Você está na página 1de 6

Apa itu Halusinasi ?

Halusinasi adalah persepsi sensori salah yang terjadi tanpa adanya rangsangan yang nyata, substansial dan
berasal dari luar ruang nyatanya. Mudahnya...halusinasi adalah pengalaman dari salah satu atau kelima
pancaindera manusia yang salah tanpa adanya obyek nyata dari luar.
halusinasi itu dapat berupa:
1.
2.

Visual: Penglihatan, misalnya merasa melihat sesosok bayangan berbentuk orang.


Auditori Pendengaran, misalnya merasa mendengar suara sesorang yang menyuruh untuk
membakar rumah.
3.
Olfaktori Pembau, misalnya merasa membau bangkai padahal tidak ada bangkai di sekitarnya.
4.
Taktil/Raba/Kinestetik Sentuhan, misalnya merasa ada sesuatu yang menyentuh padahal tidak
ada. 5. Gustatori Pengecap, misalnya di lidah rasanya asin padahal tidak ada garamnya.
Lebih khusus lagi dari gangguan ke-5 ini: Jika sensasi raba yang dirasakan penderita adalah rangsangan
erotis (seksual) maka disebut sebagai halusinasi heptik, Jika pasien melaporkan adanya perasaan sedang
merasakan proses pembentukan cairan tubuh, seperti merasakan pembentukan feses, urin, atau darah
maka disebut halusinasi cenesthetik. Sedangkan yang dimaksud halusinasi kinestetik apabila pasien
merasakan dirinya bergerak padahal posisinya saat itu tidak bergerak sama sekali. Keyakinan tentang
halusinasi adalah sejauh mana penderita itu yakin bahwa halusinasinya merupakan kejadian yang benar,
umpamanya mengetahui hal itu tidak benar, ragu-ragu atau yakin sekali bahwa itu benar adanya.

Faktor Apa Saja yang Bisa Menyebabkan Halusinasi?


1.
2.
3.
4.

Diagnosa medis, seperti AIDS, Neurosyphilis, penyakit mental organik, skizofrenia,dll.


Perubahan kmiawi, misalnya kekurangan oksigen, perubahan cairan dalam tubuh, obat-obatan.
Status psikologis, seperti cemas, takut, kehilangan orang yang dicintai.
Isolasi diri, misalnya karena penyakit lama yang tidak sembuh-sembuh, penyakit yang sudah
tidak dapat disembuhkan lagi dan tinggal menuggu ajal, penyakit psikis, kemunduran psikis sehingga
terjadi penurunan interaksi dengan dunia luar.

Apa saja Gejalanya? Gejala-gejala yang bisa diamati pada penderita diantaranya:
Bicara sendiri, Tertawa sendiri, Aktivitasnya/geraknya tidak teratur, Tidak mengenal orang, waktu,
tempat, suasana, Penurunan kemampuan memecahkan masalah, Emosi berubah-ubah dengan cepat,
Cemas, takut, marah, sensitif atau perasa, Gelisah, bosan, kurang konsentrasi, melamun, mudah merasa
lelah, Perubahan komunikasi, pola tidur, Dll.

Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika
akan berhubungan dengan orang lain.
Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di
sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Tingkatan Halusinasi itu ada 4, yaitu.........


Tingkat I
Penderita tidak merasa terganggu dengan adanya halusinasi itu dan biasanya muncul saat sedang sendiri/
melamun/ menyendiri. Tanda-tandanya:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara, Gerakan
mata yang cepat, Bicara yang lamban, Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Tingkat II.
Penderita mulai merasa terganggu dan kehilangan kendali serta mungkin berusaha menghilangkan
halusinasinya itu. Misal mendengar suara-suara yang mengejek. Tanda-tandanya:
Nadi meningkat, pernafasan, tekanan darah meningkat, Konsentrasi berkurang.
Individu merasa malu dan menarik diri dari orang lain.

Tingkat III.
Penderita meyakini, mengikuti dan melakukan isi dari halusinasinya. Misalnya mendengar suara yang
menyuruh membanting piring, maka penderita mengikutinya dengan benar-benar membanting piring.
Tanda-tandanya:
Mengikuti petunjuk dari halusinasi daripada menolaknya.

Kesulitan berhubungan dengan orang lain.


Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit bahkan detik.
Gejala fisik kecemasan berat seperti keringat banyak, tremor, ketidakmampuan mengiktui petunjuk.

Tingkat IV.
Penderita jadi panik, cemas berat, takut jika tidak mengikuti halusinasinya. Dapat terjadi beberapa jam
atau hari jika tidak ditangani dengan baik. Tanda-tandanya:
Perilaku menyerang, teror, panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau melukai orang lain.
Amuk, agresi, menarik diri.
Komunikasi menurun.

Apa Saja yang Dapat Dilakukan Keluarga di Rumah ?


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ciptakan lingkungan yang nyaman.


Seluruh anggota keluarga meyayangi dan memberi perhatian pada penderita.
Mengikutsertakan penderita dalam setiap kegiatan keluarga.
Tidak memberi kesempatan penderita untuk menyendiri, melamun.
Keluarga selalu siap jika penderita memerlukan bantuan.
Mengurangi hal-hal yang bisa memicu munculnya halusinasi, misalnya kebisingan, kesibukan,
keributan, ketegangan dalam keluarga.
7.
Mengenali munculnya halusinasi dengan menanyakan apakah penderita mendengar atau melihat
sesuatu ketika terjadi perubahan perilaku.
8.
Menjamin diminumnya obat secara teratur di rumah dan kontrol ke rumah sakit sesuai petunjuk
dokter.
9.
Dan ingat segera bawa ke rumah sakit jika penderita sudah menunjukkan gejala-gejala halusinasi
tingkat III atau IV, seperti komunikasi kurang, perhatian dan konsentrasi menurun, mengikuti isi
halusinasi, cemas berat, amuk, agresif, menyerang, perilaku mencederai diri atau orang lain agar
mendapat penanganan lebih lanjut.

Behaviour and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)


Pada International Psychogeriatric Association tahun 1996 menyatakan bahwa, BPSD adalah
demensia dengan penonjolan gejala-gejala dibawah ini:
1.
2.
3.

Gangguan persepsi (halusinasi, waham)


Gangguan isi pikir (asosiasi longgar-inkoheren)
Gangguan suasana perasaan/mood (kecemasan, depresi)

4.

Gangguan perilaku (agresivitas, berteriak, gelisah, agitasi, wandering/berjalan tanpa


tujuan, berperilaku tidak senonoh berdasarkan norma budaya yang dianut, menyumpahi orang,
shadowing/menguntit)

Terapi BPSD yaitu


1.

Memperbaiki fungsi kognitif


Nootropil: Piracetam 3x800 mg/hari selama 6 minggu kemudian dilanjutkan dosis
pemeliharaan 3x400 mg/hari
2. Memperlambat progresifitas penyakit: vitamin E 400-600 mg/hari dalam dosis terbagi
3. Mengatasi masalah perilaku
Antipsikotik:
Haloperidol 0,5-4 mg/hari dalam dosis terbagi
Risperidone 0,5-4 mg/hari dalam dosis terbagi
Olanzapin 4 mg/hari dalam dosis tunggal
Quetiapine 50-450 mg/hari dalam dosis terbagi
Anticemas:
Lorazepam 0,5-2 mg/hari dalam dosis terbagi
Alprazolam 0,25-2 mg/hari dalam dosis terbagi
Clobazam 10-15 mg/hari dalam dosis terbagi
Hindari pemakaian long acting benzodiazepin
Antidepresan:
Amitriptiline 10-75 mg/hari dalam dosis terbagi
Maprotiline 10-75 mg/hari dalam dosis terbagi
Sertraline 25-50 mg/hari dalam dosis tunggal
Fluoxetine 5-80 mg/hari, bila lebih dari 20 mg dalam dosis terbagi

Perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
sebagai berikut (Fitria, 2009):
a. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan bunuh diri, dan
bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian.
b. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yangdirencanakan untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain).
c. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat) yaitu suatu perinagtan secara langsung maupun
tidak langsung, verbal atau onverbal bahwa seseorang sedang ,engupayakan bunuh diri.
A. Faktor Predisposisi
Beberapa teori tentang perilaku bunuh diri (Fitria, 2009):
a. Teori perilaku meyakini bahwa pencederaan diri merupakan hal yang diterima dan
dipelajari pada masa anak-anak dan remaja.
b. Teori Psikologi memfokuskan pada masalah tahap awal perkembanagn ego, trauma
interpersonal, dan kecemasan berkepanjangan yang mungkin memicuh seseorang untuk
m,encederai diri sendiri.
c. Teori interpersonal mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dalam
interaksi hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak mendapatkan
kepuasan (stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria 2009).
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan
skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri
adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan,
atau bahkan perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri,
anatara lain:
a. Faktor mood dan biokimia otak.

b. Faktor riwayat gangguan mental.


c. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
d. Faktor isolasi sosial dan human relations.
e. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
f. Faktor religiusitas.
B. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca
melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri
(Fitria, 2009).

Você também pode gostar