Você está na página 1de 32

Association Between Visceral, Cardiac

And Sensorimotor Polyneuropathies In


Diabetes Mellitus

1. Introduction
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu

penyakit kronis yang dapat menyebabkan


komplikasi neuropati. (Tesfaye et al., 2010).
diabetes sensorimotor polineuropati (DSPN)
mempengaruhi kedua jenis serabut saraf, baik
myelinated besar serta serabut saraf
unmyelinated kecil.
saluran gastrointestinal (GI) juga dapat
terpengaruh oleh DM, dimana dapat
menimbulkan berbagai macam gejala.

tujuan dari penelitian ini adalah


1) untuk menyelidiki somatik dan sensitivitas

visceral pada pasien dengan DSPN


menggunakan multimodal, Pendekatan
multitissue.
2) mengkarakterisasi hubungan antara
sensorimotor (somatik), kepekaan otonom
visceral dan jantung.
3) mengkorelasikan temuan ini untuk kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan
dan skor gejala gastrointestinal.

2. Metode
2.1. subyek
Dua puluh pasien dengan DM dan
sensorimotor neuropati (rata-rata usia 58,3
tahun, 10 wanita,), Karakteristik subjek
dirangkum dalam Tabel 1:

2.2. Kuesioner
Subyek diminta untuk menilai gejala
gastrointestinal mereka selama dua minggu
sebelumnya .
Gejala yang dinilai dari 0 (tidak ada gejala)
sampai 5 (gejala yang sangat parah).
gejala : rasa penuh setelah makan / cepat
kenyang, mual / muntah, kembung, nyeri
perut bagian atas dan bawah, mulas /
regurgitasi.

2.3. Protokol Eksperimental


Pemeriksaan sensorik dilakukan di malam hari

setelah pemberian supositoria untuk


mengosongkan rektum
Para subyek diinstruksikan dalam penggunaan
0-10 elektronik Visual Analog Scale (VAS), yang
kemudian digunakan selama pengujian
sensorik.
Penggunaan VAS difasilitasi melalui kata-kata,
di mana 0 = tidak ada persepsi; 3 = persepsi
samar sensasi moderat; 5 = nyeri ambang
batas deteksi; 7 = nyeri sedang dan 10 = nyeri
terburuk dipahami.

2.3.1. Pengujian Sensorik Somatik


2.3.1.1. Sensasi pertama filamen von Frey.
Sensasi kuantitatif
Jumlah sensasi cahaya yang diberikan
dihitung dengan menggunakan Optihair von
Frey seperti filamen yang meningkatkan
diameter di dasar dorsum kaki, dominan di
kaki (Marstock Nervtest, Schriesheim,
Jerman). Beratnya sesuai dengan sensasi
pertama yang ditentukan (Rolke et al., 2006).

2.3.1.2. Brush-induced allodynia.


Keteraturan allodynia diuji pada 2 6 cm

daerah pada dorsum kaki yang dominan. The


SENSELab Brush-06 (Somedic AB, Hrby,
Swedia) digunakan, yang bertujuan pada
kecepatan gesekan sebesar 4 cm / s
(Samuelsson, Leffler, Johansson, & Hansson,
2007).
Skor VAS pada gesekan pertama dan gesekan
keenam secara berturut-turut yang dinilai.

2.3.1.3. Penjumlahan temporal.


Penjumlahan Temporal diperiksa dengan

memberikan 10 pin-prick pada tingkat 1 / s


menggunakan monofilamen 26 g von Frey
dalam area 1 1 cm
VAS dinilai pada pertama dan terakhir tusukan.

Dalam kasus pasien yang tidak mampu


merasakan 26 g monofilamen, ukuran filamen
sesuai dengan VAS 1 yang digunakan (Rolke et
al., 2006).

2.3.1.4. Algometry Tekanan Otot


Sensitivitas tekanan pada sisi lateral yang

dominan dari otot tibialis anterior diperiksa


dengan menggunakan tekanan elektronik
genggam algometer (Somedic AB, Hrby,
Swedia).
Pemeriksaan ini dilakukan tiga kali, dan tekanan

rata-rata dihitung (Staahl et al., 2007).

2.3.1.5. Algometry Tekanan Tulang


Tekanan diterapkan pada sisi datar dari tulang

tibia dominan, approx. 15 cm distal patela.


rata-rata tiga kali uji dihitung (Andresen,

Pfeiffer-Jensen, Brock, Drewes, & ArendtNielsen, 2013).

2.4. Pengujian Sensorik Viseral


Kepekaan rektum untuk termal, mekanik dan

listrik rangsangan diperiksa dengan


menggunakan probe multimodal (Ditens A / S,
Aalborg, Denmark).
Probe, yang memiliki diameter luar 6,2 mm,

diposisikan pada rectosigmoidum melalui


anoscope kecil (Brock et al., 2008).

2.4.1. Stimulasi thermal visceral


Sensitivitas panas diperiksa oleh sirkulasi air

yang dipanaskan melalui kantong rektal pradiisi dengan 60 ml air, menggunakan volumepompa dikendalikan (Ole Dich Instrumen
Makers, Hvidovre, Denmark).
Suhu balon meningkat secara bertahap dari 37

C sampai maksimum 60 C. Stimulasi


dihentikan ketika mencapai sensasi VAS 7, dan
untuk meminimalkan ketidaknyamanan, segera
ambil air hangat. Suhu balon corre-sponding
untuk VAS 7 harus dicatat (Brock et al., 2008).

2.4.2. Stimulasi mekanik visceral


Sensitivitas Volume mekanik dinilai dari

kemampuan distended/ penggembungan dari


kantong rectum.
masukkan air dengan suhu 37 C melalui

pompa. Dalam rangka untuk memastikan


akomodasi yang tepat terhadap sensasi
tekanan, tiga balon preconditioning
digembungkan sampai VAS 5.
Kemudian, kepekaan terhadap stimulasi

mekanik diperiksa dengan merekam volume


kantong rectum yang yang diinduksi sampai
VAS 7 (Brock et al., 2008).

2.4.3. Stimulasi Listrik Visceral


Probe berisi dua elektroda stainless steel di

ujung, dan kontak mukosa harus dipastikan


dengan mengukur impedansi
Stimulasi listrik diberikan 2 ms2, mulai dari 1
mA dan meningkat secara bertahap dalam 1-3
langkah mA menggunakan tegangan yang
dikendalikan sumber stimulator arus (IES 230,
JNI Biomedis APS, Klarup, Denmark).
Intensitas arus diperlukan untuk menginduksi
penilaian pada sensasi VAS 1, 3, 5 dan 7.

2.5 Tes Saraf Otonom Jantung


Semua subjek diteliti pada waktu yg berbeda dan

saat puasa
Kemampuan sistem saraf otonom dinilai melalui 3

tes

dari

HRV

(Heart

Rate

Variability)

menggunakan Heart Rhytm Scanner PE.


Subjek dengan aritmia dieksklusi

2.5.1 HRV Selama Istirahat 5 Menit


Subjek

disuruh

lingkungan

istirahat

sekitar

semi

didesain

berbaring

untuk

dan

menghindari

peningkatan emosi

2.5.2 HRV Selama Pernapasan Dalam


Pernapasan

dalam

memicu

baroreflek

yang

mempengaruhi fluktuasi denyut jantung melelui jalur


parasimpatik

2.5.3 HRV Dengan Rasio 30:15 Ketika Berdiri


Rasio ini adalah menggambarkan keutamaan

dari kapsitas sistem saraf parasimpatik


Subjek posisi semi berbaring selama 5 menit

kemudian berdiri tegak


Dalam

kedua posisi dinilai rasio maksimal

antara detak jantung selama 15 detik awal


setelah berdiri dan detak jantung minimal
selama 30 detik setelah berdiri.

2.6 Statistik
Analisis perbedaan 1 arah (ANOVA) digunakan

untuk membandingkan 2 grup pd sensitivitas


kulit, parameter otonom jantung dan kuisioner
ANOVA 2 arah digunakan untuk membandingkan

semua VAS (Visual Analouge Scale) level pada


sensitivitas organ viseral, otot dan tulang
Analisis hubungan Pearson diiiujikan pd distribusi

data

normal

Spearman

dan

analisis

hubungan

dengan

3. Hasil
Semua subjek mengalami hiperinsulinisme tanpa

komplikasi.
3.1 Sensasi pertama dari filamen Von Frey
Pasien menunjukkan hipestesia dibandingkan kontrol

3.2 Sikat pemicu allodynia


Pada pasien ada kecenderungan ke arah penurunan

sensitivitas tetapi tidak ada perubahan ke allodynia

3.3 Temporal Summation


3 pasien tidak merasakan monofilamen standard 26 g

dan dites dengan monofilamen menunjukkan VAS 1


Pasien lain tidak merasakan ukuran filamen
Keseluruhan pada pasien dan kontrol menunjukkan

pola yg dinamis selama stiulasi ulangan berturut-turut

3.4 Algometri Otot Dan Tulang


Tidak ada perbedaan antara pasien dan kontrol yang dapat

dideteksi pada sensitivitas nyeri otot dan tulang

3.4.1 Rangsangan Suhu Viseral


Pasien hiposensitif dibandingkan dengan kontrol

dengan temperatur dasar meningkat 18 C dan


13,3 C pada kontrol

3.4.2 Rangsangan Mekanik Viseral


Volume pasien mencapai 204 ml Vs Kontrol 147

ml

3.4.3 Rangsangan Listrik Viseral


Pada pasien menunjukkan berespon pada 40,3

mA VS Kontrol 34,9 mA.

3.5 Tes Sistem Saraf Otonom


Tes variabilitas deyut jantung dilakukan dengan

mengeksklusi pasien dengan atrial fibrilasi dan


ectopic heart beats
Pasien menunjukkan perubahan signifikan pada
parameter 12 dan 13 dari sistem simpatik dan
parasimpatik pada sistem saraf otonom

3.6. Kuisioner
3.6.1 SF-36
Pada pasien dilaporkan kesehatan mereka lebih

rendah dibandingkan kelompok kontrol.


Kesehatan mental dan fungsi sosial menurun

3.6.2 PAGI SYM


Ada perbedaan pada rasa penuh setelah

makan, nyeri perut atas, nyeri perut bawah dan


heartburn.
Tidak ada perbedaan pada rasa mual/muntah
atau kembung

3.7 Korelasi
3.7.1 Hubungan Viseral Dengan Sensitivitas
Kulit Dengan Monofilamen
Ukuran

filamen von Frey pada rangsangan


pertama positif berhubungan dengan semua
sensasi mekanik rectum
Tidak ada hubungan dengan rangsangan listrik
dan suhu pada rectal

3.7.2 Hubungan Antara Tipe Dari Rangsangan


Viseral
Sensitifitas

pada
stimulus
listrik
rectal
berhubungan
positif
dengan
sensitifitas
mekanik

3.7.3 Hubungan Antara Sensitifitas Viseral


Dengan Variabilitas Denyut Jantung
Gambar
5.A
menunjukkan
hubungan
sensitifitas mekanik rectal dengan SDNN saat
istirahat
Makin lemah HRV, makin hiposensitif organ
viseralnya

3.7.4 Hubungan Antara SF-36, Organ Viseral


Dan Fungsi Saraf Otonom
Hasil akhir skor fisik dari SF-36 berhubungan

dengan sensitifitas mekanik pada rectum dan


komponen

kunci

HRV

seperti

SDNN

saat

istirahat
Subjek dengan kesehatan rendah mengalami

kelemahan HRV dan hiposensitifitas rectal

3.7.5 Hubungan Antara PAGI SYM, Organ Viseral Dan


Fungsi Saraf Otonom Jantung
Rasio

30:15 selama berdiri berhubungan dengan

nyeri perut bagian atas dan bawah


Ada hubungan yang lemah antara :
rasio E/I (ekspirasi/inspirasi) dengan nyeri perut bagian

atas
Antara SDNN saat istirahat dengan nyeri perut bagian atas

dan bawah
Antara sensitifitas listrik pada rektum dengan nyeri perut.

Você também pode gostar