Você está na página 1de 33

BAB I

Pendahuluan
Tumor hati dapat berbentuk primer atau sekunder. Tumor hati primer
dapat berbentuk jinak atau ganas dan dapat timbul dari sel parenkim hati,
epitel duktus biliaris atau dari jaringan penunjang mesenkim atau bisa
berasal lebih dari satu sel-sel tersebut Tumor hati sekunder (metastase
dihati) paling sering berasal dari metastase tumor saluran cerna, mamma
atau paru
Walaupun

jenis

tumor

hati

amat

banyak,

namun

dalam

kenyataannya yang terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah bentuk


karsinoma hati primer/ karsinoma hepatoseluler /hepatoma. Tumor
ganas
berasal

hati

lainnya,

dari

sel

kolangiokarsinoma

epitel

bilier,

dan

sedangkan

sistoadenokarsinoma
angiosarkoma

dan

leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas


hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan hepatoma; 10%
kolangiosarkoma; dan 5% adalah jenis lainnya.
Karsinoma

hepatoselular

(KH)

atau

Hepatoma

merupakan

keganasan primer pada hepar yang paling sering ditemui, 90-95% dari
seluruh tumor hepar primer. Kanker ini menduduki peringkat keempat
terbanyak di dunia dan menyebabkan hampir 250.000 kematian per
tahun. Di Asia dan Sub-Sahara Afrika insidensi tahunan KH mencapai
500 kasus per 100.000 penduduk. Sehingga pembahasan selanjutnya
akan ditujukan terhadap karsinoma hati primer.

BAB II
Karsinoma Hepatoseluler
Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada
hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa
maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik
dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di
permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu
massa

yang

difus

disekitarnya karena

dan

sulit

dibedakan

dengan

jaringan

hati

konsistensinya yang tidak dapat dibedakan

dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari
saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal sehingga
gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa
pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian
dalam 6 20 bulan.

Insiden dan distribusi geografik


Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatoma didunia.
Szmuness telah menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat
pada gambar peta dunia diatas, gambaran distribusi geografik hepatoma
ternyata mirip dengan peta geografik prevalensi infeksi virus hepatitis B
didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa keduanya mungkin
mempunyai hubungan kausal.
Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam
3 dokade terakhir ini. Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini
tidak jelas. Agaknya terdapat kecenderungan paparan terhadap

"environmental carcinogen" bertambah, atau penderita sirosis hati


lebih banyak yang hidup lebih tua.
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah
yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal.
Rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding
satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya
laki-laki terhadap timbulnya tumor mungkin dihubungkan dengan
faktor hormonal, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor
risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan alkohol

<0,5%

3-5%

1-2 %

6-10%

Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi
sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan
transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak
onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma

belum jelas, menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan
pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan
timbulnya hepatoma.

1. Virus hepatitis

HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya
hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis
maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati
mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel
pejamu,

dan

aktifitas

protein

spesifik-HBV

berinteraksi

dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari


kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati.

HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma
pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok
pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV
positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC
dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat
infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan
sirosis hati.

Hepatocellular carcinoma in an individual that was hepatitis C positive. Autopsy specimen.

2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi
oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid
merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang
mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor
p53.
3. Pencemaran air minum
Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran
air minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden
tinggi hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi
Jiangshu,

Fuhuan

di

Guangxi,

Shunde

di

Guangdong

dll.

menunjukkan peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki


mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi dari peminum air
sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam,
mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru
hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap
sebagai salah satu karsinogen utama.

Faktor resiko

Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di


dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi
pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita
HCC. Prediktor

utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-

laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya


penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.

Obesitas

Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk


non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati
dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik


maupun

untuk

HCC

melalui

terjadinya

perlemakan

hati

dan

steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan


dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs)
yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.

Alkohol

Meskipun

alkohol

tidak

memiliki

kemampuan

mutagenik,

peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko


untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik
alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak
meningkatkan risiko terjadinya HCC.

lain

yang

Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi


merupakan

faktor

risiko

HCC

namun

lebih

jarang

dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun( hepatitis


autoimun,

sirosis

metabolik(hemokromatosis

bilier
genetik,

primer),
defisiensi

penyakit

hati

antitripsin-alfa

1,

penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil


klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.

Patologi

Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat


kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan
trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta intrahepatik.

Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif,


dengan batas yang jelas, 2. infilt menyebar/menjalar; 3. multifokal.
Menurut WHO secara histologik HCC dapat

diklasifikasikan berdasa

organisasi

berikut:

struktural

sel

tumor

sebagai

1).

Trabekuli

(sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous


Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor;
diameternya lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar
tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang berdiferensiasi baik,
deng sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi,
berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di
dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang berdiameter kurang dari
satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker yang berdiferensiasi
baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri

atas lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang


berbeda-beda.

Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.

Patogenesis
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang
terus berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga
merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien
pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini
mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus
hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak dapat
bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi
Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA.
RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel
hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang
nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi
sel hati. Para ahli genetika mencari gen gen yang berubah dalam
perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari
gen p53, PIKCA, dan -Catenin.

Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul


nodul di hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik.
Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang
khusus dari nodul nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi,
pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel
sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel sel
kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.
Sel sel ini meregenrasi sel sel hati yang rusak tetapi sel sel
ini juga berkembang sendiri

menjadi nodul nodul yang ganas

sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan


oleh infeksi virus.nodul nodul inilah yang pada perkembangan lebih
lanjut akan menjadi hepatoma.

Manifestasi Klinis

Hepatoma fase subklinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah


pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas,
biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.
Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan,

teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat
digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi
hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi
hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma
primer.

Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,


manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut
sering dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri
samar
Nyeri

di
umumnya

abdomen
bersifat

tumpul(

kanan
dullache)

atas.

atau

menusuk

intermiten atau kontinu, sebagian merasa area hati terbebat


kencang,

disebabkan

tumor

tumbuh

dengan

cepat

hingga

menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen


bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur
hepatoma.
(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan
batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali
segmen

di

inferior

bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma


lobus

kanan

sering dapat langsung teraba

massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil


sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah
arkus kostae kiri.
(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites
dan gangguan fungsi hati.
(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak
saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam
jumlah banyak karena terasa begah.

(5) Letih, mengurus: dapat

disebabkan metabolit dari tumor ganas

dan berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai


kakeksia.
(6) Demam:

timbul

karena

nekrosis

tumor,

disertai

infeksi

dan

metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker,


umumnya tidak disertai menggigil.
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat
karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak
saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut.

Secara klinis

ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai


udem kedua tungkai.
(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri
bahu

belakang

kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga
manifestasi

sirosis

hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider


nevi,

venodilatasi

dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul


metastasis

paru,

tulang dan banyak organ lain

Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus
vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu,
AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya
terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas,
AFP kembali muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta

beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum
pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien
hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat
meningkat.
AFP

memiliki

spesifisitas

tinggi

dalam

diagnosis

karsinoma

hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L
bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan
kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat
dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan
dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk
menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi
dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi
residif atau rekurensi tumor.
Alpha-

Interpretation

fetoprotein
(ng/mL)
>400-500

- HCC likely if accompanied by space-occupying solid


lesion(s) in cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on
imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease
(particularly

Normal

HBV

or

HCV

infection)

reflecting

inflammation, regeneration, or seroconversion


value - Frequent: Regeneration/inflammation (usually

to <400

patients

with

Regeneration

elevated
after

transaminases
partial

and

HCV)

in
-

hepatectomy

- If a space-occupying lesion and transaminases are


Normal value

normal, suspicious for HCC


Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

Alpha-

Interpretation

fetoprotein
(ng/mL)
>400-500

- HCC likely if accompanied by space-occupying solid


lesion(s) in cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on
imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease
(particularly

Normal

HBV

or

HCV

infection)

reflecting

inflammation, regeneration, or seroconversion


value - Frequent: Regeneration/inflammation (usually

to <400

patients

with

Regeneration

elevated
after

transaminases
partial

and

in

HCV)

hepatectomy

- If a space-occupying lesion and transaminases are


Normal value

normal, suspicious for HCC


Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

2. Petanda tumor lainnya


Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik
untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk
diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu,
yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin

(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II),


CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
3. Fungsi had dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan
latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi
hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar
penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.

Pemeriksaan pencitraan
l. Ultrasonografi (USG)
USG

merupakan

metode

paling

sering

digunakan

dalam

diagnosis hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai


berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati;
dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai
metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan
sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang
padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh
darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur
operasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma
dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada
tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik;
di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi

2. CT
CT telah menj adi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk
diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas
diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam
hati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan
modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati
yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan
angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol,
sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CTlipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.

3.

MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai

zat kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur


pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik

memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat


membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras
spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm
dengan angka keberhasilan 55%

.
4.

Angiografi arteri hepatika


Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode

kateterisasi arteri femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ


dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah
menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun
karena metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan
hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa ini indikasinya
adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan
lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit
menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.
5.

Tomografi emisi positron (PET)


Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal,

namun

karsinoma

kolangioselular

dan

karsinoma

hepatoselular

berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang


relatif

kuat,

maka

pada

metabolisme tinggi.
Pemeriksaan lainnya

pencitraan

PET

tampak

sebagai

lesi

Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan


patologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis,
mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai
nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.
Prinsip diagnosis hepatoma
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang
dalam hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus
diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin.
Teknik

pemeriksaan pencitraan modern

tidak

dapat dilewatkan,

biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah


dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan berbagai
pemeriksaan

masih

belum

jelas

diagnosisnya,

harus

dipantau

ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi


eksploratif.
SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas
kelompok-kelompok

yang

prognosisnya

berbeda,

berdasarkan

parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia.


Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian
ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien
serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien
sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak
digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis
pasien sirosis adalah sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi
sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging HCC. Beberapa
sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah:
Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
Okuda Staging System
Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System

Chinese University Prognostic Index (CUPI)


Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor
China telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium
klinis hepatoma primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional
sistem repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu
teraba hati mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau
pemeriksaan

pencitraan

menun-jukkan

lesi

penempat

ruang

karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional
sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain
itu terdapat dua jenis pemeriksaan

pencitraan

menunjukkan lesi

penempat ruang karakteristik hepatoma atau

terdapat dua petanda

hepatoma (DCP,

dll.) positif serta satu

GGT-II,

AFU,

CA19-9,

pemeriksaan pencitraan menunjukkan

lesi

penempat

ruang

karakteristik hepatoma.
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian
lesi metastatik

ekstrahepatik

(termasuk

asites hemoragis

makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny


ing-kirkan hepatoma metastatik
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm,
di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar
limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10
cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan <
5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,
tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm,
di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan >
5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,
tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatik
atau saluran empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh
utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe
peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;
Child C.

Diagnosis banding
1.

Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif


Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan,

tumor embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker


saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP.
Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan
tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan;
kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster,
kanker

pankreas

kadang

kala

disertai

peninggian

AFP,

tapi

konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang


penyakit : hati, USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan
pencitraan

lain

sering

kali

dapat

memperjelas

diagnosis.

Pada

hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan
dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara
cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain
secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor
perubahan ALT dan AFP.

2.

Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif


Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari

hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada


wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa
latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif,
CT tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati,
sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya
negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran
bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan
tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat
likuidasi atau nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat
penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati, umumnya kondisinya
baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis
negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang,
dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma hati,
umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahuntahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis
negatif, CT tunda dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal,
pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan dari
hepatoma primer

Penatalaksanaan
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini
efektif, terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif.
Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk
hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%,
sedangkan

hepatoma

besar

hanya

sekitar

20%.

Terapi

efektif

menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi


pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun
belum dapat mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi

hepatoma memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara


fleksibel sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi
kekurangan, agar semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan
tumor, tapi juga semaksimal mungkin mempertahankan fisik, memperpanjang survival. Terapi berulang. Terapi satu kali terhadap hepatoma
sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi ulangan
sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi
perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang
kali, reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi dll.
Terapi operasi
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau
masih ada kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi
hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi.
Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati
berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena
porta mengandung trombus kanker; rudapaksa serius jantung, paru,
ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi.
1. Metode hepatektomi.
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa
ini.

Survival

tahun

pasca

operasi

sekitar

30-40%,

pada

mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi


terdiri atas hepatektomi beraruran dan hepatektomi tak beraruran.
Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi,
me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait,
kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)
tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran
tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam
hati, tapi hanya perlu ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi
jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu

yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan
hati sekitarnya. Metode reseksi ini sesuai untuk hepatoma disertai
sirosis hati, lebih banyak dilakukan di China, menjadikan operasi lebih
simpel, hingga sebagian besar pasien hepatoma dengan sirosis dapat
mem-pertahankan lebih banyak jaringan hati normal selain tumornya
dapat

direseksi,

me-ngurangi

komplikasi

operasi,

menurunkan

mortalitas operasi.
Kunci dari hepatektomi adalah me-ngontrol perdarahan. Pada
waktu reseksi hati, metode mengurangi perdarahan me-liputi obstruksi
aliran darah porta pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan
hati, klem hati, obstruksi temporer satu sisi cabang vena porta dan
cabang arteri hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi
porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu
dapat diobstruksi berulang kali.
Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal ftmgsi hati;
timbul beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering
kali berkaitan dengan pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis
sedang atau lebih, volume hepatektomi terlalu besar, perdarahan
selama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu lama dan
obat-obatan
hepatotoksik.

perioperatif
Perdarahan

(termasuk
pasca

obat

operasi,

anestetik)

bersifat

kebanyakan

karena

hemostasis selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vaskular


terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan irisan hati dll.
Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi terjadi
akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul abses
subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas.
Hepatektomi
eksplorasi

bedah

fase:

ternyata

pasien
tumor

hepatoma
tak

dapat

setelah
direseksi.

dilakukan
sesudah

diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi


dan dapat dilakukan reseksi

2.

Transplantasi hati

Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun


biayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan
obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih
cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma
stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma
stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk
transplantasi hati.
Survival
Rate
1
5
year years
Mazzefero

48

(1996)
Bismuth

45

84% 74%

82% 74%
(1999)
Llovet (1999) 79 86% 75%
Jonas (2001) 120 90% 71%
Survival
Rate
1
5
year years
Mazzefero

48

(1996)
Bismuth

45

84% 74%

82% 74%
(1999)
Llovet (1999) 79 86% 75%
Jonas (2001) 120 90% 71%
3.

Terapi operatif nonreseksi


Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan

lain tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi


operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri

hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui


kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor
hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan
nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi;
injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi
Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal
dan injeksi obat intratumor. Yang pertama meliputi ablasi radiofrekuensi, koagulasi gelombang mikro, laser, pembekuan, ultrason
energi tinggi terfokus, yang kedua yang tersering ditemukan adalah
injeksi alkohol absolut intratumor. jlerapi lokal umumnya dilakukan
melalui fpungsi perkutan, perlu panduan pencitraan, I yang sering
adalah dengan USG, dapat juga I dengan CT atau laparoskopi.
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan
efektif

dewasa

melepaskan

ini.

Elektroda

energi

RFA

ditusukkan

ke

dalam

tumor

radiofrekuensi, hingga jaringan tumor

mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif


mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA meng-hasilkan nekrosis
seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas
mikrohepatoma,

dengan

hasil

kuratif.

RFA

perkutan

memiliki

keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah diulangi dll. sehingga mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma.
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor
hati

perkutan,

ke

dalam

tumor

disuntikkan

alkohol

absolut.

Sehubungan dengan pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut


dalam tumor hati dan dosis toleransi tubuh manusia, maka sulit
mencapai efek terapi ideal terhadap hepatoma besar, penggunaannya
umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi

adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma


kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat
membuat kanker nekrosis memadai.
Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi

arteri

hepatik

transkateter

(TAE,

TACE)

merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma


stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai
digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor
dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren
yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat
residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati,
fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak
tahan terapi, semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi
arteri hepatik.
Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik,
setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik,
nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah
terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara
keseluruhan relatif kecil. Kemoembolisasi arteri hepatik dapat melalui
mekanisme dobel kemoterapi dan embolisasi terhadap hepatoma
membuat tumor nekrosis, mengecil, sebagian hepatoma setelah
volume-nya mengecil mendapat peluang fase dua untuk direseksi.
Kemoembolisasi

arteri

hepatik

menggunakan

teknik

Seldinger,

dilakukan kateterisasi perkutan lewat arteri femoralis atau arteri


subklavia memasuki arteri hepatik atau cabangnya, angiografi arteri
hepatik dapat membantu diagnosis lebih jauh dan memahami kondisi
pasokan darah tumor, ada tidaknya fistel arteriovenosa dll. Jika tak ada
kontraindikasi,

maka

dapat

disuntikkan

zat

embolisasi

dan

obatantitumor. Zatembolisasi yang umum dipakai adalah lipiodol,


spons gelatin, mikrosferis obat, cincin baja anti-karat, dll. Obat

antitumor dapat berupa kemo-terapi dan sediaan biologis; kemoterapi


dapat dengan adriamisin, karboplatin, FU, MMC dll. Yang paling sering
dipakai adalah lipiodol dan kemoterapi yang dicampur men-jadi
suspensi, menggunakan afinitas lipiodol terhadap tumor, sebagai
karier kemoterapi, membawa obat kemoterapi ke dalam jaringan
kanker, menghasilkan efek kemoembolisasi yang tahan lama.
Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival 1 tahun pasien
hepatoma adalah 44-66,9%, lama ketahanan hidup rata-rata 8-10
bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi intervensi berulang kali
pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi jangka
panjang belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh
karena itu setelah dengan terapi intervensi hepatoma mengecil hingga
batas tertentu, harus diupayakan memanfaatkan peluang reseksi
bedah 2 tahap untuk mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma
3-4 minggu, bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik
dapat membasmi lesi yang mungkin residif dalam hati, menurunkan
rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival.

Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang
relatif terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain
itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi
umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi

arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri


hepa dll. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis
tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari
radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites
hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi. dapat juga
memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma.
Terapi biologis
Terapi biologis telah dianggap sebagai metode terapi tumor ke
empat setelah operasi kemoterapi, radioterapi, dewasa ini yang
digunakan

secara

klinis

terdapat

imunoterapi

aktif

nonspesifik,

imunoterapi sekunder, terapi terpandu dll. tapi efektivitasnya belun


cukup meyakinkan.
Terapi Paliatif
Sebagian

besar

pasien

HCC

didiagnosis

pada

stadium

menengah-lanjut (intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi


standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya
TAE/TACE (transarterialembolization/chemo embolization) saja yang
menunjukkan

penurunan

meningkatkan

harapan

pertumbuhan

hidup

pasien

tumor

dengan

HCC

serta
yang

dapat
tidak

resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan


pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor
multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran
ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan
iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang
berat.
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak
resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen,
antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau

sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan


penilaian yang meyakinkan.
Terapi herba China
Pengobatan

China

merupakan

bagian

penting

dari

terapi

hepatoma, herba China cukup baik memperbaiki gejala, efek buruk


sedikit, menjaga kondisi umum yang baik, memperlambat progresi
penyakit mengecilkan tumor atau memungkinkan hidup dengan tumor
dalam jangka panjang pada sebagian kecil pasien. Bila digunakan
bersama obat Barat dapat mengurangi efek buruk kemoterapi dan
radioterapi,

memperkuat

fisik,

meregulasi

limpa

lambung,

memperbaiki gejala, memacu pemulihan dari operasi, kemoterapi atau


radioterapi. Obat yang sering dipakai adalah chaihu, danggui, baishao,
yujin, banzhilian, shishangbo, bai-huasheshecao, shanjia, bayuezha,
shouwu, dangshen, huangqi. qiyeyizhihua dll. Obat formulasi termasuk
lianhuapian, ganfule, huachansu, banmaosu dll.

Prognosis
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah
adalah 4,3 bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan
sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati.
Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan
jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis
yang menyertai, metode terapi, dll. Data 1465 kasus pasca reseksi
radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai
menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS
Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi
survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma <5cm survival 57,3%- Tidak
sedikit kasus yang pasca reseksi bertahan hidup lama.
prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh:
1. stadium tumor pada saat diagnosis

2. status kesehatan pasien


3. fungsi sintesis hati
4. manfaat terapi
Sistem BCLC dianggap yang paling memenuhi kriteria diatas sehingga
sering dianggap memiliki nilai prognostic yang akurat bahkan lebih
akurat dibanding sistem TNM-AJCC

Studi yang dilakukan oleh Yeung dkk. (1996) mendapatkan nilai


median angka harapan hidup pasien hepatoma dengan meggunakan
sistem Okuda yaitu:

Okuda stadium I 5.1 bulan

Okuda stadium II

2.7 bulan

Okuda stadium III

1.0 bulan

Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 tahun pada stadium I berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3
subkategori ukuran tumor :

< 2 cm68.2 %

2-5 cm70.7%

> 5 cm75.8%

BAB III
KESIMPULAN
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan
oleh faktor risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV,
alkohol, dan NASH). Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting
HCC. Faktor lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses
transformasi pada patogenesis molekular HCC. Semakin banyak bukti
bahwa obesitas dan diabetes melitus adalah faktor risiko untuk HCC.
Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor
yang besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau
ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi,
transplantasi dan PEI). USG abdomen secara periodik merupakan cara
terbaik

untuk

surveilans

HCC,

namun

belum

jelas

pengaruh

surveillance terhadap mortalitas spesifik-penyakit. Stadium tumor,


kondisi

umum

kesehatan,

fungsi

hati

dan

intervensi

spesifik

mempengaruhi prognosis
Diagnosis dini merupakan masalah yang besar; umumnya
penderita datang ter-lambat sehingga alternatif pengobatan men-jadi
sangat sedikit dan kurang bermanfaat

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I,
Edisi IV. Hal: 455-459. Pusat Penererbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta: Juni 2006.
2. Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2 . Hal 408-423. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 2008
3. Gani, Abdulah. Gastroentero Hepatologi: Edisi I. Hal 370-381.
Info Medika Airlangga. Jakarta: 1990
4. Media Medika Muda . HUBUNGAN KADAR ALFA FETOPROTEIN
SERUM

DAN

GAMBARAN

HEPATOSELULER

USG

PADA

diunduh

KARSINOMA
dari:

http://www.m3undip.org/ed2/artikel_09_full_text_01.htm last up
date : 5 Mei 2009.
5. Axelrod, David, MD,MBA. Hepatocellular Carcinoma diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 1
Mei 2009.
6.

Hepatocllular

Carsinomadiunduh

dari:

http://en.wikipedia.org/wiki/Hepatoma last up date: 15 Mei 2009

Você também pode gostar