Você está na página 1de 43

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk menjabarkan secara
kualitatif dan atau kuantitatif karakter reservoar menggunakan semua data yang
ada (Sukmono, 2002). Impedansi Akustik (AI) dipercaya dapat membantu dalam
hal karakterisasi reservoar, namun AI tidak memberikan gambaran yang jelas
dalam pemisahan litologi dan fluida. Hal ini dikarenakan AI merupakan fungsi
dari Vp dan densitas saja.
Crossplot antara Impedansi Akustik dan Impedansi Gradien (GI) yang merupakan
fungsi dari kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, dan densitas
diharapkan memberikan pola sebaran yang dapat memperlihatkan batas antara
litologi dan fluida (Whitcombe dan Fletcher, 2001).
Secara umum, Extended Elastic Impedance (EEI) didefinisikan sebagai rentang
antara AI dan GI yang dikontrol oleh sudut , yaitu sudut yang berkorelasi
dengan , dimana adalah sudut datang dari horizon target. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa EEI merupakan nilai proyeksi crossplot pada domain AI GI
(Whitcombe dan Fletcher, 2001).
Pada penelitian ini dilakukan pemodelan Rock Physics (Fisika Batuan) dan
analisis crossplot pada data sumur untuk menentukan proyeksi otimum dalam

memisahan litologi dan fluida, selanjutnya menganalisis reliabilitas data seismik


yang akan digunakan untuk karakterisasi reservoar dengan melihat kekonsistenan
respon AVO (Amplitude Versus Offset) antara data sumur dengan data seismik.
Selanjutnya, menerapkan metode coloured inversion pada data seismik untuk
mendapatkan penampang AI. Dari hasil inversi ini diharapkan akan memberikan
gambaran keadaan bawah permukaan yang sebenarnya.
I.2 Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan data seismik 3D OBC post stack, sedangkan
AVO hanya bekerja pada data gather. Hal ini membuat respon AVO
diperoleh dari data sintetik angle gather yang dibuat dari data sumur.
2. Penelitian ini difokuskan pada 3 sumur dari 11 sumur yang ada di lapangan
Patuku.
3. Hasil inversi dari metode coloured inversion berupa impedansi relatif.
Sehingga nilai impedansi yang dihasilkan merepresentasikan karakter dari
impedansi, tetapi bukan nilai impedansi sebenarnya.
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Menentukan proyeksi EEI yang optimum dalam pemisahan litologi dan
fluida.
2. Menentukan respon AVO dari top reservoar jurasik tengah.
3. Menentukan reliabilitas data seismik untuk karakterisasi reservoar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Parameter Elastik Batuan


Secara umum, batuan tersusun atas beberapa komponen yaitu matriks, pori dan
fluida yang mengisi pori batuan seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1.
Matriks batuan merupakan padatan yang menyusun batuan. Sedangkan pori
batuan merupakan ruang kosong antar matriks. Ruang kosong ini biasanya terisi
oleh fluida (Fritz, 2008).
Ketika sebuah gaya bekerja pada batuan, maka gaya tersebut akan menjalar dan
diteruskan ke segala arah. Ketika gaya tersebut dihentikan, maka pada batas
tertentu akan kembali ke bentuk awalnya. Hal ini disebabkan karena batuan
bersifat elastis (Fritz, 2008).

Matrix Batuan

Gambar 2.1

Pori /Fluida

Model batuan (Humpson-Russel, 2011).

II.1.1 Modulus Bulk


Modulus Bulk (K) adalah modulus elastik yang menggambarkan rasio dari
tekanan yang diterapkan pada sebuah benda dengan jumlah perubahan volume
yang dialami oleh benda tersebut. Modulus bulk merupakan parameter elastik
yang peka terhadap kehadiran gas dalam pori-pori batuan. Hal ini disebabkan
karena gas memiliki karakter modulus bulk yang berbeda dengan air dan minyak
(Fritz, 2008).

Gambar 2.2

Perubahan volume dan bentuk akibat tekanan hidrostatis P (Marten,

2012).

Volume awal

=V

Perubahan volume akibat tekanan P = V

V P

V
K

P
V V

K, Modulus Bulk

(1)

II.1.2 Modulus Geser


Modulus Geser biasa juga disebut sebagai rigiditas, didefinisikan sebagai
kekuatan dari strain yang mengakibatkan perubahan bentuk tanpa merubah
volume. Modulus geser merupakan modulus elastik yang menyatakan deformasi
yang terjadi ketika sebuah gaya diterapkan pararel terhadap satu bidang objek,
ketika bidang yang lainnya ditahan oleh gaya yang sama. Modulus geser sangat
bermanfaat untuk membedakan kualitas batupasir karena modulus geser tidak
dipengaruhi oleh fluida (Fitrianto, 2011).

Gambar 2.3

Perubahan bentuk akibat akibat gaya geser (Marten, 2012).

F
A

F A

, Modulus Geser

(2)

II.2 Seismic Rock Physics


Seismic Rock Physics adalah suatu metode untuk menghubungkan parameter
gelombang seismik dengan parameter fisis dari reservoar seperti porositas,

kandungan lempung, dan jenis litologi (Fitrianto, 2011).

Gambar 2.4

Ilustrasi fungsi Rock Physics (Fitrianto, 2011).

Dalam pengukuran sifat fisis batuan, data core (batuan inti) dikondisikan sedekat
mungkin dengan kondisi reservoar yang sebenarnya. Data core dapat digunakan
sebagai acuan dalam pemodelan atau perhitungan menggunakan parameter
seismik atau sifat fisis dari reservoar. Data yang didapatkan dari pengukuran sifat
fisis batuan berupa tipe fasies, porositas dan tipe fluida. Dengan adanya data
tersebut, maka analisis sensitivitas dengan menggunakan metode crossplot dari
beberapa parameter gelombang seismik dapat menghasilkan hasil yang akurat.
Gassmann (1951) dan Biot (1956) menjelaskan teori Rock Physics melalui hasil
penelitiannya dengan mengembangkan teori propagasi gelombang pada batuan
yang tersaturasi oleh fluida dengan menerapkan persamaan dari Modulus bulk dan
Modulus geser kemudian mensubstitusikannya kedalam persamaan dasar
kecepatan gelombang P dan S (Fitrianto, 2011).
Persamaan dasar kecepatan gelombang P dan gelombang S, dapat dituliskan
sebagai berikut:

Vp

Vs

K4
3 2

(3)

Vp

: Kecepatan gelombang P

Vs

: Kecepatan gelombang S

: Modulus bulk

: Modulus geser

: Konstanta lame

: Densitas

II.3

(4)

Penggantian (Substitusi) Fluida

Gassmann (1951) dan Biot (1956) mengembangkan teori propagasi gelombang


pada batuan yang tersaturasi fluida, khususnya batu pasir yang tersaturasi gas (gas
sands). sehingga persamaan (3) dan (4) dapat dituliskan menjadi:

Vp sat

K sat 4 sat
3

sat

dan

Vs sat

sat
sat

(5)

Dimana sat m 1 w S w HC 1 S w

sat

: Densitas batuan tersaturasi

: Densitas matriks batuan

: Densitas air

Sw

: Saturasi air

HC

: Densitas hidrokarbon

: Porositas

Pada persamaan Biot-Gassmann, untuk porositas konstan, modulus geser tidak


berubah oleh perubahan saturasi air, karena modulus geser tidak bergantung pada
fluida, sehingga:
sat dry

(6)

Dimana,

sat : modulus geser pada batuan tersaturasi.


dry : modulus geser pada batuan yang kering (frame).

Persamaan diatas menunjukkan hubungan yang sangat fundamental antara


kecepatan gelombang seismik dengan sifat fisis batuan.
Hubungan antara Vp dan Vs dapat diperoleh juga melalui hubungan empiris yang
dinyatakan oleh Castagna (1985) dan Krief, yang secara matematis dituliskan
sebagai:

V p 1360
m/s
Vs

1.16

Vs

V p2 b
a

(7)

(8)

(a dan b merupakan konstanta)


Selain itu, hubungan antara Vp dengan juga dapat diperoleh melalui hubungan
empiris yang dinyatakan oleh Gardner (1974). Secara matematis dituliskan
sebagai berikut:

aV p0.25

(9)

Dimana dalam kg/m3, a adalah 310 kg/m3.(s/m)0.25 ketika Vp dalam m/s dan 230
kg/m3.(s/ft)0.25 ketika Vp dalam ft/s.
Gassmann (1951, op. cit. Humpson-Russel, 2011) membuat persamaan untuk
menghitung efek dari substitusi fluida, secara matematis dituliskan sebagai
berikut:

K sat

(1 K dry / K m ) 2
K dry
1 K dry

2
Kf
Km
Km

(10)

Dimana,

: Modulus bulk batuan tersaturasi fluida

: Modulus bulk frame

: Modulus bulk fluida

: Modulus bulk matriks

: Porositas

Mavko et.al, dalam buku Rock Physics Handbook memberikan bentuk yang
lebih intuitif dari persamaan Biot-Gassman di atas, dituliskan sebagai:

K dry
Kf
K sat

K m K sat K m K dry ( K m K f )

(11)

Biot mendefinisikan koefisien Biot dan M (Modulus Fluida) sebagai :

K dry
Km

dan

M Kf
Km

Persamaan (12) dapat dituliskan sebagai

(12)

K sat K dry 2 M

Apabila = 0 (atau = ) , maka =

Apabila = 1(atau = 0), maka

1
1

K sat K f
Km

Secara fisis, jika = 0, maka batuan tersebut tidak berpori. Sedangkan, jika
= 1, maka partikel batuan berada dalam keadaan suspensi (Humpson-Russel,
2011).
Variasi nilai Modulus bulk dari persamaan Biot-Gassmann, biasanya diestimasi
dengan menggunakan nilai Modulus bulk dari matriks batuan padat yang secara

10

umum nilainya dalam Gigapascals (Gpa). Modulus bulk dari matriks batuan
padat, Km biasanya diambil dari data yang telah dipublikasikan yang diukur dari
contoh data core. Pada umumnya nilai K adalah :
K sandstone 40 Gpa
K Limestone 60 Gpa

Modulus bulk fluida dapat dimodelkan dengan persamaan :

S
1 Sw
1
w
K f Kw
K HC

(13)

Dimana,

= Modulus bulk air

= Modulus bulk hidrokarbon

Persamaan untuk mengestimasi nilai Modulus bulk dari brine, gas dan minyak
diberikan oleh Batzle dan Wang (1992, Seismic Properties of Pore Fluids,
Geophysics, 57). Biasanya nilai Modulus bulknya adalah :

K gas = 0.021 Gpa, K oil = 0.79 Gpa, K w = 2.38 GPa


Langkah-langkah yang diambil untuk melakukan substitusi fluida dengan
algoritma Biot-Gassmann, sebagai berikut:
Mengekstrak nilai parameter Modulus elastik berdasarkan data kecepatan P
dan S dari dari fluida insitu (fluida 1)

11

Vp sat

K sat 4 sat
3

sat

Vs sat

sat
sat

Menghitung Modulus bulk dengan menggunakan persamaan Biot-Gassmann


sebagai akibat dari penggantian fluida
2 1 , fluida tidak mengubah modulus geser batuan
Menghitung densitas batuan setelah penggantian fluida

2 (1 ) m f 2 1 ( f 2 f 1 )

(14)

Menghitung Vp dan Vs yang baru setelah penggantian fluida.

Gambar 2.5

Ilustrasi konsep substitusi fluida (Marten, 2012).

12

II.4 AVO
Analisis AVO didasarkan pada perubahan amplitudo sinyal refleksi terhadap jarak
dari sumber gelombang ke penerima (receiver), dalam hal ini semakin besar jarak
dari sumber ke penerima (offset) semakin besar pula sudut datangnya. AVO dari
data prestack CDP gathers memberikan informasi dasar dari litologi dan
kandungan fluida yang ada pada pori batuan. Klasifikasi AVO didasarkan atas
respon dari top reservoar yang bergantung pada kontras impedansi akustik pada
batas lapisan serta efek interferensi. Gambar 2.6 merupakan ilustrasi ketika
sebuah gelombang datang menyentuh batas lapisan maka sebagian energinya akan
direfleksikan sebagian lagi akan ditransmisikan. Sudut antara gelombang refleksi
dengan garis yang tegak lurus dengan bidang batas (garis normal) disebut sudut
refleksi, sedangkan sudut antara gelombang transmisi dengan garis normal disebut
sudut transmisi. Hal ini sesuai dengan Hukum Snellius yang berlaku pada optik.

Gambar 2.6
Model konversi gelombang P-S pada refeleksi dengan sudut datang 0
(Marten, 2012).

13

II.4.1 Klasifikasi AVO


Klasifikasi AVO (Amplitudo versus Offset) diprakarsai oleh Rutherford dan
Williams yang mendefinisikan 3 kelas AVO untuk reservoar batu pasir tersaturasi
gas (gas sands). Ketiga kelas tersebut adalah kelas I untuk batu pasir tersaturasi
gas yang memiliki impedansi yang tinggi (relatif terhadap shale yang
menutupinya), Kelas II untuk kontras impedansi yang hampir nol dan kelas III
untuk batu pasir tersaturasi gas yang memiliki impedansi yang rendah (Abdullah,
2009).
Karakteristik amplitudo sebagai fungsi dari offset (sudut) untuk kelas-kelas AVO
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Kelas I

Kelas IIp

Sudut
Kelas II
Kelas III

Kelas IV

Gambar 2.7

Klasifikasi AVO menurut Rutherford dan Williams (Marten, 2012.)

Dari gambar di atas terlihat bahwa, top reservoar kelas I AVO memiliki
amplitudo yang positif pada offset yang dekat, kemudian amplitudonya melemah
pada offset yang jauh. Kelas II memiliki amplitudo yang mendekati 0 pada offset

14

yang dekat, lalu mengalami peningkatan amplitudo ke arah negatif pada offset
yang jauh. Sedangkan untuk AVO kelas IIp, terjadi pembalikan polaritas pada
offset pertengahan. Kelas III AVO merupakan anomali yang mudah dikenali,
kelas AVO ini ditandai dengan peningkatan amplitudo yang drastis ke arah
negatif sejalan dengan bertambahnya offset (Abdullah, 2009).
Seiring dengan perkembangan dan penemuan di lapangan, dikenal juga AVO
kelas IV bahkan sampai kelas V dan VI. Kelas IV dan kelas V memiliki perilaku
yang mirip yakni amplitudo kuat negatif pada offset yang dekat dan mengalami
penurunan amplitudo pada offset jauh. Akan tetapi penurunan untuk kelas IV
tidak sedrastis AVO kelas V (Abdullah, 2009).
II.5 Extended Elastic Impedance
Persamaan Impedansi Elastik yang diturunkan dari Persamaan aki-richards,
diperkenalkan oleh Connolly (Lihat lampiran 1), menggunakan parameter Vp ,
Vs dan densitas (, , dan ) :
EI ( ) a b c

(15)

Dimana
a (1 sin 2 )
b 8k sin 2
c (1 4k sin 2 )

15

2
Dengan k ( ) . Persamaan di atas kemudian dimodifikasi oleh Whitcombe,

dengan memperkenalkan besaran 0 , 0 , dan 0 yang mengubah variabel dimensi


persamaan (15) dan memberikan fungsi EI yang mengembalikan nilai impedansi
yang ternormalisasi untuk semua sudut , yaitu:

EI ( ) 0 0 [(

a b c
) ( ) ( ) ]
0 0 0

(16)

Dari Persamaan (16), tujuan selanjutnya mengekspresikan persamaan reflektifitas


dalam terminologi yang sesuai dengan hubungan impedansi. Ada 2 kesulitan
dalam menggunakan definisi EI, persamaan EI mensyaratkan |2 | melebihi 1,
dan nilai reflektifitas dapat melebihi 1 ketika |2 | meningkat. Pada
kenyataanya tidak ada kontras impedansi yang dapat memberikan nilai
reflektifitas lebih besar dari 1 (kecuali jika nilai impedansinya negatif). Dalam
prakteknya nilai |2 | akan mendekati dan melampaui 1. Log EI, dengan
definisi ini akan bertambah secara tidak akurat (Whitcombe et.al, 2000).
Untuk mengkompensasi kesulitan ini, maka perlu dilakukan 2 perubahan pada
definisi EI. Yang pertama, mengganti 2 dengan tan sehingga persamaan ini
dapat terdefenisi pada nilai . Dalam terminologi ini juga akan didefenisikan
faktor skala dari reflektifitas kedalam reflektifitas normal dengan mengalikannya
dengan cos , yang menjamin reflektifitas tidak akan pernah melebihi 1.
Dengan melakukan substitusi pada two term dari persamaan aki-richards, maka

16

R A B sin 2
R A B tan

(17)

Dari hubungan diatas maka dapat dituliskan,

( A cos B sin )
cos

(18)

Kemudian diberikan reflektifitas skala Rs,

Rs R cos

(19)

Sehingga dapat dituliskan,

Rs A cos B sin

(20)

Persamaan Impedansi Elastik ekuivalen dengan persamaan (20) sehingga, (Lihat


Lampiran 2)

EEI ( ) 0 0 [(

p q r
) ( ) ( ) ]
0 0 0

(21)

Dimana :

p cos sin
q 8K sin
r (cos 4 K sin )

(22)

Persamaan diatas disebut persamaan Extended Elastic Impedance atau EEI.


Reflektifitas skala mempunyai mempunyai arti fisis bahwa rentang mulai dari
nilai A pada = 0 sampai dengan nilai B pada = 90 . Nilai EEI pada =

17

0 ekuivalen dengan Impedansi Akustik (AI) dan sedangkan EEI pada = 90


akan mempunya nilai reflektivitas yang sama dengan B, yang tidak lain adalah
Impedansi Gradien (GI) (Whitcombe et.al, 2000).
II.6 Coloured Inversion
Inversi seismik merupakan suatu teknik untuk membuat model bawah permukaan
dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol.
Data seismik konvensional yang biasa digunakan diperoleh dari hasil proses
pemodelan ke depan (Forward Modelling) yang merupakan proses konvolusi
antara reflektifitas dengan wavelet dan ditambah dengan komponen bising (noise).
Sedangkan untuk keperluan interpretasi seismik, akan lebih mudah dilakukan
setelah data seismik tersebut dikembalikan menjadi model geologi. Proses ini
disebut sebagai Inversi (Inverse Modelling) (Sukmono, 2000).
Terdapat beberapa metode yang berkembang untuk mendapatkan nilai inversi
seismik, misalnya Metode Sparse Spike, Model Based dan Rekursif. Selain itu,
terdapat metode inversi yang dikembangkan oleh Steve Lancaster dan David
Whitcombe dari BPA yang disebut Coloured Inversion (CI). Metode ini bukan
merupakan metode yang paling baik di kelasnya, tetapi metode ini cukup cepat
dan lebih mudah digunakan. Hasil inversi dengan metode metode CI ini juga
masih lebih andal dibandingkan dengan metode cepat lainnya seperti inversi
rekursif. Bahkan hasil inversinya cukup mirip dengan hasil inversi dengan metode
Sparse Spike yang membutuhkan waktu lebih lama dalam pengerjaannya
(Lancaster dan Whitcombe, 2000).

18

Gambar 2.8
2008)

Proses inversi dengan menggunakan metode coloured inversion(ARK CLS,

Grafik Seismic Mean pada Gambar 2.8 menunjukkan rata-rata dari spektrum
seismik yang digunakan untuk menghasilkan operator inversi. Grafik Global
menunjukkan rata-rata dari spektrum log AI. Berdasarkan rata-rata dari kedua
spektrum data ini maka spektrum dari operator dapat dihitung. Dari operator yang
didapatkan, kemudian diterapkan ke data seismik sehingga menjadi volume AI.
II.7 Geologi Regional Daerah Penelitian
Secara geografis, Papua dibagi menjadi 3 komponen besar yaitu bagian Kepala
Burung (KB), Leher Burung dan Badan Burung. Cekungan Bintuni berada di
daerah Teluk BintuniPapua Barat, tepatnya terletak di bagian Kepala-Leher
Burung. Geomorfologi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier
Akhir, pada masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah barat daya
dan berakhir pada New Guinea Mobile Belt sehingga berbentuk Kepala dan Leher
Burung. Tatanan Geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur

19

Paleogen tepatnya OligosenResen. Kompresi ini disebabkan karena adanya


oblique convergent antara Lempeng Australia yang bergerak ke arah barat laut
dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah tenggara (BP Indonesia, 2012).
Struktur elemen penting yang berada di daerah KB (Gambar 2.9), antara lain :
(BP Indonesia, 2012).
1. Sesar Sorong, terletak di sebelah Utara
Sesar Sorong adalah salah satu sesar mayor yang terletak di sebelah utara
KB, dengan arah sesar berarah Timur-Barat. Jenis Sesar Sorong ini yakni
sesar mendatar kiri (left-lateral strike-slip fault)
2. Sesar Tarera Aiduna, terletak di sebelah Selatan
Sesar Tarera Aiduna juga merupakan sesar mayor yang berada di daerah
KB dimana sesar ini terletak di sebelah selatan dengan arah sesar BaratTimur.
3. Lengguru FoldBelt ( LFB ), berada di sebelah Timur
LFB merupakan serangkaian antiklin yang mempunyai arah umum barat
laut-tenggara, yang kemudian terangkat ketika terjadi proses oblique
convergent antara Lempeng PasifikAustralia. Di sebelah selatan, LFB ini
dipotong oleh Sesar Tarera Aiduna. Pada saat LFB ini terbentuk,
mengakibatkan adanya penurunan (subsidance) sehingga mengalami
sedimentasi pada cekungan. LFB sebagian besar tersusun atas kelompok
New Guinea Limestone (NGL) yang mengisi Cekungan Bintuni.

20

4. Seram Through, berada disebelah barat.


Palung Seram berada di sebelah barat daya KB. Sesar ini terbentuk akibat
adanya konvergen lempeng Australia.
Cekungan Bintuni merupakan cekungan dengan luas 30.000 km 2 yang
cenderung berarah utaraselatan dengan umur Tersier Akhir yang berkembang
pesat selama proses pengangkatan LFB ke timur dan Blok Kemum dari sebelah
utara. Cekungan ini di sebelah timur berbatasan dengan Sesar Arguni, di
depannya terdapat LFB yang terdiri dari batuan klastik berumur Mesozoik dan
batugamping berumur Tersier yang mengalami perlipatan dan tersesarkan. Di
sebelah barat cekungan ini ditandai dengan adanya tinggian struktural, yaitu
Pegunungan Sekak yang meluas sampai ke utara, di sebelah utara terdapat
Dataran Tinggi Ayamaru yang memisahkan Cekungan Bintuni dengan Cekungan
Salawati yang memproduksi minyak bumi. Di sebelah selatan, Cekungan Bintuni
dibatasi oleh Sesar TareraAiduna, sesar ini paralel dengan Sesar Sorong yang
terletak di sebelah utara KB. Kedua sesar ini merupakan sesar utama di daerah
Papua Barat. Kedua sesar ini merupakan sesar utama di daerah Papua Barat (BP
Indonesia dan dimodifikasi oleh penulis, 2012).

21

Gambar 2.9

Peta Geologi Regional Kepala Burung (KB) (BP Indonesia, 2012).

II.8 Petroleum System Cekungan Bintuni


Terdapat lima bagian dari petroleum system yang dipengaruhi dengan kondisi
geologi regional maupun lokal yang ada pada daerah penelitian (BP Indonesia dan
dimodifikasi oleh penulis, 2012).
1. Batuan Induk (Source Rock)
Batuan induk adalah batuan yang mengandung bahan-bahan organik sisa-sisa
hewan dan tumbuhan yang mengalami pematangan sehingga terbentuk minyak
dan gas bumi.

22

2. Batuan Reservoar (Reservoir Rock)


Batuan reservoar merupakan batuan yang bersifat porous (berpori-pori) dan
permeable (meloloskan fluida) sehingga minyak dan gas bumi yang dihasilkan
oleh batuan induk akan disimpan atau diakumulasikan di sini.
3. Migrasi
Migrasi hidrokarbon merupakan proses perpindahan hidrokarbon dari batuan
induk menuju ke batuan resevoar untuk dikonsentrasikan didalamnya.
Arahmigrasinya yaitu dari cekungan menuju ke perangkap. Dalam hal ini,
perangkapnya berupa perangkap struktur antiklin.
4.

Perangkap (Trap)

Perangkap merupakan bentukan-bentukan yang memungkinkan hidrokarbon


terperangkap di dalamnya.
5.

Batuan Penutup (Seal)

Batuan penutup adalah batuan yang menghalangi hidrokarbon untuk keluar.


Dalam hal ini, batuan sedimen yang kedap air sehingga hidrokarbon yang ada
dalam reservoar tidak dapat keluar lagi.

23

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Perangkat dan Data yang Digunakan


Dalam Penelitian ini data yang dipakai adalah data seismik 3D OBC dengan
volume full stack, serta 3 data sumur yang menjadi fokus dalam pemodelan Rock
Physics, yaitu Patuku-2, Patuku-5, dan Patuku-6. Sementara untuk pemrosesan
data digunakan perangkat lunak Humpson-Russel, Seismic Coloured Inversion
dan di dukung oleh perangkat lunak OpenWorks.
III.2 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
III.2.1 Tahap Persiapan
1. Studi literatur, yakni mengumpulkan bahan-bahan referensi mengenai
Rock Physics, AVO, Extended Elastic Impedance, dan referensi lain yang
mendukung penelitian ini.
2. Pengumpulan data, yakni mengumpulkan data yang akan di gunakan
dalam penelitian berupa data seismik 3D yang telah melalui tahap
pemrosesan data dan data sumur.

24

III.2.2 Tahap Pengolahan Data


1.

Loading Data/Check

Menampilkan data log dari ketiga sumur yang akan di modelkan yaitu log CALI
(Kaliper), GR (Gamma Ray), PHIT (Porositas Total), SW (Saturasi Air), DT
(Gelombang P), DTS (Gelombang S), RHOB (Densitas). Selanjutnya, mengecek
dan menegenali keadaan data yang akan digunakan untuk pemodelan.
2.

Koreksi Checkshot

Sebelum melakukan pengikatan data sumur ke data seismik (Well Seismic Tie)
dilakukan koreksi checkshot untuk mengkonversi data sumur dari domain
kedalaman menjadi domain waktu, agar memiliki domain yang sama dengan data
seismik. Adapun tipe interpolasi yang dilakukan pada saat koreksi checkshot ini
yaitu Polynomial 4.
3.

Substitusi Fluida

Masukan dari proses substitusi fluida adalah log DT yang teleh dikoreksi
checkshot (DT_chk), log DTS, dan log RHOB. Algoritma yang digunakan dalam
tahap substitusi fluida ini adalah algoritma Biot-Gassmann yang memungkinkan
substitusi nilai saturasi air dan porositas pada output log. Dalam hal ini, akan
dilihat respon dari reservoar ketika fluida di reservoar di substitusi dengan 100%
air (Kasus Brine) dan responnya ketika fluida di substitusi dengan 80% gas
(Kasus Gas), dengan porositas sama dengan input. Selain itu masukan lain dari
tahap ini yaitu komposisi matriks dan fluida di reservoar (Lihat Lampiran 3).

25

Kemudian, perlu di asumsikan bahwa porositas batuan reservoar di-load dari log
PHIT. Proses ini dilakukan mulai dari Top Jurasik Tengah sampai Top Permian
dengan menetapkan kondisi kurang dari 0.3 dari volume clay.
4.

Analisis Crossplot

Malakukan crossplot antara beberapa parameter fisis dari reservoar untuk melihat
karakternya, seperti Vp-Vs, Vp-Densitas, AI-GI, AI-Porositas, EEI-Porositas pada
sumur pemodelan, kemudian melakukan zonasi untuk membedakan litologi
(pasir-lempung) dan membedakan fluida (brine-gas).
5.

Well Seismic Tie

Sebelum melakukan proses pengikatan data sumur dengan data seismik, hal yang
penting yang harus diperhatikan dari data sumur adalah log yang sedang aktif
yang akan dibuat seismogram sintetik. Dalam hal ini log DT_chk (log DT yang
telah diterapkan checkshot) dan log RHOB kasus in-situ (keadaan sebenarnya)
.Langkah selanjutnya, mengestimasi wavelet yang akan digunakan untuk
membuat sintetik seismogram. Pada dasarnya, ada beberapa cara yang digunakan
dalam mengestimasi wavelet misalnya dengan cara statistik, deterministik, atau
dengan menggunakan wavelet model seperti ricker dan bandpass. Wavelet yang
akan dipilih ditentukan dengan cara membandingkan hasil korelasi seismogram
sintetik dengan data seismik yang merepresentasikan kecocokan event dan
besarnya korelasi antara seismogram sintetik dengan data seismik setelah
dilakukan beberapa proses penyesuaian (bulk shifting, atau streching/squeezing) .

26

6.

Pemodelan AVO

Tahap ini dilakukan dengan membuat sintetik dari data sumur pada kasus in-situ,
kasus brine, dan kasus gas. Dari sintetik ini, akan diketahui respon AVO pada top
reservoar untuk kasus-kasus tersebut.
7.

Analisis Data Seismik

Analisis data seismik ini dilakukan dalam 2 tahap. Pertama, membandingkan


kesamaan event data seismik dengan sintetik dari data sumur. Kedua,
membandingkan respon AVO dari sintetik yang dibuat menggunakan frekuensi
yang diekstrak dari data seismik dengan sintetik dengan frekuensi tinggi. Dengan
memperhatikan kekonsistenan hasil dari kedua data tersebut maka reliabilitas dari
data seismik dapat ditentukan.
8.

Coloured Inversion.

Tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan jumlah tras seismik, lalu
menentukan lebar jendela inversi. Selanjutnya, me-load log AI dari 3 sumur
pemodelan. Berdasarkan spektrum data seismik dan data sumur, spektrum
operator dapat dihitung. Dari operator yang didapatkan, kemudian diterapkan ke
data seismik sehingga menghasilkan penampang AI.

27

Mulai
Data Sumur

Data Seismik

Koreksi Checkshot

Well seismic Tie

Substitusi Fluida

Pemodelan AVO

Analisis Crossplot

Analisis Data Seismik


Coloured Inversion

EEI Optimum
Reliabilitas

Perlu pengolahan data lebih


lanjut

Impedansi Fluida

Impedansi Litologi

Impedansi Akustik

Interpretasi

Selesai

Gambar 3.10

Diagram alir penelitian

28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Penggantian (Substitusi) Fluida


Pada gambar dibawah ini terlihat log CALI mengonfirmasi nilai yang cukup
konstan khususnya di Reservoar Jurasik Tengah dalam kotak merah. Hal ini
memberikan gambaran kondisi lubang bor yang baik sehingga hasil pengukuran
dari log-log lain dianggap cukup akurat. Log GR menunjukkan pembacaan yang
rendah di dalam kotak merah mengindikasikan adanya batu pasir (sands).
Kemudian pembacaan log GR yang tinggi menunjukkan kadar radioaktif tinggi
pada seal-nya yang mengindikasikan litologi lempung (shale). Log PHIT
menunjukkan porositas total pada reservoar sekitar 13 % kemudian mengalami
penurunan di bagian bawah (bottom) reservoar. Log SW menunjukkan saturasi air
sekitar 20% mengindikasikan saturasi gas yang cukup tinggi. Hasil yang relatif
sama ditunjukkan pada sumur Patuku-2 dan Patuku-5 (Lihat Lampiran 4).

29

Patuku-5

CALI

Gambar 4.11

GR

PHIT

SW

DT

DTS

RHOB

AI

Hasil substitusi fluida pada sumur Patuku-5

Kurva merah pada log DT, DTS, RHOB, dan AI menunjukkan kurva hasil dari
substitusi fluida untuk kasus gas, kurva biru menujukkan hasil substitusi fluida
untuk kasus brine, kurva hitam menunjukkan kurva in-situ (keadaan sebenarnya).
Pada log-log hasil substitusi fluida memperlihatkan bahwa kurva merah kasus gas
berhimpit dengan kurva hitam, hal ini menunjukkan bahwa pemodelan yang
dibuat untuk kasus gas sangat mendekati keadaan sebenarnya. Sedangkan untuk

30

kasus brine, perbedaan yang kontras diperlihatkan oleh log RHOB dimana terjadi
peningkatan densitas bulk yang cukup signifikan.
IV.2 Analisis Crossplot
IV.2.1 Analisis crossplot untuk pemisahan litologi
Data yang digunakan sebagai masukan dalam analisis crossplot ini adalah data log
dimana fluidanya diganti dengan brine untuk menghilangkan efek dari
hidrokarbon.
Gambar 4.12 menunjukkan crossplot antara Vp dan Vs. Bagian kiri dari gambar
menujukkan hasil crossplot sedangkan bagian kanan memnujukkan cross section
secara vertikal. Skala warna yang digunakan untuk crossplot litologi yaitu log GR
Dari hasil (Gambar 4.12) menunjukkan pemisahan yang cukup jelas antara pasir
(zona berwarna kuning) dengan lempung (zona berwarna abu-abu) pada sumbu
Vs, tetapi overlap di sumbu Vp.

Pasir
Lempung

Gambar 4.12

Crossplot Vp-Vs pada sumur Patuku-5.

31

Gambar 4.13 Menunjukkan lempung pada umumnya memiliki densitas yang


lebih tinggi dibandingkan dengan pasir.

Gambar 4.13

Crossplot Vp-Densitas pada sumur Patuku-5

Crossplot AI-GI (Gambar 4.14) menunjukkan bahwa GI yang tidak lain adalah
EEI untuk

= 90o cukup sensitif terhadap litologi sehingga dapat dijadikan

indikator dalam pemisahan litologi (pasir-lempung). Hal ini ditunjukkan pula di


sumur pemodelan yang lainnya (Lihat Lampiran 5).

Gambar 4.14

Crossplot AI-GI pada sumur Patuku-5

32

IV.2.2 Analisis crossplot untuk pemisahan fluida


Log input untuk crossplot pemisahan fluida pada dasarnya sama dengan untuk
pemisahan litologi. Perbedaanya, dalam pemisahan litologi log input yang
digunakan dalam kasus brine, sedangkan untuk pemisahan fluida log input yang
dalam kasus brine dan gas. Zona berwarna merah menunjukkan zona pasir yang
tersaturasi gas (gas sands), zona berwarna biru menunjukkan zona pasir yang
tersaturasi brine (brine sands),sedangkan zona berwarna abu-abu menunjukkan
zona lempung (batuan penutup). Skala warna menunjukkan sumur pemodelan
hasil substitusi fluida.

Gambar 4.15

Crossplot AI-GI (brine-gas) pada sumur Patuku-5

Gambar 4.15 menunjukkan overlap yang terjadi antara brine dan gas pada domain
AI-GI. Hal ini menjadi dasar perlunya memproyeksikan crossplot diatas untuk
mendapatkan pemisahan fluida (brine-gas). Panah hitam menunjukkan prediksi
proyeksi yang optimum untuk pemisahan fluida.

33

Gambar 4.16

Gambar 4.17

Crossplot AI-Porositas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

Crossplot EEI 10-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

Dengan membandingkan sumbu AI pada Gambar 4.16 dengan EEI 10 (AI yang di
proyeksikan dengan = 10o) pada Gambar 4.17, pemisahan yang lebih baik
ditunjukkan oleh EEI 10

34

Gambar 4.18

Crossplot EEI 20-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

Pemisahan yang cukup baik ditunjukkan oleh Gambar 4.18 dengan menggunakan
EEI 20. Dengan menentukan nilai cut off (garis hitam) maka dapat nilai yang lebih
besar dari cut off adalah brine, sedangkan nilai yang lebih kecil dari cut off adalah
gas. Besarnya pemisahan antara brine dan gas pada ketiga sumur pemodelan
yakni sekitar 5-7 % (lihat grafik kuning).

Gambar 4.19

Crossplot EEI 30-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

35

Gambar 4.20

Crossplot EEI 40-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

Dari crossplot EEI dengan berbagai sudut berbeda yang ditunjukkan oleh Gambar
4.16 Gambar 4.20, dapat disimpulkan bahwa EEI 20o menunjukkan proyeksi
optimum untuk memisahkan fluida.
IV.3

Well Seismic Tie

Gambar 4.21 menunjukkan wavelet yang digunakan untuk membuat seismogram


sintetik. Wavelet berikut diekstrak secara statistik dari time 2150-2550 ms dengan
panjang wavelet 100 ms.

Gambar 4.21

Wavelet statistik pada sumur Patuku-5

36

Dari Gambar 4.22 dapat menunjukkan wavelet yang digunakan adalah wavelet
fase 0 (zherophase) serta frekuensi dominan dari data seismik ~18 Hz.

Gambar 4.22

Spektrum dan fase wavelet pada sumur Patuku-5

(Gambar 4.23) menunjukkan hasil well seismic tie pada sumur Patuku-5. Tras
berwarna biru merupakan seismogram sintetik sebagai hasil konvolusi antara
koefisien refleksi dari sumur dengan wavelet. Tras berwarna merah adalah tras
komposit yang diekstrak dari data seismik. Sedangkan tras hitam adalah data
seismiknya.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa Top Kais dan Top Paleosen yang
merupakan reflektor yang kuat dari data seismik sesuai (match) dengan marker
data sumur. Pada area reservoar korelasi yang cukup baik juga ditunjukkan oleh
kesesuaian sintetik dengan tras komposit. Hal ini dipertegas oleh nilai korelasi
yang cukup baik yakni 0.705 pada sumur Patuku-5, 0.742 pada sumur Patuku-2,
dan 0.609 pada sumur Patuku-6 (Lihat Lampiran 6) dengan lebar jendela sama
dengan lebar jendela ekstraksi yang ditunjukkan oleh garis kuning.

37

Patuku-5

Corr : 0.705

Gambar 4.23

IV.4

Hasil well seismic tie pada sumur Patuku-5

Pemodelan AVO dan Analisis Data Seismik

Dengan membandingkan data seismik dengan sintetik dari data sumur, terdapat
ketidakkonsistenan event-event dari kedua data tersebut. Resolusi rendah dari data
seismik mengakibatkan interferensi antara top reservoar dan top seal sehingga
penentuan respon AVO menjadi tidak tepat (tidak reliable). Dengan
mempertimbangkan hal ini, maka tidak dapat dihasilkan

volume impedansi

litologi dan fluida.


Data log pada Gambar 4.24 adalah log AI. Sintetik 60 Hz pada gambar
merupakan sintetik angle gather dari 0o sampai 40o (pemodelan aki-richard).
Sintetik Resolusi Seismik merupakan sintetik yang di buat dengan menggunakan
spektrum yang diekstrak dari seismik. Sedangkan, Full Stack adalah data
seismik asli. Sintetik Brine dan Gas adalah sintetik yang dibuat dengan

38

frekuensi 60 Hz pada kasus brine dan gas (Gambar 4.24). Respon AVO dari
pemodelan sebagai hasil dari proses substitusi fluida pada Gambar 4.24
menunjukkan perubahan respon AVO dari kelas II ke kelas III dengan
meningkatnya saturasi gas.

Perubahan Kelas AVO

Patuku-5

AI

Sintetik
60 Hz

Gambar 4.24

IV.5

Resolusi
Seismik

Full Stack

Brine

Gas

Seismik

Seismik

Seismik

Pemodelan
Seismik

AVO dari sumur Patuku-5

Coloured Inversion

(Gambar 4.25) menunjukkan data seismik full stack sebelum inversi. Log
berwarna merah muda menunjukkan log AI yang telah di bandpass . Log
berwarna hitam menunjukkan log GR . Kemudian, (Gambar 4.26) menunjukkan
penampang AI sebagai hasil inversi dengan metode coloured inversion. Inversi

39

ini dilakukan dengan kontrol dari log AI dari ketiga sumur pemodelan. Inversi ini
dilakukan dengan rentang -300 ms sampai +300 dari horizon top reservoar.

Patuku-5

Gambar 4.25

Penampang Seismik Full Stack

Patuku-5

Gambar 4.26

Penampang AI sebagai hasil inversi dengan metode coloured inversion

40

BAB V
PENUTUP

V.1 KESIMPULAN
1. a. Proyeksi optimum untuk pemisahan litologi terlihat pada Impedansi
Gradien (GI) yang tidak lain adalah EEI dengan = 90o .
b. Proyeksi optimum untuk pemisahan fluida terlihat pada EEI dengan =
20o .Pemisahan antara brine dan gas pada ketiga sumur ini berkisar 5-7 %.
2. Respon AVO berubah dari kelas II ke kelas III dengan meningkatnya saturasi
gas.
3. Ketidakkonsistenan event-event data seismik dengan sintetik dari data sumur
mengakibatkan data seismik menjadi tidak reliable untuk di proses lebih
lanjut untuk menghasilkan impedansi litologi dan fluida.

V.2 SARAN
1.

Untuk menghilangkan efek interferensi dari top reservoar dengan top seal
sebaiknya resolusi data seismik ditingkatkan, sehingga respon AVO tidak
terpengaruh interferensi.

2.

Untuk meningkatkan keandalan data seismik ini perlu dilakukan pemrosesan


data lebih lanjut seperti amplitudo balancing

41

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., 2009. AVO Classification. Ensiklopedi Seismik Online, [Blog] 15


September.

Dapat

diakses

di:<http://ensiklopediseismik.blogspot.com

/2009/09/avo-classification.html>

[diakses pada tanggal 18 september

2012].
ARK CLS Team, 2008. ARK CLS Seismic Coloured Inversion V2.94 OpendTect
plugin version. ARK CLS Limited.
Fitrianto, T., 2011. Pemodelan Rock Physics dalam Karakterisasi Reservoar
Menggunakan Impedansi Elastik untuk Memetakan Sebaran Reservoar dan
Minyak pada Formasi Gumai di Lapangan Jura. Thesis. Universitas
Indonesia.
Fritz, 2008. Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Extended Elastic
Impedance: Studi Kasus pada Lingkungan Delta Sub Cekungan Jambi.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Hampson, D. dan Russel, B., 2011. AVO: Workshop Part-1. Hampson-Russel
Software Service,Ltd.
Lancaster, S. dan Whitcombe, D., 2000. Fast-track coloured Inversion. SEG
Expanded Abstracts.

42

Marten, R., 2012. Lithology and Fluid Prediction refresher. . .The Use (and
Abuse) of Geophysics in Hydrocarbon Exploration and Development. BP
Indonesia, Unpublished.
Mavko, G., Mukerji, T., dan Dvorkin, J., 2003. The Rock Physics Handbook.
Cambridge: Cambridge Univ. Press.
Sukmono, S., 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoar. Jurusan
Teknik Geofisika. Institut Teknologi Bandung.
Sukmono, S., 2001. Interpretasi Seismik Refleksi. Jurusan Teknik Geofisika.
Institut Teknologi Bandung.
Whitcombe, D.N., Connolly, P.A., dan Reagen, R.L., 2002. Extended Elastic
Impedance for Fluid and Lithology Prediction. Geophysics Vol. 67 no. 1, 6367.

Whitcombe, D.N., dan Fletcher, J.G., 2001. The AIGI Crossplot as an Aid to AVO
Analysis and Calibration. Pada: SEG Intl Exposition and Annual Meeting.
San Antonio, Texas 9-14 September. Texas.

43

Você também pode gostar