Você está na página 1de 3

Apel Pagi bukan Apel-apelan

Gusti O. Hingmane, S.Pd


(Koordinator Mahasiswa PPG SM-3T Undana)

Kamis, hari yang indah dalam minggu itu. Hari yang sulit dilupakan. Ada manis dan
pahit yang mendekorasinya. Walaupun, tak semanis dan sepahit waktu di daerah 3T.
Saat itu, saya dan Rangga -- teman akrabku-- pergi ke tempat penjualan buah-buahan.
Buah-buahan yang paling disukai oleh kami adalah buah apel.
Demi buah apel, uang tidak menjadi persoalan. Berapa pun harganya, kami siap
membeli. Karena pada saat itu, kami baru pulang dari tempat mengajar, di daerah SM-3T, di
Kabupaten Dogiyai. Dapat dikata, uang di dompet pun masih tebal. Demi kesukaan, kadangkadang kualitas buah pun tidak menjadi titik fokus pertimbangan. Layak dimakan atau tidak.
Yang ada di benak adalah, siap hajar saja.
Peristiwa ini benar-benar terjadi pada kami pada saa itu. Kami membeli buah apel.
Jumlahnya sekitar dua kiloan. Hati pun berbunga-bunga karena sekian lama di Kabupaten
Dogiyai, buah apel kesukaan kami, tak pernah dilihat, diraba, apalagi dimakan.
Setelah pulang dari pasar itu, dengan sedikit ego dan tanpa kompromi, kami langsung
melahap semua buah itu. Dalam hitungan menit, semua buah apel dimakan habis. Hati kami
pun lega.
Setelah beberapa jam, kami pun terkejut mendengar informasi yang ada di berita
Metro TV. Isi berita, ada apel-apelan di pasar apel. Banyak konsumen yang konsumsi apelapelan meninggal dan menderita berbagai penyakit. Penyakit yang diderita sesuai isi berita,
yakni: demam tinggi, sakit kepala parah, pegal, mual, sakit perut, dan diare. Lebih jauh lagi,
infeksi bakteri listeria dapat menyebabkan keguguran pada perempuan hamil.

Setelah beberapa saat, kami mengingat benar bahwa hal itu pernah dimediakan oleh
banyak media cetak (http://www.timorexpress.com/; http://sinarharapan.co/news/read/) di
kota Kupang. Memang benar

info yang di berita itu. Dampak yang dimediakan, kami

mengalami benar. Penulis sakit kepala, sedangkan Rangga menderita sakit perut. Kami tidak
bisa melakukan apa pun. Kami cuma berbaring dan menjerit kesakitan. Sungguh derita!
Apel Pagi
Kata apel pagi yang dimaksud penulis berkaitan dengan buah apel ialah, apel yang
segar, sehat, bagus, berguna, dan layak dikonsumsi. Dan jika hal itu dikaitkan dengan cerita
di atas, ialah, kami membeli dan mengkonsumsi apel yang tidak layak untuk dikonsumsi.
Kami makan bukan apel pagi, tetapi apel-apelan. Dampak dari pada itu, kami mengalami
penderitaan

yang cukup luar biasa. Penyesalan pun datang. Teringat informasi yang

disampaikan oleh pembawa berita di Metro TV, sakitnya itu menggunung.


Berbicara tentang apel pagi, ternyata di Rusunawa PPG Undana, terdapat komunitas
intelektual yang melakukan rutinitas itu. Aktivitas yang mana ada seorang pembina apel, dan
pemimpin barisan. Peminpin barisan, tugasnya mengatur barisan agar kelihatan rapih dan
indah. Sedangkan pembina apel, tugasnya menyampaikan informasi atau pengumuman yang
berkaitan dengan kehidupan berasrama atau bidang akademik.
Apel pagi kadang-kadang dianggap adalah apel-apelan. Suatu aktifitas yang tidak ada
gunanya, tidak berkualitas, tidak berbobot. Dengan pemikiran demikan, banyak di antara kita
--calon profesional-- yang sengaja mengabsenkan diri. Pada tataran itu, kita tidak sedang
menyadari bahwa sikap yang demikian sedang merongrong keeksistensian diri kita sendiri.
Padahal, di apel pagi ini banyak hal yang sangat esensial, yang dapat diperoleh.
Katakanlah, dapat meningkatkan kedisplinan, rasa tanggung jawab, belajar menjadi
pemimpin, menjalin tali persaudaraan, memperoleh informasi pasti, dan yang pastinya, dapat
mewujudkan amanah Undang-Undang Guru dan Dosen, Pasal 8, No 14, tahun 2005, yakni
menghasilkan guru yang profesional.
Dalam pada itu, pertanyaannya ialah, seperti apakah guru yang profesional itu? Itu
pertanyaan mendasar untuk kita renungkan. Hal itu dapat dikatakan secara sederhana bahwa,
guru profesional adalah guru yang harus memiliki kompetensi pedagogik, profesi, sosial, dan
kepribadian. Bukan hanya memiliki kompetensi pedagogik, atau profesi, atau sosial, atau
kepribadian saja. Ketika keempat kompetensi ini sudah dimiliki guru, maka guru tersebut
benar-benar profesional.
Semoga, apa yang diulas, dapat menjadi referensi kita bersama. Dan dari pada itu, ada
suatu sikap positif untuk tidak menganggap apel pagi adalah apel-apelan. Tetapi, apel pagi

bukan apel-apelan, sehingga apa yang diharapkan bersama, dapat menjadi real di kemudian
hari. Bukan menjadi racun untuk diri kita sendiri, seperti yang dialami penulis dan Rangga.
Padahal, sudah disampaikan berulang-ulang di media massa. Jadi, apel pagi itu penting.
Semoga!

Você também pode gostar