb 25, intergral time 1, dan derivative time
0 ini respon yang diberikan lebih baik dari sebelumnya, karena rentang
pengendalian berubah dari 8.1 menjadi 7.7. Kemudian pergerakan dari
pengukuran pH lebih sedikit daripada sebelumnya. Pergerakan disini lebih cepat
dibandingkan dengan percobaan pertama. Pengukuran selanjutnya diberikan
derivative time = 1 dan output berubah secara drastis pada awal pengukuran
karena mendekati set point dan menjauhi histerisis namun pengukuran
berikutnya masih mengenai histerisis dan pengukuran lebih cepat daripada
PID=10,1,1.
Selanjutnya pada kurva dengan Pb 10, integral time 1, dan derivative
time 0, respon yang diberikan cukup baik pada awal pengukuran karena output
yang mendekati set point dan tidak mengenai histerisis. Namun pada
pengukuran berikutnya, output menjauh dari set point dan bahkan mengenai
histerisis. Pada pengukuran selanjutnya, diberikan derivative time = 1, dan
perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan karena dari grafik yang
dihasilkan, hanya histerisis yang berubah namun tidak dengan output.
Dari semua percobaan yang telah dilakukan ini jika ingin
mengembalikanvariabelproses(level)ke setpoint,maka manipulatedvariable
(laju alir keluar) harus diperbesar melebihi kebutuhan. Setelah mencapai
setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai keseimbangan massa.
Penambahanlajualirkeluaradalahuntukmengganti kehilanganvolumedan
kemudian mengembalikan ke keseimbangan massa. Aksi integral pada
pengendaliPIsecarakontinyumenggeserletakproportionalband(PB)dalam
usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak mengubah besar PB.
Mekanismeinimenyebabkanvariabelprosesselalusamadengansetpoint(SP)
untuk segala perubahan beban dalam batas pengendalian. Aksi integral pada
pengendaliPIsecarakontinyumenggeserletakproportionalband(PB)dalam
usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak mengubah besar PB.
Mekanismeinimenyebabkanvariabelprosesselalusamadengansetpoint(SP)
untuksegalaperubahanbebandalambataspengendalian.
VIII.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kendali pH merupakan kendali jenis yang tak linear, sehingga untuk
mengatasinya juga diperlukan kendali jenis nonlinear namun kendali
nonlinear merupakan sistem kendali yang kompleks dan agak rumit serta
lebih mahal.
2. Jika sinyal pH kurang fix dengan setpoint maka controller akan melakukan
aksi :
a. Menambah asam jika pH medium terlalu tinggi.
b. Menambah basa jika pH medium terlalu asam.
3. Semakin kecil nilai proportional band (semakin besar gain) pengendali
semakinpeka(tanggapansemakincepat),offsetyangterjadisemakinkecil,
tetapisistemcenderungtidakstabil(terjadiosilasi).
4. Penguranganataupenghilanganoffsetdapatdilakukandenganmemperbesar
gain,mengubahsetpointataumengubahbias.
5. Perbedaan bentuk grafik dikarenakan perbedaan nilai Prop Band yang
dimasukan.
6. Setelah mencapai setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai
keseimbanganmassa.Penambahanlajualirkeluaradalahuntukmengganti
kehilanganvolumedankemudianmengembalikankekeseimbanganmassa.
7. Dari pengukuran pH didapatkan
HCl (praktek)
: 3,56
% kesalahan
: 32,58
HCl (teori)
: 2,4
NaOH (teori)
: 11,48
NaOH (praktek) : 12,026
% kesalahan
: 45,4
DAFTAR PUSTAKA
GAMBAR ALAT
RPH 050
Botol Aquadest
Pengaduk
Kaca Arloji
Bola Karet
Pipet Ukur
Gelas Kimia