Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Halusinasi adalah persepsi sensori salah yang terjadi tanpa adanya rangsangan yang nyata, substansial dan
berasal dari luar ruang nyatanya. Mudahnya...halusinasi adalah pengalaman dari salah satu atau kelima
pancaindera manusia yang salah tanpa adanya obyek nyata dari luar.
halusinasi itu dapat berupa:
1.
2.
Apa saja Gejalanya? Gejala-gejala yang bisa diamati pada penderita diantaranya:
Bicara sendiri, Tertawa sendiri, Aktivitasnya/geraknya tidak teratur, Tidak mengenal orang, waktu,
tempat, suasana, Penurunan kemampuan memecahkan masalah, Emosi berubah-ubah dengan cepat,
Cemas, takut, marah, sensitif atau perasa, Gelisah, bosan, kurang konsentrasi, melamun, mudah merasa
lelah, Perubahan komunikasi, pola tidur, Dll.
Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika
akan berhubungan dengan orang lain.
Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di
sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
Tingkat II.
Penderita mulai merasa terganggu dan kehilangan kendali serta mungkin berusaha menghilangkan
halusinasinya itu. Misal mendengar suara-suara yang mengejek. Tanda-tandanya:
Nadi meningkat, pernafasan, tekanan darah meningkat, Konsentrasi berkurang.
Individu merasa malu dan menarik diri dari orang lain.
Tingkat III.
Penderita meyakini, mengikuti dan melakukan isi dari halusinasinya. Misalnya mendengar suara yang
menyuruh membanting piring, maka penderita mengikutinya dengan benar-benar membanting piring.
Tanda-tandanya:
Mengikuti petunjuk dari halusinasi daripada menolaknya.
Tingkat IV.
Penderita jadi panik, cemas berat, takut jika tidak mengikuti halusinasinya. Dapat terjadi beberapa jam
atau hari jika tidak ditangani dengan baik. Tanda-tandanya:
Perilaku menyerang, teror, panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau melukai orang lain.
Amuk, agresi, menarik diri.
Komunikasi menurun.
4.
Perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
sebagai berikut (Fitria, 2009):
a. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan bunuh diri, dan
bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian.
b. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yangdirencanakan untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain).
c. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat) yaitu suatu perinagtan secara langsung maupun
tidak langsung, verbal atau onverbal bahwa seseorang sedang ,engupayakan bunuh diri.
A. Faktor Predisposisi
Beberapa teori tentang perilaku bunuh diri (Fitria, 2009):
a. Teori perilaku meyakini bahwa pencederaan diri merupakan hal yang diterima dan
dipelajari pada masa anak-anak dan remaja.
b. Teori Psikologi memfokuskan pada masalah tahap awal perkembanagn ego, trauma
interpersonal, dan kecemasan berkepanjangan yang mungkin memicuh seseorang untuk
m,encederai diri sendiri.
c. Teori interpersonal mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dalam
interaksi hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak mendapatkan
kepuasan (stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria 2009).
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan
skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri
adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan,
atau bahkan perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri,
anatara lain:
a. Faktor mood dan biokimia otak.